PSIKOTIK AKUT
Oleh
Pembimbing
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
Psikotik Akut
Oleh:
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar Palembang periode 11
Maret 2019 – 15 April 2019.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
kasus dengan judul “Psikotik Akut”. Pada kesempatan ini, penulisan juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Bintang Arroyanti,
Sp.KJ selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Demikianlah penulisan laporan kasus ini semoga dapat berguna bagi kita
semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
1. Nama : An. MN
2. Tanggal Lahir/Umur : 25 Desember 2004/14 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Pelajar
5. Pendidikan : SMP (belum tamat)
6. Agama : Islam
7. Alamat : Desa Banyu Urip, Tanjung Lago, Banyuasin
8. Status Perkawinan : Belum Menikah
9. Warga Negara : Indonesia
A. STATUS INTERNUS
- Keadaan Umum
Sensorium : Compos mentis terganggu
Suhu : 36,5°C
Nadi : 86x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Turgor : < 2 detik
Berat Badan : 44 kg
Tinggi Badan : 156 cm
Status Gizi : Normoweight
- Sistem Kardiovaskular : tidak ada kelainan
- Sisem Respiratorik : tidak ada kelainan
- Sistem Gastrointestinal : tidak ada kelainan
- Sistem Urogenital : tidak ada kelainan
2
3
C. ANAMNESIS
Identitas alloanamnesis (pasien ditemui di IGD RS Ernaldi Bahar
Palembang)
1. Nama : Ny. R
2. Umur : 42 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
5. Pendidikan : SMP
6. Agama : Islam
7. Alamat : Desa Banyu Urip, Tanjung Lago,
Banyuasin
8. Hubungan dengan pasien : Ibu kandung
- Riwayat Premorbid
Bayi : lahir normal, cukup bulan
Anak-anak : ceria dan ramah
Remaja : ceria dan ramah, cenderung pendiam
- Riwayat Pendidikan
SD : tamat SD
SMP : belum tamat SMP
- Riwayat Pekerjaan
pelajar
- Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah
6
- Riwayat Keluarga
- Status Ekonomi
Status ekonomi menengah ke bawah
AUTOANAMNESIS
- Ingatan jangka
“Namo ibu samo ayah “Rosdalela samo Salam” panjang baik
miftah inget dak?”
- Halusinasi akustik
Kalo di rumah apo gawe “Makan”
Miftah?
“Seneng. Makan”
“Miftah seneng dak di
rumah?”
“ado muko”
“Ngapo?”
- Halusinasi visual
“Bukan.Uong.”
“Muko siapo? ”
KEADAAN UMUM
- Kesadaran/Sensorium : Somnolen
- Perhatian : Distraktibilitas
- Sikap : Kooperatif
- Inisiatif : Tidak ada
- Tingkah Laku Motorik : Normoaktif
- Ekspresi Fasial : Datar
- Verbalisasi : Kurang jelas
- Cara Bicara : Lancar
- Kontak Psikis : - Kontak Fisik : Tidak ada
- Kontak Mata : Ada, kurang
- Kontak Verbal : Ada, kurang
Kontinuitas : cukup
Hendaya berbahasa : Tidak ada
• Flight of ideas : Ada
• Inkoherensi : Ada
• Sirkumstansial : Tidak ada
• Tangensial : Tidak ada
• Terhalang : Tidak ada
• Terhambat : Ada
• Perseverasi : Ada
• Verbigerasi : Ada
16
- Isi Pikiran
Pola Sentral : Tidak ada
Waham : Ada. Waham bizarre.
Ide terfiksir : Tidak ada
Fobia : Tidak ada
Hipokondria : Tidak ada
Konfabulasi : Tidak ada
Perasaan inferior : Tidak ada
Perasaan berdosa/salah : Tidak ada
Rasa permusuhan/dendam : Tidak ada
Kecurigaan : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
- Pemilikan Pikiran
Obsesi : Tidak ada
Alienasi : Tidak ada
- Bentuk Pikiran
Autistik : Ada
Dereistik : Ada
Simbolik : Tidak ada
Paralogik : Tidak ada
Simetrik : Tidak ada
Konkritisasi : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
- Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan
Abulia/Hipobulia : Tidak ada
Vagabondage : Tidak ada
Katatonia : Tidak ada
Kompulsi : Tidak ada
Raptus/Impulsivitas : Tidak ada
Mannerisme : Tidak ada
17
E. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
- AKSIS I : F23.Psikotik Akut
- AKSIS II : Z.03.2 Tidak ada diagnosis
- AKSIS III : Z.03.2 Tidak ada diagnosis
- AKSIS IV : Pasien tidak akur dengan teman-teman di sekolahnya
- AKSIS V : GAF Scale 60-51
F. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
- Psikotik Akut
- Malingering
- Gangguan mental dan prilaku akibat zat psikoaktif
- Gangguan bipolar
- Skizofrenia
- Skizoafektif
G. TERAPI
a. Psikofarmaka
Tablet Risperidone 2 x 2 mg
Tablet Haloperidol 2 x 1,5 mg
Tablet Lorazepam 1 x 0,5 mg
18
b. Psikoterapi
Konseling : menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya
Edukasi : memotivasi pasien dan menganjurkan pasien untuk
selalu minum obat secara teratur agar penyakitnya
terkontrol dan menjelaskan kepada pasien apa yang
akan terjadi jika obat tidak diminum
c. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang sekitar
tentang penyakit pasien sehingga tercipta dukungan sosial dalam
lingkungan yang kondusif sehingga membantu proses penyembuhan.
H. PROGNOSIS
Prognosis baik : gejala afektif, onset mendadak, tidak ada saudara
skizofrenik.
A. Definisi
Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya
terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh. Psikotis akut
adalah sekelompok gangguan jiwa yang berlangsung kurang dari satu
bulan dan tidak disertai gangguan mood, gangguan berhubungan dengan
zat, atau suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum. Gangguan
psikosis akut dan sementara adalah sekelompok gangguan jiwa yang
(Muslim R., 2013):
1. Onsetnya akut ( 2 minggu)
2. Sindrom polimorfik
3. Ada stresor yang jelas
4. Tidak memenuhi kriteria episode manik atau depresif
5. Tidak ada penyebab organik
B. Epidemiologi
1. Frekuensi Internasional
Berdasarkan studi epidemiologi internasional, bila dibandingkan
dengan skizofrenia, insidensi nonaffective acute remitting psychoses
sepuluh kali lebih tinggi terjadi di negara-negara berkembang daripada
negara-negara industri. Beberapa klinisi meyakini bahwa gangguan ini
lebih sering terjadi pada pasien dengan kelas sosioekonomi yang rendah,
pasien dengan gangguan kepribadian, dan imigran. Pada negara-negara
non industri, beberapa istilah lain sering digunakan untuk menjelaskan
bentuk psikosis yang dipicu oleh stres yang tinggi (Katona, Cornelius Dn
Robertson Mary, 2016).
19
20
2. Mortalitas/Morbiditas
Sebagaimana episode psikosis lainnya, risiko pasien menyakiti diri
sendiri dan/atau orang lain dapat meningkat (Katona, Cornelius Dn
Robertson Mary, 2016).
3. Jenis kelamin
Menurut studi epidemiologi internasional, insidensi dari gangguan
ini dua kali lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan pria. Di Amerika
Serikat, sebuah penelitian mengindikasikan adanya insidensi yang lebih
tinggi pada wanita (Trimble MR., George MS, 2017).
4. Usia
Gangguan ini lebih sering terjadi pada pasien dengan usia antara
dekade ke tiga hingga awal dekade ke empat. Beberapa klinisi meyakini
bahwa pasien dengan gangguan kepribadian (seperti narsissistik, paranoid,
ambang, skizotipal) lebih rentan berkembang menjadi gangguan psikosis
pada situasi yang penuh tekanan (Trimble MR., George MS, 2017).
