Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN REFLEKSI KASUS KOMPREHENSIF

Nama : Kusumaningrum Wijayanti

NIM : 20130310100

NIPP : 20174011084

Rumah Sakit : RS PKU Muhammadiyah Gombong

I. Rangkuman Pengalaman
Sabtu, 24 Mei 2019 saya dan dokter muda stase komprehensif UMY melakukan
kunjungan dengan pihak Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Ad Diin Kuwarasan
Kebumen. Kami berdiskusi mengenai kondisi pondok dan masalah kesehatan yang
ada di pondok. Didapatkan masalah kesehatan utama di pondok tersebut adalah
banyak santri yang menderita gatal-gatal yang menyebar/menular diantara mereka.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa santri didapatkan bahwa diantara
mereka ada yang menderita Scabies. Santri seringkali bertukar pakaian yang
menyebabkan penyakit ini menular ke santri yang lain. Santri yang ada di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an Ad Diin Kuwarasan Kebumen ini terdiri atas124 santri
putra dan 87 santri putri.
Berdasarkan masalah tersebut, Senin, 27 Mei 2019 kami melakukan penyuluhan
tentang Scabies dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan tujuan
meningkatkan kesadaran santri tentang pentingnya kebersihan, kesehatan, serta
penyuluhan kesehatan tentang Scabies.

II. Perasaan terhadap Pengalaman


Menurut saya, kasus ini menarik karena kebiasaan para santri yang kurang
menjaga kebersihan dan kesehatan sehingga meningkatkan resiko penyakit kulit
menular seperti Scabies.

III. Evaluasi
Bagaimanakah penularan Scabies pada santri di pondok pesantren? Bagaimana
pencegahannya? Bagaimana indikator PHBS di pondok pesantren?

IV. Analisis/ Pembahasan

Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan dan lembaga


dakwah. Dalam prosesnya pendidikan dan pengajaran agama islam merupakan
fungsi dasar yang paling utama dalam pondok pesantren sebagai lembaga dakwah,
pondok pesantren merupakan pusat penyebaran dan pengembangan misi dan
dakwah islamiah.
Pondok pesantren mempunyai kegiatan yang sangat padat, baik kegiatan
formal atau non formal, maka dengan adanya kegiatan yang padat sehingga santri
pondok pesantren kurang memperhatikan kebersihan diri dan kebersihan
lingkungan serta hunian yang padat merupakan faktor terjadinya santri terkena
penyakit scabies.
Skabies dapat mengganggu kualitas hidup santri akibat keluhan gatal yang
hebat serta infeksi sekunder. Keluhan tersebut dapat menurunkan kualitas akademik
santri dimana pada penelitian Sudarsono di Medan 2011 menunjukkan penurunan
prestasi belajar santri setelah terkena skabies. Dilihat dari kondisi lingkungan serta
padatnya jumlah penduduk di Pondok Pesantren Nurul Jadid khususnya Dalem
Barat sehingga perlu dilakukan pengabdian terkait studi preventif skabies,
penularan, dan cara pengobatan yang benar.
Penyakit scabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei akan
berkembang pesat jika kondisi lingkungan buruk dan tidak didukung dengan
perilaku hidup bersih dan sehat oleh santri. Sarcoptes scabiei menyebabkan rasa
gatal pada bagian kulit seperti sela jari, siku, selangkangan. Scabies banyak
menyerang pada orang yang hidup dengan kondisi personal hygiene di bawah
standar atau buruk, sosial ekonomi rendah, kepadatan penduduk, dan
perkembangan demografik serta ekologik.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies diantaranya


adalah faktor personal hygiene responden. Penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat kecenderungan bahwa semakin baik personal hygiene responden maka
kejadian scabies semakin rendah. Kebersihan diri (personal hygiene) sangat
berkaitan dengan pakaian, tempat tidur yang digunakan sehari-hari.
Kejadian scabies sering ditemukan di pondok pesantren karena santri gemar
sekali bertukar baju, pinjam meminjam pakaian, handuk, sarung bahkan bantal dan
guling serta kasurnya kepada teman sesamanya. Kondisi ini sangat memungkinkan
terjadinya penularan scabies kepada orang lain apabila para santri tidak sadar akan
pentingnya perilaku hidup bersih sehat dan salah satu upaya untuk mengurangi
penularan penyakit ini yaitu dengan berperilaku hidup bersih dan sehat

Penyakit skabies ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan
lingkungan dan menjaga kebersihan diri, mencuci bersih baju, handuk, sprei
penderita skabies bahkan lebih baik apabila dicuci menggunakan air panas
kemudian menjemurnya sampai kering, menghindari pemakaian baju, handuk,
seprai secara bersama-sama. Dan yang lebih utama adalah dengan memutuskan
mata rantai penularan penyakit skabies dengan cara mengobati penderita sampai
tuntas. Faktor sanitasi lingkungan yang dapat dihubungkan dengan skabies
diantaranya adalah ventilasi, pencahayaan, suhu, kelembaban dan tempat
penyediaan air bersih.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support),
dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk
membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan
masing-masing, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat, dalam rangka
menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan

PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran


atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
PHBS mempunyai tatanan sehat yang terdiri di lima tatanan, yaitu tatanan rumah
tangga, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum, tatanan sekolah, dan tatanan
sarana kesehatan. Tatanan yang lain Menurut (Dinas Kesehatan) Dinkes Provinsi
Jatim (Terdapat tatanan PHBS yang lain yaitu PHBS di tatanan Pondok Pesantren.
Tantanan Pondok Pesantren mempunyai Indikator PHBS yaitu kebersihan
perorangan; penggunaan air bersih; kebersihan tempat wudhu; pengunaan jamban;
kebersihan asrama, halaman dan ruang belajar; ada kader atau santri husada dan
kegiatan poskestren; bak penampungan air bebas dari jentik nyamuk; Penggunaan
garam beryodium; makanan gizi seimbang; pemanfaatan sarana pelayanan
kesehatan; gaya hidup tidak merokok dan bebas napza; gaya hidup sadar acquired
immune deficiency syndrome (AIDS); peserta jamiman pemeliharaan kesehatan
masyarakat (JPKM), dana sehat, atau asuransi kesehatan lainnya

V. Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut


Pondok Pesantren ke depannya diharapkan dapat memberi perhatian khusus
terhadap kebersihan dan kesehatan para santri dan tidak menyepelekan penyakit
kulit menular yang di derita para santrinya. Diharapkan pihak pondok dan para
santri melakukan pencegahan seperti indikator-indikator PHBS di atas.

VI. Referensi
1. Kustantie et al. (2016). Perilaku Pencegahan Penyakit Terhadap Kejadian
Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Al-Falah Putera Banjarbaru. Dunia
Keperawatan, Volume 4, Nomor 1 (1-7)
2. Farihah dan Azizah. (2016).Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berhubungan
Dengan Skabies Di Pondok Pesantren Qomaruddin Kabupaten Gresik.
Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai