Anda di halaman 1dari 9

Pembelajaran Berbasis Kompetensi

A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki
oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar
kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi
menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan
suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan
dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Definsi lain di bawah ini menunjukkan
apa saja unsur dalam kompetensi itu. “Competence” as a combination of knowledge,skills
and behavior used to improve performance; or as the states or quality of being adequately
or well qualifield, having the ability to perform a specific role. Kompetensi itu kombinasi
dari pengetahuan, ketrampilan, dan prilaku yang digunakan untuk meningkatkan kinerja;
atau keaadaan atau kualitas yang memadai atau sangat berkualitas, mempunyai kempuan
untuk menampilkan peran tertentu. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah
pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran,
dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi.
Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa melalui proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan
pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian, dan sumber
atau bahan pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa dapat dilihat
pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai
dengan standar prosedur tertentu.
Pembelajaran Berbasis Kompetensi merupakan suatu model pembelajaran dimana
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaiannya mengacu pada penguasaan kompetensi.
Pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan agar segala upaya yang
dilakukan dalam pembelajaran benar-benar mengacu dan mengarahkan peserta didik
untuk menguasai kompetensi yang ditetapkan sehingga mereka tuntas dalam belajarnya.
(Depdiknas, 2002).
Pembelajaran berbasis kompetensi didasarkan atas pokok-pokok pikiran bahwa apa
yang ingin dicapai oleh siswa melalui kegiatan pembelajaran harus dirumuskan dengan
jelas. Perumusan dimaksud diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi yang
diharapkan dikuasai oleh siswa. Standar kompetensi meliputi standar materi atau standar
isi (content standard) dan standar pencapaian (performance standard). Standar materi
berisikan jenis, kedalaman, dan ruang lingkup materi pembelajaran yang harus dikuasi
siswa, sedangkan standar penampilan berisikan tingkat penguasaan yang harus
ditampilkan siswa. Tingkat penguasaan itu misalnya harus 100% dikuasai atau boleh
kurang dari 100%. Sesuai dengan pokok-pokok pikiran tersebut, masalah materi
pembelajaran memegang peranan penting dalam rangka membantu siswa mencapai
standar kompetensi.
Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar dipilih setelah identitas mata
pelajaran, standar kompetensi, dan kompetensi dasar ditentukan. Langkah-langkah
pengembangan pembelajaran sesuai KBK antara lain :
1. Menentukan identitas matapelajaran
2. Menentukan standar kompetensi
3. Kompetensi dasar
4. Materi pembelajaran
5. Strategi pembelajaran/pengalaman belajar
6. Indikator pencapaian.

Setelah pokok-pokok materi pembelajaran ditentukan, materi tersebut kemudian


diuraikan. Uraian materi pembelajaran dapat berisikan butir-butir materi penting (key
concepts) yang harus dipelajari siswa atau dalam bentuk uraian secara lengkap seperti
yang terdapat dalam buku-buku pelajaran. Secara garis besar, bahan ajar atau materi
pembelajaran berisikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus
dipelajari siswa.
Materi pembelajaran perlu dipilih dengan tepat agar dapat seoptimal mungkin
membantu siswa dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Masalah-
masalah yang timbul berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran menyangkut jenis,
cakupan, urutan, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran dan sumber bahan
ajar. Jenis materi pembelajaran perlu diidentifikasi atau ditentukan dengan tepat karena
setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi, media, dan cara mengevaluasi yang
berbeda-beda. Cakupan atau ruang lingkup serta kedalaman materi pembelajaran perlu
diperhatikan agar tidak kurang dan tidak lebih. Urutan (sequence) perlu diperhatikan agar
pembelajaran menjadi runtut. Perlakuan (cara mengajarkan atau menyampaikan dan
mempelajari) perlu dipilih setepat-tepatnya agar tidak salah mengajarkan atau
mempelajarinya, misalnya perlu kejelasan apakah suatu materi harus dihafalkan,
dipahami, atau diaplikasikan.

B. Tujuan Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Dalam depdiknas 2002, karakteristik KBK:
1. Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur educative.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.

Pembelajaran Berbasis Kompetensi Pembelajaran berbasis kompetensi memiliki


tujuan, sebagai berikut:
1. Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik agar dapat mewujudkan
ketercapaian tujuan pembelajaran secara optimal.
2. Membina kedisiplinan dan rasa tanggung-jawab peserta didik dalam mengikuti aturan
main kelas, sehingga masing-masing peserta didik dapat belajar sesuai dengan
kemampuannya.
3. Membimbing dan mengendalikan kegiatan belajar peserta didik demi tercapainya
tujuan pembelajaran yang diharapkan secara optimal.
4. Mengarahkan sikap atau perilaku peserta didik yang menyimpang dari tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
5. Memberdayakan sarana kelas guna mendukung kelancaran kegiatan belajar peserta
didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
6. Mewujudkan lingkungan belajar yang menyenangkan (kondusif) sebagai wahana bagi
peserta didik dalam menumbuh-kembangkan potensinya secara optimal.
C. Prinsip Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:
1. Berpusat pada peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta didik
menjadi subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran
tinggi. Tugas guru adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan
waktu bagi peserta didik belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.
2. Pembelajaran terpadu agar kompetensi yang dirumuskan dalam kompetensi dasar dan
standar kompetensi tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap,
pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.
3. Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap
peserta didik. Peserta didik memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar
yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, guru perlu
memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta
didiknya.
4. Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip
pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang
ditetapkan. Peserta didik yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan
yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi
berikutnya.
5. Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta didik
menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapi. Oleh karena itu guru perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan
permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta didik dan lingkungan.
6. Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan
pengalaman belajar beragam bagi peserta didik.
7. Peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber.

Salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah
pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme. Dengan lima strategi
pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu:
1. Mengaitkan (relating)
Dalam hal ini guru menggunakan strategi relating ini apabila ia mengkaitkan
konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jelasnya, mengkaitkan apa
yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami (experiencing)
Merupakan inti pembelajaran kontekstual dimana mengkaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan informasi
baru dengan pengalaman sebelumnya. Pembelajaran bisa terjadi dengan lebih cepat
ketika siswa memanfaatkan (memanipulasi) peralatan dan bahan serta melakukan
bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan (applying)
Ketika siswa menerapkan konsep dalam aktivitas belajar memecahkan
masalahnya, guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang realistis
dan relevan.
4. Kerja sama (cooperating)
Siswa yang bekerja sama secara kelompok biasanya mudah mengatasi masalah
yang komplek dengan sedikit bantuan ketimbang siswa yang bekerja sama secara
individual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari
bahan pembelajaran tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer (transferring)
Fungsi dan peran guru dalam konteks ini adalah menciptakan bermacam-macam
pengalaman belajar denga fokus pada pemahaman bukan hafalan.

Tujuh konsep utama pembelajaran kontekstual, yaitu:


1. Constructivisme
Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman
alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari
makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan
kerangka berpikir yang dimiliki. Belajar berarti menyediakan kondisi agar
memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya.
Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahuan, bukan
menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta
didik. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep dan prinsip) baru,
menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar
mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuannya itu.
2. Inquiry
Siklus inkuiri yaitu observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, dan menarik simpulan. Langkah-langkah inkuiri dengan
merumuskan masalah, melakukan observasi, analisis data, kemudian
mengomunikasikan hasilnya
3. Questioning
Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik;
menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik.
Berguna bagi peserta didik sebagai salah satu teknik dan strategi belajar.
4. Learning Community
Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif. Belajar dilakukan dalam kelompok-
kelompok kecil sehingga kemampuan sosial dan komunikasi peserta didik
berkembang.
5. Modelling
Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara
menggali informasi, demonstrasi, dan lain-lain. Pemodelan dilakukan oleh guru
(sebagai teladan), peserta didik, dan tokoh lain.
6. Reflection
a. Tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari
b. Respon terhadap kejadian, aktivitas/pengetahuan yang baru
c. Hasil konstruksi pengetahuan yang baru. Bentuknya dapat berupa kesan, catatan
atau hasil karya
7. Assesment
a. Menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan
b. Berlangsung selama proses secara terintegrasi
c. Dilakukan melalui berbagai cara (test dan non-test)
d. Alternatif bentuk: kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal

D. Penyajian Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Pembelajaran Berbasis Kompetensi dapat diterapkan dalam berbagai model
pembelajaran, antara lain:
1. Individual Learning
Model pembelajaran Individu Keller Plan ialah membuka kesempatan bagi siswa
untuk belajar menurut kecepatan masing-masing, dengan ciri-ciri:
a. Memungkinkan siswa belajar sendiri;
b. Memperhatikan perbedaan kecepatan belajar siswa;
c. Terdapat kejelasan tujuan yang harus dipahami;
d. Memungkinkan siswa berpartisipasi aktif;
e. Secara optimal menerapkan belajar tuntas.

Prinsip-prinsip pada model Keller Plan (Sudjoko, 1985) meliputi:


a. Satu Course dibagi atas beberapa unit yang berurutan;
b. Tiap unit berisi tujuan, prosedur kerja dan dan beberapa persoalan;
c. Siswa belajar sendiri atas petunjuk kerja dari unit satu ke unit berikutnya secara
berurutan;
d. Siswa bisa mengambil ujian untuk masing-masing unit kapan saja merasa telah
siap;
e. Tiap kuliah dan demonstrasi hanya digunakan untuk sekedar memberi motivasi
belajar dan bukan merupakan sumber informasi;
f. Tidak harus ada media seperti audio visual, tape dan slide;
g. Staf yang terlibat adalah instruktur (guru) dan Proctor (undergraduate students)
yaitu siswa yang dianggap mampu menguasai seluruh unit.
2. Mastery Learning
Penguasaan belajar mastery learning merupakan metode pembelajaran yang
menganggap semua anak dapat belajar jika mereka diberikan dengan kondisi
pembelajaran yang tepat. Secara khusus, penguasaan pembelajaran adalah metode
dimana siswa tidak maju untuk tujuan belajar selanjutnya sampai mereka
menunjukkan kemahiran dengan yang sekarang.
Penguasaan kurikulum pembelajaran umumnya terdiri dari topik diskrit yang
semua siswa mulai bersama-sama. Siswa yang tidak memuaskan lengkap topik diberi
instruksi tambahan sampai mereka berhasil. Siswa yang menguasai topik awal terlibat
dalam aktivitas pengayaan sampai seluruh kelas dapat kemajuan bersama. Penguasaan
pembelajaran meliputi banyak unsur tutoring sukses dan fungsi independen yang
terlihat pada siswa. Dalam lingkungan belajar penguasaan, guru mengarahkan
berbagai teknik pembelajaran berbasis kelompok, dengan dan spesifik umpan balik
sering dengan menggunakan diagnostik, tes formatif , serta teratur memperbaiki
kesalahan siswa belajar membuat sepanjang jalan mereka.
3. Student Active Learning
Dalam pembelajaran siswa aktif, guru dan siswa sama-sama aktif. Masing-masing
tahu akan tugasnya masing-masing. Guru mengajar dan siswa diajar. Dalam
pembelajaran model ini guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana yang
sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan dan juga
mengemukakan gagasannya. Keaktifan siswa ini sangat penting untuk membentuk
generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya
dan juga orang lain.
Dalam buku Ki Hajar Dewantara, dikatakan bahwa pembelajaran aktif pada
hakekatnya adalah pembelajaran yang direncanakan oleh guru dan dilaksanakan oleh
siswa dengan penuh riang gembira tanpa beban. Mampu mengekspresikan dirinya dan
mengeluarkan potensi unik yang ada dalam dirinya sehingga menghantarkan dirinya
menemukan minat dan bakatnya secara alami.
Dalam pembelajaran active learning terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan. Prinsip tersebut meliputi empat dimensi, yaitu:
a. Dimensi subjek didik
1) Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan
yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut
terwujud karena memang direnca nakan oleh guru, misalnya dengan format
mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu
mengeluarkani pendapat.
2) Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan
maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut
dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap
demokratis.
3) Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang olch guru.
4) Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
5) Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan
siapapun termasuk guru.
b. Dimensi Guru
1) Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka
kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
2) Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan
motivator.
3) Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
4) Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara, mama
serta tingkat kemampuan masing-masing.
5) Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar
serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan
belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
1) Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi
kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat
penting diperhatikan guru.
2) Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep mau pun
aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
3) Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
4) Dimensi situasi belajar-mengajar
5) Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat,
antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
6) Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-
mengajar.

Anda mungkin juga menyukai