Anda di halaman 1dari 7

Lex Crimen Vol. IV/No.

7/Sep/2015

KEDUDUKAN KORBAN KEJAHATAN DALAM pada saat korban akan memberikan keterangan
SISTEM PERADILAN PIDANA1 di depan sidang pengadilan. Tanpa keterangan
Oleh: Alen Triana Masania2 yang diberikan oleh pihak korban, kadang kala
bahwa proses pemeriksaan terhadap suatu
ABSTRAK perkara pidana menjadi tidak bisa dilanjutkan.
Dilakukannya penelitian ini dengan tujuan Misalnya karena kelemahan akhlak dari aparat
untuk mengetahui apa yang menjadi hak penegak hukum yang tergiur bujukan dari pihak
korban kejahatan dalam penyelesaian suatu pelaku kejahatan agar tidak melanjutkan
tindak pidana dan bagaimana kedudukan pemeriksaan kasus. Sebenarnya pihak korban
korban kejahatan dalam sistem peradilan kejahatan merupakan pihak yang harus
pidana. Metode penelitian yang digunakan dilindungi, namun seringkali diabaikan. Hal
dalam penelitian ini adalah menggunakan yang demikian juga dikarenakan dalam KUHAP
metode penelitian yuridis normatif sehingga UU No. 8 Tahun 1981 sebagai undang-undang
dapat disimpulkan: 1. Bahwa hak-hak korban yang mengatur tentang bagaimana berproses
kejahatan dalam penyelesaian suatu tindak dalam sidang pengadilan, di dalam pasal-
pidana sudah diatur di dalam UU No. 31 Tahun pasalnya terlalu banyak memberikan
2014 tentang Perobahan Atas UU No, 13 Tahun perlindungan terhadap pelaku atau tersangka
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban atau terdakwa yang terdapat dalam Pasal 50 –
pada Bab II tentang Perlindungan Hak Saksi dan Pasal 68, sedangkan bagi pihak korban sangat
Korban dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 kurang sekali pengaturannya. Padahal adanya
dan di dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang saksi dan korban merupakan unsur yang sangat
Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 95, Pasal menentukan dalam proses peradilan pidana.
97, Pasal 108, Pasal 109, Pasal 113, Pasal 117 UU No. 13 Tahun 2006 yang dirobah
dan Pasal 140 ayat (2). 2. Bahwa kedudukan dengan UU No. 31 Tahun 2014 tentang
korban kejahatan dalam Sistem Peradilan Perlindungan Saksi dan Korban ditentukan,
Pidana saat ini belum ditempatkan secara adil keberadaan saksi dan korban sudah lebih
bahkan cenderung terlupakan, apalagi dalam diperhatikan lagi terutama dalam mengatur
KUHAP dan KUHP, namun dalam beberapa tentang hak-hak dari saksi dan korban sebagai
perundang-undangan walaupun tidak bentuk perlindungan hukum yang dapat
memberikan porsi yang besar tapi korban diberikan kepada saksi dan korban kejahatan
sudah lebih diperhatikan seperti dalam: UU No. dalam semua - tahap proses peradilan pidana
31 Tahun 2014 tentang Perobahan Atas UU No. dalam lingkungan peradilan (Pasal 2).
13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Selanjutnya dalam Pasal 4 disebutkan bahwa:
Korban, UU No. 23 Tahun 2004 tentang "Perlindungan saksi dan korban bertujuan
Penghapusan KDRT, UU No. 15 Tahun 2003 memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau
tentang Tindak Pidana Terorisme, UU No. 5 korban dalam memberikan keterangan pada
Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan setiap proses peradilan pidana.”3
Persaingan Usaha Tidak Sehat dan dalam
declaration of basic principles of justice for B. Rumusan Masalah
victims crme and abuse of power. 1. Apa yang menjadi hak korban kejahatan
Kata kunci: Korban kejahatan, sistem peradilan dalam penyelesaian suatu tindak pidana?
anak. 2. Bagaimana kedudukan korban kejahatan
dalam sistem peradilan pidana?
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah C. Metode Penelitian
Pada dasarnya korban mempunyai posisi Metode penelitian yang digunakan dalam
sentral dalam system peradilan pidana apalagi penulisan skripsi adalah metode penelitian

1 3
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Frans Maramis, SH, Anonimous, UU No. 31 Tahun 2014 tentang
MH; Nontje Rimbing, SH, MH; Christine Tooy, SH, MH Perobahan Atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Perlindungan Saksi dan Korban, Sinar Grafika, Jakarta,
070711142 hlm. 3.

12
Lex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015

kepustakaan (library research). Penelitian ini apabila hak ini tidak diatur dalam undang-
adalah penelitian hukum normatif atau undang, akibatnya proses peradilan
penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian berlangsung tidak lancar dan bagi korban yang
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan awam akan hukum pasti akan mengalami
pustaka atau data sekunder belaka kesulitan kalau tidak mengerti dengan baik apa
yang akan dijawab untuk pertanyaan yang
PEMBAHASAN sifatnya menjerat. Untuk itu pula nasihat
A. Hak Korban Kejahatan Dalam Penyelesaian hukum harus diberikan kepada Saksi dan
Tindak Pidana Korban karena sangatlah dibutuhkan (huruf l).
Di dalam UU No. 31 Tahun 2014 tentang Dalam praktek peradilan selama ini,
Perobahan Atas Undang-undang No, 13 Tahun seringkali Saksi dan Korban hanya berperan
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam pemberian kesaksian di pengadilan,
pada Bab II dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal tetapi Saksi dan Korban tidak mengetahui
10. Tentang hak Saksi dan Korban, maka semua perkembangan kasus yang bersangkutan
hak tersebut haruslah diberikan dan diterima karena memang tidak diberitahukan, padahal
oleh korban. Hal pertama yang harus diberikan hal ini yaitu informasi mengenai
adalah bahwa korban kejahatan berhak untuk perrkembangan kasus haruslah diberitahukan
mendapatkan perlindungan atas keamanan kepada Saksi dan Korban. Karena tidak tertutup
pribadi, keluarganya serta harta bendanya dan kemungkinan bahwa adakalanya kasus tidaklah
juga bebas dari ancaman, karena perlindungan diteruskan pemeriksaannya misalnya hanya
semacam ini merupakan perlindungan utama sampai pada pemeriksaan oleh penyidik yaitu
yang diperlukan korban. Apabila perlu malahan oleh polisi karena si pembuat korban (pelaku)
korban ditempatkan dalam suatu lokasi yang sudah ada komitmen dengan pihak penyidik
dirahasiakan dari siapapun untuk menjamin atau juga bahwa kasus tersebut hanya sampai
agar korban benar-benar merasa aman, sebab pada pemeriksaan tingkat penuntut umum.
dengan tidak ada perlindungan atau jaminan Dengan kata lain bahwa kasus tersebut sudah
keamanan bagi kehidupan pribadinya maka di deponering (dikesampingkan) bahkan
korban tidaklah akan dapat memberikan ditutup. Demikian pula halnya dengan hak
kesaksiannya dipersidangan dengan baik dan korban untuk mendapatkan informasi
benar. Selanjutnya korban juga dalam mengenai putusan pengadilan. Hak tersebut
memberikan keterangan haruslah tanpa sangatlah penting untuk diberitahukan kepada
tekanan dari siapapun apalagi mendapat korban karena kadangkala terjadi bahwa
intimidasi dari siapapun, karena apabila korban putusan hakim yang dijatuhkan tidaklah sesuai
mendapat tekanan maka keterangan yang dengan fakta hukum yang ada, dengan kata lain
diberikannya tidaklah lagi dapat putusan yang dijatuhkan terlalu ringan.
mengungkapkan dengan jelas peristiwa/tindak Sekarang ini yang menjadi contoh adalah kasus
pidana yang dialaminya sehingga akibatnya Gayus, yang pada tanggal 19 Januari 2011 lalu
kebenaran yang materiil tidaklah dapat dijatuhkan vonis oleh hakim Albertina Ho hanya
ditegakkan. dengan tujuh (7) tahun penjara, sangat jauh
Selanjutnya dalam pemeriksaan apabila perbandingannya dengan tuntutan yang
ternyata korban adalah orang asing yang tidak dimintakan oleh pihak penuntut umum yaitu
lancar berbahasa Indonesia maka korban dua puluh (20) tahun hukuman penjara.
berhak untuk mendapatkan penerjemah untuk Tak kalah pentingnya dari sekian hak
memperlancar proses persidangan. Demikian seorang korban adalah mengetahui dalam hal
pula halnya dengan hak dari korban untuk terpidana dibebaskan. Ketakutan Saksi dan
bebas dari pertanyaan yang menjerat, sebab Korban akan adanya balas dendam dari
apabila korban mendapatkan pertanyaan- terdakwa cukup beralasan, oleh karena itu
pertanyaan yang tidak dimengertinya dengan Saksi dan Korban berhak diberitahu apabila
baik juga apabila ternyata dari pihak penuntut seorang terpidana yang dihukum penjara akan
umum maupun penasehat hukum dari dibebaskan, karena dirinya sangat merasa
tersangka bermaksud untuk menjebak maka terancam. Untuk itu sangatlah beralasan

13
Lex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015

apabila Saksi dan Korban karena merasa sepenuhnya yang menajdi tanggung
terancam dan hidupnya tidak lagi senyaman jawabnya.
sebelum adanya peristiwa/tindak pidana (5) Restitusi adalah ganti kerugian yang
tersebut diberikan identitas baru apalagi diberikan kepada korban atau
menyangkut kasus kejahatan terorganisasi. keluarganya oleh pelaku atau pihak
Identitas baru ini dapatlah diberikan apabila ketiga, dapat berupa pengambilan harta
keamanan Saksi dan Korban sudah sangat milik, pembayaran ganti kerugian untuk
mengkhawatirkan. Pemberian tempat yang kehilangan atau penderitaan, atau
baru pada Saksi dan Korban juga perlu untuk penggantian biaya untuk tindakan
mendapat pertimbangan agar supaya Saksi dan tertentu.
Korban dapat meneruskan kehidupannya tanpa (6) Rehabilitasi adalah pemulihan pada
ketakutan. Tempat kediaman yang baru ini kedudukan semula, misalnya
adalah berupa tempat tertentu yang bersifat kehormatan, nama baik, jabatan atau
sementara dan dianggap aman. hak-hak lain.
Tentang ancaman yang dirasakan oleh Saksi Hal pemberian Kompensasi, Restitusi dan
dan Korban, menurut Pasal 9 ayat (1)4 apabila Rehabilitasi ini haruslah dicantumkan dalam
ternyata bahwa ancaman yang dirasakan itu amar putusan hakim, sebab apabila tidak
sangatlah besar maka dalam hal untuk dicantumkan dalam amar putusan maka bisa
memberikan keterangan di persidangan maka berdampak bahwa tidak akan dilaksanakan
dengan persetujuan hakim keterangan yang oleh si pembuat korban (pelaku) tindak pidana.
diberikan oleh Saksi dan Korban bisa tanpa Di dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang
hadirnya Saksi dan Korban sendiri, disamping Hukum Acara Pidana (KUHAP)
itu pula bahwa keterangan tersebut bisa juga ketentuan/peraturan mengenai korban
diberikan secara tertulis dihadapan pejabat sangatlah sedikit dijumpai. KUHAP sangatlah
yang berwenang dengan membubuhkan tanda memberikan perhatian yang besar terhadap
tangannya dan juga kesaksian dari Saksi hak-hak tersangka dan terdakwa yang
maupun Korban bisa juga secara langsung pengaturannya terdapat dalam Pasal 50
melalui sarana elektronik dengan didampingi sampai dengan Pasal 68, Pasal 95 dan Pasal 97.
pejabat yang berwenang yaitu penyidik. Alat Perhatian terhadap korban hanyalah terdapat
elektronik yang dimaksud tidaklah dijelaskan dalam Pasal 95, Pasal 97, Pasal 108, Pasal 109,
dalam UU No. 31 Tahun 2014 tentang Pasal 113, Pasal 117 dan Pasal 140 ayat (2).
Perobahan Atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang Namun dalam Pasal 95 dan Pasal 97 yang
Perlindungan Saksi dan Korban, namun disini mengatur tentang ganti rugi dan rehabilitasi
dapatlah disebutkan bahwa yang dimaksud disebutkan adalah hak tersangka, terdakwa
adalah alat komunikasi berupa telepon. atau terpidana padahal itu juga merupakan hak
Selain hak-hak yang sudah dijelaskan di atas, daripada korban untuk mendapatkan ganti rugi
maka setelah proses pemeriksaan selesai maka dan rehabilitasi atas tindak pidana yang
menurut Pasal 7 terhadap Korban diberikan hak dialaminya. Hanyalah dalam Pasal 108 ayat (1)
oleh pengadilan untuk mengajukan hak atas yang jelas menyebutkan korban. Pasal 113
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.5 Di menyebutkan tentang tidak dapatnya tersangka
dalam Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun atau saksi yang dipanggil untuk tidak dapat
2002 tentang Kompensasi, Restitusi Dan datang ke penyidik yang sedang melakukan
Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak pemeriksaan perkara, sedangkan Pasal 117 ayat
Asasi Manusia Yang Berat di dalam Bab I (1) menyebutkan tentang pemberian
Ketentuan Umum pada Pasal 1 butir 4, 5 dan 6 keterangan dari tersangka dan atau saksi
disebutkan bahwa : kepada penyidik tanpa tekanan dari siapapun
(4) Kompensasi adalah ganti kerugian yang dan Pasal 140 ayat (2) menyebutkan tentang
diberikan oleh negara karena pelaku penghentian penuntutan.
tidak mampu memberikan ganti kerugian
B. Kedudukan Korban Kejahatan Dalam
4
Ibid, hlm. 5 Sistem Peradilan Pidana
5
Ibid.