C. Etiologi
Di dalam DSM III-R faktor psikososial bermakna dianggap
menyebabkan psikosis reaktif singkat, tetapi kriteria tersebuat telah
dihilangkan dari DSM IV. Perubahan DSM IV menempatkan diagnosis
gangguan psikotik akut di dalam kategori yang sama dengan diagnosis
psikiatrik lainnya yang penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis
kemungkinan termasuk kelompok gangguan yang heterogen.
Pasien dengan gangguan psikotik akut yang pernah memiliki
gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau
psikologis ke arah perkembangan gejala psikotik. Teori psikodinamika
menyatakan bahwa gejala psikotik adalah suatu pertahanan terhadap
fantasi yang dilarang, penurunan harapan yang tidak tercapai atau suatu
pelepasan dari situasi psikososial tertentu (Fattemi SH, Clayton PJ, 2018).
21
b. Faktor Psikologik
1) Hubungan Intrapersonal
a) Inteligensi
b) Keterampilan
c) Bakat dan minat
d) Kepribadian
2) Hubungan Interpersonal
a) Interaksi antara kedua orang tua dengan anaknya.
b) Orang tua yang over protektif.
c) Orang tua yang terlalu sibuk dengan dunianya sendiri.
d) Peran ayah dalam keluarga.
e) Persaingan antar saudara kandung.
f) Kelahiran anak yang tidak diharapkan.
c. Faktor Sosio – Agama
1) Pengaruh Rasial
Contohnya, adanya pengucilan pada warga berkulit hitam di negara
Eropa.
2) Golongan Minoritas
Contohnya, pengucilan terhadap seseorang atau sekelompok orang
yang menderita penyakit HIV.
3) Masalah Nilai – Nilai yang Ada dalam Masyarakat.
4) Masalah Ekonomi
Contohnya, karena selalu hidup dalam kekurangan seorang ibu
menganiaya anaknya.
5) Masalah Pekerjaan.
6) Bencana Alam.
7) Faktor Agama atau religius baik masalah intra agama ataupun inter
agama. Contoh, perasaan bingung dalam keyakinan yang dialami
seorang anak karena perbedaan keyakinan dari orang tuanya.
23
E. Gambaran klinis
Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurangnya satu
gejala psikotik, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu
memasukkan keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia.
Beberapa klinisi telah mengamati bahwa gejala afektif, konfusi, dan
gangguan pemusatan perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada
gangguan psikotik singkat daripada gangguan psikotik kronis. Gejala
karakteristik untuk gangguan psikotik singkat adalah perubahan
emosional, pakaian, atau perilaku yang aneh, berteriak-teriak atau diam
membisu, dan gangguan daya ingat untuk peristiwa yang belum lama
terjadi. Beberapa gejala tersebut ditemukan pada gangguan yang
mengarahkan diagnosis delirium dan jelas memerlukan pemeriksaan
organik yang lengkap, walaupun hasilnya mungkin negatif (Katona,
Cornelius Dn Robertson Mary,2016).
F. Diagnosis
1. PPDGJ III
Pedoman diagnostik (Muslim R,2013)
1.) Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan
prioritas yang diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari
gangguan ini. Urutan prioritas yang digunakan adalah
a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang sama
dengan jangka waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata
dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan
dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode
prodormal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri
khas yang menentukan seluruh kelompok.
b. Adanya sindrom yang khas (berupa polimorfik =
beraneka ragam dan berubah cepat, atau schizophrenia-
like = gejala skizofrenik yang khas)
c. Adanya stres akut yang berkaitan
d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung
2.) Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria
episode manik atau episode depresif, walaupun perubahan
emosional dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol dari
waktu ke waktu
3.) Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium
atau demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan
alkohol atau obat-obatan.
