Anda di halaman 1dari 24

KEPEMIMPINAN DALAM BISNIS

Leadership and Mindfulness

KP F

Nama : Zia Rizky R.

NRP : 130314203

FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA

UNIVERSITAS SURABAYA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut (Liphadzi, Aigbavboa, & Thwala, 2017) seorang pemimpin
berperan sebagai pembuat standar untuk bawahannya dalam melakukan
sesuatu (set a direction) untuk membantu menggambarkan kondisi yang
sedang dihadapi, membantu memvisualisasikan hal-hal yang mungkin dapat
dicapai oleh mereka dan juga memberikan suntikan semangat yang bersifat
menginspirasi. Tanpa pemimpin, sekumpulan manusia akan dapat dengan
cepat memasuki suatu argumentasi dan konflik diantara sesamanya karena
memiliki pandangan yang solusi yang berbeda-beda dalam setiap kondisi.
Maka, diperlukan kehadiran sosok pemimpin yang mampu untuk
memberikan arahan diantara kekacauan yang mungkin timbul pada suatu
komunitas.
Konsep mindfulness adalah salah satu dari empat dimensi dari spiritualitas
dalam konteks asia yang penulis ambil dari kutipan oleh buku Sistem
Pengendalian Manajemen berbasis Spiritualitas (Efferin, 2016) milik
Petchsawanga dan Duchon (2009), yang mana pada kutipan tersebut
dijelaskan bahwa mindfulness atau kesadaran penuh adalah kesadaran
dalam diri seseorang di mana ia selalu menyadari pikiran dan tindakannya
setiap saat sehingga ia leih mampu mengendalikan emosi dan perilakunya.
Kepemimpinan yang dilandasi oleh kesadaran penuh akan menjadikan
sebuah pensinergian kemampuan manusia dalam melakukan kegiatan
pengarahan pada sekelompok manusia yang didasarkan oleh situasi yang
here and now. Yaitu terfokus pada permasalahan atau hal yang dihadapi saat
ini tanpa dibayangi oleh masa lalu ataupun masa depan yang dapat
menjadikan pengambilan putusan menjadi bias.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa hubungan kesaling terkaitan antara mindfulness dengan
kepemimpinan? Bagaimana mindfulness dapat mempengaruhi
kepemimpinan?
1.2.2 Bagaimana dimensi kesadaran penuh dapat berimpact pada diri penulis
dengan rujukan artikel?
1.3 Tujuan Penulisan
Menyelesaikan tugas akhir dari mata kuliah Kepemimpinan Dalam Bisnis.
1.4 Manfaat Penulisan
Memberikan penulis kesadaran akan pentingnya kehadiran yang bersifat here
and now, serta memperdalam pemahaman penulis mengenai bagaimana konsep
mindfulness dapat membantu menjadikan penulis lebih awas dan lebih bahagia
secara individual dan memberikan imbas positif kepada kalangan luas
(interdependen). Meskipun tingkat interdependen masih terlalu jauh untuk
diraih oleh penulis, namun penggambaran yang didapatkan penulis dari bahan
bacaan dalam penyusunan paper ini membantu penulis untuk selain
memperkaya, tapi juga mengingatkan mengenai pentingnya kesadaran penuh
dalam berperilaku dalam dunia sosial.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

“Paying attention in a sustained and particular way on purpose, in the present


moment, and non-judgmentally - (Kabat Zinn, 2006)” kutipan dalam jurnal
(Altizer, 2016)

2.1 Mindfulness

Konsep mindfulness adalah salah satu dari empat dimensi dari spiritualitas dalam
konteks asia yang penulis ambil dari kutipan oleh buku Sistem Pengendalian
Manajemen berbasis Spiritualitas (Efferin, 2016) milik Petchsawanga dan Duchon
(2009), yang mana pada kutipan tersebut dijelaskan bahwa mindfulness atau
kesadaran penuh adalah kesadaran dalam diri seseorang di mana ia selalu
menyadari pikiran dan tindakannya setiap saat sehingga ia leih mampu
mengendalikan emosi dan perilakunya.

Mindfulness dapat meningkatkan kesadaran dalam melakukan tindakan, kejernihan


dalam memandang sesuatu dan meningkatkan daya fokus akan suatu hal,
menambah kemampuan dalam menghadapi sesuatu disituasi yang penuh dengan
tekanan serta membantu dalam menata emosi. (Altizer, 2016)

Mindfulness menurut MBCT memiliki kemampuan untuk menghilangkan stress,


seperti:

1. Membantu dalam memahami pikiran dan mood patterns dari individu


2. Membantu untuk berada pada saat ini dan mensyukuri hal-hal kecil yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengajarkan bagaimana untuk menghentikan hal-hal negatif yang akan
muncul diakibatkan mood yang tidak baik atau pengalaman-pengalaman
menyakitkan
4. Membantu untuk dapat menjadi pribadi yang lebih awas, seimbang dan
tidak gampang menghakimi
5. Membantu memberi jalan atau mencari pendekatan lain untuk
menyelesaikan masalah yang sulit (yang berkaitan dengan emosi dan mood)

(Ehrlich, 2017) Di era efisiensi dan efektifitas, para manajer dituntut untuk bekerja
dalam tekanan untuk selalu mendapatkan lebih daripada apa yang telah mereka
upayakan, hal ini memerlukan kreatifitas untuk sampai hingga puncak tersebut.
Dengan kondisi yang terus berubah dengan tantangan yang muncul, para manajer
dituntut untuk menjadi personal yang multitasking dalam menghadapi situasi.

Padahal, saat melakukan hal secara multitasking, performa akan menurun sebanyak
40% dan menyebabkan timbulnya kesahalahan-kesalahan dua kali lebih banyak.
Menurunkan nilai IQ hingga 15 point. Tidak berhenti pada level IQ, multitasking
juga akan berimbas buruk pada emotional intelligence (EI), karena kita tidak fokus
pada hal-hal yang menjadi isyarat pada tingkat sosial yang membantu dalam
pengambilan putusan.

“overloaded leaders showing up irritable and less able to adapt. Being so busy
they have trouble empathizing with their direct reports or taking time to focus,
reflect, and learn.”

Mindfulness adalah cara untuk menjadi fokus dan sebuah sikap yang membantu
untuk menjadi lebih efektif pada lingkungan yang dikondisikan di paragraf
sebelumnya. Mindfulness bisa mengurangi tingkat kompleksitas yang didapat baik
dari segi informasi, perubahan dan tantangan yang dihadapi.

Lebih dari 500 perusahaan yang mendokumentasikan keuntungan dari penerapan


mindfulness antara lain:

1. Fokus, pengambilan putusan, ingatan, kreativitas dan pembelajaran


2. Komunikasi, kolaborasi, produktivitas.
3. Kecerdasan emosional, perilaku baik, hubungan secara internal dan dengan
klien yang baik.
4. Kepuasan bekerja dan peningkatan perasaan keterlibatan dalam melakukan
pekerjaan
5. Mengurangi stress, ketidak hadiran dan tingkat keluar-masuk karyawan
yang tinggi disebabkan ketidak puasan.

Latihan untuk penerapan mindfulness adalah untuk memfokuskan diri pada satu hal
atau suatu kondisi, dan apabila fokus tersebut teralihkan, objek harus mampu untuk
kembali fokus pada hal utama yang dilakukan.

Latihan untuk pengembangan awal mindfulness adalah dengan:

1. Menyadari saat bernapas


2. Menyadari saat berjalan
3. Menyadari saat sedang makan
4. Dan menyadari saat sedang mendengarkan

Tips: saat sedang terinterupt pada saat aktivitas pengembangan mindfulness,


tersenyumlah kepada diri sendiri dan mulai untuk fokus kembali. Tersenyum adalah
hal terpenting, karena mindfulness tidak hanya mengenai menjadi lebih
terkonsentrasi mengenai here and now saja, tapi juga merupakan sebuah konsep
mengenai sikap keterbukaan dan penerimaan kepada hal-hal dalam proses.

5 langkah untuk memperdalam Mindfulness oleh Thich Nhat Hanh:

(Hanh)

Latihan Perhatian Pertama: Mindful Breathing

Tahap awal menjadi tahap yang besar dalam mindfulness, pada latihan ini
dilakukan pernapasan yang disadari oleh manusia. Menyadari saat napas masuk ke
dalam paru-paru, dan menyadari saat napas keluar melalui hidung.

Latihan Perhatian Kedua: Konsentrasi

Latihan ini adalah kelanjutan dari mindful breathing, mengikuti napas masuk dan
keluar yang dilakukan. Apakah napas itu pendek atau panjang, tidak masalah. Yang
terpenting adalah bagaimana mengikuti napas itu mulai dari awal masuk hingga
akhir. Dan memberikan kesadaran yang berkelanjutan

Latihan Perhatian Ketiga: Kesadaran Tubuh Anda

“Breathing in, I am aware of my whole body.”

Tahap ini adalah ketika kita baik secara pikiran dan fisikal berada dalam satu
kesatuan realita, saat kita bernapas dan sudah berkonsentrasi penuh dan mulai
melebarkan sayap kesadaran kepada kehadiran badan kita.

Dalam kehidupan sehari-hari, jarang didapati kita sejalan dengan apa yang badan
kita sedang lakukan dengan pikiran kita. Pikian kita mingkin sedang tertangkap di
masa lalu atau di masa depan, dalam penyesalan, duka ketakutan, atau
ketidakpastian. Tahap ini membantu kita untuk dapat hadir baik secara badan
jasmani dan rohani pada waktu yang sama dan menciptakan harmonisasi.

Latihan Perhatian Keempat: Melepaskan Ketegangan

“Breathing in, I’m aware of my body. Breathing Out, I release the tension in my
body.”

Pada tahapan ke empat ini adalah latihan untuk melepaskan ketegangan yang ada
di dalam diri kita. Karena pada saat kita memiliki kesadaran penuh akan adanya
ketegangan, rasa sakit atau bahkan stress pada diri kita, a\kan lebih mudah untuk
menguarkan perasaan tersebut setelah kita mampu mengidentifikasi terlebih
dahulu.

Latihan Kelima: Walking Meditation

Sama seperti Mindful Breathing, Walking Meditation merupakan latihan untuk


menyadari presensi kita dalam bentuk kegiatan berjalan. Menyadari saat kita
berjalan, menyadari kaki kanan melangkah, dan kaki kiri mengikuti setelahnya.
Menyadari bahwa setiap langkah adalah kegembiraan.
“mindfulness is a tool that helps us ride the waves of our daily ups and downs” -
(Ehrlich, 2017)

Mindfulness and stress

Mindfulness merupakan alat yang berguna untuk mengembangkan akses


informasi dalam diri kita. Dengan melakukan proses “scan” pada diri kita
mengenai hal-hal apa saja yang dapat membuat kita bereaksi sesuatu atas kejadian
sesuatu yang telah dikembangkan melalui latihan mindfulness, menjadikan kita
berproses secara “inside out” yaitu memfokuskan diri pada kesatuan diri tersebut
terlebih dahulu untuk kemudian menganalisis tindakan.

“we know that we need stress to perform and learn”

Keterkaitan stress dengan mindfulness dapat dijelaskan menggunakan Classic


Inverted U stress-performance relationship.

Classic Inverted U (stress-performance relationship): Too little stimulation we are


bored. Too much challenge and we burn out. (Ehrlich, 2017)

Mindfulness akan membantu kita untuk mengetahui dibelahan kurva sebelah


mana kita sedang berada, serta membantu untuk mengatur emosi dan tingkat
stress yang sedang kita hadapi saat kita sedang melakukan kegiatan-kegiatan
menguras energi dan sedang menguji kapasitas diri kita. Diperlukan
keseimbangan antara tantangan-tantangan yang kita hadapi dan periode untuk
memperbaharui mental dan sisi emosionil kita saat sudah menjalankan tantangan-
tantangan tersebut.

Mindfulness and conflict

(Ehrlich, 2017) Konflik yang mungkin timbul adalah saat kolega di tempat kerja
melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak bertanggung jawab dan membuat
kita merasa tersakiti. Saat mengaplikasikan mindfulness kita akan dengan
sendirinya tersadar mengenai apa yang benar-benar sedang terjadi. kita dapat
menarik napas dan merasakan emosi yang bermain dalam diri kita. Merasakan apa
yang terjadi dalam diri kita tanpa penghakimi sang pemicu konflik, tanpa perasaan
maupun keinginan buruk untuk menjatuhkan orang tersebut, dengan mindfulness
kita dapat membuat mekanisme dalam diri kita saat mengalami kejadian tidak enak
dan saat kita merasa direndahkan. So, instead of bereaksi buruk atas kejadian
tersebut kepada subjek pemicu atau mendramatisir keadaan, kita akan mampu
mempelajari perasaan yang sedang bermain dalam diri kita dan mempelajarinya
lalu merefleksikan hal tersebut tanpa kemudian memperpanjang masalah.

Mindfulness to cultivate happier organization

Kepemimpinan yang dilandasi oleh kesadaran penuh akan menjadikan sebuah


pensinergian kemampuan manusia dalam melakukan kegiatan pengarahan pada
sekelompok manusia yang didasarkan oleh situasi yang here and now. Yaitu
terfokus pada permasalahan atau hal yang dihadapi saat ini tanpa dibayangi oleh
masa lalu ataupun masa depan yang dapat menjadikan pengambilan putusan
menjadi bias.

Leader yang memiliki keawasan kepada keadaan yang dihadapi mampu untuk
mengkomunikasikan masalah-masalah yang terjadi tanpa melibatkan emosi yang
muncul dan menjadikan suatu konflik melebar dan berkepanjangan.

Dengan seorang pemimpin yang mindful, karyawan lebih mampu merasa engage
kepada pemimpin tersebut karena aura positif dan juga perilaku yang serviced-
oriented. Karena saat seorang pemimpin bukan lagi sebagai diktator yang
memberikan perintah namun juga ikut bagian dalam kegiatan dengan kesadaran
penuh, maka hal-hal mengenai peningkatan profitabilitas dapat juga dipacu seiring
berjalannya pensinergian pemimpin dan karyawan yang memenuhi client yang
dihadapi oleh perusahaan.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Keterkaitan Mindfulness dengan Leadership

“Leaders set a direction for the rest of us; they help us see what lies ahead; they
help us visualize what we might achive; they encourage us and inspire us.” -
(Liphadzi, Aigbavboa, & Thwala, 2017)

“This is essentially the definition of mindfulness-present, open, and engaged


attention.” - (Ehrlich, 2017)

Dari kedua definisi tersebut dapat digabuhkan menjadi suatu kesatuan atas mindful
leadership adalah sebagai berikut:

Untuk dapat secara akurat memberikan gambaran kepada orang yang dipimipin,
juga memberikan suntikan semangat dan inspirasi pada diri masing-masing dari
mereka, seorang leader harus memiliki sikap mindful yaitu berada pada saat ini,
secara terbuka mampu untuk menerima apa yang terjadi baik itu masukan maupun
pujian dan menerimanya dalam kesadaran dan sewajarnya serta mampu untuk
berkonsentrasi pada hal yang sedang dihadapi.

Dengan pertumbuhan dalam dunia ekonomi yang kian menjadi lebih cepat
perputarannya, seorang pemimpin dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik
yang berimbas pada keharusan melakukan multitasking, namun multitasking ini
tidak selalu berakibat baik dikarenakan ada titik sendiri dimana tantangan yang
sedang dihadapi oleh seorang pemimpin menjadi terlalu full loaded dan cenderung
meningkatkan tingkat stress yang dialami, dengan peningkatan yang terakumulasi
tanpa penanganan inside out, seorang pemimpin akan dengan mudah menjadi burnt
out kemudian melakukan hal-hal yang merupakan kompensasi atas kerja keras
badan juga pikirannya yaitu menjadi mudah marah dan cenderung berakibat pada
hubungan yang kurang baik anatar sesama kolega.
Dengan berlatih melakukan mindfulness, seorang pemimpin mampu untuk
kemudian menganalisa apa yang terjadi, melakuakan proses berhenti sejenak untuk
kemudian melakukan perefleksian dan melepaskan ketegangan-ketegangan yang
dialami baru kemudian melakukan penyelesaian masalah. Dengan mengaplikasikan
mindfulness, seorang pemimpin akan kemudian mampu mejadi pribadi yang lebih
menyenangkan dan penuh dengan keawasan akan hal-hal yang dihadapi untuk
kemudian secara berangsur menjadikan kesatuan atau pensinergian yang tidak
dibuat-buat, namun secara alami antar visi dan misi perusahaan, kegiatan yang
dilakukan oleh stakeholder perusahaan juga goal yang dicapai.

3.2 Kesadaran Penuh untuk Diri Kita

Berikut adalah artikel yang diambil penulis sebagai rujukan penulisan


(Martuarano, 2015)

3.2.1 Article’s overview

“Taking a Pause to Lead?” | Institute for Mindful Leadership

In a culture that increasingly asks you to move faster and do more to be effective,
the idea that what you actually need to do is stop seems crazy. Now, I don’t mean
to stop for the sake of stopping. What I am talking about is the need to train yourself
to take a pause (I call them Purposeful Pauses). When you begin to routinely take a
few moments to intentionally stop, you can begin to notice when you are living your
life on autopilot. And, you can begin to notice when you are, in fact, not bringing
your best self to those things in your life that are most important-at work and at
home.
For most of us, until we stop, we don’t even realize that this person masquerading
in our skin is not living the life we had imagined, or making decisions aligned with
our deepest held beliefs and principles. Over time, life happens and if we are not
awake, we can be missing out on the possibilities to live that imagined life.
In small ways and over time, we get pulled along into the relentless need for greater,
and more, and bigger, and better. And along the way we lose sight of the reasons
we chose to join this organization, or do this work, or volunteer, or even have a
family. But, when we take a pause, when we allow the dust to settle, we can begin
to see that there is another way of being with the chaos and complexities that
surround us. We are able to put down all the ways we distract ourselves from truly
living in this moment. And it is then that we can begin to step off the autopilot and
begin to make more conscious choices.
If you want to lead with excellence, you need to more consistently make choices
that are not reactive but responsive. Choices that are creative and compassionate,
and choices that sometimes require grit and courage. These are often the choices
made by leaders who have found the ‘win-win-win’-approaches to business that are
good for the company, good for the employees and good for the society. All over
the world, companies like Home Depot, General Mills, and Target have become
involved with social issues by supporting our Veterans, fighting illiteracy, feeding
the hungry, and the list goes on. Win-win-win ideas also have shown up as
initiatives related to sustainability, corporate responsibility or fair wages.
But there is so much more to do and when we are on autopilot and not fully attentive
to what is here in our lives to notice, there is no space to find these win-win-wins.
This is where we need to put a few Purposeful Pauses into our days. A few breaks
in the non-stop busyness to allow the mind and body to stop and pay attention.
The alternative is to live a life that is robotic and it often shows up in our
organizations as employee disengagement. There is nothing that will lessen the
potential of an organization more dramatically than an apathetic workforce. And,
when we are robotic, what is the effect on our ability to connect with our colleagues,
customers, patients or clients? We are physically in the same room but so distracted
by our busyness that we might as well be in the next county. Purposeful Pauses
allow us to be more fully present, and that presence is felt-it feels like respect, true
collaboration and caring. The lack of presence is also felt.
So, would adding a few Purposeful Pauses each day allow you to be more present,
to recharge your mind and body, and to cultivate the spaciousness for some new
ideas? Why not try it out? Here’s how: Taking a Purposeful Pause: (1) Choose some
activity that you do every day-walking to your desk, for example. (2) Each day
when you walk to your desk, make it a Purposeful Pause by staying focused on the
activity-notice your feet striking the ground, the air on your skin, the colors of the
walls, the people you pass. (3) Each time your mind tries to carry you into the future
or the past with ruminations, to-do lists, planning for tomorrow, redirect your
attention to the present moment, the experience of walking to your desk. This
redirection brings you back to the present moment, the only moment you can affect.
As you engage in this training on a daily basis, you will begin to notice how often
you are not being present for your life. And that is the beginning of your
opportunities to choose something different. Purposeful Pauses don’t add time to
your schedule, so why not make them a habit? What you notice may astound you.
By Janice Marturano
Founder and Executive Director, The Institute for Mindful Leadership

3.2.2 Keterkaitan Artikel dengan Penulis

Dari pengalaman yang penulis alami hingga saat ini, penulis memiliki
kecenderungan melakukan kegiatan secara berlebihan karena begitu banyak
tuntutan deadline yang diemban dari perkuliahan. Penulis cenderung tidak berada
pada situasi ini dengan pikiran yang terkonsentrasi pula pada saat ini (here and
now).

Pada tabel my strength and my weakness penulis memunculkan satu faktor


kekurangan yang merupakan rendahnya kemampuan untuk mengontrol diri sendiri.

Pengontrolan diri sendiri ini lebih merujuk kepada ketidak mampuan penulis dalam
mengidentifikasikan titik jenuh. Penulis cenderung untuk menyelesaikan tugas
dengan anggapan bahwa seluruh beban akan hilang setelah semua terselesaikan,
tanpa memikirkan emosi-emosi atau bahkan stress dalam bentuk apa yang sudah
diakumulasi dalam diri penulis.

3.2.3 How I Make Positive Impact

Dari apa yang sudah penulis lakukan selama ini, hal-hal yang merupakan upaya-
upaya yang sudah dilakukan dalam membuat suatu perubahan positif yang
dilakukan dari dalam diri penulis terlebih dahulu untuk kemudian menjadi suatu
energi yang kuat untuk mengubah hal-hal disekitar menjadi lebih baik adalah
dengan melakukan segala sesuatunya dengan sepenuh hati, karena dengan
memulai dari diri sendri entah menjadi contoh atau bisa juga menjadi besar dan
kokoh untuk kemudian dapat menginspirasi dari cerita-cerita yang bisa penulis
bagikan untuk sekitar demi kebaikan tidak hanya kepada penulis, tapi kepada
pribadi-pribadi lain disekitar penulis.

Selain melakukan segala sesuatu dengan sepenuh hati, penulis juga selalu berusaha
untuk mendisiplinkan diri, hal ini saya pelajari dari novel-novel yang saya baca
yaitu Musashi dan Taiko oleh Eiji Yohshikawa. Kedua novel ini menjadi inspirasi
penulis dalam pembentukan sikap karena nilai-nilai murni ksatria yang dipaparkan
dalam novel tersebut menurut penulis adalah hal-hal terkait pengembangan diri
yang diutamakan pada pencarian jati diri terlebih dahulu, sebelum kemudian dapat
memberikan impact kepada sekitar.

Untuk sementara ini penulis masih dalam usahanya untuk melampaui ego dalam
diri penulis, kegiatan utama yang dilakukan masih seputar area independen yang
cenderung egois. Namun, pengembangan diri merupakan fondasi awal untuk
kemudian dapat mengembangkan atau meningkatkan ke level interdependen untuk
dapat kemudian menciptakan positive impact ke area yang lebih luas lagi.

3.2.4 My Strength and My Weakness

My Strenght My Weakness
Goal oriented Low Self Control (kalau sudah full
loaded akan meledak-ledak)
Open minded Tidak mau berelasi dengan orang secara
emosional
Tegas Tidak mampu mengkomunikasikan diri
dengan baik
Tidak mudah percaya dengan orang Skeptis dengan sekitar, cenderung
lain. berprasangka buruk.
Terjadwal Cepat merasa bosan dengan
hubungan/berelasi.
Initiator Take portion too much. Sering merasa
dipermainkan atau dipergunakan.
Tidak bergantung dengan orang lain Suka memerdulikan perkataan orang
secara kehadiran. lain mengenai kita.
Confident.
Dapat dengan mudah beradaptasi
Plan Oriented

Masalah terbesar penulis berlandaskan pada ketidak percayaan penulis terhadap


kemanusiaan. Professor Jeffrey Lang pernah mengatakan hal mengenai
kemanusiaan kepada temannya karena begitu terkucilkan dengan pikiran bahwa
manusia bergitu cynical dan jahat, “kau terlalu cepat menyerah kepada
kemanusiaan, seharusnya jangan”.

3.2.5 Plan to Create a Better Me.

Upaya penulis dalam selama ini masih seputar egoisme belaka, yaitu untuk
menyelamatkan diri sendiri terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan penulis masih
dalam fase independen. Di fase ini penulis sedang berusaha untuk terus
meningkatkan kualitas kehidupan dan memberikan asupan pada diri penulis untuk
kemudian menjadi lebih kuat atau secara kiasan dapat dikatakan sebagai pohon
yang kokoh dan rimbun, untuk kemudian mampu menaungi sejauh yang bisa
dijangkau oleh ranting pohon.

Penulis menyadari bahwa, to trespass the independent phase, penulis harus terus
mampu untuk meningkatkan kemampuan dalam mengungkapkan hal-hal dan
mampu untuk menyentuh bagian emosional dengan kesadaran penuh sehingga
timbul keawasan yang dapat menjadi kontrol dalam melakukan tindakan-tindakan.
Penulis akan terlebih dahulu belajar untuk menekuni latihan mindfulness, yaitu
dengan meningkatkan kesadaran akan apa yang sedang dilakukan dan
berkonsentrasi kepada hal-hal yang sedang dilakukan secara spesifik.

1. Melakukan latihan mindfulness: berusaha untuk selalu awas akan apa yang
terjadi dalam pikiran dan pada badan, berusaha untuk merefleksikan
perasaan dan berhenti sejenak untuk melakukan evaluasi diri.
2. Setelah mampu untuk melakukan evaluasi diri baik dari segi kemampuan
jasmani dan juga psikis, baru penulis ingin untuk mengembangkan rasa
kepercayaan terhadap sesama dan kepercayaan akan janji-janji Allah SWT
mengenai kehidupan di dunia, pengembangan ini akan memerlukan waktu
yang lumayan panjang dan membutuhkan banyak pemahaman kitab suci
juga memerlukan proses langsung yaitu berupa pelepasan prasangka buruk
yang timbul karena kekangan masa lalu yang buruk dan stop light akan
kemungkinan di masa depan (skeptisisme terhadap manusia).
3. Setelah mendalami janji-janji Tuhan dan mencoba untuk membuka diri
terhadap kemanusiaan (yang selama ini penulis anggap sebagai suatu hal
yang fana), penulis akan mencoba untuk kemudian melakukan round-up
terhadap pemikiran atas suatu konsep yang selama ini penulis anggap salah
kaprah, yaitu mengenai batasan-batasan teritorial manusia dengan manusia
lain. Hal ini dilakukan dengan cara full guard (berbekalkan mindfulness)
juga meningkatan self control secara bertahap.
BAB IV

KESIMPULAN

Mindfulness merupakan suatu konsep yang menawarkan cara untuk menghadapi


diri sendiri terlebih dahulu untuk kemudian merefleksikan hal tersebut guna
penyelesaian masalah. Seorang pemimpin yang mindful mampu untuk kemudian
memberikan suasana dan tanggapan-tanggapan yang positif dan cenderung
membangun dengan kesadaran penuh dan tanpa campur tangan emosi sesaat yang
mungkin timbul dalam roda kehidupan.

Mindful membantu kita untuk melihat segala sesuatu lebih jelas dan sesuai dengan
keadaan yang ada sekarang, bukan karena dihantui oleh kejadian masa lalu ataupun
terkekang dengan ketakutan akan masa depan.

Tidak hanya menjadi mediator kepada seorang leader saat mereka sudah berada
pada puncak kepemimpinannya, namun pembelajaran untuk terus memiliki
kesadaran penuh sudah dapat dilakukan sejak sekarang, karena dengan pelatihan
yang dini maka kualitas kehidupan kemudian berada pada tiap-tiap individu untuk
kemudian menciptakan keharmonisan dalam dunia.

Bagi penulis sendiri, latihan mindful dapat membantu permasalahan yang timbul
dalam dunia penulis yang juga dikarenakan keadaan tidak mindful atau cenderung
mind full, yang kemudian menimbulkan konflik-konflik yang berkepanjangan dan
menciptakan horor sendiri kepada diri penulis.

Dengan pembelajaran mengenai konsep mindfulness dan latihan-latihan ringan


yang dipaparkan dalam bacaan-bacaan yang digunakan penulis menjadi referensi
dapat membantu penulis dalam melakukan identifikasi masalah yang tertuang pada
Bab 3, dan juga kemudian menemukan beberapa penyelesaian masalah dengan
mediator mindfulness.
DAFTAR PUSTAKA

Altizer, C. (2016). Mindfulness: performance, wellness or fad? 3.

Efferin, S. (2016). Sistem Pengendalian Manajemen berbasis Spiritualitas. Rumah


Peneleh.

Ehrlich, J. (2017). Mindful leadership: Foucsing leaders and organizations.

Hanh, T. N. (t.thn.). 5 Steps to Mindfulness.

Liphadzi, Aigbavboa, & Thwala. (2017). A theoretical perspective on the difference


between leadership and management. 2.

Martuarano, J. (2015, June 02). Diambil kembali dari Institute for Mindful Leadership:
https://instituteformindfulleadership.org/whats-working-pause-lead-
excellence/
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai