Refarat THT OMA OK PRINT
Refarat THT OMA OK PRINT
Penyaji:
Pembimbing :
Dr. dr. Devira Zahara, M.ked (ORL-HNS), Sp.THT-KL(K)
Nilai :
PIMPINAN SIDANG
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Otitis Media Akut”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan paper yang berjudul “Otitis Media Akut” ini antara lain:
1. Membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis otitis media akut.
2. Menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik senior di Departemen Telinga
Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher RSUP H. Adam Malik Medan.
1.3 Manfaat
Refarat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah wawasan, baik bagi
penulis maupun pembaca terkait dengan otitis media akut, serta dapat menjadi
sumber referensi untuk makalah selanjutnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana timpani berasal
dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari
aurikula yang dalam cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa
telinga tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna
dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.4
b. Kavum Timpani
Terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau
seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : 4
- bagian luar: membran timpani
- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis
- batas belakang : aditus ad antrum
- batas atas : tegmen timpani
- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisrikularis, oval
window, round window, promontorium.
c. Prosesus Mastoid
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah
ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid
adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitisssmpanum posterior
menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang
temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-
sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. 4
d. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah
9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu : 1. Bagian tulang terdapat
4
pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian). 2. Bagian tulang rawan terdapat
pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).4
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret
dari nasofaring ke kavum timpani. 4
5
2.2 Fisiologi Pendengaran
6
2.3 Otitis Media Akut (OMA)
2.3.1 Definisi
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Euatachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat
pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (= otitis media serosa, otitis
media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Telinga tengah
biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. secara
fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga
tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi.1
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala
dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau
sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,
gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran
timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah.
Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan
membengkak pada membran timpani atau bulging, terdapat cairan di belakang
membran timpani, dan otore.6
2.3.2 Etiologi
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,
65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi
bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong
sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga
jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis
(10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti
Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan
organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif
banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah
sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis
7
mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang
dijumpai pada anak-anak.6
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase
chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang
menderita OMA pada 75% kasus.6
8
OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena
itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA.6
Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih
signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang
sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA
juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital
mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah
menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering
terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.6
9
maupun fungsional dapat menyebabkan absorpsi udara, tekanan negatif dan
terbentuknya cairan di dalam telinga tengah.8
Cairan yang terlalu banyak dalam kavum telinga tengah dapat merobek
genang telinga karena tekananya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media
supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan
dengan beberapa faktor antara lain higienis, terapi yang terlambat, pengobatan
yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.9
10
Gambar 2.5 Otitis media akut11
11
2.3.6 Stadium
Terdapat 5 stadium OMA berdasarkan gambaran membrane timpani yang
diamati melalui lubang telinga luar.1
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya tekanan
negative di dala telinga, akibat absorbs udara. Kadang-kadang membrane
timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat.
2. Stadium hiperemis
Terdapat gambaran pemuluh darah yang melebar di membrane timpani atau
keseluruhan membrane timpani sehingga tamoak hiperemis serta edem.
Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga masih sulit terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membrane timpani menonjol kea rah telinga luar. Pada
keadaan ini, pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia, akibat tekanan kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada
vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada
membrane timpani terlihat sebagai daerah lembek dan berwarna
kekuningan. Di tempat ini akan terjadi rupture.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani
dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang
tadinya gelisah kini menjadi tenang, suhu badan turun, dan anak dapat
tertidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membrane timoani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
12
secret akan berkurang an akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. OMA berubah menjadi Otitis media supuratif kronik (OSMK)
bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus menerus atau hilang
timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila
secret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
2.3.7 Diagnosis
OMA secara umum digambarkan dengan onset cepat dari tanda dan
gejala inflamasi telinga tengah yang disertai efusi telinga tengah (middle ear
effusion (MEE). Tanda-tanda inflamasi meliputi penonjolan atau rasa penuh
dari membran timpani, eritema membran timpani dan perforasi akut dari
membran timpani dengan otorea. Gejala meliputi otalgia, iritabilitas dan
demam.13
i. Anamnesa
Pada neonatus, iritabilitas atau kesulitan untuk diberi makan mungkin
menjadi satu-satunya indikasi dari adanya fokus septik. Anak yang lebih besar
mulai menunjukkan adanya demam (dengan atau tanpa ISPA di waktu yang
bersamaan) dan otalgia. Pada anak yang lebih tua dan dewasa, gangguan
pendengaran menjadi gejala yang konstan pada OMA dan OME. Mereka akan
mengeluhkan adanya rasa penuh di telinga bahkan sebelum efusi telinga tengah
terdeteksi. Otalgia tanpa gangguan pendengaran atau demam dapat dilihat pada
orang dewasa dengan otitis eksterna, abses gigi atau rasa sakit di daerah sendi
temporomandibular.14
ii. Otoskopi pneumatik
Otoskopi pneumatik adalah alat diagnostik primer untuk mengevaluasi
status telinga tengah yang mana ia dapat memeriksa membran timpani dan
mobilitasnya. Membran timpani normal berbentuk konkav, translusen dan
bergerak cepat apabila diberi tekanan positif atau negatif. Pemeriksaan
membran timpani harus meliputi posisi, warna, derajat translusensi dan
mobilitas. Untuk memastikan mobilitas membran timpani, liang telinga harus
13
tertutup rapat dengan menggunakan spekulum. Gunakanlah spekulum dengan
ukuran terbesar yang masih terasa nyaman oleh pasien.13
Tidak adanya atau berkurangnya mobilitas dari membran timpani
mengindikasi hilangnya komplians dari membran timpani baik itu karena
adanya efusi telinga tengah atau bertambahnya kekakuan karena parut atau
bertambahnya ketebalan dari membran timpani. Hilangnya mobilitas membran
timpani secara total juga bisa terjadi karena adanya bukaan di membran timpani
karena perforasi atau saluran timpanostomi yang paten. Tanda-tanda yang lain,
seperti fluid level atau gelembung, dapat dibedakan dengan adanya pergerakan
dari membran timpani. Posisi dari membran timpani berkisar dari teretraksi
secara parah atau menonjol. Retraksi ringan atau sedang mengindikasi tekanan
negatif, efusi telinga tengah atau keduanya, sedangkan retraksi yang parah
biasanya dikaitkan dengan adanya efusi. Membran timpani yang penuh dan
menonjol disebabkan oleh peningkatan tekanan, cairan, atau keduanya di telinga
tengah.13
Opasifikasi membran timpani dapat disebabkan oleh penebalan, parut atau
efusi telinga tengah. Membran timpani yang merah tetapi translusen biasanya
disebabkan oleh menangis atau bersin karena kongesti pembuluh darah di
membran timpani. Sedangkan, membran timpani yang merah opak dan
menonjol seringkali merupakan tanda dari OMA. Membran timpani yang
retraksi dengan warna pink, abu-abu, kuning atau biru dan berkurangnya atau
tidak adanya mobilitas biasanya dapat dilihat pada OME. Miringitis adalah
inflamasi dari membran timpani tanpa cairan di telinga tengah.13
14
2.3.9 Terapi
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium
oklusi, pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCL efedrin 0.5% dalam larutan fisiologik (anak<12 tahun) atau HCL
efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada
orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila
peyebab penyakit adalah bakteri, bukan oleh virus atau alergi.15
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap
penisilin, maka berikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis
50-100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari.15
Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai
dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi,
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.15
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.15
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi, akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema
mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi matoiditis.15
15
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK). Pada pengobatan OMA
terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan kegagalan terapi. Resiko
tersebut digolongkan menjadi resiko tinggi kegagalan terapi dan resiko rendah.15
Observasi
Dalam usaha untuk mengurangi penggunaan antibiotik dan meningkatnya
resistensi antibiotik, observasi tanpa penggunaan antibiotik menjadi pilihan pada
beberapa anak dengan OMA. Observasi dilakukan pada anak-anak tergantung pada
tingkat keyakinan terhadap diagnosis, usia anak, keparahan penyakit dan akses ke
layanan kesehatan. Penyakit yang parah didefinisikan sebagai otalgia sedang
hingga parah, demam lebih dari 39oC melalui oral atau 39.5oC melalui rektal atau
anak dengan keadaan umum yang buruk. Anak-anak di bawah 6 bulan harus
ditatalaksana dengan antibiotik; anak sehat usia 6-23 bulan tanpa penyakit yang
berat dan tanpa diagnosis yang pasti dapat diobservasi, tetapi jika diagnosis OMA
jelas atau parah, anak tersebut harus ditatalaksana dengan antibiotik; dan anak-anak
usia 24 bulan ke atas dapat diobservasi jika penyakitnya tidak parah atau jika
diagnosisnya tidak pasti namun harus ditatalaksana jika OMA bersifat parah.
Rekomendasi untuk kontraindikasi absolut dan relatif untuk observasi tanpa terapi
antimikrobial dapat dilihat di tabel berikut.15
Tabel 2.1 Kontraindikasi observasi OMA
Kontraindikasi absolut
Usia <6 bulan
Defisiensi atau gangguan imun
Penyakit parah atau gagalnya pengobatan
Ketidakmampuan untuk memastikan follow-up
Kontraindikasi relatif
Relaps dalam 30 hari
Otorea
OMA bilateral jika usia <2 tahun
Sindrom, malformasi kraniofasial
16
Antinyeri
Terapi untuk mengurangi rasa sakit sangat disarankan untuk anak-
anak dengan OMA. Parasetamol membantu menghilangkan rasa nyeri dan
menurunkan suhu.16
Antibiotik
Banyak antibiotik yang tersedia, tetapi berdasarkan panduan AAP-
AFP, amoksisilin masih menjadi antibiotik lini pertama untuk OMA yang
tidak parah dengan dosis rekomendasi 90 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2
dosis ditujukan untuk membunuh S. Pneumoniae, termasuk strain yang
resisten. Untuk OMA yang parah, amoksisilin-asam klavulanat (amoksisilin
90 mg/kgBB/hari dan asam klavulanat 6.4 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2
dosis) disarankan dan dapat mengatasi H. Influenza penghasil beta
laktamase dan M. Catarrhalis. Berdasarkan panduan ini, sepalosporin hanya
boleh dijadikan antibiotik lini pertama untuk pasien yang alergi terhadap
penisilin.13
Pengobatan dianggap gagal jika tanda dan gejala tetap ada atau
rekuren 48 hingga 72 jam setelah pemberian terapi awal. Jika hal ini terjadi,
maka diagnosis OMA harus dipastikan ulang dan memulai pemberian
antibiotik jika sebelumnya belum diberikan atau menggantinya menjadi
agen yang lebih berspektrum luas jika sebelumnya telah diberikan
(amoksisilin-asam klavulanat jika amoksisilin gagal dan seftriakson selama
3 hari jika amoksisilin-asam klavulanat gagal). Kegagalan pengobatan
menggunakan amoksisilin mungkin terjadi karena buruknya absorbsi di
saluran cerna.11 Timpanosentesis harus selalu dipertimbangkan jika anak
tidak respon terhadap terapi antibiotik untuk mengidentifikasi bakteri di
efusi telinga tengah dan untuk memilih antibiotik yang sesuai.13
Panduan oleh AAP-AFP merekomendasikan terapi standar selama
10 hari untuk anak yang lebih muda dan untuk anak dengan penyakit parah,
sedangkan untuk anak berusia 6 tahun ke atas dengan penyakit yang ringan
hingga sedang, pengobatan selama 5-7 hari dapat digunakan. Cefpodoxime
proxetil dan cefdinir dapat digunakan selama 5 hari; azitromisin dapat
diberikan selama 1, 3 atau 5 hari; dan satu dosis seftriakson melalui IM
17
dapat diberikan, meskipun hasil untuk S. Pneumoniae yang resisten
terhadap penisilin lebih baik dengan menggunakan terapi selama 3 hari.
Pemakaian lebih dari 10 hari tidak menunjukkan hasil yang lebih baik.13
Dekongestan/Antihistamin
Sebuah penelitian metaanalisis mengenai dekongestan dan/atau
antihistamin untuk OMA menemukan manfaat secara klinis yang kecil dari
pengobatan ini untuk persistensi OMA, gejala atau sekuel jangka panjang.
Meskipun beberapa manfaat dari kombinasi ditemukan dalam beberapa orang
dengan OMA persisten di akhir 2 minggu, efek samping sebesar 5 hingga 8
kali lipat dan fakta bahwa manfaat yang ditemukan berbanding terbalik
dengan kualitas penelitian membuat penulis tidak merekomendasi pemakaian
rutin dekongestan/antihistamin untuk OMA.12 Antihistamin yang diberikan
dengan antibiotik untuk OMA tidak memberikan perbaikan klinis dan
memperlama durasi efusi.13 Dalam hal ini, dekongestan, antihistamin,
maupun kombinasi keduanya tidak direkomendasi untuk terapi OMA.13
Steroid
Mccormick et al. tidak menemukan adanya penurunan konsentrasi
histamin maupun leukotrien B4 pada anak yang diberikan antibiotik oral dan
steroid dibandingkan dengan anak yang diberikan antibiotik saja, tapi dia
menemukan adanya kegagalan terapi yang lebih rendah dalam 2 minggu
pertama dan efusi telinga tengah yang lebih singkat pada anak yang diberikan
steroid.14 Namun pada penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar,
kortikosteroid (2 mg/kgBB selama 5 hari) diberikan bersama dengan
antibiotik tidak menghasilkan perbaikan dalam klinis.17
Miringotomi
Miringotomi adalah menginsisi membran timpani untuk mengevakuasi nanah
dan diindikasikan ketika:
Membran timpani menonjol dan ada nyeri akut
18
Terdapat resolusi yang tidak komplit meskipun telah diberikan
antibiotik saat membran timpani tetap penuh dengan gangguan
pendengaran konduktif yang persisten
Terdapat efusi yang persisten lebih dari 12 minggu
Semua kasus OMA harus diikuti secara hati-hati hingga membran timpani
kembali ke bentuknya yang normal dan gangguan pendengaran konduktif
menghilang.17
2.3.10 Komplikasi
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme,
yaitu melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini
dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi
intratemporal terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi
pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan
pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu
meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural,
empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis. Komplikasi tersebut
umumnya sering ditemukan sewaktu belum adanya antibiotik, tetapi pada era
antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi
dari otitis media supuratif kronik (OMSK). Penatalaksanaan OMA dengan
komplikasi ini yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas, dan
pembedahan seperti mastoidektomi.17
2.3.11 Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA17:
19
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media akut (OMA) ialah peradangan sebagian ataus eluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. OMA terjadi
karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Kuman penyebab utama pada OMA
ialah bakteri piogenik seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus,
Pneumokokus, Proteus vulgaris, dan Pseuomonas aeruginosa. Sementara virus
yang sering dijumpai adalah respiratory syncytial virus, virus parainfluenza,
rinovirus, influenza, enterovirus, dan adenovirus.
OMA dapat dibagi menjadi lima stadium yaitu: (1) stadium oklusi tuba
Eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi (5)
stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang
diamati melalui liang telinga luar.
Diagnosis OMA meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah menggunakan
otoskop pneumatik, yang mana dengan alat ini dapat dilihat gambaran membran
timpani dan juga mobilitasnya.
Pengobatan OMA meliputi pengobatan kasual, yakni antibiotik, dan
pengobatan simtomatik, yakni anti nyeri dan anti piretik. Sebagai tambahan, pada
stadium supurasi dapat dilakukan miringotomi untuk mengeluarkan pus yang
terjebak di telinga tengah.
20
DAFTAR PUSTAKA
6. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson
Textbook of Pediatrics. 18 th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.
7. Moller, A.R. Hearing: Anatomy, physiology, and disorders of the auditory
system. British : Elsevier. 2006. (2): p. 207-208
8. Bluestone CD. Eustachian tube function and dysfunction. In: Rosenfeld
RM, Bluestone CD, editors. Evidence-based otitis media. Hamilton, ON,
Canada: BC Decker. 2003:p.163–79.
9. Ghanie, A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Departemen Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UNSRI.
Palembang. 2010.Hal.10-11
10. Qureishi, A. Lee, Y. Belfield, K. Birchall, JP, Daniel, M. Update on Otitis
Meia – prevention and treatment. Infection and drug resistance. Dovepress.
2014(7):p. 15-24)
11. (Setiawan, FA. 2017. Apa yang dimaksud dengan Otitis Media Akut ?
dalam www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-otitis-media-akut/13551.
(diakses pada 25 Mei 2019)
21
12. Leibovitz, E. Greenberg, D. Acute Otitis Media. Chang Gung Med J.
Vol.27.No 7. 2004:p. 476
13. Johnson JT, Rosen CA. Bailey’s Head and Neck Surgery - Otolaryngology.
5th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2014.
14. Donaldson JD. Acute Otitis Media [Internet]. Medscape. 2018 [cited 2019
Feb 28]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/859316-
clinical
15. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2012.
16. American Academy of Pediatrics Subcommittee on Management of Acute
Otitis Media. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics.
2004;113(5):1451–65.
17. Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck
Surgery. 7th ed. Haryana: Elsevier; 2018.
22