6.) F 23.9 Gangguan psikotik akut dan sementara YTT (Muslim R,2013)
3. DSM V
DSM V memiliki rangkaian diagnosis untuk gangguan psikotik,
didasarkan terutama atas lama gejala. Gangguan psikosis akut dan
sementara adalah sekelompok gangguan jiwa yang berlangsung satu hari
tetapi kurang dari satu bulan dan tidak disertai gangguan mood, gangguan
berhubungan dengan zat, atau suatu gangguan psikotik karena kondisi
medis umum.
Untuk gejala psikotik yang berlangsung lebih dari satu hari,
diagnosis sesuai yang harus dipertimbangkan adalah gangguan delusional
(jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan skizofreniform
(jika gejala berlangsung kurang dari enam bulan) dan skizofrenia jika
gejala telah berlangsung lebih dari enam bulan.
Gangguan psikotik singkat diklasifikasikan di dalam DSM V
sebagai suatu gangguan psikotik dengan durasi singkat. Kriteria diagnostik
ditentukan dengan sekurangnya ada satu gejala psikotik yang jelas yang
berlangsung selama satu hari sampai satu bulan (Muslim R,2013).
27
G. Jenis Stresor
Stresor pencetus yang paling jelas adalah peristiwa kehidupan yang
besar yang dapat menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna pada
tiap orang. Contoh peristiwa adalah kematian anggota keluarga dekat dan
kecelakaan kendaraan yang berat. Klinisi lain berpendapat bahwa stresor
mungkin merupakan urutan peristiwa yang menimbulkan stres sedang,
28
H. Diagnosis banding
Diagnosis lain yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding
adalah gangguan buatan (factitious psikotik karena kondisi medis umum
dan gangguan psikotik akibat zat. Seorang pasien mungkin tidak mau
mengakui penggunaan zat, dengan demikian membuat pemeriksaan
intoksikasi zat sulit tanpa menggunakan tes laboratorium. Pasien dengan
epilepsi atau delirium dapat juga datang dengan gejala psikotik seperti
yang ditemukan pada gangguan psikotik akut disorder) dengan tanda dan
gejala psikologis yang menonjol, berpura-pura (malingering) (Ingram,
dkk, 2014).
I. Penatalaksanaan
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
psikotik akut berikut hak dan kewajibannya.
a) Episode akut sering mempunyai prognosis yang baik, tetapi
lama perjalanan penyakit sukar diramalkan hanya dengan
melihat dari satu episode akut saja.
b) Agitasi yang membahayakan pasien, keluarga atau masyarakat,
memerlukan hospitalisasi atau pengawasan ketat di suatu
tempat yang aman. Jika pasien menolak pengobatan, mungkin
diperlukan tindakan dengan bantuan perawat kesehatan jiwa
masyarakat dan perangkat desa serta keamanan setempat
4. Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik akut :
a) Berikan obat antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik,
haloperidol 2 – 5 mg, 1 – 3 kali sehari, atau Chlorpromazine
100 – 200 mg 1 – 3 kali sehari. Dosis harus diberikan serendah
mungkin untuk mengurangi efek samping, walaupun beberapa
pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi.
b) Obat antiansietas juga bisa digunakan bersama dengan
neuroleptika untuk mengendalikan agitasi akut (misalnya :
lorazepam 1 – 2 mg, 1 – 3 kali sehari).
c) Obat antipsikotik selama sekurang – kurangnya 3 bulan
sesudah gejala hilang (Amir N,2015).
J. Prognosis
Pada umumnya pasien dengan gangguan psikotik singkat memiliki
prognosis yang baik dan penelitian di Eropa telah menyatakan bahwa 50
sampai 80 persen dari semua pasien tidak memiliki masalah psikiatrik
berat lebih lanjut. Lamanya gejala akut dan residual seringkali hanya
beberapa hari. Kadang-kadang gejala depresif mengikuti resolusi gejala
psikotik. Bunuh diri adalah suatu keprihatinan pada fase psikotik maupun
fase depresif pascapsikotik (Katona, Cornelius Dn Robertson Mary, 2016).
