Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

Dokter Pembimbing:
dr. N. Tri Yeni, Sp.PD

Disusun Oleh:
Nurhalimah 1102010212
Rizka Ulfani Atmaja 1102014232
Syarafah Dara Gifari 1102014260

Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukamto
28 Januari 2019 – 7 April 2018

0
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya,
penulis berhasil menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Demam Berdarah
Dengue”.

Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukamto. Penulisan
referat ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulisan menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. N. Tri Yeni, Sp.PD
selaku konsulen bagian penyakit dalam pada stase Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. I R. Said Sukamto, yang selalu membimbing dan memberi saran selama
kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam.

Dalam penulisan referat ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi isi materi. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun untuk perbaikan pada penulisan dan penyusunan referat ini. Penulis berharap
referat ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Aamiin ya
rabbal’alamin.

Wassalamualaikum wr.wb

Jakarta, 18 Februari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 1

DAFTAR ISI......................................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 4

2.1. Definisi...................................................................................................................... 4

2.2. Etiologi dan Faktor Resiko........................................................................................ 4

2.3. Epidemiologi............................................................................................................. 6

2.4. Patofisiologis dan Patogenesis................................................................................... 7

2.5. Imunopatogenesis...................................................................................................... 7

2.5. Manifestasi Klinik.................................................................................................... 12

2.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding............................................................................ 13

2.7. Tatalaksana dan Pencegahan.................................................................................... 16

2.8. Komplikasi................................................................................................................ 25

2.10. Prognosis................................................................................................................. 27

BAB III. KESIMPULAN..................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 30

2
BAB I
PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala
perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih
dari nilai normal.15

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu ancaman global yang terdapat di
negara-negara berkembang dan subtropik di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang
menyebabkan jutaan (50-100 juta) terinfeksi setiap tahun. Wold Health Organization (WHO)
memperkitakan pervalensi DBD telah meningkat 30 kali lipat dibandikangkan dengan 50
tahun sebelumnya, sehingga mempengaruhi kesehatan manusia dan ekonomi.5

Case Fatality Rate (CFR) DBD di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 0,86% dan
menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 0.77%. namun, kasus DBD meningkat kembali pada
tahun 2014 (CFR= 0,90%), pada tahun 2015 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di
Kalimantan selatan. Pada tahun 2017 perfalensi DBD di Indonesia sebesar 59.047 dengan
jumlah kasus yang meninggal sebanyak 444.7

Masih tingginya angka kejadian DBD di Indonesia menjadi salah satu alasan perlunya
memberikan perhatian pada penyakit ini. Makalah ini berisi pembahasan mengenai penyakit
DBD, guidelines pengobatan terbaru yang digunakan.

Makalah ini ditujukan untuk tenaga medis sebagai bahan dalam menentukan
penatalaksanaan DBD secara efektif dan efisien baik dari segi durasi terapi, biaya, maupun
kemampuan serokonversi dan penekanan DNA virus, serta untuk meminimalisir komplikasi
dari DBD yang berakibat kematian. Pengetahuan mengenai pencegahan DBD yang tepat juga
diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi penderita DBD di Indonesia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala
perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih
dari nilai normal.15

Demam Berdarah Dengue (DBD) Atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah
suatu penyakit yang penularannya melalui nyamuk Aedes aegypti yang mengandung salah
satu dari 4 serotypes virus dengue.7

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko

 Etiologi

DBD disebabkan oleh Virus Dengue. Virus Dengue merupakan single-strand RNA
virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid, termasuk
dalam famili Flaviviridae, genus Flavivirus dan mempunyai 4 serotypes yaitu, DENV-1,
DENV-2, DENV-3 dan DENV-4.15

Penularan infeksi virus dengue terjadi melau vector nyamuk betina genus Aedes,
terutama Aedes Aegypti dan Aedes albopictus. Peningkatan kasus setiap tahunnya
behubungan dengan sanitasi lingkungan dengan tersediannya tempat perindukan nyamuk
betina yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air.12

Karakteristik nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti)15 :

 Larva dan pupa berkembang dan hidup di dalam air bersih yang tertampung seperti bak
mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan lain-lain.
 Menggigit/menghisap darah pada pagi dan sore hari sebelum gelap.
 Nyamuk dewasa senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar.
 Nyamuk dewasa dapat terbang samoai ketinggian 1000-1500 Meter

4
Gambar 1 Ae. aegypti (female)

 Faktor resiko

Faktor yang diketuhui berkaitan dengan peningkatan penyakit DBD12:

 Vector : perkembangan fektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vector


lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain
 Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin

 Lingkungan : curah hujan, suhu saniati dan kepadaatan penduduk.

2.3 Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu ancaman global yang terdapat di
negara-negara berkembang dan subtropik di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang
menyebabkan jutaan (50-100 juta) terinfeksi setiap tahun. Wold Health Organization (WHO)
memperkitakan pervalensi DBD telah meningkat 30 kali lipat dibandikangkan dengan 50
tahun sebelumnya, sehingga mempengaruhi kesehatan manusia dan ekonomi.15

Penyebaran dari dengue virus tergantung dari faktor biotik dan faktor abiotic. Factor
biotik meliputi virus, vektor dan host, sedangkan factor abiotik termasuk temperatur,
kelembapan dan curah hujan (WHO). Dengan melihat faktor-faktor ini Demam Berdarah
Dengue tersebar banyak di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia
merupakan wilayah endemis dengan sebaran disuruh wilayah tanah air.12

5
Case Fatality Rate (CFR) DBD di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 0,86% dan
menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 0.77%. namun, kasus DBD meningkat kembali pada
tahun 2014 (CFR= 0,90%), pada tahun 2015 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di
Kalimantan selatan. Pada tahun 2017 perfalensi DBD di Indonesia sebesar 59.047 dengan
jumlah kasus yang meninggal sebanyak 444.10

6
Gambar 2. Penyebaran DBD (sumber: Medscape)

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan derajat penyakitnya, DBD di klasifikasinya menjadi 4 dejarat, yaitu15:

Tabel 1. Klasifikasi DBD bedasarkan derajat

Derajat Gejala Laboratorium

DBD derajat I Demam dan Tourniquet Test Trombositopenia <100 000


positif cells/ mm3; Hematokrit
meningkat ≥20%

DBD derajat II Terdapat tanda seperti Trombositopenia


derajat satu plus adanya <100 000 cells/mm3;
perdarahan spontan hematokrit meningkat
≥20%.
Terdapat gejala derajat I dan
DBD derajat III II plus circulatory failure Trombositopenia
(lemahnya denyut nadi, <100 000 cells/mm3;
hipotensi, dll). hematokrit meningkat ≥20%

DBD derajat IV Terdapat gejala derat III plus Trombositopenia


adanya tanda-tanda shock < 100 000 cells/mm3;
seperti tidak terabanya nadi hematokrit meningkat
dan tekanan darah tidak ≥20%.
dapat diukur.

7
2.5 Patofisiologis dan Patogenesis

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang
bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang
diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis
demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang
di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2
hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi
sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali
yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.14
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat
terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.12 Imunopatogenesis DBD dan
DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis
infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen. 9,11
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika
terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.1
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan

8
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.6
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 3 Sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke
ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat
hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan
adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di
dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat
akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.6

9
Gambar 3 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID;
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga


walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

10
Gambar 4 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.4
2.6 Imunopatogenesis
Infeksi primer atau infeksi pertama kali pada orang yang memiliki imunitas
terganggu menyebabkan demam berdarah. Infeksi virus dengue berikutnya oleh serotipe
yang berbeda akan menyebabkan penyakit yang lebih parah seperti DBD atau DSS.
Manifestasi utama dari DBD atau DSS adalah syok secara tiba – tiba, kebocoran
kapiler, trombositopenia yang terjadi pada saat penurunan suhu badan sampai mencapai
suhu normal.

11
Bagan 1. Patogenesis Dengue Haemorrhagic Fever

2.7 Manifestasi Klinik

Infeksi virus dengue mungkin asimtomatik atau dapat menyebabkan sindrom


virus, demam berdarah (DD), atau demam berdarah dengue (DBD) termasuk dengue
shock syndrome (DSS). Infeksi dengan satu serotipe dengue memberikan kekebalan
seumur hidup dengan serotipe tertentu, tapi di sini hanya jangka pendek proteksi-silang
untuk serotipe lainnya.2
Manifestasi klinis tergantung pada strain virus dan tuan faktor seperti usia, status
kekebalan, dll.

12
Bagan 2. Manifestasi Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011.

2.7.1 Demam Berdarah


Demam berdarah (DD) paling sering terjadi pada anak-anak, remaja dan orang
dewasa. Hal ini umumnya terjadi penyakit akut yang disertai demam, dan demam kadang-
kadang terjadi bifasik dengan sakit kepala, mialgia, arthralgia, ruam, leukopenia dan
trombositopenia juga dapat diamati. Meskipun DD mungkin jinak, bisa jadi penyakit
melumpuhkan dengan sakit kepala parah, nyeri otot dan sendi dan tulang terutama pada
orang dewasa. Kadang-kadang perdarahan yang tidak biasa seperti perdarahan
gastrointestinal, hypermenorrhea dan epistaksis bisa terjadi. Di daerah endemis demam
berdarah, wabah DD jarang terjadi di kalangan masyarakat setempat.3

2.7.2 Demam berdarah dengue


Demam berdarah berdarah (DBD) lebih sering terjadi pada anak-anak kurang dari 15
tahun di daerah hiperendemik, berkaitan dengan infeksi dengue berulang. Namun,
kejadian DBD pada orang dewasa meningkat. DBD ditandai dengan onset akut dari
demam tinggi dan berhubungan dengan tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan DD
pada fase demam awal. Ada diatesis hemoragik umum seperti tes positif tourniquet (TT),
petechiae, mudah memar dan / atau GI perdarahan pada kasus yang berat. Pada akhir fase
demam, ada kecenderungan untuk mengembangkan hipovolemik syok (dengue shock
syndrome) akibat kebocoran plasma. Sebelumnya bisa terjadi tanda-tanda peringatan
seperti muntah terus-menerus, sakit perut, lesu atau gelisah, mudah marah dan oliguria,
penting untuk intervensi dalam mencegah syok. Ketidakseimbangan hemostasis dan
kebocoran plasma adalah keunggulan patofisiologi utama DBD. Trombositopenia dan
peningkatan hematokrit / haemoconcentration temuan konstan sebelum penurunan

13
demam / awal shock. DBD terjadi paling sering pada anak-anak dengan infeksi dengue
sekunder. Ini juga telah didokumentasikan pada infeksi primer dengan-DENV 1 dan
DENV-3, serta pada bayi.3
Sindrom dengue
Manifestasi yang tidak biasa pasien dengan keterlibatan organ yang parah seperti hati,
ginjal, otak atau jantung yang berhubungan dengan infeksi dengue telah semakin
dilaporkan pada kasus DBD dan juga pada pasien demam berdarah yang tidak memiliki
bukti kebocoran plasma. Manifestasi yang tidak biasa mungkin berhubungan dengan
koinfeksi, komorbiditas atau komplikasi syok berkepanjanganatau koinfeksi.3

Demam Dengue
Kriteria Klinis
 Tersangka dengue : demam akut disertai dua atau lebih manifestasi :

Sakit kepala

Nyeri retroorbital

Myalgia

Athralgia

Rash

Manifestasi pendarahan

Leukopenia (Leukosit < 5000 sel/mm3)

Trombositopenia ( Trombosit <150.000 sel/mm3

Peningkatan hematokrit ( 5-10%)
Dan setidaknya satu dari beberapa dibawah ini :

Serologis : HI antibodi titer > 1280, IgG dan IgM pada fase akut dan
konvalesen

Lokasi Endemik
 Pasti dengue : Kriteria lab
 Isolasi virus dengue dari serum atau autopsi
 Peningkatan 4 x IgG atau IgM titer pada antigen virus diserum
 Penemuan antigen virus pada autopsi jaringan, serum, CSF dengan
metode immunohistokima, imunofloresensi atau ELISA
 Deteksi genom virus pada autopsi jaringan, serum atau CSF dengan
PCR

Manifestasi Klinis

14
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya
mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh,
anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri
pada anggota badan, dan timbulnya ruam. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik
pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta
abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.
Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul mendadak, disertai kenaikan suhu,
nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa
menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu menyerupai pelana
kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada
semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak nyaman di
daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium
dini sering timbul perubahan dalam indra pengecapan. Gejala klinis lain yang sering
terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan
disuria. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai. 3

Demam Berdarah
Kriteria klinis :
 Demam akut 2-7 hari, kadang-kadang bifasik
 Kecenderungan pendarahan berupa :
- Tes tourniquet positif
- Ptekie, ekimosis, purpura
- Pendarahan mukosa, saluran cerna, tempat penyuntikan
- Hematemesis atau melena
 Hepatomegali
 Gejala renjatan
- Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba
- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Tekanan darah turun
- Kulit teraba dingin dan lembab, terutama daerah akral (ujung hidung,
jari, kaki)
- Sianosis sekitar mulut
Kriteria Lab :
 Trombositopenia <100.000/ mm3
 Bukti kebocoran plasma dan peningkatan permeabilitas vaskular
dengan manifestasi :
o Peningkatan Ht> 20 % dari baseline sesuai umur dan jenis kelamin
pada populasi tersebut

15
o Penurunan Ht> 20% setelah terapi cairan
o Tanda kebocoran plasma berupa efusi pleura, asites dan
hipoproteinemia
Diagnosis klinis ditegakkan bila didapatkan >2 gejala klinis dengan
trombositopenia dan hemokonsentrasi.

Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan ditandai trombositopenia


mendukung diagnosis DSS. Sebuah ESR rendah (<10 mm / jam pertama) selama syok
membedakan DSS dari syok septik.3

Manifestasi Klinis
Kasus DHF tipikal memiliki 4 ciri gejala utama yaitu : demam tinggi, fenomena
pendarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis yang menentukan tingkat
keparahan DHF dan membedakan dengan DD adalah plasma leakage yang terlihat sebagai
peningkatan hematokrit, efusi serosa atau hipoproteinemia.
Pada fase awal terjadi demam mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia,
dan batuk yang berlangsung selama 2-5 hari. Demam tinggi berlanjut hingga 2-7 hari.
Suhu dapat mencapai 40-41oC. Pada suhu ini bayi rentan terkena kejang demam. Beberapa
pasien mungkin mengeluh sakit tenggorokan, dan faring yang merah dapat terlihat pada
pemeriksaan, namun gejala pilek dan batuk sangat jarang. Dapat juga terlihat injeksi
konjungtiva. Pada fase kedua, pasien merasa dingin, ekstrimitas dingin, batang tubuh
terasa hangat, muka flushing, keringat berlebih, gelisah, iritabel, dan nyeri pada ulu hati.
Sering, ptekie tersebar pada dahi dan ekstrimitas. Ekimosis dapat terlihat, kulit mudah
lebam dan pendarahan pada tempat penyuntikan dapat terjadi. Rash makular atau
makulopapular dapat terlihat, juga terdapat sianosis sirkumoral dan periferal. Hati dapat
membesar hingga 4-6 cm di bawah batas costa dan teraba lunak. Pasien juga mengalami
nyeri tekan epigastrik dan di bawah arkus costa atau nyeri perut menyeluruh.
Fase kritis terjadi pada akhir fase demam. Setelah demam selama 2-7 hari terjadi
penurunan suhu yang diikuti oleh tanda-tanda gangguan sirkulasi yaitu : berkeringat,
gelisah, ekstrimitas dingin, respirasi cepat, nadi lemah, cepat, kecil dan suara jantung
redup. Sekitar 20-30% penyakit DBD mengalami komplikasi shock (dengue shock
syndrome). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis atau pendarahan saluran cerna,

16
biasanya setelah periode syok yang tidak terkoreksi. Setelah fase krisis selama 24-36 jam,
penyembuhan terjadi dengan cepat terutama pada anak-anak. Suhu dapat menjadi normal
selama fase syok. Pada fase penyembuhan sering terjadi bradikardi dan ventricular
ekstrasistol.2

Bagan 3. Manifestasi Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011

2.7.3 Dengue Shock Syndrome (DSS)


Kriteria :
Seluruh kriteria DBD ditambah tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa :
 Nadi cepat dan lemah
 Tekanan nadi sempit (<20 mmHg)
 Hipotensi
 Ekstremitas dingin dan lembab serta penurunan kesadaran

Manifestasi Klinis
Kondisi pasien mengalami perburukan setelah demam 2-7 hari. Gejala gangguan
sirkulasi utama yang muncul adalah : kulit yang menjadi dingin, nadi cepat, terdapat sianosis
sirkumoral. Pasien awalanya letargis namun dengan cepat dapat menjadi gelisah pada fase
kritis syok. Nyeri akut abdomen sering dikeluhkan pada fase awal syok. DSS memiliki ciri
nadi yang cepat dan tekanan nadi yang sempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang diikuti
ekstrimitas yang dingin dan gelisah. Pasien beresiko meninggal jika terapi tidak tepat.
Kebanyakan pasien tetap sadar hingga fase akhir penyakit. Durasi syok berlangsung sangat
singkat, pasien dapat meninggal dalam 12-24 jam atau membaik dengan cepat. Efusi pleura
dan asites dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Syok yang tidak terkoreksi menyebabkan
komplikasi pendarahan gastrointestinal dan metabolik asidosis. Pasien dengan pendarahan
intrakranial dapat mengalami kejang dan menjadi koma. Ensefalopati dapat terjadi akibat
gangguan elektrolit atau akibat pendarahan intrakranial.3
Fase pemulihan berlangsung cepat dalam 2-3 hari, meskipun asites dan efusi pleura
dapat tetap ada. Tanda prognosis yang baik adalah membaiknya output urin dan kembalinya
nafsu makan. Pada fase pemulihan sering ditemukan bradikardia dan aritmia dan rash
konfluen yang menyisakan sedikit kulit normal. Gejala biasanya hanya berlangsung selama 7-
10 hari. 3

17
Klasifikasi Dengue Berdasarkan Keparahan
Perubahan epidemiologi dari dengue terutama dengan meningkatnya kasus pada
dewasa ( dengan atau tanpa kematian ) dan ekspansi kasus dengue ke daerah yang
sebelumnya tidak endemis telah membuat klasifikasi yang ada sekarang kurang efektif. Oleh
karena itu “Clinical Management of Dengue“ yang diterbitkan oleh WHO tahun 2012
menggunakan 3 kategori untuk manajemen kasus dengue seperti yang terlihat di bawah ini. 3

Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah:


1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
3. Dengue berat (severe Dengue)

18
Bagan 4. Klasifikasi Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2009

Gambar 5. Perjalanan penyakit Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2009

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase
pemulihan.

Pada fase febris


Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit,
nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan
nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase
ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun
jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.14

19
Fase kritis
Terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni
progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.14

Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita
membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.14

2.8. Diagnosis dan Diagnosis banding

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.12

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR ( reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction ), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologi yang mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, igM maupun igG lebih
banyak.12

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain12 :

 Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit )disertai adanya limfosit plasma biru ( LPB ) >15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke-3-8.
 Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
 Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein / albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT dapat meningkat.
 Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
 Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

20
 Golongan darah dan cross match ( uji cocok serasi ): bila akan diberikan transfusi
darah atau komponen darah.
 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan igM dan igG terhadap dengue.
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi
pembesaran hebat. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari ( rentang 3-14 hari ), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Demam dengue merupakan demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut12 :

1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro orbital
3. Mialgia/ artralgia
4. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)
5. Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi12 :

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
 Uji bending positif
 Ptekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
 Hematemesis atau melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
 Peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.

21
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan kebocoran plasma.

Diagnosis banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan dengan13 :

 Chikungunya virus
 Zika virus infection
 Mayaro fever
 Ross River fever
 Sindbis virus
 Ebola virus
 Hemorrhagic fever viruses
 River Virus
 Orbivirus
 West Nile encephalitis
 Roseola infantum
 Scarlet fever
 Idiopathic thrombocytopenic purpura

Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza.
Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.2

22
Tabel 2.1 gejala yang terdapat pada DHF dan Chikunguya (sumber : WHO 2011)

Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit
berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada
meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinalis.2

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai

23
hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.2

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukimia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia. pada pemeriksaan darah
ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan
perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu
menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda
perembesan plasma.2

2.9. Tatalaksana dan Pencegahan

Tatalaksana

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari
ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan
berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai.12
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia
yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis,
dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi
keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya
dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas
(lambung/duodenum).12
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut12:

24
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

25
Bagan 4. Terapi menurut WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue
and Dengue Haemorraghic Fever

26
Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Bagan 5. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Bagan 6. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

27
Bagan 7. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

Bagan 8. Penatalaksanaan sindrom syok dengue pada dewasa

Manajemen kasus DD / DHF di rumah sakit


Rincian pengelolaan kasus DD / DHF di bangsal rumah sakit atau pengamatan
pada saat masuk disajikan di bawah ini.
Pemantauan pasien DBD / DHF selama periode kritis (trombositopenia sekitar 100 000
sel / mm3) Periode kritis DBD mengacu pada periode kebocoran plasma yang dimulai
sekitar waktu penurunan suhu tubuh sampai normal atau transisi dari fase demam ke
fase bebas demam. Trombositopenia merupakan indikator yang sensitif dari kebocoran
plasma, tetapi sebaiknya diamati juga pada pasien dengan DD. Peningkatan hematokrit
sebanyak 10% di atas nilai normal merupakan indikator obyektif dari kebocoran
plasma. Terapi cairan intravena harus segera diberikan pada pasien dengan asupan oral
yang buruk atau pada pasien dengan peningkatan hematokrit dan pada pasien dengan
warning signs.2
Parameter berikut harus dipantau:
-
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, tanda dan gejala lain.
-
Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin karena merupakan indikator awal
untuk syok serta mudah dan cepat untuk dilakukan.
-
Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, laju pernapasan dan tekanan darah harus
diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada pasien non-syok dan 1-2 jam pada pasien
syok.
-
Serial hematokrit harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai enam jam dalam
kasus-kasus yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau
mereka yang dicurigai perdarahan. Perlu dicatat bahwa pemeriksaan hematokrit harus
dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini tidak mungkin, maka harus dilakukan
setelah bolus cairan tetapi tidak selama infus bolus.
-
Output urine (jumlah urine) harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam dalam
kasus-kasus rumit dan per jam pada pasien dengan mendalam syok / berkepanjangan
atau orang-orang dengan kelebihan cairan. Selama periode ini jumlah output urine
harus sekitar 0,5 ml / kg / jam (ini harus didasarkan pada berat badan ideal).14

Tes laboratorium tambahan

28
Pasien dewasa dan orang-orang dengan obesitas atau menderita diabetes mellitus
harus melakukan tes glukosa darah. Pasien dengan gejala berkepanjangan / shock
mendalam dan / atau orang-orang dengan komplikasi harus menjalani pemeriksaan
laboratorium. Koreksi hasil laboratorium yang abnormal harus dilakukan:
hipoglikemia, hipokalsemia dan asidosis metabolik yang tidak menanggapi resusitasi
cairan. Intravenous (IV) vitamin K1 dapat diberikan selama waktu protrombin. Perlu
dicatat bahwa di tempat-tempat fasilitas laboratorium tidak tersedia, kalsium glukonat
dan vitamin K1 harus diberikan selain terapi intravena. Dalam kasus dengan kejutan
besar dan mereka tidak menanggapi IV resusitasi cairan, asidosis harus diperbaiki
dengan NaHCO3 jika pH <7.35 dan serum bikarbonat <15 mEq / L.
Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis
Indikasi cairan IV:
- ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan mulut yang memadai atau muntah
terus-menerus.
- ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.
- akan terjadi syok.

Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini:


- Isotonik larutan kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali pada bayi
sangat muda <6 bulan usia di antaranya 0,45% natrium klorida dapat digunakan.
- Larutan koloid hiper-onkotik (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran 40 atau
zat pati dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma besar, dan mereka
yang tidak menanggapi volume minimum kristaloid (seperti yang
direkomendasikan di bawah). Larutan koloid iso-onkotik seperti plasma dan
hemaccel mungkin tidak efektif.
- Sebuah volume maintenance + 5% dehidrasi harus diberikan untuk
mempertahankan volume intravaskular dan sirkulasi.
- Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi mereka
dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock, durasi terapi cairan
intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal
ini karena kedua kelompok pasien baru saja memasuki masa kebocoran plasma
sementara pasien syok telah mengalami durasi yang lebih lama dari kebocoran
plasma sebelum terapi intravena dimulai.
- Pada pasien obesitas, berat badan yang ideal harus digunakan sebagai panduan
untuk menghitung cairan

29
Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis. Tingkat cairan IV
berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Tabel 10 menunjukkan tingkat yang
sebanding / setara IV infus pada anak-anak dan orang dewasa sehubungan dengan
pemenuhan kebutuhan cairan.15
Tabel 2.2 Rata-rata pemberian cairan dewasa dan anak-anak penderita infeksi
dengue. WHO 2011

Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada transfusi


trombosit profilaksis). Ini dapat dipertimbangkan pada orang dewasa dengan hipertensi
yang mendasari dan trombositopenia sangat parah (kurang dari 10 000 sel / mm3).

Manajemen pasien dengan warning signs


Hal ini penting untuk mengetahui apakah warning signs yang disebabkan dengue shock
syndrome atau penyebab lain seperti gastroenteritis akut, refleks vasovagal,
hipoglikemia, dll Kehadiran trombositopenia dengan bukti kebocoran plasma seperti
kenaikan hematokrit dan efusi pleura membedakan DHF / DSS dari penyebab lain.
Kadar glukosa darah dan tes laboratorium lainnya dapat diindikasikan untuk mencari
penyebab. Manajemen DHF / DSS secara rinci di bawah ini. Untuk penyebab lain,
cairan IV dan pengobatan suportif dan simtomatik harus diberikan sementara pasien
berada di bawah observasi di rumah sakit. Mereka dapat dikirim pulang dalam waktu 8
sampai 24 jam jika mereka menunjukkan pemulihan yang cepat dan tidak dalam masa
kritis (yaitu ketika jumlah platelet mereka> 100 000 sel / mm3).
Manajemen DBD kelas I, II (kasus non-syok)
Secara umum, kebutuhan cairan (oral + IV) tentang pemeliharaan (untuk satu hari) +
5% defisit (oral dan cairan IV bersama-sama), yang akan diberikan selama 48 jam.
Misalnya, pada anak dengan berat 20 kg, defisit dari 5% adalah 50 ml / kg x 20 = 1000
ml. Pemeliharaan adalah 1500 ml untuk satu hari. Oleh karena itu, total M + 5% adalah

30
2.500 ml (Gambar 8). Volume ini akan diberikan selama 48 jam pada pasien non-syok.
Peningkatan pemberian infus sebanyak 2.500 ml dapat ditunjukkan pada Gambar 8 di
bawah ini [perlu diketahui bahwa tingkat kebocoran plasma tidak terjadi]. Pemenuhan
cairan IV harus disesuaikan dengan tingkat kehilangan plasma, dipandu oleh keadaan
klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit.
Manajemen syok : DBD kelas 3
DSS adalah syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma dan ditandai dengan
peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik, dengan gejala tekanan nadi
menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan peningkatan tekanan diastolik,
misalnya 100/90 mmHg). Ketika terdapat hipotensi, kita harus menduga bahwa
pendarahan terjadi parah, dan sering tersembunyi perdarahan gastrointestinal,
kemungkinan terjadi kebocoran plasma yang lain. Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan
dari DSS berbeda dari jenis lain syok seperti syok septik. Sebagian besar kasus DSS
akan merespon 10 ml / kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada orang dewasa lebih
dari satu jam atau bolus, jika perlu. Selanjutnya, pemberian cairan harus mengikuti
grafik seperti pada Gambar 9. Namun, sebelum mengurangi tingkat penggantian IV,
keadaan klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit harus diperiksa
untuk memastikan perbaikan klinis.8

Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan pada kasus syok dan non-syok pada
keadaan dimana tidak terjadi perbaikan setelah dilakukan rehidrasi yang adekuat.
Cairan yang berlebihan akan menyebabkan efusi besar karena permeabilitas kapiler
meningkat. Aliran pengganti volume untuk pasien dengan DSS diilustrasikan di bawah
ini (Kotak 15).9

31
Bagan 7. Terapi syok menurut WHO 2012. Handbook for Clinical Management of
Dengue.

Manajemen syok berkepanjangan : DBD kelas 4


Resusitasi cairan awal di DBD kelas 4 lebih kuat agar cepat mengembalikan tekanan
darah dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesegera mungkin untuk
pemeriksaan ABCS serta adanya gangguan keterlibatan organ. Bahkan hipotensi ringan
harus ditangani secara agresif. Sepuluh ml / kg cairan bolus harus diberikan secepat
mungkin, idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan darah kembali
normal, cairan intravena lebih lanjut dapat diberikan seperti manajemen DBD kelas 3.
Jika syok tidak reversibel setelah pemberian pertama 10 ml / kg, bolus ulangi 10 ml / kg
dan hasil laboratorium harus dikejar dan diperbaiki secepat mungkin. Transfusi darah
yang mendesak harus dianggap sebagai langkah berikutnya (setelah meninjau hasil
hematokrit ) dan ditindak lanjuti dengan monitoring lebih dekat, misalnya kateterisasi
kandung kemih terus menerus.

32
Perlu dicatat bahwa memulihkan tekanan darah sangat penting untuk kelangsungan
hidup dan jika ini tidak dapat dicapai dengan cepat maka prognosis sangat serius.
Cairan inotropik dapat digunakan untuk mendukung memperbaiki tekanan darah,
rehidrasi telah dianggap memadai seperti tekanan vena central tinggi (CVP), atau
kardiomegali serta, kontraktilitas jantung yang buruk. Apabila tekanan darah telah
kembali normal setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah dan dengan
adanya gangguan organ maka pasien harus dikelola dengan terapi khusus. Contoh
terapi khusus untuk organ tersebut diantaranya dialisis peritoneal, terapi renal
replacement terus menerus dan ventilasi mekanis.
Jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan segera, maka lakukan terapi oral jika
pasien sadar atau dilakukan melalui jalur intraosseous. Akses intraosseous dapat
menyelamatkan hidup dan sebaiknya dilakukan setelah 2-5 menit setelah dua kali usaha
pemasangan akses vena perifer atau terapi oral gagal.
Manajemen pemulihan
- Pemulihan dapat dikenali oleh peningkatan keadaan klinis, nafsu makan dan
kesejahteraan umum.
- Perbaikan hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan tanda-tanda vital yang
stabil harus diamati.
- Penurunan hamtokrit dari hasil sebelumnya dan diuresis harus diamati.
- Cairan intravena harus dihentikan.
- Pada pasien dengan efusi pleura dan asites, hipervolemia dapat terjadi dan terapi
diuretik mungkin diperlukan untuk mencegah edema paru.
- Hipokalemia dapat terjadi karena stres dan diuresis, harus diperbaiki dengan buah
yang kaya potassium atau suplemen.
- Bradikardia umumnya ditemukan dan memerlukan pemantauan intensif untuk
kemungkinan komplikasi langka seperti blok jantung atau ventrikel kontraksi
prematur (VPC).
- Pemulihan ruam ditemukan pada 20% -30% dari pasien.
Tanda-tanda pemulihan
- Stabilnya nadi, tekanan darah dan pernapasan.
- Suhu normal.
- Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.
- Kembalinya nafsu makan.
- Tidak ada muntah, tidak ada sakit perut.
- Output urin Baik.
- Hematokrit stabil pada nilai dasar .
- Petekie, ruam atau gatal-gatal menghilang, terutama pada ekstremitas.

33
Kriteria untuk pemulangan pasien
-
Tidak adanya demam selama setidaknya 24 jam tanpa menggunakan terapi anti-
demam.
-
Kembalinya nafsu makan.
-
Perbaikan klinis terlihat.
-
Output urin baik.
-
Minimal 2-3 hari setelah sembuh dari syok.
-
Tidak ada gangguan pernapasan dari efusi pleura dan tidak terdapat asites .
-
Hitungan trombosit lebih dari 50 000 / mm3. Jika tidak, pasien dapat dianjurkan untuk
menghindari kegiatan berat setidaknya 1-2 minggu sampai trombosit kembali normal.
Dalam kasus yang paling rumit, trombosit meningkat normal dalam waktu 3-5 hari.14

34
Pencegahan

Pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu4:

1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es, dan
lain-lain

2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi,
toren air, dan sebagainya.

3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk
jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.

Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti4:

1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan.

2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk

3) Menggunakan kelambu saat tidur

4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk

5) Menanam tanaman pengusir nyamuk

6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat
istirahat nyamuk, dan lain-lain.

2.10. Komplikasi

Biasanya dalam kaitannya dengan syok yang dalam / berkepanjangan yang


menyebabkan asidosis metabolik dan perdarahan hebat sebagai akibat DIC dan kegagalan
multiorgan seperti disfungsi hati dan ginjal. Lebih penting, penggantian cairan yang
berlebihan selama periode kebocoran plasma menyebabkan efusi yang massif menyebabkan
gangguan pernapasan, kemacetan paru akut dan / atau gagal jantung. Cairan lanjutan terapi

35
setelah periode kebocoran plasma akan menyebabkan edema paru akut atau gagal jantung,
terutama ketika ada reabsorpsi cairan ekstravasasi. Selain itu, syok yang dalam /
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolisme
/ elektrolit. Kelainan metabolisme sering ditemukan sebagai hipoglikemia, hiponatremia,
hipokalsemia dan kadang-kadang, hiperglikemia. Gangguan ini dapat menyebabkan berbagai
manifestasi yang tidak biasa, mis. Ensefalopati15.

2.11. Prognosis

Mortalitas demam dengue relatif rendah. Namun, pada DBD/DSS mortalitas cukup
tinggi. Pada usia dewasa, prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan
dibandingkan anak – anak11.

BAB III
KESIMPULAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah di negara berkembang dan
subtropis karena penyebaran virus dengue selain disebabkan oleh vector dan penjamu virus

36
dengue juga dipenguruhi oleh lingkungan seperti, curah hujan, suhu, sanitasi serta kepadatan
penduduk.
Mengingat bahayanya komplikasi dari DBD, penyakit ini harus di diagnosis dengan
cepat dan cermat. Pengakan diagnosis dapat dilihat dari manifestasi klinis yang timbul
berupa, demam akut 2-7 hari, terdapat kecenderungan pendarahan seperti ptekie, perdarahan
mukosa, saluran cerna dan lain-lain, terdapat gejala renjatan berupa nadi lemah cepat dan
kecil sampai tidak teraba, tekanan darah yang menurun, kulit teraba dingin dan lembab
terutama daerah akral. Selain itu pada beberapa kasus dapat juga ditemukan adanya
hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium terdabat trombositopenia (<100.000/mm3)
serta peningkatan hematokrit diatas 20%.
Penatalaksaan dari DBD bersifat suportif dan simptomatis yang ditunjukan untuk
mengganti kehilangan cairan akibat kebcoran plasma dan memberikan terapi substitusi
komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laoboratoris.
Pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk dengan cara 3M PLUS yaitu menguras, adalah membersihkan tempat yang
sering dijadikan tempat penampungan air, menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan
air, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk
jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD. Adapun yang dimaksud dengan Plus
adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti menaburkan bubuk larvasida pada tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk,
menggunakan kelambu saat tidur, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, menanam
tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah, menghindari
kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. Laboratory Tests for The Diagnosis of
Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol 2006;40:376-81.
2. Daniel. TM. 1999. Demam Berdarah Dengue. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Edisi 13 Terjemahan Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, Sp. PD-KE. Jakarta : EGC

37
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Demam Berdarah Dengue di Indonesia,
Depkes RI, Jakarta. Volume 2 Agustus 2010.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
dbd.pdf. (last update 2019 , Februari 26)

4. Depkes RI. Demam berdarah meningkat dibulan januari.2015. Tersedia secara online
di alamat website http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-
berdarah-biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html .Diakses secara online pada
tanggal 25 febuari 2019.

5. Fatimah A, Wang J. Progress in the diagnosis of Dengue Virus Infections and


Importance of Point of Care Test : A Review. 2015. P 271.
6. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.
7. Hidayah N, et al. Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Associated with
the Aedes aegypti Larvae Presence based on the Type of Water Source. 2017. P 115
8. Husaini MA, Siagian UL, Suharno J. Ane-mia Gizi: Suatu Kompilasi Informasi da-
lam Menunjang Kebijaksanaan Nasional dan Pengembangan Program. Direktorat Gizi
dan Puslitbang Gizi, Depkes R.I; 2003
9. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indo-
nesia. Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No. 3: hal . 12-29.
10. Kementrian Kesehatan Reprubik Indonesia. Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2017. 2018.
11. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

12. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI :
2006 : 1709-1713

13. Shepherd SM, et al. Dengue. Medscape.2017.


https://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a5 (last update 12
December 2018)

14. World Health Organization. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. http://www.who.int/tdr/publications/documents/dengue-
diagnosis.pdf ( last update 2019 , Februari 26)

38
15. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever . India Available at
http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf ( last update 2019 , Februari 08)
16. World Health Organization. 2012. Handbook for Clinical Management of Dengue.
http://www.wpro.who.int/mvp/documents/handbook_for_clinical_management_of_de
ngue.pdf ( last update 2019 , Februari 26 )

39

Anda mungkin juga menyukai