Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pencegahan Kepikunan/Demensia Pada Lansia


Sasaran : Para Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin
Tempat : PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin
Hari/Tanggal :
Waktu : 30 menit
A. Latar Belakang
Lanjut usia tidak identik dengan pikun (dementia) dan perlu diketahui
bahwa pikun bukanlah hal normal pada proses penuaan. Lansia dapat hidup
normal tanpa mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan tingkah
laku seperti dialami oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar orang
mengira bahwa demensia adalah penyakit yang diderita lansia. Tapi
kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia
dan jenis kelamin.
Berdasarkan dari sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa
demensia seringkali terjadi pada lansia yang telah berumur kurang lebih 60
tahun. demensia dibagi menjadi 2 jenis, yaitu 1. Demensia senilis (> 60
tahun), 2. Demensia prasenilis (<60 tahun). sekitar 56,8% lansia mengalami
demensia dalam bentuk demensia alzheimer (4% dialami lansia yang telah
berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun dan 32% pada usia 90 tahun).
sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 30 juta penduduk dunia mengalami
demensia dengan berbagai sebab.
B. Tujuan Umum
Setelah mendapat pendidikan kesehatan, diharapkan para lansia
mengetahui, memahami, mencegah dan mengatasi kepikunan pada lansia
dengan baik. Sehingga mengurangi risiko timbulnya kepikunan pada lansia.

C. Tujuan Khusus
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang kepikunan atau
demensia selama 10 menit, para lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin
mampu:
1. Menjelaskan demensia atau kepikunan sesuai dengan bahasa sendiri.
2. Menguraikan kembali tanda dan gejala yang muncul pada
kepikunan/demensia yang dialami lansia.
3. Menyebutkan serta menjelaskan faktor penyebab kepikunan/demensia
dengan tepat.
4. Menjelaskan bagaimana langkah pengobatan apabila ditemukan tanda dan
gejala kepikunan/demensia pada lansia, yaitu siapa yang perlu ditemui
dan pengobatannya.
5. Menjelaskan peran keluarga dalam pencegahan kepikunan/demensia pada
lansia.
6. Menyebutkan kembali hal-hal yang dilakukan untuk pencegahan
kepikunan/demensia pada lansia dengan bahasa sendiri.

D. Materi
1. Pengertian kepikunan atau demensia pada lansia.
2. Tanda dan gejala kepikunan atau demensia pada lansia.
3. Faktor penyebab kepikunan atau demensia pada lansia.
4. Siapa yang perlu ditemui dan pengobatan yang Tersedia pada
kepikunan atau demensia.
5. Peran keluarga pada kepikunan/demensia pada lansia.
6. Pencegahan dan perawatan demensia (kepikunan) pada Lansia oleh
keluarga.

E. Metode
Kegiatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode ceramah,
Tanya jawab,dan menampilkan media yang digunakan

F. Media
 Lembar Balik
 Leaflet
G. Pengorganisasian
1. Penanggung Jawab :
2. Penyuluhan : Mahasiswa STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi
a. Ketua :
b. Presentator :
c. Moderator : Rahmad Al Hamda
d. Fasilitator : Dini Rani
Nurfitri
e. Observer : Dewi Sumarni

f. Notulen : Rahmi Dafat Mayeni

H. Penatalaksanaan Kegiatan
1. Pokok Bahasan : Pencegahan Kepikunan/Demensia Pada Lansia
2. Metode : Ceramah dan tanya jawab
3. Media dan alat : Leaflet dan Lembar balik
4. Waktu dan tempat
- Hari /tanggal :
- Jam :
- Tempat :
5. Seting Tempat

B
P K
P K
D
e
hi
la
n

Keterangan : o o g

Fasilitator Moderator a

Para Lansia CI Klinik n


B
Penyaji materi Dosen Pebimbing k
P D
e
s
a
d
Observer Media
O
K Ketua Notulen

I. Kegiatan Penyuluhan
No Kegiatan Penyuluhan Kegiatan peserta Waktu
1 Pembukaan
1. Mengucapkan salam 1. Menjawab
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan 5 menit
3. Menjelaskan tujuan 3. Mendengarkan dan
Penkes memperhatikan
2 Pelaksanaan
1. Menggali pengetahuan 1. Mengemukakan pendapat 15
tentang kepikunan atau menit
demensia
2. Memberikan pujian 2. Menerima pujian
3. Menjelaskan tentang tanda 3. Memperhatikan dengan baik.
dan gejala kepikunan atau
demensia
4. Memberikan pujian 4. Menerima pujian
5. Menjelaskan factor 5. Memperhatikan dengan baik.
penyebab terjadinya
kepikunan atau demensia
6. Memberikan pujian 6. Memberikan pujian
7. Pencegahan dan perawatan 7. Memperhatikan dengan baik
kepikunan atau demensia
pada Lansia oleh keluarga
3 1. Memberikan kesempatan 1. Mengajukan pertanyaan
lansia untuk bertanya 15
2. Menjawab pertanyaan yang 2. Mendengarkan dan menit
diajukan lansia memperhatikan
4 Penutup
1. Menyimpulkan yang telah 1. Menyimpulkan hasil 5 menit
disampaikan penyuluhan
Mendengarkan dan
memperhatikan
Memberikan pujian
2. Memberikan salam untuk 2. Menjawab salam
penutup

J. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Persiapan warga sudah terlaksana dengan baik berupa : kontrak
waktu, topic dan tempat.
b. Persiapan media dan alat bantu yang digunakan untuk penkes.
2. Evaluasi Proses
a. Para lansia mau mengikuti penkes dengan baik dan sampai dengan
selesai.
b. Para lansia kooperatif dalam mengikuti penkes.
c. Para lansia dapat bekerjasama dengan perawat.
d. Media dan alat bantu dapat digunakan dengan baik.
e. Lingkungan mendukung untuk pelaksanaan penkes.

3. Evaluasi Hasil
1) Para lansia mampu menyebutkan Pengertian Kepikunan atau
Demensia
2) Lansia mampu menyebutkan Tanda dan Gejala Kepikunan atau
Demensia
3) Lansia mampu menyebutkan Faktor Terjadinya Kepikunan atau
Demensia
4) Pencegahan dan perawatan kepikunan atau demensia pada Lansia oleh
keluarga
MATERI PENYULUHAN

I. Pengertian
Kepikunan atau Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-
sel otak yang mati secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan
untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan,
pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit
kepikunan ditandai dengan hilangnya ingatan atau kesulitan seseorang untuk
memperoleh informasi yang sudah tersimpan di dalam otak. Meskipun
kepikunan merupakan bagian umum dari penuaan, kondisi ini juga dapat
berubah sebuah gejala penyakit atau efek samping dari konsumsi obat-obatan
atau suatu tindakan.
Ingatan dapat dipengaruhi oleh proses penuaan. Semakin tua
seseorang, berbagai macam proses dan reaksi kimia terjadi pada beberapa
organ vital, salah satunya adalah otak. Perubahan ini disisi lain dapat
mempengaruhi bagian pada otak yang bertanggung jawab dengan sistem saraf
panca indera dan ingatan. Ini dapat menjelaskan bagaimana orang yang
usianya lebih tua, lebih sulit belajar hal yang baru atau menginta informasi
yang baru.
Pada umumnya demensia terjadi pada usia lanjut (>65 tahun) dan
merupakan gangguan yang ditandai oleh gangguan kognitif, emosional dan
psikomotor yang menyebabkan penderita tidak mampu mengikuti aktifitas
sosial dan mengurus diri untuk keperluannya sehari-hari. Pada demensia
terjadi kemerosotan mental yang terus menerus, makin lama makin buruk
(progresif) meliputi penurunan daya ingat akan hal yang baru saja terjadi,
kemunduran kemahiran berbahasa, kemunduran intelektual, perubahan
perilaku dan fungsi-fungsi otak lainnya sehingga mengganggu aktifitas sehari-
hari.

II. Tanda dan Gejala


Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia
dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak
memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.
Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat
nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.

Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri


sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama,
mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan
dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah
masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi


pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif.
Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan
biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja
Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah
keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana
demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.

Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa
demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang
sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada
lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian
latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian
status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.

Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku


yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga
memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia
penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat
memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku
(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi,
apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998).

Tanda dan gejala:

1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,


“lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas. Kesulitan
mengingat atau ingatan jangka pendek.
2. Kesulitan dalam mengingat nama atau mengenali wajah.
3. Tersesat di lokasi yang sudah familiar.
4. Sering salah menyebutkan nama benda.
5. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
6. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat
yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah
kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
7. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat
melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil
yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.
Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-
perasaan tersebut muncul.
8. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.
9. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.
10. Sering mengulang kata-kata
11. Cepat marah dan sulit di atur.
12. Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru.
13. Kurang konsentrasi.
14. Kurang koordinasi gerakan.
15. Kurang kebersihan diri.
16. Apatis, tidak ada minat beraktivitas atau bersosialisai
17. Menghindari tugas yang biasa dikerjakan
18. Suasana hati mudah berubah-ubah

Gejala yang umumnya dirasakan dari segi kognitif meliputi:


1. Hilang ingatan.
2. Kesulitan berkomunikasi.
3. Kesulitan berbahasa dan betutur kata.
4. Sulit memecahkan masalah atau merencanakan sesuatu.
5. Konsentrasi menurun.
6. Sulit menilai situasi dan mengambil keputusan.
7. Sulit mengkoordinasikan pergerakan tubuh.
8. Merasa bingung.

Sedangkan gejala yang dirasakan dari segi psikologis meliputi:


1. Depresi.
2. Gelisah.
3. Perubahan perilaku dan emosi.
4. Merasa ketakutan (paranoid).
5. Agitasi.
6. Halusinasi.

III. Factor Penyebab


1. Pertambahan usia
2. Makanan yang tidak seimbang, kekurangan vitamin B1, B6, B12 dan
asam folat.
3. Kebiasaan enggan berfikir atau sering mengosongkan pikiran.
4. Kurang bergerak atau kurang beraktivitas.
5. Kurang berkomunikasi atau bersosialisasi pada sesama.
6. Akibat dari stres atau depresi. Orang yang stres cenderung tidak
terkontrol dalam makan dan berperilaku. Pada saat seseorang mengalami
stres maka sel-sel hippocampus (bagian otak sebelah dalam) terpaksa
bekerja lebih keras sehingga otak menjadi lelah dan mudah rusak.
7. Kebiasaan merokok.
8. Kebiasaan buruk minum-minuman alkohol.
9. Jenis kelamin yang mempengaruhi.
10. Kurangnya istirahat atau tidur yang kurang efektif bagi lansia.
11. Menurunnya fungsi sel syaraf otak menjadi salah satu penyebab
munculnya penyakit pikun. Sel syaraf otak yang rusak akan membuat
kemampuan mengingat dan berpikir seseorang menjadi lemah.
IV. Siapa yang Perlu Ditemui dan Pengobatan yang Tersedia
Untuk mendiagnosa seseorang terkena demensia atau tidak,
dibutuhkan waktu untuk benar-benar mempelajari gejala yang timbul. Hal
pertama yang dapat dilakukan adalah berkonsultasi dengan dokter keluarga
atau dokter umum. Pemeriksaan meliputi penyelidikan terhadap kegiatan
keseharian pasien, dan kapan gejala-gejala tersebut timbul. Pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan kemampuan mental juga dibutuhkan untuk mendiagnosa
demensia.
Ketika demensia sudah terdiagnosis, dokter umum dapat merujuk
pasien kepada dokter spesialis, tergantung pada umur dan gejala yang
dirasakan pasien. Dokter spesialis yang mungkin ditemui adalah ahli geriatrik
(khusus pasien lanjut usia) atau dokter spesialis saraf.
Salah satu tahap penting dari pengobatan demensia adalah menentukan
jenisnya. Ada demensia yang dapat disembukan asalkan penyebab demensia
ini dapat dihilangkan. Namun jika pasien mengidap demensia yang tidak dapat
disembuhkan, maka satu-satunya cara adalah mengendalikan gejala demensia.
Pengobatan yang tersedia adalah sebagai berikut:
1. Penghambat Kolinesterase – adalah sebuah terapi yang
mengaktifkan beberapa zat kimia yang dapat meningkatkan
kemampuan mengingat dan berpikir pasien.
2. Memantine – bila digabungkan bersama dengan penghambat
kolinesterase akan memberikan hasil yang lebih baik.
3. Terapi pekerjaan – Penderita demensia membutuhkan bantuan
untuk menjalankan kehidupan kesehariannya dan perawatan yang
teratur.

Kapan Perlu Menemui Dokter Spesialis Demensia?

