Anda di halaman 1dari 23

SMF / Bagian Ilmu Kesehatan Anak LAPORAN KASUS

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Maret 2019


Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana

HIPERBILIRUBINEMIA

Oleh :

Eufemia Febriosa Hubung, S. Ked


(1408010020)

Pembimbing :
dr. Tjahyo Suryanto, M. Biomed, Sp.A
dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M. Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
FAKULTAS KEDOKTERAN

1
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019

LEMBARAN PENGESAHAN

Laporan Kasus ini dengan judul: Hiperbilirubinemia atas nama Eufemia


Febriosa Hubung, S.Ked NIM: 1408010020 pada Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam
kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z.
Johannes Kupang pada tanggal Maret 2019

Kupang, Maret 2019


Mengetahui Pembimbing,

1. dr. Tjahyo Suryanto, Sp. A .....................................

2. dr. Irene K.L.A Davidz, Sp.A, M.Kes .....................................

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat, perlindungan, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus dengan judul Hiperbilirubinemia di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Prof. dr.W.Z.Johannes-Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Penulisan
Laporan Kasus ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Regina M. Manubulu, Sp.A, M.Kes selaku Ketua SMF Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes sekaligus pembimbing
yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dalam
menyusun Laporan Kasus ini.
2. dr. Hendrik Tokan, Sp. A selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun Laporan Kasus ini.
3. dr. Irene K.L.A Davidz, Sp.A, M.Kes selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun
Laporan Kasus ini.
4. Segenap Staf Medis Fungsional (SMF)Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Prof. Dr. W.Z. Johannes-Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana.
5. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun Laporan
Kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Kasus ini jauh dari kata
sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga Laporan Kasus ini dapat memberikan manfaat bagi banyak
orang.
Kupang, Maret 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LEMBARAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
I .PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
II.LAPORAN KASUS .......................................................................................... 2
1. Identitas Pasien.................................................................................................. 2
2.Riwayat Perjalanan Penyakit.............................................................................. 2
3. Pemeriksaan Fisik ............................................................................................. 4
4. Resume .............................................................................................................. 6
5. Diagnosis Kerja ................................................................................................. 7
6. Tatalaksana........................................................................................................ 7
III.DISKUSI .......................................................................................................... 8
IV.KESIMPULAN ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 11 Februari 2019...................4


Tabel 2 Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan
Sakit ( <37 minggu ).............................................................................................11

5
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Normogram bilirubin sesuai usia (dalam jam). .................................... 9
Gambar 2. Algoritma terapi sinar pada bayi usia kehamilan ≥ 35 minggu........... 10

6
LAPORAN KASUS
HIPERBILIRUBINEMIA
Eufemia Febriosa Hubung, S.Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana

I. PENDAHULUAN
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering dijumpai pada minggu
pertama kehidupan. Keadaan ini dapat merupakan kejadian sesaat yang dapat hilang
spontan. Sebaliknya, hiperbilirubinemia dapat juga merupakan hal yang serius, bahkan
mengancam jiwa. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin total
pada minggu pertama kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12-13 mg% (205-
220 mikromol/L). Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah
> 13 mg/dL. Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah
fisiologis.5
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.
Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah,
biasanya menjadi kuning pertama kali. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak
apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 μmol/L), sedangkan pada neonatus baru
tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 μmol/L). Bilirubin serum
normal adalah 0,1 – 0,3 mg/dl.7,8 Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk,
yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan
dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air
dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk
dan indirek.4,9 Sebagian besar ikterus pada neonatus tidak memiliki penyebab
dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu
pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Tetapi sebagian kecil memiliki
penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus patologik)
sehingga menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.

7
Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling
berat. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya
agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.3,4
II. LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
No. MR : 50-73-66
Nama : By. Ny. AR
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 4 Februari 2019
Umur : 7 hari
Berat Badan : 2600 gr
Alamat : Penkase
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. DR
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Swasta
Nama Ibu : Ny. AR
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Anamnesis
Keluhan Utama : Bayi kuning
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar oleh kedua orangtuanya untuk kontrol di poli setelah keluar
dari rumah sakit dengan diagnosa respiratory distress sedang + neonatal kurang
bulan-sesuai masa kehamilan (NKB-SMK). Pasien dikeluhkan mata dan badan
pasien berwarna kuning. Pasien minum ASI tiap 3-4 jam, ASI (+) lancar bayi kuat
menyusu. Pasien hanya diberikan ASI dan tidak diberikan susu formula. BAB
berwarna kuning, BAK baik.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien lahir secara sectio caesarea atas indikasi gawat janin dan solusio plasenta
dengan usia kehamilan 35 minggu. Bayi lahir dengan berat badan 2500 gram,

8
panjang badan 46 cm. Pasien di rawat dengan diagnosa respiratory distress sedang
+ neonatal kurang bulan-sesuai masa kehamilan (NKB-SMK).
Riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang
sama seperti pasien
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Tanda-Tanda Vital:
Nadi : 125x/menit
Napas : 58x/menit
Suhu : 36,5°C
SpO2 : 97%
BB : 2600 mg
PB : 46 cm
Status Generalis
Kulit : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (+) Kremer III-IV.
Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis (-)/ (-), sklera ikterik (+/+).
Hidung : Rhinorea (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Otorea(-/-), Sekret (-/-), liang telinga (+/+).
Mulut : Bibir lembab, pucat (-), sianosis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan.
Retraksi dinding dada (-),
Paru : Bunyi pernapasan vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Jantung : Bunyi jantung I dan II tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : Datar, bising usus (+) kesan normal, tali pusat kering
Genitalia : Leukore (-), perdarahan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, pucat -/-

9
Pemeriksaan Penunjang
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 11 Februari 2019
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
KIMIA DARAH
Bilirubin total 13.40 (H) mg/dL
Bilirubin direk 0.40 (H) mg/dL
Bilirubin indirek 13.00 (H) mg/dL

Diagnosa Kerja : Hiperbilirubinemia


Terapi:
 Rawat tali pusat
 Jaga kehangatan bayi 36.5-37.5 C
 Fototerapi 2x24 jam
 Ursodeoxycholic per oral 3x20 mg
 ASI 8x 60-70 cc/24 jam

10
Follow Up NHCU

Hari/ 11/02/19 12/02/19 13/02/19


tanggal
S kuning (+), sesak (-), biru (-) kuning (+), sesak (-), biru (-) kuning (+) berkurang, sesak (-), biru (-)
O Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital :
HR : 140x/menit, RR : 48x/menit, suhu : HR : 140x/menit, RR : 48x/menit, suhu : HR : 150x/menit, RR : 50x/menit, suhu :
36,5°C, SpO2 : 90% 36,5°C, SpO2 : 90% 36,8°C, SpO2 : 96%
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik : Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik : -
ikterik : +/+ +/+ /-
Thoraks : Thoraks : Thoraks :
pengembangan simetris, retraksi – pengembangan simetris, retraksi – pengembangan simetris, retraksi - ,
Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop
gallop (-) gallop (-) (-)
Pulmo : vesikular (+/+), rhonki (-/-), Pulmo : vesikular (+/+), rhonki (-/-), Pulmo : vesikular (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-) wheezing (-/-) wheezing (-/-)
Abdomen : supel, BU (+) Abdomen : supel, BU (+) Abdomen : supel, BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2” Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2” Ekstremitas :Akral hangat, CRT <2”
Kulit : Ikterik(+) kremer III-IV Kulit : Ikterik(+) berkurang Kulit : Ikterik (+) kremer I-II
A Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia

11
Follow Up NHCU

P  Rawat tali pusat  Rawat tali pusat  Rawat tali pusat


 Jaga kehangatan bayi 36.5-37.5 C  Jaga kehangatan bayi 36.5-37.5 C  Jaga kehangatan bayi 36.5-37.5 C
 Fototerapi 2x24 jam (mulai jam  Fototerapi 2x24 jam  Fototerapi stop jam 14.00
14.00)  Ursodeoxycholic per oral 3x20 mg  Ursodeoxycholic per oral 3x20 mg
 Ursodeoxycholic per oral 3x20 mg  ASI 8x 60-70 cc/24 jam  ASI 8x 60-70 cc/24 jam
 ASI 8x 60-70 cc/24 jam

12
Resume
Pasien perempuan umur 7 hari datang diantar oleh kedua orangtuanya untuk
kontrol dengan diagnosa respiratory distress sedang + neonatus kurang bulan-
sesuai masa kehamilan (NKB-SMK). Pasien dikeluhkan mata dan badan pasien
berwarna kuning. Pasien minum ASI tiap 3-4 jam, ASI (+) lancar bayi kuat
menyusu. Pasien hanya diberikan ASI dan tidak diberikan susu formula. BAB
berwarna kuning, BAK baik.
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda-Tanda Vital:
Nadi : 125x/menit
Napas : 58x/menit
Suhu : 36,5°C
SpO2 : 97%
BB : 2600 mg
PB : 46 cm
Status Generalis
Kulit : ikterik (+) Kremer III-IV
Mata :sklera ikterik (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 11 Februari 2019
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
KIMIA DARAH
Bilirubin total 13.40 (H) mg/Dl
Bilirubin direk 0.40 (H) mg/Dl
Bilirubin indirek 13.00 (H) mg/Dl

Diagnosa Kerja : Hiperbilirubinemia


Terapi:
 Rawat tali pusat
 Jaga kehangatan bayi 36.5-37.5 C
 Fototerapi 2x24 jam

13
 Ursodeoxycholic per oral 3x20 mg
 ASI 8x 60-70 cc/24 jam
Follow Up
Gejala ikterus berkurang ketika mulai diberikan fototerapi pada hari kedua
Diagnosa Definitif
Hiperbilirubinemia
Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanactionam : dubia
II. DISKUSI
Pada kasus ini, didapatkan bayi ikterus di sklera dan seluruh tubuhnya
kecuali tangan dan kaki yang diketahui sejak usia 4 hari, dengan kadar bilirubin
total sebesar 13.40 mg/dl, bilirubin direct 0.40 mg/dl, dan bilirubin indirect 13.00
mg/dl. Ikterus yang terjadi pada bayi ini disebut sebagai ikterus neonatorum, yaitu
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan pada kulit dan mukosa
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Jaringan permukaan
yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi
kuning pertama kali. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir
bila kadar serum bilirubin > 5 mg/dl.1,2,3
Ikterus neonatorum dibedakan menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan
ikterus patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke-2 dan
ke-3 yang tidak mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin total > 2
mg/dl. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin dapat
mencapai 6 mg/dl pada hari ke-3, kemudian menurun cepat selama 2-3 hari. Pada
bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin dapat mencapai 7-14 mg/dl
dan menurun dalam 2-4 minggu. Sedangkan ikterus patologis mempunyai
beberapa petunjuk, yaitu ikterus yang terjadi sebelum umur 24 jam, setiap
peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi, peningkatan
kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam, adanya penyakit yang mendasari pada
setiap bayi (muntah, letargis, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea

14
atau suhu yang tidak stabil), ikterus yang bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup
bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan, bila kadar bilirubin direct lebih
banyak dari pada kadar bilirubin indirect.4,5,6 Hiperbilirubinemia adalah terjadinya
peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari yang
diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persentil. Menurut
Normogram Bhutani, digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (‘Non
Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >
95 percentil.7

Gambar 1. Normogram bilirubin sesuai usia (dalam jam)


Berdasarkan penjelasan di atas maka hiperbilirubinemia pada pasien ini
bukan tergolong sebagai hiperbilirubinemia patologis karena menurut Normogram
Bhutani, digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis apabila kadar serum
bilirubin terhadap usia neonatus > 95 percentil. Menurut Normogram Bhutani bila
pada usia antara 168 jam kadar bilirubin totalnya mencapai 13.40 mg/dl maka
perbandingan kadar serum bilirubin terhadap usia bayi AR adalah 40 persentil
atau tergolong sebagai low intermediate risk zone .

15
Secara umum terapi sinar dibagi menjadi terapi sinar konvensional dan
intensif. Terapi sinar konvensional menggunakan panjang gelombang 425-475
nm. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Sedangkan fototerapi intensif
menggunakan intensitas penyinaran > 12 μW/cm2/nm dengan area paparan
maksimal.8

Gambar 2. Algoritma terapi sinar pada bayi usia kehamilan ≥ 35 minggu7


Bayi dengan risiko rendah apabila bayi memiliki usia kehamilan ≥ 38
minggu dan sehat. Bayi dengan risiko sedang apabila bayi memiliki usia
kehamilan ≥ 38 minggu dan disertai faktor risiko atau bayi memiliki usia
kehamilan 35-37 6/7 minggu dan sehat. Bayi dengan risiko tinggi apabila bayi
memiliki usia kehamilan 35-37 6/7 minggu dan disertai faktor risiko. Faktor risiko
yang dimaksud disini adalah isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD,
asfiksia, letargis, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin
< 3 mg/dl.7
Terapi sinar standar atau konvensional dapat dilakukan di rumah sakit atau
di rumah bila kadar bilirubin serum total 2-3 mg/dL di bawah garis cut off point.
Terapi sinar di rumah tidak dianjurkan pada bayi yang mempunyai faktor risiko.
Berdasarkan panduan tersebut pasien termasuk bayi dengan risiko sedang karena

16
bayi memiliki usia kehamilan 35-37 6/7 minggu dan sehat. Pada pasien kadar
bilirubin serum total 4.6 mg/dl di bawah garis cut off point yaitu 18 mg/dl dengan
batasan bilirubin serum total untuk bayi dengan risiko sedang adalah 15 mg/dl
sehingga menurut nomogram buthani pasien tidak perlu dilakukan fototerapi.
Akan tetapi, berdasarkan rekomendasi american academy of pediatrics (AAP)
mengenai tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus kurang bulan sehat (<37
minggu) berdasarkan berat badan, pasien dapat diberikan terapi sinar apabila
kadar bilirubin serum total 10-12 mg/dl dengan berat badan >2000 gram sehingga
fototerapi tetap diberikan pada pasien.
Tabel 4. Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan
Sehat dan Sakit ( <37 minggu )9
Neonataus kurang bulan Neontaus kurang bulan sakit :
sehat: Kadar Total Kadar Total Bilirubin Serum
Bilirubin Serum (mg/dl) (mg/dl)
Berat Terapi sinar Transfusi Terapi sinar Transfusi
tukar tukar
Hingga 1000 g 5-7 10 4-6 8-10
1001-1500 g 7-10 10-15 6-8 10-12
1501-2000 g 10 17 8-10 15
>2000 g 10-12 18 10 17

Setelah dilakukan fototerapi, pada tanggal 12 februari 2019 keadaan


umum bayi baik dan ikterik sudah berkurang. Terapi yang didapatkan adalah ASI
8x 60-70 cc/24 jam, fototerapi 2x24 jam, Ursodeoxycholic acid 3x20 mg, dan jaga
kehangatan bayi. Pada tanggal 13 februari 2019 keadaan umum bayi baik, bayi
tidak kuning, muntah (-), sesak (-), panas (-), terapi yang didapatkan ASI 8X 60-
70 cc/24 jam, ursodeoxycholic acid 3x20 mg, foto terapi berhenti.
Neonatal hiperbilirubinemia indirek bisa disebabkan oleh peningkatan
produksi bilirubin, peningkatan penghancuran hemoglobin, peningkatan jumlah
hemoglobin, peningkatan sirkulasi enterohepatik, perubahan clearance bilirubin
hati, perubahan produksi atau aktivitas uridine diphosphoglucoronyl transferase,
perubahan fungsi dan perfusi hati (kemampuan konjugasi), obstruksi hepatik
(berhubungan dengan hiperbilirubinemia direk).

