Anda di halaman 1dari 7

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015: Strategi Penjajahan Barat Terhadap Negeri Muslim

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dicetuskan dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-9 pada
2003 di Bali. Ketika itu, para pemimpin ASEAN menyepakati Bali Concord II yang memuat tiga pilar untuk
mencapai visi ASEAN 2020. Yaitu ekonomi, sosial-budaya, dan politik-keamanan. komitmen untuk menjadikan
ASEAN, antara lain, sebagai pasar tunggal dan basis produksi serta kawasan dengan pembangunan yang merata.
Dalam soal ekonomi, upaya pencapaian visi ASEAN diwujudkan dalam bentuk MEA. Kerjasama ini merupakan
pembangunan ekonomi yang merata. Pada 2007, pemimpin ASEAN menyepakati percepatan waktu
implementasi MEA dari 2020 menjadi 2015.

Rencana jangka panjang pembentukan Masyarakat ASEAN ini terdiri dari tiga pilar, yaitu ASEAN
Economic Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Sosio-Cultural Community
(ASCC). Dari sisi kerjasama ekonomi, visi tersebut diwujudkan melalui strategi pengembangan ekonomi yang
sejalan dengan aspirasi bangsa, dengan tujuan utama mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
dan merata, serta mendukung ketahanan individu negara anggota maupun kawasan.
MEA akan mengarahkan ASEAN memiliki 4 karakteristik utama, yakni:
(a) sebagai pasar tunggal dan basis produksi
(b) sebagai kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi
(c) sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata
(d) sebagai kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global
Dari karakter ini akan dijalankan melalui lima elemen utama yaitu:
a) Aliran bebas barang, b) Aliran bebas jasa, c)Aliran bebas investasi, d)Aliran modal yang lebih bebas, e)Aliran
bebas tenaga kerja terampil

Kesepakatan-Kesepakatan Ekonomi Internasional yang Menjerat Negeri-Negeri Muslim


APEC, ASEAN,AFTA, ASEAN Economy Community (AEC) sebagaimana halnya perjanjian ekonomi
bilateral dan multilateral lainnya, menjadikan liberalisasi sebagai doktrin utama. Liberalisasi perdagangan, jasa
dan investasi dipandang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu Negara sekaligus mampu mendorong
peningkatan keseahteraan rakyatnya. Sayangnya realitas yang terjadi tidak seindah teorinya
Pada prinsipnya pasar bebas merupakan bagian dari paket liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi,
selain berarti menghilangkan peran dan tanggungjawab pemerintah dalam sektor ekonomi, kemudian
menyerahkan semuanya kepada individu dan mekanisme pasar (kekuatan penawaran dan permintaan).
Liberalisasi ini sekaligus akan merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua
negara bisa mendapatkan keuntungan dari perdagangan dan mengalirnya investasi. Pandangan ini jelas
bertentangan dengan Islam dilihat dari tiga aspek:
Pertama, dihilangkannya peran negara dan pemerintah di tengah-tengah masyarakat, yang notabene harus
berperan dan bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya. Padahal dengan tegas Rasulullah saw.

1
Maya, mbak Septi dan mbak Betty… Semangat 1453!!! ^_^ musrifah: mbak Wulan
bersabda: Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan mereka
(HR Muslim).
Kedua, perdagangan bebas, dimana seluruh pemain dunia (baca:ASEAN), bisa bermain di dalam pasar
domestik tanpa hambatan, tanpa lagi dilihat apakah pemain tersebut berasal dari Dar al-Harb Fi’lan atau tidak,
juga jelas bertentangan dengan Islam. Sebab, Islam memandang perdagangan internasional tersebut berdasarkan
pelakunya; jika berasal dari Dar al-Harb Fi’lan, seperti AS, Inggeris, Perancis, Rusia, dsb, jelas haram.
Ketiga, perdagangan bebas, dari aspek kebebasan masuknya investasi dan dominasi asing di dalam pasar
domestik, jelas menjadi sarana penjajahan yang paling efektif, dan membahayakan perekonomian negeri ini.
Dalam hal ini, jelas haram, karena Allah SWT berfirman: “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin” (Q.s. an-Nisa’ [04]: 141).
Selain itu, Nabi saw. juga bersabda: “Tidak boleh ada bahaya dan dhirar di dalam Islam” (H.r. Ibn Majah).
Perjanjian perdagangan bebas seperti MEA merupakan bentuk penghianatan terhadap rakyat yang seharusnya
dilindungi dari ketidakberdayaan ekonomi. Dengan perjanjian tersebut, sengaja atau tidak, Pemerintah telah
membunuh usaha dan industri dalam negeri baik skala besar apalagi skala kecil, yang tentu akan berdampak pada
makin meningkatnya angka pengangguran.
Sesunguhnya Islam telah menawarkan kepada umat suatu sistem ekonomi yang dapat membangun
kemandirian negara sekaligus menjamin berkembangnya industri-industri dalam negeri serta sektor ekonomi
lainnya. Sistem Ekonomi Islam mengatur kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum.
Kewajiban negara adalah memastikan tersedianya bahan baku, energi, modal dan pembinaan terhadap pelaku
ekonomi rakyatnya. Negara juga wajib mengatur ekspor dan impor barang sehingga betul-betul bisa
mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Eskpor bahan mentah, misalnya, seharusnya dibatasi.
Sebaliknya, ekspor barang-barang hasil pengolahan yang lebih memiliki nilai tambah harus terus
ditingkatkan selama telah memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebaliknya, impor barang-barang yang bisa
mengancam industri dalam negeri harus dibatasi. Impor seharusnya hanya terbatas pada barang-barang yang bisa
memperkuat industri di dalam negeri. Semua itu dilakukan antara lain dalam melindungi berbagai kepentingan
masyarakat. Sebab, kewajiban negaralah untuk menjadi pelindung bagi rakyatnya.

Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN bagi Umat

Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagai sebuah konsep yang menyatukan negara anggota nya menjadi satu
kawasan bebas hambatan akan mewujudkan persaingan yang tinggi di kalangan para negara anggota, jadi
bukannya kerjasama regional tapi justru persaingan tanpa batas yag akan terjadi. Persaingan ini akan terjadi antara
perusahaan perusahaan besar dengan perusahaan lokal dalam rangka merebut konsumen pasar ASEAN. Dampak
dari persaingan tidak sehat ini adalah akan meningkatkan kesenjangan ekonomi. Adapun dampak langsung yang
dirasakan oleh Indonesia jika dilihat dari prinsip perdagangan bebas adalah :

1. Reciprocity (timbal balik). Dimana masing masing negara anggota dapat melakukan kegiatan ekonomi apapun
yang biasa di lakukan di negara nya (domestik)untuk dilakukan di negara anggota lain(Foreign). Contohnya

2
Maya, mbak Septi dan mbak Betty… Semangat 1453!!! ^_^ musrifah: mbak Wulan
Singapore Airlines boleh masuk ke bandara manapun di Indonesia, dan sebaliknya maskapai penerbangan
Indonesia juga boleh masuk kebandara manapun di Singapura. Permasalahannya, kapasitas Singapore airlines
untuk beroperasi dan menciptakan jalur-jalur baru di Indonesia dan menghubungkannya dengan dengan
bandara Singapura jauh lebih besar dibanding kapasitas maskapai Indonesia untuk melakukan hal yang sama
di bandara Singapura. Hal ini juga berlaku bagi tenaga kerja Indonesia. Para tenaga kerja Indonesia bisa bekerja
di negara manpun di wilayah negara ASEAN, sebaliknya seluruh tenaga kerja negara lain bisa melamar bekerja
di Indonesia. Yang menjadi permasalahan adalah kapabilitas dan kualitas tenaga kerja Indonesia yang masih
berada di bawah kualitas para tenaga kerja negara anggota lainnya dilihat dari penguasaan teknologi,
kemampuan berbahasa asing dan profesion Zalime.

2. Non discrimination, yaitu penghapusan tarif dan Quota Impor, Sehingga jumlah barang yang masuk ke dalam
negeri tanpa batas. Sebagai contoh, harga gas harus sama tanpa membedakan asal negara pembelinya. Artinya,
jika harga gas di Indonesia lebih murah dari pada di Singapura, maka pihak Singapura boleh membeli gas di
Indonesia dalam volume berapapun dengan harga sama di Indonesia. Ini akan “mengancam” terpenuhinya
kebutuhan dalam negeri jika stok yang ada terbatas dan “diborong” Singapura. Kemungkinan lain, jika harga
pasar harus sama sementara pasarnya adalah pasar ASEAN, maka harga di seluruh negara ASEAN menjadi
sama. Implikasinya, ada kemungkinan harga gas di Indonesia akan melonjak mengikuti harga pasar. Dilihat
dari indikator jumlah pengeluaran, maka kenaikan harga komoditas akan menyebabkan turun nya daya beli
masyarakat sehingga akan menambahnya penduduk miskin. Ini berarti pula pemberlakuan ASEAN
Community berpotensi meningkatkan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Dampak negatif dari perdaganagn bebas ini sebenarnya sudah pernah Indonesia rasakan melalui kerjasama
regional anatara China dan Indonesia. Ketika perdagangan bebas antara Indonesia dan China (ACFTA)
berlangsung, tejadi penurunan produksi industri sekitar 25 %- 50%, penurunan angka penjualan mencapai 10-
25%,serta penurunan keuntungan sekitar 10-25%. Selama periode 2005 sampai 2010 total impor china
meningkat hingga 226,32% dan 140.584 tenaga kerja kehilangan pekerjaannya (www.bisnis-jabar.com)

Selain itu,dampak yang akan terjadi dengan adanya masyarakat ekonomi ASEAN adalah semakin
kuatnya intervensi asing di Indonesia dan pencaplokan wilayah sumber daya alam milik Indonesia dikarenakan
penanaman modal asing yang tidak dibatasi. Dalam aspek lain Integrasi ekonomi dicapai melalui pendekatan
supranasional maupun intergovernmental. Dalam pendekatan supranasional, negara-negara ASEAN sepakat
menjalankan sebagian kedaulatan mereka kepada suatu lembaga supranasional. Ketentuan atau hukum berlaku
secara regional yang mengikat negara-negara anggota maupun masyarakat di negara-negara tersebut.
Sementara pendekatan intergovernmental ditandai dengan tidak adanya sharing kedaulatan di antara negara-
negara anggota. Walaupun suatu negara masih dimungkinkan untuk mengadopsi kebijakan berbeda dengan
negara lainnya dalam kerangka kepentingan nasional sepanjang bukan diskriminasi di antara negara-negara
anggota, hal ini akan memungkinkan Indonesia untuk menggadaikan kedaulatan negara karena harus tunduk
pada peraturan supranasional ASEAN karena pembagian batasan antara kebijkan domestik dan ASEAN yang
belum jelas. Henry Clay, Negarawan AS pernah menyatakan“ Sebagaimana kita, bangsa – bangsa lain tahu,apa
3
Maya, mbak Septi dan mbak Betty… Semangat 1453!!! ^_^ musrifah: mbak Wulan
yang kita maksud dengan perdagangan bebas tidak lebih dan tidak kurang dari keuntungan yag bisa kita
nikmati untuk mendapatkan monopoli dalam segala pasar produksi kita dan mencegah mereka agar tidak
menjadi negara produsen (Mitos – mitos baru ciptaan barat,a dhnan Khan) Maka jelas bahwa pasar bebas
adalah tujuan utama barat untuk mengeruk keuntungan sebesar besarnya dari kawasan ASEAN.

Ekonomi Islam dalam mewujudkan Perekonomian Dunia

Kekuatan ekonomi sebuah negara, termasuk negara ditentukan oleh keberlangsungan sumber
perekonomiannya yaitu pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Perdagangan sebagai salah satu sumber
perekonomian negara, juga memainkan peranan strategis dalam proses distribusi barang (komoditas).
Perdagangan juga menjadi sarana penting dalam memediasi petani, sebagai penghasil hasil pertanian, dengan
konsumen. Demikian juga produsen, sebagai penghasil hasil industri, dengan konsumen. Maka, melalui
perdagangan ini, aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi di tengah-tengah masyarakat bisa ditingkatkan.

Perdagangan luar negeri adalah aktifitas jual beli yang berlangsung antar bangsa dan ummat bukan
antara individu dari satu negara, baik perdagangan antar dua negara atau antar individu dari dua negara yang
berbeda untuk membeli komoditi tertentu. Secara hukum perdagangan luar negeri adalah mubah sebagaimana
disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 275. Hanya saja kebolehan tersebut harus tetap mengikuti rukun dan
syarat jual beli. Menurut hukum syara yang berkaitan dengan perbuatan manusia dalam hal perdagangan luar
negeri hanya berlaku untuk orangnya, atas dasar inilah hukum perdagangan luar negeri tidak ada hubungannya
dengan komoditi. Maka para pelaku bisnis di bagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Kafir Harbi, yaitu mereka yang menjadi warga negara kafir yang bermusuhan dengan negara Islam dan kaum
Muslim, mereka diperbolehkan melakukan perdagangan di negara Islam, dengan visa khusus, baik yang terkait
dengan diri maupun harta mereka, dan dilakukan pemungutan cukai sesuai dengan pemungutan cukai yang
mereka lakukan terhadap warga negara Daulah jika melakukan perdagangan dengan negara mereka, kecuali
warga kafir harbi fi’lan sama sekali tidak diperbolehkan melakukan perdagangan apapun di wilayah negara
Islam.

2. Kafir Mu’âhad, yaitu mereka yang menjadi warga negara kafir yang mempunyai perjanjian dengan negara
Islam; maka boleh dan tidaknya mereka melakukan perdagangan dean pemungutan cukai di wilayah negara
Islam dikembalikan pada isi perjanjian yang berlaku antara Khilafah dengan negara mereka.

3.Warga negara Islam baik muslim ataupun non muslim (ahli dzimmah), mereka bebas melakukan perdagangan
tanpa harus ada izin dari negara, dan diharamakan untuk memungut cukai baik domestik maupun luar negeri.
Hanya saja, mereka tidak boleh mengekspor komoditas strategis yang dibutuhkan di dalam negeri, sehingga
bisa melemahkan kekuatan negara Khilafah, dan menguatkan musuh.

4
Maya, mbak Septi dan mbak Betty… Semangat 1453!!! ^_^ musrifah: mbak Wulan
Adapun peran negara dalam perdagangan luar negeri adalah melakukan supervisi atau pengarahan
secara umum dan menjaga agar para pelaku perdagangan tidak melakukan pelanggaran syara dan akan
memberikan sanksi pada pelanggarnya. Selain itu perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh daulah Islam
hanya dalam rangka memenuhi pasokan dalam negeri ,dan hal ini bersifat sementara karena Khilafah akan
mendorong warga negaranya untuk melakukan inovasi agar Khilafah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri
dan tidak bergantung pada negara lain.

Mekanisme Daulah mewujudkan Kesejahteraan

Daulah Islam bertugas memenuhi kebutuhan warga negaranya, untuk itu dalam aspek ekonomi Daulah
memiliki tugas untuk menjaga agar mekanisme pasar berjalan sehat sesuai dengan aturan syara. Adapun Syara
telah menetapkan sistem dan kebijakan ekonomi yang bisa memastikan terwujudnya kemakmuran dan
kesejahteraan yang tercermin pada tiga aspek:

 Kepemilikan, yaitu kepemilikan pribadi, umum dan negara. Masing-masing kepemilikan tersebut telah diatur
dan ditetapkan oleh syariah, sehingga bisa dimanfaatkan. Sebagai contoh, lahan pertanian, sebagai milik
pribadi, tidak bisa dinasionalisasi. Sebagaimana kepemilikan umum, seperti minyak, gas, tambang batu bara,
dan lain-lain, tidak bisa diprivatisasi, atau dimiliki oleh negara. Karena masing-masing telah diatur dan
ditetapkan kepemilikannya oleh syariah.
 Pemanfaatan kepemilikan (tasharruf), baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan
kepemilikan, harus mengikuti hak yang melekat pada kepemilikan harta tersebut. Karena hak mengelola harta
itu merupakan konsekuensi dari kepemilikan. Sebagai contoh, harta milik pribadi, bisa digunakan untuk
pemiliknya, tetapi tidak oleh publik karena bukan milik mereka. Sebaliknya, harta milik umum, bisa
dimanfaatkan oleh pribadi, karena izin yang diberikan oleh syariah kepadanya.
 Distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan, bahwa distribusi kekayaan ini
merupakan kunci dari masalah ekonomi. Jika distribusi kekayaan tersebut mandeg, pasti akan menimbulkan
masalah ekonomi. Sebaliknya, ketika distribusi kekayaan ini lancar, hingga sampai ke tangan individu per
individu, maka dengan sendirinya masalah ekonomi ini pun teratasi. Karena itu, Islam melarang dengan tegas
menimbun harta, emas, perak dan mata uang. Itu tidak lain, agar harta tersebut berputar di tengah-tengah
masyarakat dan bisa menggerakkan roda perekonomian.
Sistem ini kemudian ditopang dengan kebijakan ekonomi yang ideal, untuk memastikan dua hal:
produksi dan distribusi dengan baik dan benar.
1. Produksi: Untuk memastikan agar produksi domestik negara Khilafah tinggi, dan bisa memenuhi
kebutuhan seluruh rakyatnya, maka kebijakan negara terkait dengan sumber perekomian benar-benar
diterapkan dengan baik dan benar. Sumber tersebut meliputi: (1) Pertanian; (2) Perdagangan; (3) Industri;
(4) Jasa. Dalam hal ini, negara akan memastikan seluruh sumber tersebut benar-benar bisa menghasilkan
barang dan jasa, sehingga bisa menjamin produksi, konsumsi dan distribusi masyarakat. Itulah mengapa,
negara menetapkan larangan menyewakan lahan pertanian, atau membiarkan lahan pertanian tidak dikelola

5
Maya, mbak Septi dan mbak Betty… Semangat 1453!!! ^_^ musrifah: mbak Wulan
lebih dari 3 tahun. Negara juga melarang praktik riba dalam perdagangan karena bisa merusak
perekonomian. Negara juga memastikan, industri kepemilikan umum tidak boleh dikelola oleh swasta,
baik domestik maupun asing. Ini juga untuk menjamin tingkat produksi demi menjamin kemakmuran
rakyatnya. Begitu seterusnya.

2. Distribusi: Dengan tingkat produksi yang tinggi, tinggal satu yang harus dipastikan oleh negara, yaitu
terdistribusikannya barang dan jasa tersebut dengan baik di tengah-tengah masyarakat, sehingga tiap
kepala bisa dipastikan telah terpenuhi seluruh kebutuhan dasarnya.

Dalam menghadapi pasar bebas yang sebentar lagi hinggap di Indonesia, maka perlu diperhatikan
bagaimana perspektif Islam dalam memandang permasalahan tersebut, diantaranya:

1) Perdagangan merupakan hal yang mubah. Hanya saja, karena perdagangan luar negeri melibatkan negara dan juga
warga negara asing, maka negara Islam dalam hal ini Khalifah, bertanggung jawab untuk mengontrol,
mengendalikan dan mengaturnya sesuai dengan ketentuan syariah. Membiarkan bebas tanpa adanya kontrol dan
intervensi negara sama dengan membatasi kewenangan negara untuk mengatur rakyatnya. Padahal Rasulullah
SAW “ Imam itu adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya”.

2) Seluruh barang yang halal pada dasarnya dapat diperniagakan ke negara lain. Meski demikian ekspor komoditas
tertentu dapat dilarang oleh Khalifah jika menurut ijtihadnya bisa memberikan dharar bagi negara Islam. Dalam
kaedah Ushul dinyatakan “ Setiap bagian dari perkara yang mubah jika ia membahayakan atau mengantarkan
pada bahaya, maka bagian tersebut menjadi haram sementara bagian lain dari perkara tersebut tetap halal”

3) Hukum perdagangan luar negeri dalam Islam disandarkan pada kewarganegaraan pedagang ( pemilik barang ),
bukan pada asal barang. Jika pemilik barang adalah warga negara Islam, baik muslim maupun kafir dzimmi, maka
barang yang dia import tidak boleh dikenakan cukai. Rasulullah SAW bersabda “ Tidak akan masuk surga orang
yang memungut cukai. Namun jika barang yang masuk ke wilayah negara Islam adalah milik warga negara asing,
maka barang tersebut dikenakan cukai sebesar nilai yang dikenakan negara asing tersebut terhadap warga negara
Islam, atau sesuai perjanjian antara negara Islam dengan negara asing tersebut. Namun demikian demikian,
Khalifah diberikan kewenangan untuk mengatur besar tarif tersebut. Ketika misalnya pasokan komoditas yang
dibutuhkan oleh penduduk negara Islam langka sehingga menyebabkan inflasi, maka tarifnya dapat diturunkan.
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata : “ Umar mengenakan setengah ’usyur (5 persen) untuk minyak zaitun dan
gandum agar barang tersebut lebih banyak dibawa ke Madinah. Sementara quthniyyah (biji-bijian seperti
kacang) beliau mengambil sepersepuluh (10 persen).” (HR. Abu Ubaid)

4) Pedagang dari negara kafir mu’ahid (negara kafir yang memiliki perjanjian damai dengan negara Islam akan
diperlakukan sesuai isi perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak. Akan tetapi pedagang dari
negara kafir harbi ( AS, Inggris, Cina, Israel dll) ketika memasuki wilayah negara Islam harus memiliki izin
(paspor) khusus.

5) Membolehkan perdagangan bebas dengan alasan sejalan dengan Islam karena adanya larangan Islam terhadap
penarikan cukai (al-maks) atas barang import milik warga negara Islam, tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena
perdagangan bebas saat ini asasnya adalah kapitalisme.

6
Maya, mbak Septi dan mbak Betty… Semangat 1453!!! ^_^ musrifah: mbak Wulan
6) Perdagangan bebas sejatinya adalah strategi penjajahan negara barat terhadap negeri-negeri Islam, padahal
Allah SWT berfirman “ Allah tidak membolehkan orang-orang kafir menguasai kaum muslim” (QS. An-Nisa
141). 3

Wallahu “alam.
(http://www.al-khilafah.org/2014/10/masyarakat-ekonomi-asean-meaa-peluang-atau-ancaman.html

7
Maya, mbak Septi dan mbak Betty… Semangat 1453!!! ^_^ musrifah: mbak Wulan

Anda mungkin juga menyukai