Ciri prognosis yang baik untuk gangguan psikotik akut:
- Riwayat premorbid yang baik
30
An. MN, perempuan, 14 tahun, dibawa oleh kedua orang tuanya ke IGD RS
Ernaldi Bahar dengan sebab utama mengamuk, mengoceh sendiri, dan tidak bisa
tidur. Wawancara dan observasi dilakukan pada Kamis, 21 Maret 2019 pukul
13.25 di IGD RS Ernaldi Bahar Palembang. Wawancara dilakukan dengan Ny. R
selaku ibu kandung pasien. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Palembang.
± 3 tahun yang lalu pasien pernah terjatuh dari motor. Pasien sempat tidak
sadar. Semenjak kecelakaan keluarga merasa sikap pasien mulai berubah. Pasien
sering mengambil barang teman-temannya dan mengganggu teman-temannya.
Pasien berobat ke orang pintar kemudian keluhan berkurang.
± 9 hari SMRS pasien marah-marah saat sepulang sekolah, mengatakan
bahwa pasien ribu dengan temannya. Pasien tidak bercerita apa masalahnya.
Pasien berbicara sendiri namun masih dapat diperintah. Pasien dapat tidur dengan
baik.
± 3 hari SMRS, ibu pasien menyatakan pasien gelisah dan semakin sering
berbicara sendiri. Pembicaraan tidak dapat dimengerti. Pasien juga terbangun dari
tidur pada malam hari dan tidak dapat tertidur lagi. Pasien membuang barang-
barang yang ada di rumah. Pasien kemudian dibawa ke orang pintar, disarankan
dibawa ke bidan, kemudian bidan menyarankan dibawa ke RS Ernaldi Bahar.
Pasien lalu beobat ke IGD RS Ernaldi Bahar, di IGD pasien disuntik obat
dan diberikan 1 macam obat (ibu pasien tidak tahu namanya) dan dikatakan dapat
berobat jalan. Pasien lalu diberikan obat 2 jenis 1 berwarna kuning, satunya
berwarna putih.
± 1 hari SMRS ibu pasien merasa tidak ada perubahan pada pasien. Pasien
semakin gelisah. Tidak tidur. Pasien masih berbicara sendiri dan sulit dimengerti.
Pasien tidak ada keinginan dan tanda-tanda ingin bunuh diri. Pasien sering
31
32
memukul diri sendiri dan membuka pakaian. Pasien tidak bias diajak
berkomunikasi oleh orang tua. Makan dan minum berkurang. Pasien tidak mau
mandi. Pasien kemudian dibawa kembali ke RS Ernaldi Bahar.
Dari riwayat premorbid diketahui pasien memiliki kepribadian ramah,
penurut, dan ceria. Lalu, dilakukan wawancara dilakukan dengan pasien dengan
posisi pasien berbaring di brankar. Pasien memakai baju kaos lengan panjang
berwarna kuning dan celama jeans berwarna biru muda. Wawancara dilakukan
dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Palembang. Dari
autoanamnesis diperoleh yakni kesadaran pasien somnolen, kooperatif, kontak
mata tidak ada, perhatian mudah teralih, inkoherensi, terus meracau, menghentak-
hentakkan kaki, emosi labil tak terkendali.
Wawancara dan observasi dilanjutkan pada Jumat, 22 Maret 2019 pukul
10.20 WIB di Bangsal Asoka RS Ernaldi Bahar Palembang. Pemeriksa sebanyak
3 orang dan pasien duduk berhadapan. Pasien mengenakan seragam pasien
berwarna ungu. Wawancara dilakukan dalam bahasa Indonesia dan Bahasa
Palembang. Selama wawancara kontak pasien minimal, pasien banyak berbicara
sendiri.
Pada status internus dan status neurologikus semua dalam batas normal.
Pada status psikiatrikus pada keadaan umum didapatkan kesadaran
somnolen, pehatian mudah teralihkan (distraktibilitas), sikap kooperatif, inisiatif
tidak ada, tingkah laku motorik normoaktif, ekspresi fasial datar, verbalisasi
kurang jelas, cara bicara lancar, tidak ada kontak fisik, kontak mata dan verbal ada
namun kurang. Pada keadaan khusus ditemukan afek labil, emosi labil dan
dangkal, pengendalian terkendali, inadekuat, echt, skala diferensiasi normal,
einfuhlung sulit dirabarasakan, arus emosi normal. Keadaan dan fungsi intelek
didapatkan daya konsentrasi inadekuat dan orientasi kurang baik dengan tilikan
derajat I. Ditemukan kelainan sensasi dan persepsi berupa halusinasi akustik
(auditorik), pasien mengaku mendengar dan mengobrol dengan Allah, serta
halusinasi visual, pasien dapat melihat pohon dan monyet di dalam ruangan dan
melihat wajah-wajah di kaca. Dari keadaan proses berpikir ditemukan mutu
proses berpikir kurang jelas dan kurang tajam serta terdapat hendaya berbahasa
33
2. Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode
manik (F30.-) atau Episode depresif (F32.-) walaupun perubahan emosional
dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.
3. Tidak ada penyebab organis, seperti trauma kapitis, delirium, atau demensia.
Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alkohol atau obat-obatan.
Pada aksis II, didiagnosis sebagai Z.03.2. Tidak ada diagnosis aksis II. Hal
ini didasarkan sebab utama, keluhan utama, serta riwayat dari pasien tidak
menunjukkan adanya gangguan kepribadian ataupun retardasi mental.
Pada aksis III, didiagnosis sebagai Z.03.2 Tidak ada diagnosis karena tidak
ditemukan kondisi medik umum pada pasien.
Pada aksis IV, didiagnosis
Pada aksis V, GAF scale 60-51 menunjukkan gejala sedang (moderate),
disabilitas sedang. Hal ini dikarenakan pasien datang dengan sebab mengamuk
dan terkadang tidak mau melakukan activity daily life (ADL). Secara fungsional
pasien digolongkan mengalami disabilitas fungsi dengan derajat sedang, sesekali
pasien masih dapat berinteraksi sosial dengan keluarga.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah farmakoterapi dan
psikoterapi. Farmakoterapi yang diberikan adalah tablet risperidone 2 x 2 mg,
haloperidol 2x 1,5 mg, dan lorazepam 1 x 0,5 mg. Pada pasien ini diberikan obat
antipsikotik tipikal dan atipikal. Awalnya pasien hanya diberikan obat antipsikotik
atipikal yaitu risperidone namun pasien masih terlihat gelisah dan agak agresif
sehingga ditambahkan antipsikotik tipikal yaitu haloperidol. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi gejala positif dan negatif pasien. Selain itu, pasien juga
diberikan obat antiansietas, yaitu lorazepam untuk menghilangkan agitasi pasien
sehingga pasien dapat lebih tenang.
Psikoterapi pada psikotik akut juga merupakan terapi yang penting untuk
mengurangi gejala. Psikoterapi terdiri dari suportif, kognitifm keluarga, dan
religius. Pasien dan keluarga perlu memahami tentang penyakit pasien sehingga
dapat saling mengerti terutama untuk keluarga pasien agar bisa memotivasi dan
memberikan dukungan ke pasien yang dapat membantu proses pemulihan
terutama dalam proses minum obat. Untuk orang sekitar pasien juga perlu
35
diberikan penjelasan sehinga dapat tercipta dukungan sosial dan lingkungan yang
kondusif. Dan juga pasien disarankan untuk melakukan ibadah sesuai dengan
agama yang dianutnya.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Hal ini dikarenakan
gejala afektif, onset mendadak, dan tidak ada riwayat keluarga skizofrenik.
36
DAFTAR PUSTAKA