17
Pada bayi ini penyebab yang berkaitan dengan proses hemolisis dapat
disingkirkan karena bayi memberikan respon yang baik terhadap foto terapi. Pada
bayi ini tidak didapatkan perdarahan tertutup karena hemodinamiknya dalam
kondisi stabil, ileus mekonium (-) karena BAB anak baik, imaturitas (+) karena
bayi lahir kurang bulan dengan usia kehamilan 35 minggu, asfiksia (-), hipoksia (-
), hipotermi (-), sepsis (juga proses inflamasi) (-) dapat dilihat dari kondisi umum
bayi cukup baik. Sedangkan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab
patologis lain perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lain.
Pada kasus, mekanisme hiperbilirubin pada pasien bukan hanya
disebabkan oleh satu mekanisme saja, tapi gabungan dari beberapa mekanisme,
yang pertama terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebihan. Pada bayi
pembentukan yang berlebihan ini terjadi akibat karena peningkatan penghancuran
eritrosit janin (hemolisis). Hal ini adalah hasil dari pendeknya umur eritrosit janin
dan massa eritrosit yang lebih tinggi pada neonatus (Kadar Hb neonatus cukup
bulan sekitar 16,8 gr/dl) ditambah dengan kadar albumin yang rendah karena
produksi albumin di hepar masih belum optimal sehingga proses konjugasi
terhambat dan bilirubin indirek meningkat. Penyebab peningkatan bilirubin juga
bisa terjadi akibat kekurangan produksi dari glukoronil tranferase mengingat
keadaan usus neonatus masil steril dari flora normal.
Proses terjadinya hiperbilirubinemia pada bayi bisa dicurigai akibat
gangguan konjugasi dan transport bilirubin. Kemungkinan terjadinya
hiperbilirubin karena obstruksi bisa disingkirkan karena kadar bilirubin tak
terkonjugasi lebih tinggi dibandingkan dengan bilirubin terkonjugasi, hal ini
menjelaskan bahwa masalah sebenarnya pada proses konjugasi bilirubin. Selain
itu, pada kasus pasien lahir dengan usia kehamilan 35 minggu yang menunjukkan
bahwa pasien merupakan bayi prematur. Menurut teori, pada bayi prematur
kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau lebih lambat daripada kenaikan
bilirubin bayi cukup bulan, tetapi jangka waktunya lebih lama, biasanya
menimbulkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai pada hari ke-4 dan ke-7.

18
Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
pada masa neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase hepatik jelas
menurun pada bayi prematur.
Pada kasus, tatalaksana hiperbilirubinemia pada pasien adalah terapi sinar
atau fototerapi 2x24 jam, obat ursodeoxycholic per oral 3x20 mg, dan pemberian
ASI 8x60-70 cc/24 jam. Pada pasien fototerapi diberikan karna dari hasil
pemeriksaan bilirubin didapatkan bilirubin total 13.40 mg/dl. Berdasarkan teori,
dijelaskan bahwa bayi dengan berat badan >2000 gram dapat diberikan fototerapi
apabila nilai bilirubin total adalah 10-12 mg/dl. Indikasi transfusi tukar atas
hiperbilirubinemia adalah: (1) kadar bilirubin >15 mg/dl selama lebih dari 48 jam,
(2) indeks saturasi salisilat >8,0 dan HABA binding <50% pada 2x pengambilan
berjarak 4 jam, (3) rasio kadar bilirubin total serum (mg/dl) dibanding kadar
protein total serum (g/dl) >3,7, dan (4) rasio kadar bilirubin serum dibanding
kadar protein total serum >0,7. Pada pasien tidak diberikan transfusi tukar karena
tidak memenuhi indikasi pemberian transfusi tukar yang sudah disebutkan diatas
dan menurut grafik nomogram bhutani transfusi tukar diberikan apabila bayi
mempunyai gejala akut ensefalopati hiperbilirubinemia yaitu hipertonia,
opistotonus, retrocoli, demam atau jika bilirubin serum total ≥ 5 mg/dl diatas cut
off point. ASI diberikan 8x60-70 cc/24 jam karena sesuai kebutuhan cairan pada
pasien dengan penggunaan fototerapi adalah kebutuhan cairan pasien berdasarkan
berat badan ditambahkan dengan 20% dari kebutuhan cairan sehingga dalam
waktu 24 jam pasien membutuhkan cairan sebanyak 480 cc. Pemberian ASI pada
periode perinatal adalah penting terutama jika kadar bilirubin meningkat,
dianjurkan untuk mendukung ibu agar lebih sering menyusui dengan interval 2
jam dan tidak memberikan makanan tambahan, atau setidaknya 8-10x per 24 jam.
Pemberian yang sering akan meningkatkan peristaltik dan frekuensi BAB
sehingga meningkatkan ekskresi bilirubin.10

19
IV. KESIMPULAN
Telah dilaporkan bayi pasien berumur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
Ditemukan ikterik pada mata dan terlihat kuning di seluruh tubuh kecuali tangan
dan kaki. Setelah menjalani fototerapi selama 2 hari keadaan membaik dan
diberikan obat ursodeoxycholic per oral 3x20 mg dan ASI 8x 60-70 cc/24 jam.

20
BAB III
KESIMPULAN

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.
Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan
tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau
disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama
kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti
hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus patologis).
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menbimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab
langsung ikterus. Dianjurkan agar dilakukan fototerapi, dan jika tidak berhasil
transfusi tukar dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum bilirubin
total dalam serum dibawah kadar maksimum pada bayi preterm dan bayi cukup
bulan yang sehat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Etika, R., Harianto, A., Indarso, F., Damanik, Sylviati M. 2004.


Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr. Soetomo - Surabaya

2. Camilia R.M, Cloherty J.P. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty


th
J.P et al Manual of Neonatal Care 5 Ed., Lippincott Williams & Wilkins,
2004 : 185-221.

3. Gomella T.L. Hyperbilirubinemia Direct (Conjugated) & Indirect


(Unconjugated). Dalam: Neonatology, Management, Procedures, On call
th
Problems, Diseases & Drugs 4 Ed, A Lange clinical manual/Mc Graw-Hill,
1999 : 230-6.

4. Kliegman, Robert M. 2004. Neonatal Jaundice And Hyperbilirubinemia


Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB Editors. Nelson Textbook
Of Pediatrics. 17Th Edition. Philadelphia, Pennsylvania : Saunders.

5. Gartner, Lawrence M. 1994. Neonatal Jaundice. Pediatrics Review. Vol. 15;


hal. 422-432

6. Depkes RI. 2001. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam :
Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat
Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI.

7. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyperbilirubinemia.


2004. Management Of Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 Or
More Weeks Of Gestation. Pediatrics; 114;297-316.

8. Ennery, P., Eidman, A., Tevenson, D., 2001. Neonatal Hyperbilirubinemia.


New England Journal of Medicine, Vol. 344, No. 8.

9. HTA Indonesia. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit.
2010.

10. Juffrie M, SSY Soenarto, Oswari H, Arief S, dkk. Buku Ajar


Gastroenterologihepatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2010

22
23

Anda mungkin juga menyukai