Ketika terdapat kecurigaan timbulnya gejala dari demensia pada anggota


keluarga, pasien dianjurkan untuk berkonsultasi dengan seorang spesialis. Berikut
adalah gejala yang sering ditemukan:
1. Bermasalah dengan ingatan sehari-hari atau pikun.
2. Bermasalah dalam memusatkan perhatian, membuat sebuah perencanaan
atau pengaturan.
3. Bermasalah dalam menemukan kata-kata untuk dalam berkomunikasi.
4. Bermasalah mengenai gambar dan ruang.
5. Bermasalah mengenai arah

V. Pencegahan dan perawatan demensia (kepikunan) pada Lansia oleh


keluarga

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya


demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak. Keluarga memiliki peran penting dalam
pencegahan dan perawatan lansia denagn kepikunan, selain dari tindakan
media. Karena keluarga yang selalu dekat pada lansia, sehingga dapat
mengontrol setiap aktivitas lansia.

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia


penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara
mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat
secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan
kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu
dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita
demensia.

Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian


Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan.
Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar
dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri
dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada
umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami
Lansia penderita demensia.

Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,


walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak
ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang
menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras
untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.

Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan


waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman
lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga
yang merawat Lansia dengan demensia.

Yaitu sebagai berikut:

1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti


alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2. Memperbaiki asupan makanan bagi lansia, yaitu dengan menyajikan
makanan yang bergizi tinggi dan seimbang. Makanan yang
disajikan untuk makanan yang baru, atau bukan makanan yang telah
mengalami pemasakan berulang dan proses masak yang tepat.
Sehingga asupan gizi pada makanan dapat terserap baik oleh lansia.
a. Vitamin E, untuk memperlambat Alzheimer dan kondisi demensia
terkait. Vitamin E biasanya dikonsumsi dalam dosis rendah untuk
menghindari komplikasi seperti kematian, khususnya bagi penderita
penyakit jantung.
b. Asam folat omega 3. Walau masih memerlukan riset lebih lanjut,
omega 3 dipercaya dapat membantu menekan risiko seseorang
terserang demensia.
c. Makanan yang disarankan : buah berrie, kuning telur, ikan laut,
minyak ikan, kacang-kacangan, buah bit, dan sayuran.
3. Memberikan bacaan berupa buku, majalah atau koran yang
merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
4. Memfasilitasi lansia dengan pemberian terapi musik, yaitu musik
yang disukai lansia. Atau kegiatan seni yang disukai oleh lansia.
Sehingga dapat memberikan aktivitas otak pada lansia.
5. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan
aktif
a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi
6. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
7. Ajak lansia untuk berkomunikasi, dengan mengingatkan pada suatu
peristiwa yang pernah dialami lansia. Akan lebih baik jika komunikasi
dilakukan bersama anak dan cucu. Sehingga menimbulkan perasaan
nyaman, aman dan tenang. Selain itu, kasih sayang dan kehangatan yang
tinggi dari keluarga, menghindarkan lansia dari pengosongan pikiran,
dimana hal tersebut akan memunculkan kepikunan.
8. Ajak lansia untuk beraktivitas ringan, seperti membersihkan rumah,
berjalan, berolahraga bersama atau kegiatan lain yang biasa dilakukan
lansia.
9. Ajarkan pada lansia untuk selalu membersihkan diri, memilih pakaian
yang serasi, dan pemantasan diri dengan baik.
10. Ajarkan lansia untuk menempatkan barang atau benda dengan tepat,
sehingga dapat terhindar dari lupa.
11. Hindarkan lansia sendiri, karena berisiko untuk mengalami perubahan
kepribadian.
12. Mengajak lansia untuk bersosialisasi di masyarakat, sehingga lansia
dengan orang-orang yang ada di sekitar rumah.
13. Beristirahat dengan cukup.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
“PENCEGAHAN KEPIKUNAN (DEMENSIA) PADA
LANSIA”

KELOMPOK IV
Andrian Novika Sari
Dini Rani
Dewi Sumarni
Fahrul Zikri
Fauziyyatul Bashiirah FW
Henny Prasetyawati
Mutia Elvina
Nurfitri
Rahmat Al Hamda
Rahmi Dafat Mayeni
Yulia Renita
Yulita Ayu Purnama Sari

PROGRAM NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
2019

Anda mungkin juga menyukai