Anda di halaman 1dari 9

Nilai:

PAPER
TEKNIK EMERGING TERMAL DAN NON TERMAL
(Preservation Process)

Oleh :
Nama : Dina Aprilia
NPM : 240110160061
Co.Ass : Sita Halimatus Sa’diyah

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
“Preservation Process”

Proses perebusan adalah memanaskan bahan makanan dalam cairan


hingga mendidih. Cairan yang dapat digunakan untuk perebusan berupa air,
santan, susu atau kaldu. Bahan makanan yang akan direbus dapat dimasukkan
dalam air yang masih dalam keadaan dingin atau yang telah mendidih.
Perebusan dilakukan dengan mencelupkan bahan pangan kedalam iar
mendidih (100'C) dengan waktu yang bervariasi tergantung sifat, jenis, dan
ukuran bahan. Proses perebusan dapat merubah warna serta aroma, terutama jika
dalam cairan ditambahkan garam, gula, atau bahan penambah aroma seperti daun
pandan, cengkih, kayu manis. Perebusan merupakan metode yang sering
dilakukan untuk memasak sayuran. Cara yang umum dilakukan adalah sayuran
dimasukkan ke dalam air / kaldu yang mendidih, dimasak dalam panci sampai
mendidih kembali, panci ditutup dan selanjutnya sayuran dimasak dengan api
kecil.
Apabila bahan makanan yang akan direbus ada berbagai macam seperti
pada saat membuat sayur, cara memasukkan bahan makanan dalam cairan
dilakukan bertahap berdasarkan tingkat kekerasan bahan. Jarak waktu pemasukan
bahan makanan perlu diatur sehingga bahan makanan memiliki tingkat
kematangan yang sama. Misalnya pada pembuatan sayur asam, jagung, kacang
tanah, dimasukkan bersama dengan cairan, bumbu- bumbu sayur asam, kemudian
berturut-turut labu siam, kacang panjang, dan terakhir daun mlinjo yang paling
mudah matang atau lunak (Sumiati, 2008).
Proses perebusan adalah memanaskan bahan makanan dalam cairan
hingga mendidih. Cairan yang dapat digunakan untuk perebusan berupa air,
santan, susu atau kaldu. Bahan makanan yang akan direbus dapat dimasukkan
dalam air yang masih dalam keadaan dingin atau yang telah mendidih. Proses
perebusan dapat merubah warna serta aroma, terutama jika dalam cairan
ditambahkan garam, gula, atau bahan penambah aroma seperti daun pandan,
cengkih, kayu manis. Perebusan merupakan metode yang sering dilakukan untuk
memasak sayuran. Cara yang umum dilakukan adalah sayuran dimasukkan ke
dalam air / kaldu yang mendidih, dimasak dalam panci sampai mendidih kembali,
panci ditutup dan selanjutnya sayuran dimasak dengan api kecil. Apabila bahan
makanan yang akan direbus ada berbagai macam seperti pada saat membuat
sayur, cara memasukkan bahan makanan dalam cairan dilakukan bertahap
berdasarkan tingkat kekerasan bahan. Jarak waktu pemasukan bahan makanan
perlu diatur sehingga bahan makanan memiliki tingkat kematangan yang sama.
Misalnya pada pembuatan sayur asam, jagung, kacang tanah, dimasukkan
bersama dengan cairan, bumbubumbu sayur asam, kemudian berturut-turut labu
siam, kacang panjang, dan terakhir daun mlinjo yang paling mudah matang atau
lunak (Handayani et al,2011).
Teknik Pengolahan Panas Basah (Moist Heat Cooking)
1. Boiling (merebus)
Boiling adalah mengolah bahan makanan dengan cairan yang sedang
mendidih (suhu 100 ºC). Ciri air yang sedang mendidih ialah cairan akan
menggelembung besar dan memecah diatas permukaan (quick bubbling) dan
jumlah cairan lebih banyak dari pada jumlah bahan makanan yang dimasak.
Cairan yang bisa dipakai: air, susu, kaldu, santan. Contoh masakan: Boiled
Potatoes, Sayur Asam.
a. Merebus Dimulai dari air dingin
Ketika melakukan perebusan suatu bahan makanan dimulai dari air dingin
menjadi mendidih, sehingga cairan perebus akan secara perlahan masuk ke
dalam bagian dalam dari bahan makanan yang direbus, mengambil sari dari
bahan makanan yang direbus untuk di tarik keluar bercampur dengan air perebus
dan pematangan dilakukan perlahan cara ini sangat tepat digunakan untuk
merebus daging berikut tulang sehingga ektrak kaldu akan di dapatkan, untuk
hasil maksimal setelah mendidih beberapa saat, api di kecilkan.
Selain merebus daging untuk kaldu, boiling dari air dingan juga disarankan
untuk merebus kacang yang dikeringkan, buah kering. Umbi-umbian yang keras,
agar mempercepat perebusan kacang kering dapat di rendam beberapa jam
dahulu. Satu hal yang perlu diingat ketika merebus kacangkacangan baik kering,
ataupun segar, tidak disarakan di beri garam dan gula, agar kacang-kacnagn
tersebut mudah empuk.
b. Merebus Dimulai Sewaktu Air Sudah Mendidih
Merebus dengan cara ini akan menciptakan bahan yang direbus permukaan
luar bahan makanan akan terbentuk lapisan luar yang menjaga agar sari daribahan
tidak banyak keluar, bahan tidak kematangan, teknik sangat tepat untuk
memasak; pasta, mie, bihun, sayuran untuk salad, lalapan, pecel dan umbiumbian
yang mudah lunak seperti kentang (Sundari et al, 2015).
Kebaikan menggunakan metode boilling
1) Bahan makanan menjadi lebih mudah matang.
2) Sesuai untuk memasak dalam skala besar.
3) Metode cukup aman dan sederhana, dapat membunuh bakteri pathogen.
4) Waktu yang singkat maka nilai dan warna sayuran hijau dapat dipertahankan
5) secara maksimum ketika waktu memasak diminimalis dan api diperbesar.
6) Panas yang tinggi selama proses perebusan dapat membuat sayuran cepat
matang meskipun waktu memasak hanya sebentar.
2. Simmering (merebus dibawah titik didih dengan api kecil)
Simmering adalah merebus bahan makanan dalam cairan pada suhu 90ºC-
95 ºC dengan perbandingan cairan dan bahan makanan 10 : 1. Cara menyimmer:
didihkan terlebih dahulu cairan hingga mencapai suhu 100ºC, kemudian kecilkan
api hingga suhu mencapai 90ºC- 95ºC. Tujuan menyimmer untuk mengeluarkan
zat ekstraktif yang terdapat pada bahan makanan.
Prinsip dasar Simmering:
 Suhu 90 C-95 C dengan ciri gelembung cairan naik secara perlahan dan
berbentuk gelembung kecil-kecil (slow bubling). Contoh : stock, sauce
 Selama proses simmering, bahan makanan seluruhnya harus tertutup
cairan
 Semua buih dan kotoran yang naik ke permukaan hendaknya diambil
(skimming) dan di buang
3. Poaching (merebus dibawah titik didih (80ºC-90ºC)
Poaching adalah proses merebus bahan makanan secara perlahan (slow
bubbling) dalam cairan dengan api yang sedikit lebih kecil dari proses simmering,
dan cairan yang dipergunakan merupakan campuran cuka dan air. Istilah poaching
hanya berlaku untuk egg, fish and fruits. Contoh : Poached egg, Poached Fish
Fillet. Merebus dengan teknik ini memerlukan waktu yang agak lama. Prinsip
dasar Poaching:
 Makanan harus sepenuhnya tenggelam
 Suhu 80ºC-90ºC
 Peralatan untuk poaching harus bersih, tidak mudah luntur sehingga dapat
merubah warna makanan yang diolah
Kriteria hasil masakan yang diolah dengan teknik Poaching:
 Tidak hancur
 Tidak keras (lunak/empuk)
 Warna tidak luntur (cerah/alami)
 Matang merata (Karina et al,2017)

Perpindahan Kalor pada Proses Peresbusan


Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda
atau material. Dari termodinamika telah kita ketahui bahwa energi yang pindah itu
dinamakan kalor atau panas (heat). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya
mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari suatu benda ke
benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu. Kenyataan di sini yang menjadi sasaran analisis
ialah masalah laju perpindahan, inilah yang membedakan ilmu perpindahan
kalor dari ilmu termodinamika. Termodinamika membahas sistem dalam
keseimbangan, ilmu ini dapat digunakan untuk meramal energi yang diperlukan
untuk mengubah sistem dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang
lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan itu. Hal ini
disebabkan karena pada waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak
berada dalam keadaan seimbang. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum
pertama dan kedua termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah
percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi.
Sebagaimana juga dalam ilmu termodinamika, kaidah-kaidah percobaan yang
digunakan dalam masalah perpindahan kalor cukup sederhana, dan dapat
dengan mudah dikembangkan sehingga mencakup berbagai ragam situasi praktis
(Holman,1983).
1. Perpindahan Kalor konduksi
Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan tenaga sebagai kalor melalui
sebuah proses medium stasioner , seperti tembaga, air, atau udara. Di dalam
benda-benda padat maka perpindahan tenaga timbul karena atom-atom pada
temperatur yang lebih tinggi bergetar dengan lebih bergairah, sehingga atom-atom
tersebut dapat memindahkan tenaga kepada atom-atom yang lebih lesu yang
berada di dekatnya dengan kerja mikroskopik, yakni kalor. Di dalam logam-
logam, elektron-elektron bebas juga membuat kontribusi kepada proses hantaran
kalor. Di dalam sebuah cairan atau gas, molekul-molekul juga giat (mudah
bergerak), dan tenaga juga dihantar oleh tumbukan-tumbukan molekul.
(Reynold dan Perkins, 1983)
Perpindahan kalor konduksi satu dimensi melalui padatan diatur oleh hukum
Fourier, yang dalam bentuk satu dimensi dapat dinyatakan sebagai,
𝑑𝑇
q = K A 𝑑𝑋

Di mana q adalah arus panas, k konduktivitas termal medium, A itu


penampang luas untuk aliran panas, dan dT / dx gradien suhu, membutuhkan
penyisipan tanda minus di persamaan di atas untuk menjamin panas positif.
2. Perpindahan Kalor Radiasi
Perpindahan kalor radiasi adalah perpindahan tenaga oleh penjalaran
(rambatan) foton yang tidak terorganisir. Setiap benda yang terus memancarkan
foton-foton secara serampangan di dalam arah dan waktu, dan tenaga netto
yang dipindahkan oleh foton-foton ini diperhitungkan sebagai kalor. Bila
foton-foton ini berada di dalam jangkauan panjang gelombang 0,38 sampai
0,76 µm, maka foton-foton tersebut mempengaruhi mata kita sebagai sinar
cahaya yang tampak (dapat dilihat). Bertentangan dengan itu, maka setiap
tenaga foton yang terorganisir, seperti transmissi radio, dapat diidentifikasikan
secara mikroskopik dan tak dipandang sebagai kalor. (Reynold dan Perkins, 1983)
Bila foton-foton yang diradiasikan mencapai permukaan lain, maka
foton-foton tersebut baik diserap, direfleksikan, maupun diteruskan melalui
permukaan tersebut. Tiga sifat-sifat permukaan yang mengukur kuantitas-
kuantitas ini adalah:
a. α (absorptivitas), bagian radiasi yang masuk yang diserap
b. ρ (reflektivitas), bagian radiasi yang masuk yang direfleksikan
c. ᴛ (transmittivitas), bagian radiasi yang masuk yang ditransmisikan
Dari pertimbangan-pertimbangan tenaga maka,
α+ρ+τ=0
Tenaga yang direfleksikan tersebut dapat merupakan difusi (diffuse), dimana
refleksi tidak bergantung dari sudut radiasi yang masuk, maupun merupakan
spekular, dimana sudut refleksi menyamai sudut masuk. Kebanyakan
permukaan teknik menunjukkan kombinasi kedua jenis refleksi tersebut. Ciri
khas pertukaran enegi radiasi yang penting lagi adalah sifatnya yang
menyebar secara merata ke segala arah. Karena itu hubungan geometrik antara
kedua permukaan akan mempengaruhi pertukaran energi radiasinya.
Hubungan geometri dapat diterangkan dan dihitung dengan memperhatikan
faktor bentuk FA.
3. Perpindahan Kalor Konveksi
Bila sebuah fluida lewat di atas sebuah permukaan padat panas, maka
tenaga dipindahkan kepada fluida dari dinding oleh panas hantaran. Tenaga
ini kemudian diangkut atau dikonveksikan (convected), ke hilir oleh fluida, dan
didifusikan melalui fluida oleh hantaran di dalam fluida tersebut. Jenis
prosesperpindahan tenaga ini dinamakan perpindahan tenaga konveksi
(convection heat transfer) (Stoecker dan Jones, 1982).

Jika proses aliran fluida tersebut diinduksikan oleh sebuah pompa atau
sistem pengedar (circulating system) yang lain, maka digunakan istilah
konveksi yang dipaksakan (forced convection). Bertentangan dengan itu, jika
aliran fluida timbul karena daya apung fluida yang disebabkan oleh
pemanasan, maka proses tersebut dinamakan konveksi bebas (free) atau
konveksi alami (natural). Persamaan dasar untuk menghitung laju
perpindahan panas konveksi yaitu,

q = hA (Tw-Tf)
Dimana : q = Laju perpindahan panas (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/ m2.K)

A = Luas Penampang (m2)

Tw = Temperatur Dinding (oC)

Tf = Temperatur Fluida (oC)

Banyak parameter yang mempengaruhi perpindahan kalor konveksi di


dalam sebuah geometri khusus. Parameter-parameter ini termasuk skala
panjang sistem (L), konduktivitas termal fluida (k), biasanya kecepatan
fluida (V), kerapatan (⫰), viskositas (⫰), panas jenis (Cp), dan kadang-kadang
faktor lain yang berhubungan dengan cara-cara pemanasan (temperatur dinding
uniform atau temperatur dinding berubah-ubah). Fluks kalor dari permukaan
padat akan bergantung juga pada temperatur permukaan (Ts) dan temperatur
fluida (Tf), tetapi biasanya dianggap bahwa (ΔT = Ts – Tf) yang penting. Akan
tetapi, jika sifat-sifat fluida berubah dengan nyata pada daerah pengkonveksi
(convection region), maka temperatur-temperatur absolute Ts dan Tf dapat
juga merupakan faktor-faktor penting didalam korelasi. Jelaslah bahwa
dengan sedemikian banyak variable-variabel penting,maka korelasi spesifik
akan sulit dipakai, dan sebagai konsekuensinya maka korelasi-korelasi
biasanya disajikan dalam pengelompokkan-pengelompokkan tidak berdimensi
(dimensionless groupings) yang mengizinkan representasi-representasi yang
jauh lebih sederhana. Juga faktor-faktor dengan pengaruh yang kurang
penting, seperti variasi sifat fluida dan distribusi temperatur dinding,
seringkali diabaikan untuk menyederhanakan korelasi-korelasi tersebut.
(Stoecker dan Jones, 1982)
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, T.H.W. dan Marwanti. 2011. Pengolahan Makanan Indonesia.


Yogyakarta: UNY
Holman, J. P. 1983. Heat Transfer sixth edition. McGraw-Hill. London.
Karina, S., M dan Amrihati E., T.2017. Pengembangan Kuliner. Jakarta:pusat
Pendidikan Sumberdaya Manusia Kesehatan
Reynold, Craig William dan Henry C. Perkins. 1983. Engineering
Thermodynamics. Mc Graw-Hill. New York
Stoecker, Wilbert F dan Jones, Jerold W.1982. Refrigeration and Air
Conditioning. New York.
Sumiati, Tintin. 2008. Pengaruh Pengolahan Perebusan Ikan Mujair. Bogor :
IPB.
Sundari D., Almasyuhuri dan Lamid A.2015. Pengaruh Proses Pemasakan
Terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein.Media
Litbangkes, Vol. 25 No. 4, Desember 2015, 235 – 242

Anda mungkin juga menyukai