14
Lex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015

Kedudukan korban kejahatan dalam Sistem sekali hingga derajat lebih salah daripada
Peradilan Pidana saat ini belum ditempatkan pelaku.
secara adil bahkan cenderung terlupakan. Kedudukan korban dalam sistem peradilan
System peradilan pidana Indonesia, kedudukan pidana sebagai kelanjutan dari sistem tersebut
korban relative kurang diperhatikan karena adalah diwakili oleh penuntut umum atau jaksa
ketentuan hukum masih bertumpu pada dalam menghadapi pihak pelaku.8 Pihak korban
perlindungan bagi pelaku (offender oriented). 6 hanya berfungsi sebagai saksi. Singkatnya,
Kondisi seperti ini akan berimplikasi tidak pihak korban dalam sistem peradilan ini hanya
adanya perlindungan hukum bagi korban dan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak
tidak adanya putusan hakim yang memenuhi penguasa dalam rangka menegakkan hukum,
rasa keadilan bagi korban, pelaku maupun sehingga pada hakekatnya, pihak korban dan
masyarakat pada umumnya. Tidak adanya pihak-pihak lain yang terlibat dalam
perlindungan hukum sebagai implikasi atas pelaksanaan peradilan pidana tidaklah
belum ditempatkannya secara adil korban menegakkan hukum secara sempurna.
dalam Sistem Peradilan Pidana, dapat ditelaah Dalam penegakan hukum, kelemahan
melalui perangkat peraturan perundang- mendasar adalah terabaikannya hak korban
undangan di bidang hukum pidana maupun kejahatan dalam proses penanganan perkara
melalui pengamatan empirik dalam praktik pidana maupun akibat yang harus ditanggung
penegakan hukum. oleh korban kejahatan karena perlindungan
Proses peradilan pidana pada akhirnya hukum terhadap korban kejahatan tidak
bermuara pada putusan hakim di pengadilan mendapat pengaturan yang memadai.9
sebagaimana terjadi pada saat ini, tampak Pengaturan korban kejahatan dalam
cenderung melupakan dan meninggalkan peradilan tindak pidana tidak terlepas dari
korban. Pihak-pihak terkait seperti penyidik keadaan system peradilan pidana yang dianut
polisi, jaksa penuntut umum, penasihat hukum oleh Negara yang bersangkutan. System Eropa
tersangka/terdakwa, saksi (korban) serta hakim Kontinental, peradilan tindak pidana tidak
dengan didukung alat bukti yang ada, bersifat adu argumentasi antar dua
cenderung berfokus pada pembuktian atas kepentingan yaitu kepentingan individu dari
tuduhan jaksa penuntut umum terhadap pelaku dan kepentingan Negara yang mewakili
tersangka/terdakwa. korban, tetapi lebih ditekankan pada menacri
Proses peradilan lebih bergelut pada kebenaran materil.10 Dalam system ini,
perbuatan tersangka/terdakwa memenuhi munculnya pihak ketiga yang dalam hal ini
rumusan pasal hukum pidana yang dilanggar adalah korban masih dimungkinkan sepanjang
atau tidak. Dalam proses seperti itu tampak tidak mengganggu jalannya proses peradilan.
hukum acara pidana sebagai landasan hukum Model system peradilan ini dianut pula oleh
beracara dengan tujuan untuk mencari system peradilan pidana Indonesia, hal ini
kebenaran materiil sebagai kebenaran yang dapat dilihat dari dimuatnya pidana bersyarat
selengkap-lengkapnya dan perlindungan hak dalam ketentuan Pasal 14 c KUHP yang
asasi manusia tidak seluruhnya tercapai.7 memberikan kewenangan hakim untuk
Dilupakannya unsur korban dalam proses menjatuhkan pidana bersyarat dengan syarat
peradilan cenderung menjauhkan putusan umum dan khusus yang harus dipenuhi selama
hakim yang memenuhi rasa keadilan bagi masa percobaan, dimana didalam syarat khusus
pelaku maupun masyarakat. Dalam beberapa tersebut memberi kewajiban bagi terpidana
kasus, korban dapat berperan dengan berbagai untuk mengganti kerugian.11 Kewajiban untuk
derajat kesalahan dari yang tidak bersalah sama mengganti kerugian oleh terpidana diakibatkan
8
6 H.Parman Soeparman, Op-Cit, hlm. 62.
H. Parman Soeparman, Pengaturan Hukum 9
Rena Yulia, Op-Cit, hlm. 103.
Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali dalam 10
H. Soeharto, Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa,
Perkara Pidana Bagi Korban Kejahatan, Refika Aditama, Dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem
Bandung, 2007. hlm. 61. Peradilan Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung,
2007, hlm. 146.
7 11
Ibid, hlm. 2. Ibid, hlm. 147.

