Anda di halaman 1dari 64

PERBEDAAN HASIL URINALISIS METODE DIPSTIK PADA

URIN SEGAR, URIN SIMPAN 4 JAM SUHU RUANGAN,


DAN URIN SIMPAN 4 JAM SUHU 20C-80C

(Skripsi)

Oleh

OLIVIA NATANIA TARIGAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT

DIFFERENTIATION OF URINALYSIS RESULT BY DIPSTICK METHOD


BETWEEN FRESH URINE, URINE STORAGE 4 HOURS AT ROOM
TEMPERATURE, AND URINE STORAGE 4 HOURS AT 20C-80C

By

OLIVIA NATANIA TARIGAN

Background: Urine dipstick tests are often performed in routine examinations of


clinicians. The results shown are highly dependent on the urine sample of the type,
storage time, and storage temperature before the examination. This study aims to
determine differentiation of urinalysis result by dipstick test between fresh urine,
urine storage 4 hours at room temperature, and urine storage 4 hour at 20C-80C.

Methods: This research used cross-sectional approach. There were 34 respondents


who gave samples of random urine. First, sample was checked as soon as. And then,
each sample was divided into two container shelters (A and B). Container A was
checked after 4 hours at room temperature, and container B was checked after 4 hours
of storage at 20C-80C.

Result: Friedman test results on pH obtained p value (sig.) = 0.950; specific gravity
was obtained p value (sig.) = 0.074; urobilinogen obtained p value (sig.) = 0,368.
Cochran test results on ketone obtained Asymp sig. = 0.368; bilirubin obtained
Asymp sig. = 0.497; protein obtained Asymp sig. = 0.368, leucocytes obtained
Asymp sig. = 0.135. Hypothesis test states there is no difference in each dipstick
parameter.

Conclusion: There is no differentiation of urinalysis result by dipstick method


between fresh urine, urine storage 4 hours at room temperature, and urine storage 4
hours at 20C-80C.

Keywords: urinalysis, dipstick test, fresh urine, urine store, urine ketone
ABSTRAK

PERBEDAAN HASIL URINALISIS METODE DIPSTIK PADA


URIN SEGAR, URIN SIMPAN 4 JAM SUHU RUANGAN,
DAN URIN SIMPAN 4 JAM SUHU 20C-80C

Oleh

OLIVIA NATANIA TARIGAN

Latar belakang : Uji dipstik urin sering dilakukan dalam pemeriksaan rutin pada
klinisi. Hasil yang ditunjukkan sangat bergantung pada sampel urin yaitu jenis, waktu
penyimpanan, dan suhu penyimpanan sebelum pemeriksaan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan hasil uji dipstik urin pada urin segar, urin simpan 4 jam
suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C.

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional.


Terdapat 34 responden yang memberikan sampel berupa urin sewaktu. Uji dipstik
langsung dilakukan pada sampel yang baru dikemihkan, kemudian sampel dibagi
kedalam dua wadah penampungan (A dan B). Wadah A diperiksa setelah disimpan 4
jam pada suhu ruangan, dan wadah B diperiksa setelah disimpan 4 jam pada suhu
20C-80C.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian uji Friedman pada pH didapatkan p value (sig.) =
0,950; berat jenis didapatkan p value (sig.) = 0,074; urobilinogen didapatkan p value
(sig.) = 0,368. Hasil uji Cochran pada keton didapatkan Asymp sig. = 0,368; bilirubin
didapatkan Asymp sig. = 0,497; protein didapatkan Asymp sig. = 0,368, leukosit
didapatkan Asymp sig. = 0,135. Uji hipotesis menyatakan tidak terdapat perbedaan
pada setiap parameter dipstik.

Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin
segar, urin simpan 4 jam suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C.

Kata kunci : urinalisis, uji dipstik, urin segar, urin simpan, keton urin.
PERBEDAAN HASIL URINALISIS METODE DIPSTIK PADA
URIN SEGAR, URIN SIMPAN 4 JAM SUHU RUANGAN,
DAN URIN SIMPAN 4 JAM SUHU 20C-80C

Oleh

OLIVIA NATANIA TARIGAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Agustus 1996, merupakan anak kedua

dari lima bersaudara, dari Bapak Soor Tarigan dan Ibu Nurlianna br Karo.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK ST Antonius 1 Medan pada

tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD ST Antonius V Medan pada

tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Katolik Tri

Sakti 1 Medan pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di

SMA Negeri 4 Medan pada tahun 2014.

Tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung lewat jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai anggota Paduan Suara (Padus)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung tahun 2014-2016 dan menjadi pengurus

Permako Medis tahun 2016-2017.


Karya sederhana ini aku serahkan kepada

Tuhan Yesus, Juruselamatku

Kupersembahkan kepada Bapak dan Mamak

serta Kakak dan Adik-adikku

Terimakasih untuk doa, cinta, kasih sayang serta dukungan

yang kalian berikan selama ini

i
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh

harapannya kepada TUHAN

(Yeremia 17 :7)

karena

Sebab AKU ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada

pada KU mengenai kamu, demikianlah Firman TUHAN, yaitu

rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,

untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan

(Yeremia 29 : 11)

ii
SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

melimpahkan segala kasih karunia-Nya dan memampukan penulis dalam

penyelesaian skripsi yang berjudul “PERBEDAAN HASIL URINALISIS

METODE DIPSTIK PADA URIN SEGAR, URIN SIMPAN 4 JAM SUHU

RUANGAN, DAN URIN SIMPAN 4 JAM SUHU 20C-80C “.

Terimakasih kepada kedua orang tua penulis, Soor Tarigan, S.Sos dan Ns.

Nurlianna br Karo, S.Kep., yang sudah bekerja keras untuk mencukupkan

kebutuhan penulis, dengan kasih sayang membesarkan penulis dan memberikan

pendidikan yang terbaik bagi penulis. Untuk kakak Friska Sonaria Tarigan, S.T

dan adik-adikku Meilysa Veronika Tarigan, Irene Taminta Tarigan, dan Sri

Rehulina Tarigan yang teramat penulis sayangi, terimakasih untuk doa, perhatian,

semangat, dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan, bantuan,

dorongan, bimbingan, saran dan kritik dari berbagai pihak. Maka dengan segenap

kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

iii
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3. dr. Agustyas Tjiptaningrum,S.Ked, Sp.PK selaku Pembimbing Pertama

yang sudah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan

memberi saran, kritikan dan pengetahuan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

4. dr. Chicy Widya Morfi, S.Ked selaku Pembimbing Kedua yang sudah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis melalui saran, kritikan dan

pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. dr. Putu Ristyaning A.S., S.Ked., M.Kes., selaku Pembahas yang baik hati

dalam memberikan saran dan nasihat untuk menyempurnakan penulisan

skripsi dan proses penelitian oleh peneliti.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Unirversitas

Lampung yang telah memberikan ilmu dan bimbingan serta bantuan

selama penulis menjalani masa perkuliahan.

7. Responden yaitu mahasiswa FK Unila yang bersedia meluangkan waktu

dalam pengumpulan sampel penelitian.

8. Sahabat serta keluarga saya, Veivei, Grace, Purnama, Febe, dan Karen

yang selalu memberi semangat, membantu, dan mendoakan penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman- teman Permakomedis 2014 Bang Rian, Keith, Harry, William,

Yosua, Cakra, Gita, kak Devi, Ebet, Eva, Fanya, Febe, Grace, Cia, Karen,

kak Nao, Purnama, Renti, Sindi, kak Tania, Theo, Veivei, dan Yona yang

iv
menjadi teman seperjuangan, tawa, dan canda dalam kuliah dan saling

mendoakan.

10. Teman-teman pengurus Permako Medis 2016-2017, kak Itin, bang Edgar,

bang Jo, Kak Widya, Kak Julia, kak Dea, Grace, Febe, Karen, Renti, Gita,

Harry, bang Rian, Yosua, Lidya, Efry, Semadela, Ndon, dan Josi.

11. Kak Ruth sebagai Pemimpin kelompok kecil dan teman-teman kelompok

kecil yaitu Kak Devi, Renti, Cia, dan Yona yang mendukung dan

mendoakan penulis.

12. Christi sebagai adik kelompok kecil yang memberi semangat, keceriaan,

dan doa bagi penulis.

13. Kak Erisa yang menjadi kakak selama penulis dalam perkuliahan,

memotivasi, mendukung, dan mendoakan penulis.

14. Saipul Family teman KKN, bang Wahyu, Sahel, Amin, Jenni, Malina, dan

Maya yang mendukung, mendoakan, dan mendengarkan keluh kesah

penulis.

15. Keluarga besar Permako Medis FK Unila, sebagai wadah persekutuan bagi

penulis sehingga penulis boleh bertumbuh dalam iman kepada Yesus

Kristus.

16. Teman- teman CRAN14L yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu,

terimakasih atas kebersamaan, keceriaan, kekompakan selama

perkuliahan, semoga kita menjadi dokter dan teman sejawat yang berguna

bagi bagi bangsa dan negara.

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah

memberikan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

v
Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat

memberikan manfaat dan pengetahuan baru bagi setiap orang yang membacanya.

Terima kasih.

Bandar Lampung, Januari 2018

Penulis

Olivia Natania Tarigan

vi
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii


DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................5
1.4.1 Manfaat bagi Penulis ............................................................5
1.4.2 Manfaat bagi Institusi ...........................................................5
1.4.3 Manfaat bagi Peneliti lain .....................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal ...........................................................6
2.2 Pembentukan Urin ............................................................................8
2.3 Pemeriksaan Urinalisis ...................................................................10
2.3.1 Pengertian Pemeriksaan Urinalisis .....................................10
2.3.2 Pemeriksaan Pra-analitik Urinalisis....................................11
2.3.3 Pemeriksaan Analitik Urinalisis .........................................13
2.3.3.1 Keasaman (pH).................................................. 14
2.3.3.2 Protein ............................................................... 15
2.3.3.3 Glukosa ............................................................. 16
2.3.3.4 Keton ................................................................. 18
2.3.3.5 Darah pada Urin (Hematuria)............................ 19
2.3.3.6 Bilirubin ............................................................ 21
2.3.3.7 Urobilinogen ..................................................... 23
2.3.3.8 Nitrit .................................................................. 25
2.3.3.9 Lekosit esterase ................................................. 26
2.3.3.10 Berat Jenis ......................................................... 28

vii
2.4 Kerangka Teori ...............................................................................30
2.5 Kerangka Konsep ...........................................................................31
2.6 Hipotesis .........................................................................................31
2.6.1 Hipotesis Null (Ho) ...............................................................31
2.6.2 Hipotesis Alternatif (Ha) .......................................................31

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ............................................................................31
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................31
3.2.1 Waktu Penelitian.................................................................31
3.2.2 Tempat Penelitian ...............................................................31
3.3 Populasi dan Sampel.......................................................................32
3.3.1 Populasi Penelitian..............................................................32
3.3.2 Sampel Penelitian ...............................................................32
3.3.2.1 Kriteria inklusi .................................................... 33
3.3.2.2 Kriteria eksklusi .................................................. 33
3.4 Variabel Penelitian .........................................................................33
3.5 Definisi Operasional .......................................................................34
3.6 Metode Pengumpulan Data ............................................................34
3.7 Prosedur Penelitian .........................................................................35
3.7.1 Alat dan bahan penelitian ...................................................35
3.8 Alur Penelitian .................................................................................37
3.9 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................38
3.9.1 Pengolahan data ..................................................................38
3.9.2 Analisis data........................................................................39
3.10Etika Penelitian ...............................................................................40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN


4.1 Hasil Penelitian ...............................................................................41
4.1.1 Analisis Univariat ...............................................................41
4.1.2 Analisis Bivariat .................................................................46
4.2 Pembahasan Penelitian ...................................................................48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan .........................................................................................53
5.2 Saran ...............................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Variabel. .......................................................................... 34


2. Distribusi suhu penyimpanan urin .................................................................... 42
3. Distribusi waktu penyimpanan urin .................................................................. 42
4. Distribusi pH urin berdasarkan hasil penelitian ................................................ 43
5. Distribusi berat jenis urin berdasarkan hasil penelitian .................................... 43
6. Distribusi Urobilinogen urin berdasarkan hasil penelitian................................ 43
7. Distribusi glukosa urin berdasarkan hasil penelitian ........................................ 44
8. Distribusi keton urin berdasarkan hasil penelitian ............................................ 44
9. Distribusi darah urin berdasarkan hasil penelitian ............................................ 44
10. Distribusi bilirubin urin berdasarkan hasil penelitian ..................................... 45
11. Distribusi protein urin berdasarkan hasil penelitian ....................................... 45
12. Distribusi nitrit urin berdasarkan hasil penelitian ........................................... 45
13. Distribusi leukosit urin berdasarkan hasil penelitian ...................................... 46
14. Uji normalitas pH, berat jenis, dan urobilinogen ............................................ 46
15. Nilai p value dari uji Friedman ....................................................................... 47
16. Hasil uji Cochran............................................................................................. 48

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori.................................................................................................. 30

2. Kerangka Konsep .............................................................................................. 31

3. Alur penelitian ................................................................................................... 37

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ginjal adalah organ tubuh yang berperan dalam mempertahankan kestabilan

volume, komposisi elektrolit, dan osmolalitas cairan ekstra sel dengan

melakukan penyesuaian jumlah air dalam tubuh atau yang dikeluarkan

melalui urin. Unit fungsional ginjal yang disebut nefron akan menjalankan

fungsi ginjal sebagai fungsi regulatorik dan ekskretoriknya. Proses dasar

regulatorik dan ekskretorik tersebut dibagi dalam tiga proses yaitu filtrasi

glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Cairan yang sudah

melewati proses filtrasi dan sekresi pada tubulus tetapi tidak diabsorpsi

kembali di tubulus akan dikeluarkan sebagai urin melalui sistem kemih yang

lain (Lauralee, 2011). Terkait dengan mekanisme tersebut maka kelainan

pada urin dapat menjadi indikasi kerusakan pada ginjal maupun sistem

kemih lainnya (Coppen, Speeckaert, dan Delanghe, 2010).

Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui

kerusakan pada ginjal yaitu diantaranya urinalisis, pemeriksaan fungsi

ginjal, pemeriksaan serologis, pemeriksaan radiologis ginjal, dan biopsi


2

ginjal (Effendi dan Markum, 2014). Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin

sudah menjadi gold standart sejak abad ke 19 dan menjadi pemeriksaan

yang penting dalam menentukan diagnosis penyakit renal dan ekstra renal.

Urinalisis merupakan pemeriksaan rutin ketiga yang paling sering dilakukan

setelah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia serum/plasma

(Coppen, Speeckaert, dan Delanghe, 2010). Urinalisis juga merupakan

pemeriksaan kimia yang umum dilakukan pada anak-anak dan remaja.

Sampel urin yang digunakan pada pemeriksaan harus ditampung dengan

benar dan nilai acuan pembanding dari hasil yang didapat bergantung pada

usia (Utsch dan Klaus, 2014). Banyak indikasi untuk dilakukannya

pemeriksaan urinalisis yaitu kepentingan diagnosis, pemantauan

pengobatan, check-up, mengontrol pengobatan pada infeksi saluran kemih

(ISK), pedarahan, penyakit metabolik (misalnya diabetes mellitus),

penyakit pada hati, dan penyakit yang ditemukan di darah (misalnya

keganasan) (Dolscheid-Pommerich, Klarmann-Schulz, Conrad, et al., 2015).

Pemeriksaan urinalisis merupakan proses yang kompleks dimana setiap

prosesnya akan saling mempengaruhi (Stankovic dan Dilauri, 2008). Fase

persiapan sebelum pemeriksaan urinalisis dilakukan terdiri dari

pengumpulan urin, pengangkutan sampel hingga sampai ke labortorium

pemeriksaan dan penerimaan sampel oleh laboran yang pada akhirnya akan

diperiksa. Hasil urinalisis yang akurat tidak terlepas dari melakukan

prosedur yang benar dan menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi


3

hasil pemeriksaan. Prosedur yang benar memperhatikan setiap proses

pemeriksaan bahkan mulai dari tahap pengumpulan urin yang diperiksa

hingga hasil pemeriksaan telah keluar. Tahapan tersebut dapat menjadi

sumber kesalahan dalam hasil urinalisis (Coppen, Speeckaert, dan

Delanghe, 2010). Kesalahan hasil pemeriksaan sering berasal dari kelalaian

pengumpulkan sampel pemeriksaan (pra-analitik) (Stankovic dan Dilauri,

2008). Ketepatan dari hasil urinalisis didasari dari prosedur yang baik dan

seorang laboran bertanggung jawab mulai dari persiapan pemeriksaan

sampai akhirnya sampel urin diproses (Utsch dan Klaus, 2014). Urin yang

menjadi sampel pemeriksaan menentukan ketepatan dari hasil pemeriksaan

urinalisis (Roberts, 2007).

Waktu paling lama dari pengumpulan urin hingga dilakukannya

pemeriksaan urinalisis adalah dua jam (Roberts, 2007). Namun jika harus

terjadi penundaan pemeriksaan urinalisis maka urin dapat di simpan dalam

refrigerator dalam beberapa jam. Penyimpanan urin dalam refrigerator

akan menghambat pertumbuhan bakeri dan kerusakan sel, akan tetapi hal ini

juga dapat merusak kristal-kristal dan elemen inorganik. Belum ada

kesepakatan batas waktu yang disepakati seberapa lama urin dapat disimpan

dalam refrigerator (Ekşioğlu, Madenci, Yücel, et al. , 2016). Strasinger

menyatakan bahwa penyimpanan pada refrigerator dengan suhu 20C-80C

akan menghambat pertumbuhan bakteri dan metabolisme pada urin.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik melakukan penelitian


4

dengan judul “Perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin segar,

urin simpan 4 jam suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, peneliti ingin mengetahui

adakah perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin segar, urin

simpan 4 jam suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin segar, urin simpan 4 jam

suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah

1. Mengetahui perbedaan hasil urinalisis pada urin segar dengan urin

simpan 4 jam suhu ruangan.

2. Mengetahui perbedaan hasil urinalisis pada urin segar terhadap urin

simpan 4 jam suhu 20C-80C.

3. Mengetahui terdapat perbedaan hasil urinalisis pada urin simpan 4 jam

suhu ruangan terhadap urin simpan 4 jam suhu 20C-80C.


5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi Penulis

Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah agar penulis dapat

mengembangkan pengetahuan dan kemampuan di bidang penelitian serta

menambah pengetahuan penulis mengenai perbedaan hasil urinalisis yang

disimpan pada waktu yang sama yaitu 4 jam tetapi suhu penyimpanan yang

berbeda yaitu suhu ruangan dan suhu 20C-80C .

1.4.2 Manfaat bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pelaksanaan praktikum

urinalisis di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung agar diketahui waktu dan cara penyimpanan yang tepat untuk

melakukan pemeriksaan urin.

1.4.3 Manfaat bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar acuan kepustakaan dan

bahan untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan jarak waktu

pengumpulan urin dan suhu penyimpanan urin dengan hasil pemeriksaan

urinalisis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Sistem kemih terdiri dari beberapa organ yaitu ginjal, ureter, kandung

kemih, dan uretra. Ginjal terletak di retroperitoneal pada dinding abdomen

posterior pada kedua sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis

ke-3. Ginjal berbentuk seperti kacang merah dimana ginjal kanan sedikit

lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya lobus hepatis dextra yang besar

(Moore dan Dalley, 2013). Ginjal dibagi menjadi dua daerah yaitu korteks

ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang dan medula ginjal di

bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal mengandung

jutaan nefron yang berfungsi dalam penyaringan darah. Setiap nefron terdiri

dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa

triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan

bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk

mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus

kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora dan Derrickson, 2009).


7

Sistem kemih khususnya ginjal berperan dalam mempertahankan

keseimbangan dalam tubuh yaitu dengan mengatur banyaknya zat-zat dalam

plasma, khususnya elektrolit dan air dengan cara menyerap kembali zat

yang masih dibutuhkan tubuh dan membuang sisa metabolik yang tidak

dibutuhkan lagi oleh tubuh melalui pengeluaran urin. Urin yang

dieksresikan dihasilkan sendiri oleh ginjal sedangkan organ sistem kemih

yang lain hanya berfungsi sebagai saluran keluarnya urin. Selain fungsi

yang disebut diatas, ginjal juga memiliki fungsi-fungsi spesifik seperti : (1)

mempertahankan keseimbangan air di dalam tubuh; (2) mempertahankan

osmolalitas cairan tubuh yang sesuai; (3) mengatur jumlah dan konsentrasi

sebagain besar ion di cairan ekstra sel; (4) mempertahankan volume plasma

yang tepat; (5) membantu mempertahankan kondisi asam-basa tubuh yang

tepat; (6) mengeluarkan produk sisa metabolism tubuh, misalkan urea, asam

urat dan kreatinin; (7) mengeluarkan senyawa asing seperti obat; (8)

menghasilkan eritropoietin untuk merangsang pembentukan sel darah

merah; (9) menghasilkan renin; (10) mengaktifkan vitamin D (Lauralee,

2011).

Setiap ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang memiliki

tugas untuk membentuk urin (Lauralee, 2011). Setiap ginjal terdiri dari

sekitar satu juta nefron yang memiliki fungsi dan struktur yang sama (Price,

2005). Nefron dapat dibagi menjadi komponen vaskular, komponen tubular,

dan kombinasi vaskular/tubular (apparatus jukstaglomerulus) . Komponen


8

vaskular terdiri dari arteriol aferen, glomerulus, arteriol eferen dan kapiler

peritubulus. Sedangkan komponen tubular nefron yaitu kapsul Bowman,

tubulus proksimal, Ansa Henle, tubulus distal, dan duktus koligentes

(Lauralee, 2011). Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri

dan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat berbahaya

tersebut akan diubah menjadi urin. Urin dialirkan ke ureter kemudian

ditampung sementara terlebih dahulu di vesika urinari. Bila seseorang telah

merasakan keinginan berkemih, maka urin yang ditampung dalam vesika

urinari akan di keluarkan lewat uretra (Lauralee, 2011).

2.2 Pembentukan Urin

Pembentukan urin terdiri dari tiga proses dasar yaitu filtrasi glomerulus,

reabsorbsi tubulus dan sekresi tubulus. Darah akan melewati membran

glomerulus melalui pori kapiler, kemudian melalui membran basal aseluler

dan akhirnya melewati celah filtrasi kapsuler (Lauralee, 2011). Glomerulus

berfungsi sebagai filtrasi yaitu menahan sel darah dan protein agar tidak ikut

diekskresi (Sudiono, Iskandar, Halim, et al., 2006). Setelah dapat melewati

membran glomerulus, tekanan darah pada kapiler akan menginduksi filtrasi

glomerulus. Penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah

kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh Kapsul Bowman

yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat yang akan

diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring ini disebut filtrat

glomerulus (Lauralee, 2011).


9

Filtrat glomerulus memiliki zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh,

sehingga filtrat akan berpindah dari dalam tubulus ke plasma kapiler

peritubulus. Perpindahan ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat

yang direabsorpsi tidak keluar sebagai urin, tetapi akan diangkut oleh

kapiler peritubulus ke sistem vena dan kembali ke jantung untuk diedarkan.

Zat-zat yang akan diserap kembali adalah glukosa, sodium, klorida fosfat,

dan beberapa ion bikarbonat yang terjadi secara pasif di tubulus proksimal.

Jika tubuh masih membutuhkan sodium dan ion bikarbonat maka terjadi

penyerapan kembali secara aktif pada tubulus distal (reabsorbsi fakultatif)

dan sisanya dialirkan ke papilla renalis (Lauralee, 2011). Tubulus proksimal

berfungsi menahan ion-ion (K+, Na+, Cl-, HCO3-), reabsorbsi glukosa dan

asam amino, serta mengeliminasi ureum dan kreatinin. Ansa Henle berperan

dalam pembentukan tekanan osmotik (Sudiono, Iskandar, Halim, et al.,

2006). Setelah zat yang masih dibutuhkan tubuh diserap kembali, proses

selanjutnya adalah sekresi tubulus yaitu perpindahan selektif zat-zat dari

darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sisa dari penyerapan kembali

yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya

diteruskan ke luar tubuh dalam bentuk urin (Lauralee, 2011).

Urin merupakan suatu larutan yang kompleks dan mengandung bermacam-

macam bahan organik maupun anorganik. Komposisi urin tergantung dari

bahan makanan yang dimakan, keadaan metabolisme tubuh, dan

kemampuan ginjal untuk mengadakan seleksi. Sehingga komposisi urin


10

dapat mencerminkan kemampuan ginjal untuk menahan dan menyerap

bahan-bahan yang penting untuk metabolisme dasar dan mempertahankan

homeostasis tubuh. Normalnya jumlah bahan yang terdapat dalam urin

selama 24 jam adalah 35 gram bahan organik dan 25 gram bahan anorganik

(Ma’arufah, 2004).

