Asfiksia
Asfiksia
Oleh :
KADEK PRAJA PARTA ADITYA 16089014075
1. Definisi/Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
bayi selama atau sesudah persalinan.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur sehingga dapat menurunkan O2 (oksigen) dan makin
meningkatnya CO2 (karbondioksida). Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk
apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi
gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
2. Epidemiologi
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus diseluruh
dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir matiyang lebih besar.
Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-
2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian
anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria,sepsis neonatorum dan kelahiran
prematur.1,3 Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat
lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental
dan gangguan belajar. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab
utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders
(35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%)
3. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahirannya, setelah itu diikuti dengan pernapasan teratur. Asfiksia janin/bayi baru lahir
terjadi apabila terdapat gangguan pertukaran gas atau transport oksigen dari ibu ke janin.
Gangguan transport oksigen tersebut dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengarahi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasent, misalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta dll.
3. Faktor fetus
a. Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
b. Lilitan tali pusat
c. Tali pusat pendek
d. Simpil tali pusat
e. Prolapsus tali pusat
4. Faktor neonatus
a. Bayi premature
b. Mekonium dalam ketuban
c. Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir yang terjadi karena beberapa hal,
yaitu: Pemakaian obat anestesi atau analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, trauma yang terjadi pada
persalinan, kelainan kongenital pada bayi.
4. Klasifikasi
1. Asfiksia Ringan ( Virgorus Baby)
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia Sedang (Mild Moderate Asphyksia)
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat
APGAR score
APGAR Score adalah metode penilaian yang digunakan setelah bayi baru lahir sampai lima
menit setelah lahir. APGAR score digunakan untuk mengkaji keadaan bayi.
1. Appearance (warna kulit)
Ketika bayi setelah lahir tentunya akan mudah sekali melihat warna kulitnya.
Normalnya warna kulit bayi setelah lahir adalah kemerahan atau tidak pucat. Jika saat
bayi lahir warna kulitnya pucat, maka diberi nilai 0. Jika hanya
pada ektermitas (tangan atau kaki) pucat atau biru, maka diberi nilai 1. Sedangkan
jika warna kulitnya kemerahan, diberikan nilai 1.
Apabila bayi menangis kuat tentu usaha napas bayi baik (nilai APGAR 2). Sedangkan jika
hanya terdengar suara seperti merintih maka usaha napasnya kurang baik (nilai APGAR 1).
Jika bayi tidak menangis sama sekali ini pertanda bahwa tidak ada usaha napas pada bayi
(nilai APGAR 0).
0 1 2
Nilai
Appearance Biru, pucat Badan merah, ekstremitas biru Semuanya merah muda
Activity Lemas / lumpuh Gerakan sedikit / Fleksi tungkai Aktif fleksi tungkai baik / reaksi melawan
Keterangan :
Nilai APGAR antara 7-10 menandakan kondisi bayi baik
Nilai APGAR antara 4-6 menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia sedang
Nilai APGAR antara 0-3 menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia berat
6. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas
oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin.
Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi
darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam
arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada
saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan
masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap.
Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru
akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup
bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung
kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang
DA akan tetap tertutup sehingga bentuksirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk
membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk
pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat
diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya.
Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk
mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler
dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan
ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa
tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik
nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau
alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin
mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk
memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan,
asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat
anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam
alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang
berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh
darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi
paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen
akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan
Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin
terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan
timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan,
gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan
asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi
metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk
akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa
berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga
mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan
tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar
PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh
dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan
menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut
pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan
bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki
periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam,
denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian
akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
WOC
Bersihan jalan
Ketidakefek napas
tifan pola
napas
Gangguan
pertukaran gas
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
b. Kepala : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
c. Mata : Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada
bleeding konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
d. Hidung : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
e. Mulut : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
g. Leher : Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
h. Thorax : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100
x/menit.
i. Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus
costae pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia
diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi,
sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna
j. Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya
tanda- tanda infeksi pada tali pusat.
k. Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat
labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan,
kadang perdarahan.
l. Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari faeces.
m. Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.
n. Refleks : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan saraf pusat atau adanya patah tulang
8. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena
bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena
sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
9. Penatalaksanaan
a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir
mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti
ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara
terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30
mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan
dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan
melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi
paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai
timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi
tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka
masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu
setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak.
Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi
atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus
segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan
filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian
dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan
dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil
diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan
gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi
dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari
ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya
mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi
20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin
timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa
saat teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi
endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat
segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
b. Terapi Medikamentosa
1. Epinefrin
Indikasi:
Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB).
Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada
respon dengan resueitasi.
Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai
dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak
memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10
ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
3. Bikarbonat
Indikasi:
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan
bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia
Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan
secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak furgsi miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi
pernapasan.
Indikasi:
Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4 jam
sebelurn pmsalinan.
Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
10. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya
edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
c. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mukus banyak.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah dirancang pada intervensi keperawatan.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah dibuat untuk mengetahui
respon pasien terhadap tindakan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Vivian Nanny Lia Dewi. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.
2010.
http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/