15
Lex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015

tindak pidana yang dilakukannya diberikan dihentikan pada tingkat penyidikan atau
jangka waktu tertentu. Bunyi Pasal 14 C KUHP penuntutan.14
selengkapnya adalah sebagai berikut: Pasal 98 KUHAP:
(1) Dalam perintah yang tersebut dalam (1) Jika suatu perbuatan yang menajdi dasar
Pasal 14 a, kecuali dalam hal dijatuhkan dakwaan di dalam suatu pemeriksaan
hukuman denda, maka bersama-sama perkara pidana oleh pengadilan negeri
dengan perjanjian umum, bahwa si menimbulkan kerugian bagi orang lain,
terhukum tidak akan melakukan maka hakim ketua sidang atas
perbuatan yang dapat dihukum, maka permintaan orang itu dapat menetapkan
hakim boleh mengadakan perjanjian untuk menggabungkan perkara gugatan
istimewa, bahwa si trehukum akan ganti kerugian kepada perkara pidana
mengganti kerugian yang timbul karena itu.15
perbuatan yang dapat dihukum itu, Korban sebagai pihak yang dirugikan oleh
semuanya atau untuk sebagaian saja suatu kejahatan terisolir, tidak mendapat
yang ditentukan dalam tempo yang akan perhatian sama sekali, terlebih lagi dengan
ditetapkan, yang kurang lamanya dari meningkatnya perhatian terhadap pembinaan
pada tempo percobaan itu.12 narapidana yang sering ditafsirkan sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan
Penjelasan Pasal 14 a KUHP ini disebutkan kepentingan korban. Oleh karena itu tidak
bahwa, perjanjian-perjanjian atau syarat-syarat mengherankan jika perhatian terhadap korban
yang dapat diberikan itu ada dua macam, ialah semakin jauh dari peradilan pidana.
syarat-syarat umum yaitu tidak boleh berbuat Untuk itu betapa pentingnya pemberian
peristiwa pidana lagi dan syarat-syarat bantuan kepada korban kejahatan, karena
istimewa yaitu apa saja yag mengenai kelakuan merekalah yang paling menderita akibat suatu
dans epak terjang terhukum, asal tidak tindak pidana dan seringkali korban menjadi
mengurangi kemerdekaan agama dan tidak berdaya mengatasi apa ayang dialaminya,
kemerdekaan politik. baik secara fisik dan financial.16
Selain Pasal 14 c KUHP ini, maka model Oleh karena itu, perlindungan terhadap
system peradilan pidana Inodnesia juga dapat korban kejahatan penting eksistensinya.
dilihat dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Dikatakan demikian karena penderitaan korban
KUHAP yang mengatur kewenangan pengadilan akibat suatu kejahatan belumlah berakhir
untuk memeriksa, mengadili serta memutus dengan penajtuhan dan uasinya hukuman
tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi (Pasal 77 kepada pelaku. System peradilan pidana
KUHAP) dan tentang penggabungan perkara hendaknya menyesuaikan, menyelaraskan
gugatan ganti rugi dengan perkara pidananya kualitas dan kuantitas penderitaan dan
(Pasal 98 KUHAP).13 kerugian yang diderita korban.17
Pasal 77 KUHAP: Perlindungan terhadap korban masih
Pengadilan negeri berwenang untuk minim, karena kedudukan korban dalam sistem
memeriksa dan memutus, sesuai dengan peradilan pidana maupun praktik peradilan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang kurang mendapat perhatian ketentuan hukum
ini tentang: yang selama ini bertumpu pada perlindungan
a. Sah atau tidaknya penangkapan, pelaku.
penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan; PENUTUP
b. Ganti krugian dan atau rehabilitasi bagi A. Kesimpulan
seseorang yang perkara pidananya 1. Bahwa hak-hak korban kejahatan dalam
penyelesaian suatu tindak pidana sudah

12 14
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang hokum Pidana (KUHP) KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 239.
15
serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi pasal, H. Soeharto, Op-Cit, hlm. 58.
16
Politea, Bogor, 1996, hlm. 41. Ibid, hlm. 69-70.
13 17
H. Soeharto, Op-Cit, hlm. 147. Ibid. hlm. 70.