2.3 Pemeriksaan Urinalisis

2.3.1 Pengertian Pemeriksaan Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis adalah pemeriksaan penunjang yang membantu

menegakkan diagnosis pada gangguan ginjal dan saluran kemih, maupun

gangguan diluar sistem kemih seperti hati, saluran empedu, pankreas, dan

korteks adrenal. Pemeriksaan pada urin dapat dibagi menjadi

pemeriksaan urin rutin yaitu pemeriksaan yang dianggap dasar dan

digunakan untuk pemeriksaan selanjutnya dan pemeriksaan urin khusus

yaitu yang akan dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan urin rutin tidak

selalu sama di setiap rumah sakit, sehingga setiap rumah sakit memiliki

jenis pemeriksaan berbeda-beda (Gandasoebrata, 2010).

Pemeriksaan urin dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) periksaan fisik urin

berupa warna, kejernihan, berat jenis, dan bau; (2) pemeriksaan kimia

atau uji dipstik yaitu melihat kadar zat-zat dalam urin yaitu protein,

glukosa, keton, eritrosit, bilirubin, uribilinogen, nitrit, esterase leukosit,


11

dan berat jenis spesifik; (3) pemeriksaan mikroskopik urin untuk melihat

sedimen urin (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

2.3.2 Pemeriksaan Pra-analitik Urinalisis

Volume urin dapat dipengaruhi oleh jumlah cairan yang masuk dan

keluar tubuh, pengeluaran hormon antidiuretik, dan kebutuhan tubuh

untuk mengeluarkan lebih banyak zat terlarut seperti glukosa atau garam.

Normalnya urin mengandung 95% air dan 5% zat terlarut. Wadah

penampung urin harus bersih dan kering. Bentuk yang baik dari

penampung urin berupa gelas bermulut lebar dan memiliki penutup.

Urin yang sudah ditampung diberi label tentang identitas pasien, waktu

pengambilan urin, dan informasi tambahan seperti nama pemeriksa. Jika

hendak melakukan pemindahan urin dari satu wadah ke wadah lainnya

maka sebelum dipindahkan urin dikocok terlebih dahulu agar setiap

endapan ikut berpindah (Gandasoebrata, 2010).

Urin yang sudah ditampung akan sangat mudah mengalami perubahan

komposisi sehingga pemeriksaan urin harus dilakukan secepatnya. Urin

harus diperiksa sebelum dua jam dari waktu pengumpulan urin

dilakukan, jika tidak maka dapat dimasukkan ke refrigerator pada suhu

2oC-8OC. Penyimpanan urin di refrigerator akan mengurangi

pertumbuhan bakteri dan metabolisme dalam urin tersebut (Strasinger

dan Lorenzo, 2008).


12

Dalam pemeriksaan urin, ada beberapa jenis urin yang digunakan dalam

pemeriksaan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yaitu :

a. Urin sewaktu adalah urin yang dapat dikemihkan kapan saja dan

digunakan untuk pemeriksaan penyaring rutin.

b. Urin pagi adalah urin yang pertama kali dikeluarkan di pagi hari

yang konsentrasinya lebih pekat. Urin pagi digunakan untuk

pemeriksaan sedimen urin, berat jenis, protein, dan tes kehamilan.

c. Urin puasa (second morning after fasting) adalah urin yang

dikemihkan setelah urin pagi dan setelah puasa. Urin puasa

digunakan untuk memonitoring kadar glukosa urin.

d. Urin postprandial adalah urin yang dikemihkan 2 jam setelah

makan.

e. Urin tampung 12 atau 24 jam adalah urin yang dikumpulkan

selama 12 jam atau 24 jam menggunakan pengawet dan digunakan

untuk pemeriksaan klirens.

f. Urin tampung 3 gelas biasanya digunakan untuk diagnosis kelainan

prostat. Setiap gelas urin mempunyai tujuan pemeriksaan yang

bebeda yaiutu gelas urin 1 untuk melihat sel dari pars anterior dan

pars prostatica uretra, gelas urin 2 melihat kandung kencing, dan

gelas urin 3 khusus untuk pars prostatica dan getah prostat (Mundt

dan Shanahan, 2011; Strasinger dan Lorenzo, 2008).


13

Menurut cara pengambilannya, sampel urin dibagi menjadi :

a. Urin kateter adalah urin steril yang diambil dengan bantuan kateter

yang digunakan untuk kultur bakteri.

b. Urin pancaran tengah adalah pengambilan urin yang paling mudah

dan aman. Sebelum pengambilan urin, gland penis atau labia harus

dibersihkan terlebih dahulu. Urin pancaran tengah digunakan untuk

pemeriksaan penyaring dan kultur bakteri.

c. Urin aspirasi suprapubik untuk diagnosis infeksi pada saluran

kemih, karena urin yang diambil dengan prosedur ini adalah urin

steril (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

2.3.3 Pemeriksaan Analitik Urinalisis

Pemeriksaan kimia urin saat ini sudah berkembang, dengan adanya

pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Pemeriksaan kimia urin dapat

dilakukan dengan uji dipstik yaitu dengan menggunakan reagen strip

(Strasinger dan Lorenzo, 2008). Uji kimia yang tersedia pada reagen strip

umumnya adalah pH, protein, glukosa, bilirubin, urobilinogen, berat jenis,

darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase (Mundt dan Shanahan, 2011).

Reagen strip adalah strip berupa plastik tipis yang ditempeli bantalan yang

mudah menyerap urin yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis

parameter yang akan diperiksa. Hasil uji dipstik didapat dengan

membandigkan warna pada reagen strip dengan indikator dan dilaporkan

secara semikuantitatif yaitu +1, +2, +3, atau +4. Reagen strip dicelupkan
14

secara menyeluruh kedalam urin lalu ditiriskan dari sisa urin yang masih

menempel pada strip. Tunggu sampai urin dan reagen bereaksi dengan

baik dan lakukan pembacaan hasil (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

2.3.3.1 Keasaman (pH)

Ginjal berperan penting dalam mengatur asam-basa sistemik setelah

respirasi. Caranya dengan mensekresikan hidrogen dalam bentuk ion

ammonium, hidrogen fosfat, dan asam lemah setelah itu akan

diasamkan di tubulus ginjal dan saluran pengumpul. Urin pagi pada

seseorang yang sehat akan menunjukkan pH 5-6 (lebih asam dari urin

lainya) dan dapat menjadi lebih basa bergantung pada makanan yang

dikonsumsi (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Methyl merah + H- → Bromthymol biru-H-


( merah-jingga → kuning ) (hijau → biru)

Prinsip dari pengukuran pH pada uji dipstik ini adalah kombinasi

indikator methyl red dan bromthymol blue yang terkandung pada strip

memungkinkan perubahan warna strip dari jingga hingga kuning

sesuai dengan pH urin (Sudiono, Iskandar, Halim, et al., 2006). pH

urin bersifat tidak stabil jika dibiarkan lebih dari dua jam baik pada

suhu ruangan maupun suhu refrigerator. Ketidakstabilan ini ditandai

dengan peningkatan kadar ammonium sehingga data mempengaruhi

nilai pH urin. Pada penyimpanan urin yang sangat lama di suhu


15

ruangan akan menyebabkan lebih basa karena pembusukan urea oleh

bakteri. (Hohenberger dan Kimling, 2004).

Selain itu pH urin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :

a. pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi

saluran kemih, terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, dan

spesimen basi.

b. pH asam : ketosis seperti pada diabetes, kelaparan, penyakit

demam pada anak; asidosis sistemik kecuali pada gangguan

fungsi tubulus; asidosis respiratorik atau metabolik memicu

pengasaman urin dan meningkatkan ekskresi NH4+ dan terapi

pengasaman (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

2.3.3.2 Protein

Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu yang sehat karena

perubahan fisiologis. Normalnya ekskresi protein urin tidak melebihi 150

mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Jika kadar protein

lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria (Strasinger dan

Lorenzo, 2008). Proteinuria dapat menjadi tanda awal kerusakan pada

ginjal dan muncul sebelum gelaja klinis terlihat (Mundt dan Shanahan,

2011). Sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap

oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan

menggunakan spesimen urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi

menggunakan strip reagen (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Pada


16

penyimpanan di refrigerator, protein urin dapat stabil selama tujuh hari

sedangkan penyimpanan dalam suhu ruangan hanya dapat stabil selama

satu hari. Nilai rujukan pada protein urin adalah <10 mg/dL

(Hohenberger dan Kimling, 2004).

Indikator + Protein Protein + H--


(kuning) Indikator–H--
(biru kehijauan)

Prinsip uji dipstik ini yaitu mendeteksi protein dengan indikator warna

bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif

terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein karena albumin

menyerap ion hidrogen dari indikator (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi

molekular, infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat pencemaran

urin oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit, klorheksidin),

dan urin yang sangat basa (pH > 8). Sedangkan hasil negatif palsu dapat

dipengaruhi oleh urin yang sangat encer atau urin sangat asam (pH < 3)

(Mundt dan Shanahan, 2011).

2.3.3.3 Glukosa

Pemeriksaan glukosa pada urin penting dalam mendeteksi dan

monitoring kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus. Dalam

keadaan normal hampir semua glukosa difiltrasi glomerulus dan diserap

kembali oleh tubulus proksimal (Strasinger dan Lorenzo, 2008).


17

Biasanya glukosa pada urin terdeteksi jika kadar glukosa darah sudah

mencapai 160-180 mg/dL tetapi glukosa dalam urin juga dapat terdeteksi

pada urin normal (Mundt dan Shanahan, 2011). Umumnya gluoksuria

(kelebihan gula dalam urin) menandakan diabetes mellitus. Namun,

glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa

dalam darah oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk

menunjang diagnosis diabetes mellitus (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Kadar glukosa pada penyimpanan urin di refrigerator dapat stabil hingga

delapan jam dan pada suhu ruangan hanya dapat stabil selama dua jam

(Hohenberger dan Kimling, 2004).

Terdapat dua jenis pemeriksaan glukosa yang biasa digunakan di

laboratorium untuk menentukan kadar glukosa yaitu tes glukosa oksidase

dan tes Copper reduksi. Namun prinsip kerja yang terdapat dalam carik

celup adalah tes glukosa oksidase yang spesifik hanya terhadap glukosa

sedangkan pada tes reduksi Copper dapat mengenali jenis gula lain

seperti fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentose, dan laktosa sehingga mudah

terjadinya positif palsu. Pada reagen strip untuk glukosa terdiri dari dua

enzim yaitu glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD), serta zat

warna (kromogen) seperti orto-toluidin yang akan berubah warna biru

jika teroksidasi atau bisanya juga ada reagen yang menggunakan iodida

yang akan berubah warna coklat jika teroksidasi. GOD akan mempecepat

reaksi antara glukosa dan udara untuk memproduksi asam glukonil dan
18

peroksidase, selanjutnya peroksidase akan mempercepat reaksi antara

peroksidase dan kromogen sehingga terbentuk warna yang menunjukkan

tingkat kadar glukosa urin (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

1. Glukosa + O2 (gas) asam glukonik + H2O

2. H2O2 + kromogen kromogen teroksidasi + H2O

2.3.3.4 Keton

Benda keton yang dapat dijumpai di urin adalah aseton, asam asetoasetat,

dan beta-hidroksibutirat. Pada urin normal tidak ditemukan keton karena

semua metabolisme lemak menjadi karbondiaoksida dan air. Badan keton

diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat

digunakan atau saat asupan karbohidrat kurang. Apabila kapasitas

jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan

diekskresi ke dalam urin, dan apabila kemampuan ginjal untuk

mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia.

Biasanya ketonemia terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 1,

sehingga kadar keton dalam urin dapat digunakan untuk monitoring

penyakit ini (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Kadar keton pada urin yang

disimpan di refrigerator akan stabil selama enam jam dan jika disimpan

dalam suhu ruangan akan stabil selama dua jam (Hohenberger dan

Kimling, 2004).
19

Prinsip dari pemeriksaan keton dalam urin adalah dengan prinsip tes

Legal yaitu menggunakan sodium nitroprusid (nitroferrisianida) yang

akan bereaksi dengan keton. Pada reaksi ini, asam asetoasetat pada

suasana basa akan bereaksi dan menghasilkan warna ungu. Tes ini tidak

dapat mengidentifikasi beta-hidoksibutirat dan sedikit sensitif terhadap

aseton jika terdapat glisisin (Strasinger dan Lorenzo, 2008; Hohenberger

dan Kimling, 2004).

Aseton asetat + sodium nitroprusid + (glisin) → ungu

Hasil pemeriksaan keton dapat dilaporkan secara kualitatif seperti

(negatif, sedikit, kecil (+1), sedang (+2), besar (+3) atau semikuantitatif

yaitu negatif, sedikit (5mg/dl), sedikit (15 mg/dl), sedang (40 mg/dl) atau

besar (80-160 mg/dl) (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

2.3.3.5 Darah pada Urin (Hematuria)

Darah dapat ditemukan dalam urin yang terdiri dari sel darah merah yang

disebut hematuria atau produk dari sel darah merah yang hancur seperti

hemoglogin yang disebut hemoglobinuria. Darah dalam urin dapat dilihat

dengan tanpa alat bantu jika kadarnya tinggi, biasanya hematuria akan

tampak seperti urin merah berawan dan hemoglobinuria tampak seperti

merah jenih. Pemeriksaan urin dengan carik celup akan memberi hasil

positif jika terjadi hematuria, hemoglobinuria, dan mioglobinuria

(Strasinger dan Lorenzo, 2008).


20

Kadar darah pada urin stabil selama satu hingga 4 jam dengan

penyimpanan suhu ruangan maupun suhu refrigerator. Tetapi eritrosit

pada urin mudah lisis jika berat jenis urin <1,010 dan pH basa

(Hohenberger dan Kimling, 2004). Pemeriksaan darah urin tidak efektif

jika pemeriksaan dilakukan 4 jam setelah urin dikemihkan (Moore, G.P,

1988). Hematuria berhubungan dengan kerusakan pada ginjal atau organ

genitourinari lainnya yang berdarah akibat trauma atau kerusakan organ

lainnya. Hematuria dapat disebabkan penyakit glomerulus, tumor,

trauma, pielonefritis, atau terapi antikoagulan. Hemoglobinuria terjadi

karena lisisnya sel darah merah pada traktus urinarius, biasanya berasal

dari hemolisis intravaskular. Myoglobinuria dinyatakan jika dalam urin

terdapat myoglobin yang menyebabkan urin berwarna merah kecoklatan

dan jernih. Myoglobinuria dapat dihubungkan dengan kerusakan otot

seperti pada trauma, koma yang panjang, peminum alkohol dan

penyalahgunaan obat-obatan (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Prinsip pemeriksaan darah dalam urin adalah dengan menggunakan

pseudoperoksidase dari hemoglobin untuk mempercepat reaksi antara

hidrogen peroksidase dan kromogen tetramethylbenzidine untuk

menghasilkan kromogen teroksidasi yang berwarna hijau kebiruan

(Mundt dan Shanahan, 2011). Eritrosit yang utuh dipecah menjadi

hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hasil pemeriksaan


21

dinyatakan dalam samar-samar , +1, +2, dan +3 (Strasinger dan Lorenzo,

2008).

H2O2 + kromogen kromogen teroksidasi + H2O

Hasil positif palsu pada pemeriksaan darah urin dipengaruhi oleh urin

yang tercemar, terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase, urin

yang terkontaminasi povidone iodine (betadine), dan urin dari wanita

yang sedang menstruasi. Sedangkan hasil negatif palsu dapat terjadi bila

urin mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet formaldehid, nitrit

konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi atau berat jenis sangat

tinggi (Mundt dan Shanahan, 2011).

2.3.3.6 Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kuning yang terbentuk dari degradasi

hemoglobin. Normalnya usia dari sel darah merah adalah 120 hari, tetapi

jika terjadi pemendekan usia sel darah merah maka sel darah merah

tersebut akan dihancurkan di limfa dan hepar dengan memfagosit.

Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urin adalah bilirubin direk

(terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin. Bilirubinuria

dijumpai pada ikterus parenkim (hepatitis infeksiosa, toksik hepar),

ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), dan penyakit hati kronis

disertai ikterik (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Kadar bilirubin akan

menurun karena penyimpanan yang lama pada suhu ruangan dapat


22

mengaktifkan photooxidasi dan hidrolisis (Muliverndt dan Shanahan,

2011).

Uji dipstik untuk bilirubin urin adalah dengan menggunakan reaksi diazo.

Bilirubin akan bereaksi dengan garam diazonium (2,6-diklorobenzen-

diazonium-tetrafluorobonate) pada suasana asam dan menghasilkan

azodye yang akan memperlihatkan perubahan warna dari reagen strip dari

warna merah muda sampai ungu (Hohenberger dan Kimling, 2004). Hasil

pemeriksaan bilirubin dapat dilaporkan sebagai negatif, +1, +2, atau +3

(Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Glukoronide bilirubin + garam diazonium azodye

Bilirubin stabil pada urin yang sudah disimpan selama dua jam pada suhu

ruangan. Pada uji bilirubin dengan reaksi Diazo, ada beberapa hal yang

dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan bilirubin yaitu :

a. Reaksi negatif palsu terjadi jika urin mengandung banyak asam

askorbat (vitamin C), kadar nitrit dalam urin meningkat, asam urat

tinggi, dan bila bilirubin teroksidasi menjadi biliverdin akibat

spesimen urin terpajan sinar matahari (ultraviolet) langsung.

b. Hasil positif palsu dapat dijumpai pada pemakaian obat yang

menyebabkan urin menjadi berwarna merah (Hohenberger dan

Klimling, 2004).
23

2.3.3.7 Urobilinogen

Bilirubin terkonjugasi yang masuk kedalam saluran cerna akan berubah

menjadi urobilogen dan sterkobilin dengan bantuan bakteri yang ada di

saluran cerna. Sebagian besar urobilinogen akan berkurang di feses dan

sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen

diproses ulang menjadi empedu dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan

ke dalam urin oleh ginjal (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Nilai rujukan

kadar urobilinogen kurang dari 1 mg/dl yang terdapat dalam urin masih

terbilang normal. Peningkatan urobilinogen diatas 1 mg/dl

memperlihatkan adanya penyakit hepar dan kelainan hemolitik. Nilai

urobilinogen dapat menurun karena oksidasi pada penyimpanan suhu

ruangan yang lebih dari dua jam (Mundt dan Shanahan, 2011).

Terdapat dua jenis reagen strip untuk pemeriksaan urobilinogen yaitu

reagen Multistix dan Chemstrip. Multistix menggunakan reaksi Aldehid

Ehrlich, dimana reagen Ehrlich (p-dimethyl aminobenzaldehyde) akan

bereaksi dengan urobilinogen dan menghasilkan perubahan warna dari

merah muda yang cerah sampai pekat. Hasilnya dinyatakan dalam

Ehrlich Units (EU) yang setara dengan mg/dl. Kadar urobilinogen

normal dalam urin adalah 0.2 sampai 1 EU. Tes Chemstrip mengunakan

reagen 4-methoxybenzene-diazonium-tetrafluoroborate yang bereaksi

dengan urobilinogen akan menghasilkan warna dari putih hingga merah


24

muda. Tes ini lebih spesifik untuk urobilinogen dibanding reaksi Ehrlich

(Strasinger dan Lorenzo, 2008).

MULTISTIX:
Urobilinogen + p-dimethylaminobenzaldehyde merah
(substansi reaktif (reagen Ehrlich )
Ehrlich)

CHEMSTRIP:
asam urobilinogen + garam diazonium azodye merah
(4-methyloxybenzene-diazonium-tetrafluoroborate)

Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan urobilinogen urin :

a. Reaksi positif palsu dapat disebabkan oleh pengaruh obat

(fenazopiridin (Pyridium), sulfonamide, fenotiazin, asetazolamid

(Diamox), kaskara, metenamin mandelat (Mandelamine), prokain,

natrium bikarbonat, dan pemakaian pengawet formaldehid), makanan

tinggi karbohidrat dan urin yang bersifat basa kuat. Makanan kaya

karbohidrat dapat meninggikan kadar urobilinogen, oleh karena itu

pemeriksaan urobilinogen dianjurkan dilakukan 4 jam setelah makan.

Urin yang bersifat basa kuat dapat meningkatkan kadar urobilinogen.

b. Reaksi negatif palsu dapat disebabkan oleh konsumsi antibiotik

(ammonium klorida dan vitamin C), paparan sinar matahari langsung

(oksidasi langsung), dan urin yang bersifat asam kuat. Paparan sinar

matahari langsung dapat mengoksidasi urobilinogen menjadi

urobilinogen (Strasinger dan Lorenzo, 2008; Mundt dan Shanahan,

2011).
25

2.3.3.8 Nitrit

Di dalam urin orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme

protein, nitrat dapat mengalami reduksi jika terdapat bakteri dalam

jumlah yang signifikan dalam urin (Sudiono, Iskandar, Halim, et al.,

2006). Contoh bakteri yang biasa terdapat dalam urin adalah Escherichia

coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, dan Proteus. Bakteri-bakteri

tersebut megandung enzim reduktase sehingga mereduksi nitrat menjadi

nitrit. Hal ini terjadi bila urin telah berada dalam kandung kemih minimal

4 jam. Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urin pagi yang

diperiksa dalam keadaan segar, karena penundaan pemeriksaan dapat

mengakibatkan bakteri berkembangbiak di luar saluran kemih, sehingga

nitrit yang dihasilkan lebih banyak dan mempengaruhi hasil pemeriksaan

(Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Asam para-arsanilic + NO2 garam Diazonium


Garam diazonium + tetrahydrobenzoquinolin merah muda

Dasar dari reagen strip adalah kemampuan bakteri dalam mereduksi

nitrat menjadi nitrit yang keberadaannya dalam urin adalah tidak normal.

Nitrit dideteksi oleh reaksi Greiss yang pada suasana asam akan bereaksi

dengan amine aromatic (para-arsanilic acid or sulfanilamide) menjadi

garam diazonium. Selanjutnya garam diazonium akan bereaksi dengan

tetrahydrobenzoquinolin dan menghasilkan azodye berwarna merah

muda (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Derajat warna merah muda yang
26

bagaimanapun tercipta diartikan sebagai adanya nitrit pada urin

(Sudiono, Iskandar, Halim, et al., 2006). Tes ini tidak mengukur jumlah

bakteri yang ada dan warna merah muda yang terlihat tidak berkorelasi

dengan banyaknya jumlah bakteri yang ada (Strasinger dan Lorenzo,

2008).

Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan nitrit urin :

a. Hasil positif palsu dapat disebabkan metabolisme bakteri in vitro

apabila pemeriksaan tertunda, urin merah oleh sebab apapun, dan

pengaruh obat (fenazopiridin).

b. Hasil negatif palsu dapat disebabkan diet vegetarian menghasilkan

nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah

metabolisme bakteri, organisme penginfeksi mungkin tidak mereduksi

nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urin tidak dalam kandung kemih

selama 4-6 jam, atau berat jenis urin tinggi (Hohenberger dan

Kimling, 2004).

2.3.3.9 Lekosit esterase

Leukosit normal jika dilihat dengan mikroskop adalah sebanyak 0-5 per

lapangan pandang luas. Pada wanita jumlah leukosit bisa lebih tinggi

dibanding laki-laki karena adanya kontaminasi dari vagina. Peningkatan

temuan leukosit di urin mengindikasikan adanya infeksi saluran kemih.

Tes ini dapat mendeteksi esterase yang terdapat dalam sel darah putih
27

granulosit (neutrofil, eosinophil, dan basofil) dan monosit (Strasinger dan

Lorenzo, 2008). Sama dengan eritrosit, leukosit dalam urin menjadi cepat

lisis jika urin memiliki berat jenis <1.010 dan bersifat basa

(Hohenberger dan Kimling, 2004).

Leukosit neutrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara

kimiawi. Hasil tes leukosit esterase positif mengindikasikan adanya sel-

sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis.

Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan

memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak

sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup. Prinsip pada pemeriksaan

LE adalah asam karbonat ester yang berasal dari granulosit akan

membentuk indoxyl. Indoxyl akan teroksidasi jika bereaksi dengan

garam diazonium dan membentuk warna ungu (Strasinger dan Lorenzo,

2008).

asam indoksil karbonik ester + indoksil indoksil +

asam indoksil + garam diazonium azodye ungu

Reaksi ini terjadi selama 2 menit, sehingga pembacaan hasil dilakukan

setelah dua menit dari pemeriksaan. Hasil pemeriksaan dinyatakan

dengan samar, +1, +2, atau +3 (Strasinger dan Lorenzo, 2008; Mundt dan

Shanahan, 2011). Penundaan pemeriksaan urin dapat menyebabkan hasil


28

pemeriksaan negatif palsu, penundaan pemeriksaan dianjurkan tidak

lebih satu jam dari proses mikturisi (Kierkegaard, Feldt-Rasmussen,

Horder, et al., 1980). Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan LE :

a. Negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urin tinggi

(>500mg/dl), protein urin tinggi (>300mg/dl), berat jenis urin tinggi,

kadar asam oksalat tinggi, dan urin mengandung cephaloxin,

cephalothin, tetrasiklin.

b. Positif palsu dapat terjadi pada penggunaan pengawet formaldehid

dan penyimpanan yang terlalu lama (Hohenberger dan Kimling,

2004).

2.3.3.10 Berat Jenis

BJ (berat jenis) adalah pengukur kepadatan air seni sehingga dipakai

untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan

urin. Nilai BJ urin 1,005- 1.035 masih dianggap normal pada urin

sewaktu dengan fungsi gijal normal. Nilai rujukan untuk urin pagi adalah

1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai

normal > 1,022 dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Nilai BJ yang

tidak normal menandakan kerusakan tubulus dalam memekatkan urin.

Nilai BJ urin yang rendah dan persisten menunjukkan gangguan fungsi

reabsorbsi tubulus (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Pada urin yang

disimpan dengan suhu ruangan dan suhu refrigerator tidak terdapat

perbedaan yang signifikan (Adams, Eberman, Yeargin, et al., 2015).


29

Pemeriksaan BJ urin didasarkan pada perubahan pKa (konstanta

disosiasi) dari polielektrolit pada medium yang bersuasana basa.

Polielektrolit yang terdapat dalam reagen strip akan mengalami ionisasi

sehingga menghasilkan ion hidrogen (H+). Jumlah ion hidrogen (H+)

yang dihasilkan bergantung pada jumlah ion yang terdapat di urin. Jika

ion hidrogen dalam urin sedikit maka berat jenis dari urin tersebut rendah

sehingga pH urin akan cenderung bersifat basa (Strasinger dan Lorenzo,

2008).
29

2.4 Kerangka Teori

1. Persiapan pasien
2. Pengambilan urin
Pemeriksaan Pra-analitik 3. Jenis urin
Urinalisis 4. Penampungan urin
5. Penundaan Pemeriksaan

Uji Makroskopik

Uji Mikroskopik
Pemeriksaan Analitik
Urinalisis
Uji Dipstik

Urin Segar Urin disimpan 4 jam


pada suhu 20C–80C

Urin disimpan 4 jam


pada suhu ruangan

Pemeriksaan Post-analitik
Urinalisis

Keterangan :

Diteliti

Tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Teori


30

2.5 Kerangka Konsep

Variable Bebas Variabel Terikat

Urin Segar

Urin disimpan 4 jam


pada suhu ruangan Uji Dipstik

Urin disimpan 4 jam


pada suhu 20C–80C

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis

2.6.1 Hipotesis Null (Ho)

Tidak terdapat perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin segar,

urin simpan 4 jam pada suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C.

2.6.2 Hipotesis Alternatif (Ha)

Terdapat perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin segar, urin

simpan 4 jam suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain analitik-komparatif dengan pendekatan

pengambilan data cross-sectional. Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer yang didapat dari hasil urinalisis untuk

mengetahui adakah perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin

segar, urin simpan 4 jam suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C

dari sampel urin pancaran tengah yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada Oktober – November 2017.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Farmakologi, dan

Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


32

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung tahun ajaran 2017/2018.

3.3.2 Sampel Penelitian

Cara pengambilan sampel ini menggunakan teknik simple random sampling.

Pada penelitian ini, perhitungan sampel menggunakan rumus sebagai

berikut:

) )
𝑛 ( )

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal

𝑍𝛼 = derivat baku alfa ditetapkan sebesar 5% , maka 𝑍𝛼 = 1,96

𝑍𝛽 = derivat baku beta ditetapkan 20% , maka 𝑍𝛽 = 0,84

𝑆 = standar defiasi, maka S = 0,4

𝑋1 −X2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna jika

nilainya 0,2

Hasil perhitungan :

) )
𝑛 ( )

n = 31,36 orang, dibulatkan menjadi 31 orang


33

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka jumlah sampel minimal yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 31 orang sampel. Untuk

mencegah drop out, maka peneliti menambahkan jumlah sampel sebesar

10% sehingga total keseluruhan sampel yang digunakan adalah 34 orang

sampel.

Adapun karakteristik dari sampel yang diteliti adalah :

3.3.2.1 Kriteria inklusi :

a. Urin yang ditampung merupakan urin sewaktu.

b. Urin yang ditampung merupakan urin pancaran tengah.

3.3.2.2 Kriteria eksklusi :

a. Urin yang ditampung kurang dari 10 ml.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel terikat dan

bebas. Variebel terikat penelitian ini adalah hasil urinalisis sedangkan

variabel bebasnya adalah waktu dan suhu penyimpanan urin.


34

3.5 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel.

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


ukur
Waktu Lama penyimpanan Melihat waktu Jam  Urin Segar Nominal
penyim- urin yang  Urin
panan ditunjukkan Simpan
oleh jam
Suhu Temperatur yang Melihat hasil Termo-  Suhu ruangan Nominal
digunakan dalam pengukuran meter  Suhu 2-80C
penyimpanan urin pada
simpan termometer
Dipstik adalah strip berupa Membandingka Strip  pH, Ordinal
Urin plastik tipis yang n warna pada dipstik  Berat jenis,
ditempeli bantalan strip reagen  Urobilinogen,
yang mudah dengan  Glukosa,
menyerap urin yang parameter  Darah,
mengandung bahan  Keton,
kimia tertentu
 Bilirubin,
sesuai jenis
 Protein,
parameter yang
 Nitrit, dan
akan diperiksa
 Leukosit

3.6 Metode Pengumpulan Data

3.6.1 Sumber Data

Penelitian ini hanya menggunakan sumber data primer yaitu sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dimana data

diperoleh melalui pemeriksaan langsung pada responden untuk

memperoleh data yang dibutuhkan (Sugiono, 2007). Data primer

penelitian ini adalah hasil uji dipstik menggunakaan sampel urin

sewaktu. Setelah uji dipstik dilakukan, maka hasil dicatat langsung.


35

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Alat dan bahan penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini :

a. Wadah urin

b. Refrigerator

c. Termometer

d. Stopwatch atau jam

e. Reagen strip dengan indikatornya

f. Tabung reaksi

Adapun bahan -bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Aquadest

b. Urin sewaktu

3.7.2 Prosedur penelitian

a. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

b. Melakukan informed-consent kepada responden.

c. Memberi wadah penampung urin dan menjelaskan cara menampung

urin pancaran tengah yang baik. Pancaran pertama yang keluar

dibuang dan aliran selanjutnya ditampung dalam wadah hingga tiga

perempat bagian dari wadah, penampungan selesai sebelum aliran urin

habis.

d. Menuliskan identitas responden pada wadah urin.


36

e. Melakukan pemeriksaan kimia urin secara semikuantitatif dengan

menggunakan reagen strip.

f. Mencelupkan strip sebatas yang telah ditentukan ke dalam urin.

g. Meniriskan sisa urin yang berlebih pada reagen strip.

h. Mengamati perubahan warna yang terjadi menurut waktu pembacaan

setiap item dengan membandingkan warna reagen strip dengan warna

standar yang tertera pada brosur dipstik. Mencatat hasil pengamatan.

i. Membagi urin segar kedalam dua tabung yaitu tabung A dan tabung

B. Tabung A disimpan pada suhu ruangan selama 4 jam dan tabung B

disimpan selama 4 jam dalam refrigerator dengan suhu 20C–80C.

j. Melakukan pemeriksaan kimia urin pada kedua tabung dan mencatat

hasil pengamatan.
37

3.8 Alur Penelitian

Perizinan dan etik

Persetujuan responden

Pengambilan urin sewaktu yang


dilakukan oleh responden

Pemeriksaan urin segar dengan


metode dipstik

Urin tabung A disimpan pada Urin tabung B disimpan pada


suhu ruangan selama 4 jam lalu suhu 20C-80C selama 4 jam
dilakukan pemeriksaan lalu dilakukan pemeriksaan
urinalisis urinalisis

Interpretasi dan pencatatan hasil


pemeriksaan urinalisis

Pengolahan data

Pelaporan hasil penelitian

Gambar 3. Alur penelitian


38

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan data

Pengolahan data yang selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel dan diolah

menggunakan program statistik. Setelah data dikumpulkan maka langkah

selanjutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data menggunakan

program komputer dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Coding

Setelah semua data terkumpul, pencatatan hasil pemeriksaan urinalisis

diperiksa kembali oleh peneliti dan diterjemahkan ke dalam simbol yang

cocok untuk keperluan analisis.

b. Data entry

Memasukkan data ke dalam komputer dengan menggunakan program

statistik.

c. Verifying

Melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah

dimasukan kedalam komputer.

d. Computer output

Hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak

(Notoadmodjo, 2010).
39

3.9.2 Analisis data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat

tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean

atau rata-rata, nilai minimum dan maksimum dan standar deviasi. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengukur perbedaan antara variable

bebas dan terikat dari penelitian ini. Normalitas data akan diuji dengan

uji Shapiro-Wilk, jika data terdistribusi normal (p<0,05) maka akan

dilanjutkan dengan uji statistik parametrik. Uji parametrik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparatif numerik yaitu

Uji Two Way Anova . Uji Two Way Anova dipilih karena peneliti akan

melihat perbedaan dua kelompok variabel numerik yang berpasangan

yaitu suhu dan waktu penyimpanan terhadap dipstik urin . Tetapi, jika

terdistribusi tidak normal (p< 0,05) maka akan dilakukan uji non-

parametrik yaitu uji Friedman ( Dahlan, 2012).


40

3.10 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta izin megenai etika

Penelitian Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung. Pengajuan etik telah dilakukan pada bulan Oktober 2017. Selain

itu dalam pengambilan data penelitian, responden terlebih dahulu diberi

penjelasan mengenai penelitian dan meminta persetujuan melalui tanda

tngan lembar inform consent untuk menjadi responden penelitian ini.

Penelitian ini dilaksanakan setelah melalui persetujuan oleh Komisi Etika

Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor surat

No. 3933/UN26.8/DL/2017.
53

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Adapun kesimpulan dari perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin

segar, urin simpan 4 jam suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu 20C-80C

adalah sebagai berikut :

1. Tidak terdapat perbedaan hasil urinalisis pada urin segar dengan urin

simpan 4 jam suhu ruangan.

2. Tidak terdapat perbedaan hasil urinalisis pada urin segar terhadap

urin simpan 4 jam suhu 20C-80C.

3. Tidak terdapat perbedaan hasil urinalisis pada urin simpan 4 jam

suhu ruangan terhadap urin simpan 4 jam suhu 20C-80C.

4. Tidak terdapat perbedaan hasil urinalisis metode dipstik pada urin

segar, urin simpan 4 jam suhu ruangan, dan urin simpan 4 jam suhu

20C-80C.
54

5.2 Saran

Adapun saran berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya, diperlukan penelitian pada setiap parameter

dengan menggunakan sampel yang diambil dari urin yang patologis, agar

didapatkan diteliti lebih lanjut pengaruh waktu dan suhu penyimpanan

urin sebelum diperiksa kimianya dan setiap hasil yang dinyatakan positif

oleh uji dipstik harus dilakukan tes kimia untuk mengkonfirmasi

keberadaan zat tersebut adalah benar.


55

DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.H., Eberman, L.E., Yeargin, S.W., Nieman, A.J., Mata, H.L., dan
Dziedzicki, D.J. 2015. Effects of agitation and storage temperature on
measurements of hydration status. Asian J Sports Med. 6(4) : 1-5.

Berkel, E.A.T., Schel, O., dan Boer, A.K. 2010. Influence of the storage
temperature on urine analysis in time samples. Ned Tijdschr Klin Chem
Labgeneesk. 35 (3): 173-174.

Cook, J.D., Strauss, K.A., Caplan, Y.H., LoDico, C.P., Bush, D.M.2007. Urin pH:
the effect of time and temperature after collerction. Journal of Analytical
Toxicologi. 31:486-96.

Coppen, A., Speeckaert, M., dan Delanghe, J. 2010. The pre-analytical challenges
of routine urinalysis. Acta Clinica Belgica. 65 (3) : 182–9.

Dahlan, M. S. 2012. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang


Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Dolscheid-Pommerich, R. C., Klarmann-Schulz U., Conrad R., Stoffel-Wagner,


B. dan Zur, B. 2015. Evaluation of the appropriate time period between
sampling and analyzing for automated urinalysis. Biochemia Medica. 26 (1)
: 82–9.

Effendi, I. dan Markum. 2014. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal.


Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Interna
Publishing. hlm 2159-65.
56

Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Edisi 16. Jakarta: Dian


Rakyat.

Hohenberger, E. F. dan Kimling, H. 2004. Compendium Urinalysis With Test


Strips. Canada : Roche Diagnostics GmbH.

Kierkegaard,H., Feldt-Rasmussen,U., Horder, M., Andersen, H.J., dan Jorgensen,


P.J. 1980.Falsely negative urinary leucocyte counts due to delayed
examination. Medisinsk Pysiologisk Forenings Forlag.40 : 259-61.

Lauralee, S. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Edited by N.


Yesdelita. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Ma’arufah. 2004. Perbedaan antara hasil carik celup dengan metode mikroskopis
sebagai indikator adanya sel darah merah dalam urin. Akademis Analis
Kesehatan Malang. 2(2) : 1-12.

Moore, K. L., A. F Dalley, dan Agur, A.M.R. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis.
Edisi 5. Jakarta : Erlangga.

Moore, Gregory P. 1988. Do urine dipsticks reliably predict microhematuria? The


bloody truth! Annals of Emergency Medicine. 17(3):257-60.

Mundt, A. L. dan Shanahan, K. 2011. Graff's Textbook of Routine Urinalysis and


Body Fluids. Edisi 2. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.

Notoadmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Orhan, G., Ekşioğlu M. K., Madenci O. C. , Yücel N., Elçi A., Turhan, B. dan
Orçun, A. 2016. The effectiveness of BD vacutainer® plus urinalysis
preservative tubes in preservation of urine for chemical strip analysis and
particle counting. Biochemia Medica. 26(2) : 224–32.

Price, S.A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
57

Ribeiro, K.C.B., Serabion, B.R.L., Nolasco, E.L. Vanelli, C.P., Mesquita, H.L.
dan Correa, J.O.A. 2013. Urine storage under refrigerator preserves the
sample in chemical, cellularity and bacteruiria analysis of ACS. J Bras Patol
Med Lab. 49 : 415-22.

Robert, J.R. 2007. Urine dipstick testing : everything you need to know.
Emergency Medicine News. 29 (6) : 24-7.

Stankovic, A. K. dan DiLauri, E. 2008. Quality improvements in the preanalytical


phase : focus on urine specimen workflow. Clin Lab Med. 28 : 339–50.

Strasinger, S. K. and Lorenzo, M. S. D. 2008. Urinalysis and Body Fluid. Edisi 5.


Philadelphia : F. A. Davis Company.

Sudiono, H., Iskandar, I., Halim, S.L., Santoso, R. dan Sinsanta. 2006. Urinalisis.
Jakarta : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA.

Sugiono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Edisi 8. Bandung : Alfabeta.

Tortora, G. J. and Derrickson. 2009. Principle of Anatomy and Physiology. Edisi


12. Asia: Wiley.

Utsch, B. and Klaus, G. 2014. Urinalysis in children and adolescents. Deutsches


Arzblatt International. Medicine. 111 : 617–26.

Wu, W., Yang, D., Tisellius, HG., Ou, L., Mai, Z., Chen, K., et al. 2015.
Collection and storage of urine specimens for measurement of urolithiasis
risk factor. Elsevier Inc. 85 : 299-303

Veljkovic, K., Capote, K.R., Bhayana, V., Pickersgill, R., Beathe, J., Clark, L., et
al.2012. Assesment of a four delay for urine samples stored without
preservatives of room temperature for urinalysis. Clinical Biochemistry. 28 :
856-8.

Anda mungkin juga menyukai