Final Paper KDB
Final Paper KDB
KP F
NRP : 130314203
UNIVERSITAS SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Mindfulness
Konsep mindfulness adalah salah satu dari empat dimensi dari spiritualitas dalam
konteks asia yang penulis ambil dari kutipan oleh buku Sistem Pengendalian
Manajemen berbasis Spiritualitas (Efferin, 2016) milik Petchsawanga dan Duchon
(2009), yang mana pada kutipan tersebut dijelaskan bahwa mindfulness atau
kesadaran penuh adalah kesadaran dalam diri seseorang di mana ia selalu
menyadari pikiran dan tindakannya setiap saat sehingga ia leih mampu
mengendalikan emosi dan perilakunya.
(Ehrlich, 2017) Di era efisiensi dan efektifitas, para manajer dituntut untuk bekerja
dalam tekanan untuk selalu mendapatkan lebih daripada apa yang telah mereka
upayakan, hal ini memerlukan kreatifitas untuk sampai hingga puncak tersebut.
Dengan kondisi yang terus berubah dengan tantangan yang muncul, para manajer
dituntut untuk menjadi personal yang multitasking dalam menghadapi situasi.
Padahal, saat melakukan hal secara multitasking, performa akan menurun sebanyak
40% dan menyebabkan timbulnya kesahalahan-kesalahan dua kali lebih banyak.
Menurunkan nilai IQ hingga 15 point. Tidak berhenti pada level IQ, multitasking
juga akan berimbas buruk pada emotional intelligence (EI), karena kita tidak fokus
pada hal-hal yang menjadi isyarat pada tingkat sosial yang membantu dalam
pengambilan putusan.
“overloaded leaders showing up irritable and less able to adapt. Being so busy
they have trouble empathizing with their direct reports or taking time to focus,
reflect, and learn.”
Mindfulness adalah cara untuk menjadi fokus dan sebuah sikap yang membantu
untuk menjadi lebih efektif pada lingkungan yang dikondisikan di paragraf
sebelumnya. Mindfulness bisa mengurangi tingkat kompleksitas yang didapat baik
dari segi informasi, perubahan dan tantangan yang dihadapi.
Latihan untuk penerapan mindfulness adalah untuk memfokuskan diri pada satu hal
atau suatu kondisi, dan apabila fokus tersebut teralihkan, objek harus mampu untuk
kembali fokus pada hal utama yang dilakukan.
(Hanh)
Tahap awal menjadi tahap yang besar dalam mindfulness, pada latihan ini
dilakukan pernapasan yang disadari oleh manusia. Menyadari saat napas masuk ke
dalam paru-paru, dan menyadari saat napas keluar melalui hidung.
Latihan ini adalah kelanjutan dari mindful breathing, mengikuti napas masuk dan
keluar yang dilakukan. Apakah napas itu pendek atau panjang, tidak masalah. Yang
terpenting adalah bagaimana mengikuti napas itu mulai dari awal masuk hingga
akhir. Dan memberikan kesadaran yang berkelanjutan
Tahap ini adalah ketika kita baik secara pikiran dan fisikal berada dalam satu
kesatuan realita, saat kita bernapas dan sudah berkonsentrasi penuh dan mulai
melebarkan sayap kesadaran kepada kehadiran badan kita.
Dalam kehidupan sehari-hari, jarang didapati kita sejalan dengan apa yang badan
kita sedang lakukan dengan pikiran kita. Pikian kita mingkin sedang tertangkap di
masa lalu atau di masa depan, dalam penyesalan, duka ketakutan, atau
ketidakpastian. Tahap ini membantu kita untuk dapat hadir baik secara badan
jasmani dan rohani pada waktu yang sama dan menciptakan harmonisasi.
“Breathing in, I’m aware of my body. Breathing Out, I release the tension in my
body.”
Pada tahapan ke empat ini adalah latihan untuk melepaskan ketegangan yang ada
di dalam diri kita. Karena pada saat kita memiliki kesadaran penuh akan adanya
ketegangan, rasa sakit atau bahkan stress pada diri kita, a\kan lebih mudah untuk
menguarkan perasaan tersebut setelah kita mampu mengidentifikasi terlebih
dahulu.
(Ehrlich, 2017) Konflik yang mungkin timbul adalah saat kolega di tempat kerja
melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak bertanggung jawab dan membuat
kita merasa tersakiti. Saat mengaplikasikan mindfulness kita akan dengan
sendirinya tersadar mengenai apa yang benar-benar sedang terjadi. kita dapat
menarik napas dan merasakan emosi yang bermain dalam diri kita. Merasakan apa
yang terjadi dalam diri kita tanpa penghakimi sang pemicu konflik, tanpa perasaan
maupun keinginan buruk untuk menjatuhkan orang tersebut, dengan mindfulness
kita dapat membuat mekanisme dalam diri kita saat mengalami kejadian tidak enak
dan saat kita merasa direndahkan. So, instead of bereaksi buruk atas kejadian
tersebut kepada subjek pemicu atau mendramatisir keadaan, kita akan mampu
mempelajari perasaan yang sedang bermain dalam diri kita dan mempelajarinya
lalu merefleksikan hal tersebut tanpa kemudian memperpanjang masalah.
Leader yang memiliki keawasan kepada keadaan yang dihadapi mampu untuk
mengkomunikasikan masalah-masalah yang terjadi tanpa melibatkan emosi yang
muncul dan menjadikan suatu konflik melebar dan berkepanjangan.
Dengan seorang pemimpin yang mindful, karyawan lebih mampu merasa engage
kepada pemimpin tersebut karena aura positif dan juga perilaku yang serviced-
oriented. Karena saat seorang pemimpin bukan lagi sebagai diktator yang
memberikan perintah namun juga ikut bagian dalam kegiatan dengan kesadaran
penuh, maka hal-hal mengenai peningkatan profitabilitas dapat juga dipacu seiring
berjalannya pensinergian pemimpin dan karyawan yang memenuhi client yang
dihadapi oleh perusahaan.
BAB III
PEMBAHASAN
“Leaders set a direction for the rest of us; they help us see what lies ahead; they
help us visualize what we might achive; they encourage us and inspire us.” -
(Liphadzi, Aigbavboa, & Thwala, 2017)
Dari kedua definisi tersebut dapat digabuhkan menjadi suatu kesatuan atas mindful
leadership adalah sebagai berikut:
Untuk dapat secara akurat memberikan gambaran kepada orang yang dipimipin,
juga memberikan suntikan semangat dan inspirasi pada diri masing-masing dari
mereka, seorang leader harus memiliki sikap mindful yaitu berada pada saat ini,
secara terbuka mampu untuk menerima apa yang terjadi baik itu masukan maupun
pujian dan menerimanya dalam kesadaran dan sewajarnya serta mampu untuk
berkonsentrasi pada hal yang sedang dihadapi.
Dengan pertumbuhan dalam dunia ekonomi yang kian menjadi lebih cepat
perputarannya, seorang pemimpin dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik
yang berimbas pada keharusan melakukan multitasking, namun multitasking ini
tidak selalu berakibat baik dikarenakan ada titik sendiri dimana tantangan yang
sedang dihadapi oleh seorang pemimpin menjadi terlalu full loaded dan cenderung
meningkatkan tingkat stress yang dialami, dengan peningkatan yang terakumulasi
tanpa penanganan inside out, seorang pemimpin akan dengan mudah menjadi burnt
out kemudian melakukan hal-hal yang merupakan kompensasi atas kerja keras
badan juga pikirannya yaitu menjadi mudah marah dan cenderung berakibat pada
hubungan yang kurang baik anatar sesama kolega.
Dengan berlatih melakukan mindfulness, seorang pemimpin mampu untuk
kemudian menganalisa apa yang terjadi, melakuakan proses berhenti sejenak untuk
kemudian melakukan perefleksian dan melepaskan ketegangan-ketegangan yang
dialami baru kemudian melakukan penyelesaian masalah. Dengan mengaplikasikan
mindfulness, seorang pemimpin akan kemudian mampu mejadi pribadi yang lebih
menyenangkan dan penuh dengan keawasan akan hal-hal yang dihadapi untuk
kemudian secara berangsur menjadikan kesatuan atau pensinergian yang tidak
dibuat-buat, namun secara alami antar visi dan misi perusahaan, kegiatan yang
dilakukan oleh stakeholder perusahaan juga goal yang dicapai.
In a culture that increasingly asks you to move faster and do more to be effective,
the idea that what you actually need to do is stop seems crazy. Now, I don’t mean
to stop for the sake of stopping. What I am talking about is the need to train yourself
to take a pause (I call them Purposeful Pauses). When you begin to routinely take a
few moments to intentionally stop, you can begin to notice when you are living your
life on autopilot. And, you can begin to notice when you are, in fact, not bringing
your best self to those things in your life that are most important-at work and at
home.
For most of us, until we stop, we don’t even realize that this person masquerading
in our skin is not living the life we had imagined, or making decisions aligned with
our deepest held beliefs and principles. Over time, life happens and if we are not
awake, we can be missing out on the possibilities to live that imagined life.
In small ways and over time, we get pulled along into the relentless need for greater,
and more, and bigger, and better. And along the way we lose sight of the reasons
we chose to join this organization, or do this work, or volunteer, or even have a
family. But, when we take a pause, when we allow the dust to settle, we can begin
to see that there is another way of being with the chaos and complexities that
surround us. We are able to put down all the ways we distract ourselves from truly
living in this moment. And it is then that we can begin to step off the autopilot and
begin to make more conscious choices.
If you want to lead with excellence, you need to more consistently make choices
that are not reactive but responsive. Choices that are creative and compassionate,
and choices that sometimes require grit and courage. These are often the choices
made by leaders who have found the ‘win-win-win’-approaches to business that are
good for the company, good for the employees and good for the society. All over
the world, companies like Home Depot, General Mills, and Target have become
involved with social issues by supporting our Veterans, fighting illiteracy, feeding
the hungry, and the list goes on. Win-win-win ideas also have shown up as
initiatives related to sustainability, corporate responsibility or fair wages.
But there is so much more to do and when we are on autopilot and not fully attentive
to what is here in our lives to notice, there is no space to find these win-win-wins.
This is where we need to put a few Purposeful Pauses into our days. A few breaks
in the non-stop busyness to allow the mind and body to stop and pay attention.
The alternative is to live a life that is robotic and it often shows up in our
organizations as employee disengagement. There is nothing that will lessen the
potential of an organization more dramatically than an apathetic workforce. And,
when we are robotic, what is the effect on our ability to connect with our colleagues,
customers, patients or clients? We are physically in the same room but so distracted
by our busyness that we might as well be in the next county. Purposeful Pauses
allow us to be more fully present, and that presence is felt-it feels like respect, true
collaboration and caring. The lack of presence is also felt.
So, would adding a few Purposeful Pauses each day allow you to be more present,
to recharge your mind and body, and to cultivate the spaciousness for some new
ideas? Why not try it out? Here’s how: Taking a Purposeful Pause: (1) Choose some
activity that you do every day-walking to your desk, for example. (2) Each day
when you walk to your desk, make it a Purposeful Pause by staying focused on the
activity-notice your feet striking the ground, the air on your skin, the colors of the
walls, the people you pass. (3) Each time your mind tries to carry you into the future
or the past with ruminations, to-do lists, planning for tomorrow, redirect your
attention to the present moment, the experience of walking to your desk. This
redirection brings you back to the present moment, the only moment you can affect.
As you engage in this training on a daily basis, you will begin to notice how often
you are not being present for your life. And that is the beginning of your
opportunities to choose something different. Purposeful Pauses don’t add time to
your schedule, so why not make them a habit? What you notice may astound you.
By Janice Marturano
Founder and Executive Director, The Institute for Mindful Leadership
Dari pengalaman yang penulis alami hingga saat ini, penulis memiliki
kecenderungan melakukan kegiatan secara berlebihan karena begitu banyak
tuntutan deadline yang diemban dari perkuliahan. Penulis cenderung tidak berada
pada situasi ini dengan pikiran yang terkonsentrasi pula pada saat ini (here and
now).
Pengontrolan diri sendiri ini lebih merujuk kepada ketidak mampuan penulis dalam
mengidentifikasikan titik jenuh. Penulis cenderung untuk menyelesaikan tugas
dengan anggapan bahwa seluruh beban akan hilang setelah semua terselesaikan,
tanpa memikirkan emosi-emosi atau bahkan stress dalam bentuk apa yang sudah
diakumulasi dalam diri penulis.
Dari apa yang sudah penulis lakukan selama ini, hal-hal yang merupakan upaya-
upaya yang sudah dilakukan dalam membuat suatu perubahan positif yang
dilakukan dari dalam diri penulis terlebih dahulu untuk kemudian menjadi suatu
energi yang kuat untuk mengubah hal-hal disekitar menjadi lebih baik adalah
dengan melakukan segala sesuatunya dengan sepenuh hati, karena dengan
memulai dari diri sendri entah menjadi contoh atau bisa juga menjadi besar dan
kokoh untuk kemudian dapat menginspirasi dari cerita-cerita yang bisa penulis
bagikan untuk sekitar demi kebaikan tidak hanya kepada penulis, tapi kepada
pribadi-pribadi lain disekitar penulis.
Selain melakukan segala sesuatu dengan sepenuh hati, penulis juga selalu berusaha
untuk mendisiplinkan diri, hal ini saya pelajari dari novel-novel yang saya baca
yaitu Musashi dan Taiko oleh Eiji Yohshikawa. Kedua novel ini menjadi inspirasi
penulis dalam pembentukan sikap karena nilai-nilai murni ksatria yang dipaparkan
dalam novel tersebut menurut penulis adalah hal-hal terkait pengembangan diri
yang diutamakan pada pencarian jati diri terlebih dahulu, sebelum kemudian dapat
memberikan impact kepada sekitar.
Untuk sementara ini penulis masih dalam usahanya untuk melampaui ego dalam
diri penulis, kegiatan utama yang dilakukan masih seputar area independen yang
cenderung egois. Namun, pengembangan diri merupakan fondasi awal untuk
kemudian dapat mengembangkan atau meningkatkan ke level interdependen untuk
dapat kemudian menciptakan positive impact ke area yang lebih luas lagi.
My Strenght My Weakness
Goal oriented Low Self Control (kalau sudah full
loaded akan meledak-ledak)
Open minded Tidak mau berelasi dengan orang secara
emosional
Tegas Tidak mampu mengkomunikasikan diri
dengan baik
Tidak mudah percaya dengan orang Skeptis dengan sekitar, cenderung
lain. berprasangka buruk.
Terjadwal Cepat merasa bosan dengan
hubungan/berelasi.
Initiator Take portion too much. Sering merasa
dipermainkan atau dipergunakan.
Tidak bergantung dengan orang lain Suka memerdulikan perkataan orang
secara kehadiran. lain mengenai kita.
Confident.
Dapat dengan mudah beradaptasi
Plan Oriented
Upaya penulis dalam selama ini masih seputar egoisme belaka, yaitu untuk
menyelamatkan diri sendiri terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan penulis masih
dalam fase independen. Di fase ini penulis sedang berusaha untuk terus
meningkatkan kualitas kehidupan dan memberikan asupan pada diri penulis untuk
kemudian menjadi lebih kuat atau secara kiasan dapat dikatakan sebagai pohon
yang kokoh dan rimbun, untuk kemudian mampu menaungi sejauh yang bisa
dijangkau oleh ranting pohon.
Penulis menyadari bahwa, to trespass the independent phase, penulis harus terus
mampu untuk meningkatkan kemampuan dalam mengungkapkan hal-hal dan
mampu untuk menyentuh bagian emosional dengan kesadaran penuh sehingga
timbul keawasan yang dapat menjadi kontrol dalam melakukan tindakan-tindakan.
Penulis akan terlebih dahulu belajar untuk menekuni latihan mindfulness, yaitu
dengan meningkatkan kesadaran akan apa yang sedang dilakukan dan
berkonsentrasi kepada hal-hal yang sedang dilakukan secara spesifik.
1. Melakukan latihan mindfulness: berusaha untuk selalu awas akan apa yang
terjadi dalam pikiran dan pada badan, berusaha untuk merefleksikan
perasaan dan berhenti sejenak untuk melakukan evaluasi diri.
2. Setelah mampu untuk melakukan evaluasi diri baik dari segi kemampuan
jasmani dan juga psikis, baru penulis ingin untuk mengembangkan rasa
kepercayaan terhadap sesama dan kepercayaan akan janji-janji Allah SWT
mengenai kehidupan di dunia, pengembangan ini akan memerlukan waktu
yang lumayan panjang dan membutuhkan banyak pemahaman kitab suci
juga memerlukan proses langsung yaitu berupa pelepasan prasangka buruk
yang timbul karena kekangan masa lalu yang buruk dan stop light akan
kemungkinan di masa depan (skeptisisme terhadap manusia).
3. Setelah mendalami janji-janji Tuhan dan mencoba untuk membuka diri
terhadap kemanusiaan (yang selama ini penulis anggap sebagai suatu hal
yang fana), penulis akan mencoba untuk kemudian melakukan round-up
terhadap pemikiran atas suatu konsep yang selama ini penulis anggap salah
kaprah, yaitu mengenai batasan-batasan teritorial manusia dengan manusia
lain. Hal ini dilakukan dengan cara full guard (berbekalkan mindfulness)
juga meningkatan self control secara bertahap.
BAB IV
KESIMPULAN
Mindful membantu kita untuk melihat segala sesuatu lebih jelas dan sesuai dengan
keadaan yang ada sekarang, bukan karena dihantui oleh kejadian masa lalu ataupun
terkekang dengan ketakutan akan masa depan.
Tidak hanya menjadi mediator kepada seorang leader saat mereka sudah berada
pada puncak kepemimpinannya, namun pembelajaran untuk terus memiliki
kesadaran penuh sudah dapat dilakukan sejak sekarang, karena dengan pelatihan
yang dini maka kualitas kehidupan kemudian berada pada tiap-tiap individu untuk
kemudian menciptakan keharmonisan dalam dunia.
Bagi penulis sendiri, latihan mindful dapat membantu permasalahan yang timbul
dalam dunia penulis yang juga dikarenakan keadaan tidak mindful atau cenderung
mind full, yang kemudian menimbulkan konflik-konflik yang berkepanjangan dan
menciptakan horor sendiri kepada diri penulis.
Martuarano, J. (2015, June 02). Diambil kembali dari Institute for Mindful Leadership:
https://instituteformindfulleadership.org/whats-working-pause-lead-
excellence/
LAMPIRAN