16
Lex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015

diatur di dalam UU No. 31 Tahun 2014 ..................., KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika,
tentang Perobahan Atas UU No, 13 Jakarta, 2013.
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dimyati, Anshari., Peranan Korban Dalam
dan Korban pada Bab II tentang Sistem Peradilan Pidana (Suatu Tinjuan
Perlindungan Hak Saksi dan Korban Yuridis terhadap Hak, Peran dan Kedudukan
dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 Korban Di dalam Sistem Peradilan pidana
dan di dalam pasal-pasal Kitab Undang- Indonesia, Jakarta, 2012.
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) D, Sudjono, Kriminalitas dan Ilmu Forensik,
Pasal 95, Pasal 97, Pasal 108, Pasal 109, Bandung, 1976.
Pasal 113, Pasal 117 dan Pasal 140 ayat Gosita, Arief, Masalah Korban Kejahatan,
(2). Akademika Pressindo, Jakarta, 1993.
2. Bahwa kedudukan korban kejahatan ....................., Masalah Perlindungan Anak,
dalam Sistem Peradilan Pidana saat ini Akademika Pressindo, Jakarta, 1989.
belum ditempatkan secara adil bahkan Harkrisnowo, Harkristuti., Hukum Pidana dan
cenderung terlupakan, apalagi dalam Kekerasan Terhadap Perempuan, Makalah
KUHAP dan KUHP, namun dalam pada Pelatihan Pemahaman Bentuk-Bentuk
beberapa perundang-undangan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan
walaupun tidak memberikan porsi yang Alternatif Pemecahannya, UI, Jakarta, 1999.
besar tapi korban sudah lebih Haris Abdul, Membangun Perspektif Keadilan
diperhatikan seperti dalam: UU No. 31 Dalam sistem Peradilan Pidana Indonesia,
Tahun 2014 tentang Perobahan Atas UU Jakarta, 2011.
No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Mulyadi, Lilik, Upaya Hukum Yang Dilakukan
Saksi dan Korban, UU No. 23 Tahun 2004 Korban Kejahatan Dikaji Dari Perspektif
tentang Penghapusan KDRT, UU No. 15 Sistem Peradilan Pidana Dalam Putusan MA-
Tahun 2003 tentang Tindak Pidana RI, Jakarta, 2010.
Terorisme, UU No. 5 Tahun 1999 tentang MPR-RI, Undang-Undang Dasar RI 1945,
Larangan Monopoli dan Persaingan Sekertariat Jenderal MPR-RI, Jakarta, 2013.
Usaha Tidak Sehat dan dalam declaration Muladi, HAM Dalam Perspektif Sistem
of basic principles of justice for victims Peradilan Pidana, Refika Aditama, Bandung,
crme and abuse of power. 2005.
Mansur, Dikdik M Arief dan E Gultom, Urgensi
B. SARAN Perlindungan Korban Kejahatan, Antara
1. Hak-hak dari korban sebagaimana yang Norma dan Realita, RajaGrafindo Persada,
diatur dalam UU No. 13 Tahun 2006 Jakarta, 2007.
tentang Perlindungan Saksi dan Korban Soeharto, H., perlindungan Hak Tersangka,
haruslah diberlakukan seefektif mungkin Terdakwa dan Korban Tindak Pidana
agar korban tidak lagi merasa dirugikan. Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana
2. Sudah waktunya KUHP dan KUHAP Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2007.
sebagai Hukum Pidana Materil dan Setiawan, Atang., Bagaimana Memperlakukan
Hukum Pidana Formil di reformasi agar Korban kejahatan, 13 Maret 2012
dapat memperhatikan dan mengatur Soesilo.R, KUHP Serta Komentarnya Lengkap
kedudukan korban dalam sistem Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1996.
peradilan pidana Indonesia secara jelas Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
sehingga korban tidak diabaikan lagi. Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
DAFTAR PUSTAKA Suparman. H Parman, Pengaturan Hukum
Arief, Barda Nawawi., Perlindungan Korban Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan
Kejahatan Dalam Proses Peradilan Pidana, Kembali dalam Perkara Pidana Bagi Korban
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998. Kejahatan, Refika Aditama, Bandung, 2007.
Anonimous., UU Perlindungan Saksi dan Syafruddin, Peranan Korban Kejahatan (Victim)
Korban, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. Dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana

17
Lex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015

Kejahatan Ditinjau Dari Segi Victimology,


USU, Medan, 2002.
Utrecht, Hukum Pidana I, Pustaka Tinta Mas,
Surabaya, 1986.
Widiyanti, Ninik dan Panji Anoraga,
Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.
Yulia Rena, Victimologi, Perlindungan Hukum
terhadap korban Kejahatan, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010.
Yulisa Nanda, UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, Permata Press, Jakarta, 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai