Anda di halaman 1dari 71

PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PERUBAHAN

DERAJAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI


SOSIAL TRESNA WERDHA KENDARI

Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Strata Sarjana (S1)


Pada Program Studi Pendidikan Dokter

Oleh:

Andi Suci Juwita Lestariani Alamsyah


K1A1 14 053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................vii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................5
D. Manfaat Penelitian............................................................................5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Kepustakaan .............................................................7


1. Senam Lansia...............................................................................7
2. Kajian Umum Lanjut Usia...........................................................11
3. Depresi .......................................................................................16
4. Depresi Pada Usia Lanjut ............................................................35
B. Kerangka Teori .................................................................................43
C. Kerangka Konsep .............................................................................44
D. Hipotesis Penelitian ..........................................................................44

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian .......................................................................46


B. Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................46
C. Populasi dan Sampel ........................................................................46
D. Tehnik Pengumpulan Data ...............................................................47
E. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .....48
F. Alur Penelitian..................................................................................50
G. Tehnik Analisis Data ........................................................................51
H. Etika penelitian .................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 54


LAMPIRAN .......................................................................................................... 57

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


1. Obat-obatan dan kondisi medik umum 38
yang berhubungan dengan depresi

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


Gambar 1 Contoh Gerakan pemanasan 9
Gambar 2 Contoh Gerakan Inti 10
Gambar 3 Contoh Gerakan Pendinginan 11
Gambar 4 Kerangka Teori 44
Gambar 5 Kerangka Konsep 45
Gambar 6 Alur Penelitian 50

v
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Arti

BPS Badan Pusat Statistik


CBT Cognitive behavioral therapy
Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dkk Dan kawan kawan
ECT Electro Convulsive Therapy
GDS Geriatric Depression Scale
HVA homovanillic acid
Lansia Lanjut Usia
MAOI Monoamin Oxidase Inhibitor
MHPG 3-methoxy-4-hydroxyphenyl glycol
NaSA Noradrenaline and Serotonin Antidepressants
PPDGJ-III Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
edisi ketiga
PSTW Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
RB Radical Bebas
SSRI Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor
WHO World Health Organization
5-HIAA 5-hydroxyindoleacetic acid

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman


Lampiran 1 Lembar Penjelasan Calon Responden (Kontrol) 57
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Calon Responden (Perlakuan) 58
Lampiran3 Lembar Persetujuan Penelitian 60
Lampiran 4 Kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS) 61
Lampiran 5 Daftar Tilik Gerakan Senam Lansia 63

vii
2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Populasi usia lanjut di Indonesia semakin meningkat sejalan

dengan meningkatnya angka harapan hidup ( Setiati dan Istanti, 2009).

Penurunan angka kelahiran, peningkatan angka harapan hidup, dan

bertambahnya jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun menunjukkan

bahwa struktur penduduk Indonesia bertransisi menuju struktur penduduk

tua (ageing population).

Terdapat 841 juta jiwa penduduk lanjut usia (lansia) di dunia pada

tahun 2013. Diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat mencapai

2 milyar penduduk lansia pada tahun 2050. Berdasarkan data proyeksi

penduduk, di Indonesia terdapat 21,68 juta jiwa penduduk lansia (8,49

persen) dari populasi penduduk, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia

termasuk negara yang akan memasuki era penduduk menua (ageing

population) karena jumlah penduduknya yang berusia 60 tahun ke atas

(penduduk lansia) melebihi angka 7 persen. Diprediksi jumlah penduduk

lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95

juta) dan tahun 2035 (48,19 juta) (BPS, 2015).

Berdasarkam data profil kesehatan kabupaten dan kota pada tahun

2016 terdapat sejumlah 117.501 orang lansia yang tersebar di setiap

kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara. Kendari menduduki posisi kelima

sebagai kota dengan lansia terbanyak yaitu 9737 orang, setelah Konawe

Selatan, Bau-bau, Kolaka Timur dan Buton Tengah .


3

Seiring bertambahnya usia, penuaan tidak dapat dihindarkan dan

terjadi perubahan keadaan fisik; selain itu para lansia mulai kehilangan

pekerjaan, kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman, risiko terkena

penyakit, terisolasi dari lingkungan, dan kesepian. Hal tersebut dapat

memicu terjadinya gangguan mental.

Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang banyak

dijumpai pada lansia akibat proses penuaan (Irawan,2013). Depresi

menurut WHO (World Health Organization) merupakan suatu gangguan

mental umum yang ditandai dengan mood tertekan, kehilangan kesenangan

atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan makan atau

tidur, kurang energi, dan konsentrasi yang rendah. Masalah ini dapat akut

atau kronik dan menyebabkan gangguan kemampuan individu untuk

beraktivitas sehari-hari. Pada kasus parah, depresi dapat menyebabkan

bunuh diri. Sekitar 80% lansia depresi yang menjalani pengobatan dapat

sembuh sempurna dan menikmati kehidupan mereka, akan tetapi 90%

mereka yang depresi mengabaikan dan menolak pengobatan gangguan

mental tersebut (Irawan,2013).

Depresi pada lansia adalah masalah besar yang mempunyai

konsekuensi penting dibidang medis, sosial dan ekonomi. Depresi

menyebabkan penderitaan bagi pasien dan keluarganya, memperburuk

kondisi medis dan membutuhkan sistem penunjang medis yang mahal.


4

Lanjut usia di PSTW Minaula Kendari sebanyak 95 orang. Saat

wawancara dengan kuesioner Beck Depression Inventory (BDI),

didapatkan lansia dengan depresi ringan 43,7%, tidak menderita depresi

33,8%, dan depresi sedang 22,5% (Pamungkas, 2015).

Kondisi depresi yang banyak dialamai lansia tersebut

membutuhkan upaya untuk membantu lansia dalam rangka menurunkan

kondisi depresi agar mencapai hidup yang sejahtera di usia lanjut.

Terdapat berbagai bentuk pencegahan dan pengobatan terhadap kondisi

depresi misalnya melalui terapi farmako,psikoterapi, dan melalui olahraga

(Tegawati dkk, 2009)

Olah raga dapat memperbaiki denyut jantung dan sistem otonomik

tubuh yang sangat diperlukan untuk menanggulangi stress. Olahraga dapat

menjadi penyembuh untuk berbagai gejala kejiwaan, dapat mengurangi

kekhawatiran, depresi, keletihan dan kebingungan . Olahraga terutama

jenis aerobik telah diterima sebagai salah satu cara untuk mengatasi

depresi. Senam yang merupakan rangkaian gerak badan juga dapat

digolongkan sebagai olahraga aerobik. Latihan aerobik tidak hanya

membantu merasa lebih baik tapi juga bisa membantu seseorang

mendapatkan kualitas tidur yang baik, menurunkan stress, memberikan

rasa senang selama melakukan latihan.


5

Sebuah studi yang dilakukan pada lansia di Posyandu Lansia RW

X Kelurahan Padangsari Kecamatan Banyumanik Kota Semarang yang

menunjukkan adanya perbedaan tingkat depresi bermakna pada lansia

sebelum dan sesudah senam lansia yang dilakukan dua kali seminggu

selama sembilan minggu terhadap 24 orang responden . Penentuan tingkat

depresi dengan menggunakan Geriatric Depresion Scale (skala GDS-15)

(Sujana dkk, 2015).

Nurullah (2015) didalam penelitiannya di Kecamatan Coblong

Kota Bandung pada bulan Desember 2014 hingga bulan juli 2015. Hasil

wawancara pada 78 orang yang terbagi dalam dua kelompok yang rutin

berolahraga dan yang tidak rutin berolahraga. Studi menggunakan

kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS). Penelitian menunjukkan

perbedaan derajat depresi antara kelompok yang rutin berolahraga dan

yang tidak rutin berolahraga, lansia tanpa depresi terbanyak yaitu pada

kelompok yang rutin berolahraga.

Penelitian lain menggunakan Hamilton Depression Rating Scale

dalam menilai derajat depresi dilakukan pada 18 responden yang tinggal di

Panti Werda Senja Cerah Manado. Didapatkan bahwa Senam Lansia

secara signifikan dan berkorelasi positif sedang dengan penurunan derajat

depresi lansia (Kowel dkk, 2016).

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis ingin

melakukan penelitian tentang pengaruh senam lansia terhadap perubahan

derajat depresi pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Kendari.
6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana distribusi kejadian depresi pada lansia PSTW Minaula

Kendari.

2. Bagaimana pengaruh senam lansia terhadap perubahan derajat depresi

pada lansia di PSTW Minaula Kendari.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh

senam lansia terhadap perubahan derajat depresi pada lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui distribusi kejadian depresi pada lanjut usia di PSTW

Minaula Kendari.

b. Menganalisis pengaruh senam lansia terhadap perubahan derajat

depresi pada lansia di PSTW Minaula Kendari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Metodologik

Diharapkan bisa sebagai bahan rujukan atau referensi bagi

peneliti selanjutnya dengan masalah yang sama dengan penelitian ini.


7

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan

pengetahuan, sehingga kedepannya dapat digunakan sebagai rujukan

untuk mencegah terjadinya depresi pada usia lanjut.

3. Manfaat Aplikatif

Dari penelitian ini diharapkan agar para lanjut usia yang berada

di panti sosial tresna werdha minaula kendari melakukan senam lansia

secara rutin dan teratur sebagai upaya pencegahan timbulnya depresi

pada lanjut usia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Kepustakaan

1. Senam Lansia

a. Kerangka konsep

Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk

melakukan tugas pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan

yang berarti. Untuk dapat mencapai kondisi kebugaran jasmani yang

prima seseorang perlu melakukan latihan fisik yang melibatkan

komponen kebugaran jasmani dengan metoda latihan yang benar.

Kebugaran jasmani pada lanjut usia perlu dipertahankan agar

tidak menjadikan beban bagi keluarganya. Komponen kebugaran

jasmani dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kebugaran jasmani yang

berhubungan dengan kesehatan terdiri dari daya tahan kardiovaskuler,

kekutan otot, daya tahan otot, fleksibilitas dan komposisi tubuh.

Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan yaitu

keseimbangan, daya ledak, kecepatan, kelincahan, koordinasi dan

kecepatan reaksi. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan

wellness (Sumintarsih, 2006)

senam lansia merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani

kelompok lansia yang jumlahnya semakin bertambah,sehingga perlu

kiranya diberdayakan dan dilaksanakan secara benar, teratur dan

terukur (Suroto, 2004).

46
8

Senam lansia merupakan rangkaian gerakan yang dirancang

khusus bagi para lansia yang biasa melakukan olahraga sejak usia

muda ataupun yang tidak pernah mengikuti olah raga (tegawati,

2009). Gerakan-gerakan senam lansia tidak high impact tetapi low

impact merupakan rangkaian gerakan kegiatan sehari-hari dengan

dipadukan musik yang lembut dan tidak menghentak-hentak

menimbulkan suasana santai. Gerakan otot yang dipilih adalah

gerakan yang tidak terlalu menimbulkan beban dan setiap gerakan

dibatasi 8 sampai 16 kali hitungan serta cukup baik bila dilakukan

secara teratur 2 sampai 3 kali seminggu.

b. Manfaat Senam Lansia

Orang melakukan senam secara teratur akan mendapatkan

kesegaran jasmani yang baik (good physical fitness). Unsur-unsurnya

terdiri dari:

1) Kekuatan otot

2) Kelenturan persendian

3) Kelincahan gerak

4) Keluwesan

5) Cardio vascular fitness

6) Neuro muscular fitness

pembentukan hormon norepinefrin yang menimbulkan rasa

gembira, hilangnya rasa sakit, adiksi (kecanduan dalam gerak) dan

menghilangkan depresi. (Suroto, 2004).


9

c. Gerakan senam lansia

Tahapan latihan adalah rangkaian proses dalam setiap latihan,

meliputi pemanasan, Kondisioning, dan Penenangan. Tahapan ini

dikerjakan secara berurutan.

1) Pemanasan

Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Bertujuan

menyiapkan fungsi organ tubuh agar mampu menerima

pembebanan yang lebih berat pada saat latihan sebenarnya.

Penanda bahwa tubuh siap menerima pembebanan antara lain

detak jantung telah mencapai 60 % detak jantung maksimal,

suhu tubuh naik 1 - 2 derajat Celsius, dan badan berkeringat.

Pemanasan yang dilakukan dengan benar akan mengurangi

terjadinya cidera atau kelelahan. (Djoko Pekik Irianto, 2004: 14

dalam Sumintasih, 2006).

Gambar 1. Contoh gerakan pemanasan (Suroto,2004)


10

2) Gerakan inti

Setelah pemanasan cukup diteruskan tahap inti, yakni

melakukan berbagai rangkaian gerak dengan model latihan yang

sesuai dengan tujuan program latihan. Latihan ini kurang lebih

berlangsung antara 20 menit sampai 30 menit, atau disesuaikan

dengan tujuan atau latihan yang dilakukan. Karena latihan ini

merupakan latihan kebugaran jasmani sebaiknya berisikan salah

satu kornponen kebugaran jasmani. (Sumintarsih, 2006).

Ada beberapa langkah dalam senam aerobik yang

dilakukan dengan iringan musik, mulai bertahap dari setempat,

langkah jalan, melangkah satu langkah, melangkah dua langkah,

lompat dan lari, tingkatkan latihan sampai masuk zona latihan

dengan jangka waktu 30 – 60 menit (Suroto, 2004).

Gambar 2. Contoh gerakan inti (Suroto, 2004)

3) Pendinginan

Pendinginan merupakan periode yang sangat penting dan

esensial. Tahap ini bertujuan :


11

a) mengembalikan kondisi tubuh seperti sebelum berlatih

dengan melakukan serangkaian gerak berupa stetching dan

aerobic ringan misalnya jalan di tempat atau jogging ringan.

Tahapan ini ditandai dengan menurunnya frekwensi detak

jantung, menurunnya suhu tubuh dan semakin berkurangnya

keringat.

b) Mengembalikan darah ke jantung untuk reoksigenasi

sehingga mencegah genangan darah diotot kaki dan tangan.

Lama tahapan ini kira-kira 5 menit sampai 10 menit

(Sumintarsih, 2006)

Gambar 3. Contoh gerakan pendinginan (Suroto, 2004)

2. Kajian Umum Lanjut usia

a. Definisi lansia

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun

1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan

Lanjut Usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun keatas (Kemenkes RI, 2014).


12

b. Teori Penuaan

1) Teori Genetik

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk

spesie-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei

(inti sel) nya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu

replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan

menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep

ini bila jam kita ini berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa

disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katstrofal.

Konsep “genetic clock” didukung oleh kenyataan bahwa ini

merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies

terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata.

2) Teori mutasi somatik (error catastrophe)

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan penyebab

terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang

menyebabkan terjadinya mutasi somatic. Sudah umum diketahui

bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur,

sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia

yang bersifat karsinogenik atau toksik dapat memperpanjang umur.

Menurut teori ini terjadinya mutasi yang proresif pada DNA sel

somatic, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan

fungsional sel tersebut.


13

3) Rusaknya sistem imun tubuh

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranlasi hal

ini dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun

tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi

sovatik akan dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen

permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan system imun

tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai

sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi

dasar terjadinya proses autoimun.

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibody yang luas

mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan

menyebabkan reaksi histoinkompatibilitas pada banyak jaringan.

4) Teori menua akibat metabolisme

Pada tahun 1935, McKay et al (terdapat dalam Goldstein, et al,

1989), memperlihatkan bahwa pengurangan “intake” kalori pada

rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan

memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena penurunan

jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya

salah satu atau beberapa proses metabolism. Terjadi penurunan

pengeluaran hormone yang merangsang proliferasi sel, misalnya

insulin dan hormone pertumbuhan.


14

Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih

banyak bergerak mungkin juga dapat meningkatkan umur panjang.

Hal ini menyerupai hewan yang hidup dialam bebas yang banyak

bergerak disbanding dengan hewan laboratorium yang kurang

bergerak dan banyak makan.Hewan dialam bebas lebih panjang

umurnya daripada hewan laboratorium.

5) Kerusakan akibat radikal bebas

Radikal bebas (RB) yang sering dianggap sebagai fragmen

molekuler yang mempunyai elektron tidak berpasangan, dapat

terbentuk didalam tubuh akibat proses metabolik normal didalam

mitokondria. Radikal bebas merupakan produk sampingan didalam

rantai pernafasan (Oen, 1993, Busse, 2002).

Untuk organisme aerobik, radikal bebas terbentuk pada waktu

respirasi (aerob) didalam mitokondria, karena 90% oksigen tubuh

masuk kedalam mitokondria. Terjadinya proses respirasi

melibatkan oksigen dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP,

melalui enzim-enzim respirasi dimitokondria, maka radikal bebas

(RB) akan dihasilkan sebagai zat antara yang bersifat merusak,

karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA,

protein, asam lemak tak jenuh.


15

c. Masalah psikologis pada lansia

1) Kesepian

Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seorang

lanjut usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau teman

dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami

berbagai penurunan status kesehatan. Misalnya menderita berbagai

penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau sensorik, terutama

gangguan pendengaran (Brocklehurst-Allen, 1987).

Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.

Banyak diantara lansia yang hidup sendiri tidak mengalami

kesepian, karena aktivitas sosial yang masih tinggi,

Pada penderita kesepian ini peran organisasi sosial sangat

berarti, karena bisa bertindak menghibur, memberikan motivasi,

untuk lebih meningkatkan peran sosial penderita, disamping

memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila memang

terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.

2) Duka cita (bereavement)

Periode duka cita merupakan suatu periode yang sangat

rawan bagi seorang penderita lanjut usia. Meninggalnya pasangan

hidup, seorang teman dekat atau bahkan seekor hewan yang sangat

disayangi bisa memicu terjadinya gangguan fisik dan

kesehatannya.
16

Periode 2 tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan

hidup atau teman dekat tersebut merupakan periode yang sangat

rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan untuk

dapat mengekspresikan duka citanya tersebut. Sering diawali

dengan perasaan kosong, kemudian diikuti dengan perasaan ingin

menangis dan kemudian suatu periode depresi.

3) Depresi

Depresi bukan merupkan suatu keadaan yang disebabkan

oleh patologi tunggal, tetapi biasanya bersifat multifaktorial. Pada

usia lanjut dimana stres lingkungan sering menyebabkan depresi

dan kemapuan beradaptasi sudah menurun, akibat depresi pada usia

lanjut seringkali tidak sebik pada usia muda (Van Der Cammen,

1991).

Depresi pada usia lanjut biasanya tidak bersifat self-

limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus memberi kesempatan

pada episode tersebut berlalu. Diperlukan pendamping yang

dengan penuh empati mendengarkan keluhan, memberikan hiburan

dimana perlu dan tidak membiarkan tiap episode berkepanjangan

dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil,

bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin

diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti depresan


17

3. Depresi

a. Definisi

Depresi menurut PPDGJ-III merupakan gangguan mental yang

memiliki tiga gejala utama afek depresif, kehilangan minat dan

keadaan mudah lelah, serta memiliki tujuh gejala lainnya seperti

konsentrasi berkurang, kepercayaan diri berkurang, gagasan rasa

bersalah, pesimistis, gagasan bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu

makan berkurang (Maslim, 2013).

Depresi menurut WHO (World Health Organization)

merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan mood

tertekan, kehilangan kesenangan atau minat, perasaan bersalah atau

harga diri rendah,gangguan makan atau tidur, kurang energi, dan

konsentrasi yang rendah. Pada kasus parah, depresi dapat

menyebabkan bunuh diri.

Depresi adalah suatu gangguan mental-emosional berupa rasa

sedih berlebihan, peisimis, tak ada nafsu makan atau makan

berlebihan, rasa letih dan lesu berkepanjangan. Gangguan perasaan

(sedih) ini terjadi tanpa ada lasan yang cukup dan berlangsung terus

menerus selama minimal dua minggu hampir setiap hari. Sehingga ia

tidak dapat menjalankan aktivitas hidupnya yang biasa sehari-hari

(Nasrun, 2009).
18

b. Epidemiologi

Gangguan depresif dapat terjadi pada semua umur, dengan

riwayat keluarga mengalami gangguan depresif, biasanya dimulai pada

usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50

tahun dengan rerata pada usia 30 tahun. Gangguan depresif berat rata-

rata dimulai pada usia 40 tahun (20-50 tahun). Epidemiologi ini tidak

tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan sosioekonomi.

Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak.

Beberapa orang mengalami gangguan depresif musiman, di negara

barat biasanya pada musim dingin. Gangguan depresif ada yang

merupakan bagian gangguan bipolar (dua kutub: kutub yang satu

gangguan depresif, kutub lainnya mania).

Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan

prevalensi seumur hidup kira-kira 15%, pada perempuan mungkin

sampai 25%. Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih

besar mengalami gangguan depresif daripada laki-laki. Alasan dalam

penelitian di negara barat dikatakan karena masalah hormonal, dampak

melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari. Gangguan

depresif sangat umum terjadi, setiap tahun lebih dari 17 juta orang

Amerika mengalaminya (Depkes RI, 2007).


19

c. Etiologi

Saat ini diketahui beberapa factor penyebab depresi, seperti

faktor genetik, biokimia, lingkungan, dan psikologis. Pada beberapa

kasus, depresi murni berasal dari faktor genetik, orang yang memiliki

keluarga depresi lebih cenderung menderita depresi riwayat keluarga

gangguan bipolar, pengguna alkohol, skizofrenia, atau gangguan

mental lainnya juga meningkatkan risiko terjadinya depresi. Kasus

trauma, kematian orang yang dicintai, keadaan yang sulit, atau kondisi

stress memicu terjadinya episode depresi, tetapi terdapat pula kondisi

tidak jelas yang dapat memicu depresi.

Saat ini penyebab depresi yang banyak diteliti dan dijadikan

dasar pengobatan adalah abnormalitas monoamin yang merupakan

neurotransmiter otak. Sekitar tiga puluh neurotransmiter telah

diketahui dan tiga di antaranya mempengaruhi terjadinya depresi, yaitu

serotonin, norepinefrin, dan dopamine. Ketiga monoamin tersebut

cepat dimetabolisme sehingga pengukuran yang dapat dilakukan pada

penderita depresi dengan mengukur metabolit utama di cairan

serebrospinal, yaitu 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) dari

serotonin, 3-methoxy-4-hydroxyphenyl glycol (MHPG) dari

norepinefrin, dan homovanillic acid (HVA) dari dopamin.Pada

penderita depresi kadar metabolit tersebut lebih rendah bermakna

dibandingkan yang tidak depresi.


20

Secara umum ketiga neurotransmiter berperan dalam mengatur

emosi, reaksi terhadap stres, tidur, dan nafsu makan. Jumlah serotonin

yang tinggi menyebabkan agresivitas dan gangguan tidur, sedangkan

jumlah rendah menyebabkan iritabilitas, ansietas, letargi, dan tindakan

atau pemikiran bunuh diri. Pada keadaan depresi, norepinefrin yang

berperan dalam regulasi respons “fight or flight” terganggu. Fungsi

dopamin untuk mengatur emosi, pergerakan motor, pembelajaran,

berpikir, memori, dan perhatian. Jumlah dopamin rendah akan

mempengaruhi fungsi tersebut yang dapat menyebabkan depresi.

Hipotesis terbanyak etiologi depresi disebabkan oleh gangguan

regulasi serotonin. Pada percobaan hewan dan pemeriksaan jaringan

otak setelah kematian menunjukkan bahwa pada keadaan depresi

terjadi gangguan serotonergik termasuk jumlah metabolit, jumlah

reseptor, dan respons neuroendokrin.

Selain itu, pada lansia depresi terjadi perubahan struktur otak

seperti abnormalitas jalur frontostriatal yang menyebabkan gangguan

fungsi eksekutif, psikomotor, perasaan apatis; volume struktur

frontostriatal yang rendah; hiperintensitas struktur subkortikal;

abnormalitas makromolekular di korpus kalosum genu dan splenium,

nucleus kaudatus, dan putamen; penurunan jumlah glia di korteks

singulata anterior subgenual, abnormalitas neuron di korteks

dorsolateral; atrofi kortikal; gangguan substansia alba; abnormalitas

struktur subkortikal;peningkatan aktivitas dan perubahan volume


21

amigdala yang berperan dalam emosi negative dan gangguan

mekanisme koping; dan penurunan volume hipokampus dan striatum

ventral. Perubahan tersebut berdampak pada perubahan

neurotransmiter yang menyebabkan lansia depresi (Irawan, 2013).

d. Tanda dan Gejala Klinis

1) Tanda

Tanda gangguan depresif yang melanda jutaan orang di

Indonesia setiap tahun, seringkali tidak dikenali. Beberapa orang

merasakan perasaan sedih dan murung dalam jangka waktu cukup

lama dengan latar belakang yang berbeda-beda. Variasi tanda

sangat luas dari satu orang ke orang lain, dari satu waktu ke waktu

pada diri seseorang. Gejalanya sering tersamar dalam berbagai

keluhan sehingga seringkali tidak disadari juga oleh dokter. Tanda

gangguan depresif itu adalah :

a) Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk

diselingi kegelisahan dan mimpi buruk.

b) Sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari

c) Selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas

d) Aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama

makin dihentikan

e) Bangun tidur pagi rasanya malas


22

Gangguan depresif membuat seluruh tubuh sakit, juga

perasaan dan pikiran. Gangguan depresif mempengaruhi nafsu

makan dan pola tidur, cara seseorang merasakan dirinya, berpikir

tentang dirinya dan berpikir tentang dunia sekitarnya. Keadaan

depresi bukanlah suatu kesedihan yang dapat dengan mudah

berakhir, bukan tanda kelemahan dan ketidakberdayaan, bukan

pula kemalasan. Mereka yang mengalami gangguan depresif tidak

akan tertolong hanya dengan membuat mereka bergembira dengan

penghiburan (Depkes RI, 2007).

2) Gejala

Menurut PPDGJ III, gejala-gejala depresi terdiridari gejala

utama yaitu adanya afek depresif, berkurangnya minat dan

kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya

keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas (Maslim,2013).

Gejala lainnya:

a) Konsentrasi dan perhatian berkurang

b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f) Tidur terganggu

g) Nafsu makan berkurang


23

3) Diagnosis

Dalam klasifikasi Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa-III

terbitan Departemen Kesehatan, yang menganut klasifikasi WHO,

digunakan istilah gangguan jiwa dan tidak ada istilah penyakit

jiwa. Pendekatan gangguan jiwa adalah pendekatan sindrom atau

kumpulan gejala, dalam hal ini sindroma atau pola perilaku, atau

psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan yang

secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau

hendaya di dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia.

Pemahaman diatas memberi gambaran bahwa untuk

membuat diagnosis gangguan jiwa perlu didapatkan butir-butir :

a. Adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom atau pola

perilaku, sindrom atau pola psikologik

b. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan, seperti rasa

nyeri, tidak nyaman, gangguan fungsi organ dsb.

c. Gejala klinis menimbulkan disabilitas dalam aktivitas sehari-

hari seperti mengurus diri (mandi, berpakaian, makan dsb).

Mengumpulkan gambaran klinis menuju diagnosis untuk

mendapatkan terapi setiap gangguan emosi termasuk gangguan

depresif, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah

menghubungi dokter, psikiater dan psikolog klinis. Para

profesional dalam bidang kesehatan jiwa akan memulai evaluasi

keadaan kesehatan melalui wawancara terstruktur.


24

Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan

Medik telah menerbitkan Modul Anxietas dan Gangguan depresif

bagi Dokter, dimana di dalamnya terdapat algoritma MINI (Mini

International Neuropsychiatric Interview). MINI merupakan alat

diagnostik untuk mengenali gangguan jiwa secara cepat setelah

suatu pelatihan. Alat ini berupa rangkaian pertanyaan yang

diajukan melalui wawancara, yang harus dijawab penderita dengan

ya atau tidak. Mini Gangguan depresif dibuat oleh Lecrubier dan

Sheehan (1998) dan dialih bahasakan oleh Yayasan Depresi

Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pelayanan

Medik (2002).

Uraian riwayat sakit fisik dan jiwa, riwayat keluarga, obat

yang pernah diberikan terapis sebelumnya serta gangguan di masa

lalu perlu diambil dalam memahami terjadinya gangguan depresif

dalam diri individu untuk penanganan selanjutnya. Riwayat

penggunaan obat antidepresan atau obat lainnya perlu diperoleh,

guna membantu menentukan obat dan efektivitas obat yang dipilih.

Berikut ini klasifikasi gangguan depresif menurut Pedoman

Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (Maslim, 2013):

Episode pada depresi

Gejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dan berat :

a) Afek depresi

b) Kehilangan minat dan kegembiraan


25

c) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah dan menurunnya aktivitas

Gejala lainnya:

d) Konsentrasi dan perhatian berkurang

e) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

f) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna Pandangan

masa depan yang suram dan pesimistis

g) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

h) Tidur terganggu

i) Nafsu makan berkurang

(1) Episode depresi ringan

(a) sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan

depresif seperti tersebut diatas

(b) ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a)

sampai (g)

(c) tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

(d) lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya

sekitar 2 minggu

(e) hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

yang dilakukannya.

(2) Episode depresi sedang

(a) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan

depresif seperti tersebut diatas


26

(b) Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g)

(c) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

(d) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya

sekitar 2 minggu

(e) Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan

kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

(3) Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

(a) Semua gejala utama gangguan depresi harus ada

(b) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan

beberapa diantaranya harus berintensitas berat

(c) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi

psikometer) yang mencolok, maka penderita mungkin tidak

mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya

secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh

terhadap episode gangguan depresif berat masih dapat

dibenarkan.

(d) Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-

kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan

beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk

menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2

minggu.
27

(e) Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan

kegiatan sosial, pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif

yang sangat terbatas.

(4) Episode depresi berat dengan gejala psikotik

(a) Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut tersebut

diatas disertai waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

mengancam, dan penderita merasa bertanggung jawab atas hal

itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara

yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging

membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju

pada stupor.

(b) Jika diperlukan, waham atau halusianasi dapat ditentukan

sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)

(5) Gangguan depresif berulang

(a) Gangguan ini bersifat dengan episode berulang dari Episode

depresif ringan, Episode depresif sedang, dan Episode depresif

berat.

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan

tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan

gangguan bipolar.
28

(b) Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek

dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania. Namun

kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode

singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang

memenuhi kriteria hipomania, segera sesudah suatu episode

depresi (kadang-kadang tampaknya dicetuskn oleh tindakan

pengobatan depresi)

(c) Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode,

namun sebagian kecil penderita mungkin mendapat depresi

yang akhirnya menetap terutama pada lanjut usia (untuk

keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan)

(d) Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan,

seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh

stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk

penegakkan diagnosis)

4) Penatalaksanaan

1. Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Prilaku

Electro Convulsive Therapy (ECT)

ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke

otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus

depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan

respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.


29

Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi

sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri

dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih

pendek. Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan

pada beberapa kondisi tindakan ECT merupakan kontra

indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan :

1) Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )

2) Masih sekolah atau kuliah

3) Mempunyai riwayat kejang

4) Psikosis kronik

5) Kondisi fisik kurang baik

6) Wanita hamil dan menyusui

Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada: penderita

yang menderita epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intra

kranial dan kelainan infark jantung. Gangguan depresif berisiko

kambuh manakala penderita tidak patuh, dan tidak nyaman

dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan

yang paling efektif dan efek samping kecil.

Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan

perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan

perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat

dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang

biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater.


30

2. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk

menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan

mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku

maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan

hubungan profesional antara terapis dengan penderita, dapat

diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan

disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya.

Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati,

pengertian dan optimisme.

3. Farmakoterapi

1) Antidepresan Klasik (Trisiklik/tetrasiklik)

Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi

dari serotonin dan noradrenalin dari sela sinaps di ujung-

ujung saraf.

a) Imipramin

Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan

sampai maksimum 250-300 mg sehari.

b) Klomipramin

Dosis lazim: 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan

maksimum dosis 250 mg sehari.


31

c) Amitriptilin

Dosis lazim: 25 mg dapat dinaikkan secara bertahap

sampai dosis Mksimum 150-300 mg sehari.

d) Lithium karbonat

Dosis lazim: 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari

atau sebelum tidur malam.

2) Antidepresan generasi ke-2

Mekanisme Kerja

1. SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor): Obat-

obat ini menghambat resorpsi dari serotonin

2. NaSA ( Noradrenaline and Serotonin Antidepressants):

obat-obat ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-

uptake dari serotonin dan noradrenalin. Terdapat

beberapa indikasi obat-obatan ini lebih efektif

dibanding SSRI.

Efek samping

1. Efek seretogenik; berupa mual, muntah, malaise umum,

nyeri kepala, gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau

kegelisahan yang sementara, disfungsi seksual dengan

ejakulasi dan orgasme terlambat.

2. Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan,

demam dan menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat,

tremor, diare, gangguan koordinasi. Kebanyakan terjadi


32

pada penggunaan kombinasi obat-obat generasi ke-2

bersama obat-obat klasik, MAO, liyium atau triptofan,

lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2-3

minggu. Gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin

(metisergida, propanolol).

3. Efek antikolinergik, antiadrenergik dan efek jantung

sangat kurang atau sama sekali tidak ada.

Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2:

a) Fluoxetin

Dosis lazim: 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80

mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi.

b) Setrtraline

Dosis lazim: 50 mg/hari bila diperlukan naik

maksimum 200 mg/hari.

c) Citalopram

Dosis lazim: 20 mg/hari, maksimum 60 mg/hari.

d) Fluvoxamine

Dosis lazim: 50 mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya

pada malam hari, maksimum dosis 300 mg.

e) Mianserin

Dosis lazim: 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90

mg/hari.
33

f) Mirtazapin

Dosis lazim: 15-45 mg/hari menjelang tidur

g) Venlafaxine

Dosis lazim: 75 mg/hari bila perlu dapat diingatkan

menjadi 150-250 mg 1x/hari.

3) Antidepresan MAO

Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase

Inhibitor, MAOI)

Farmakologi

Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim

kompleks yang terdistribusi luas dalam tubuh, berperan

dalam dekomposisi amin biogenik, seperti norepinefrin,

epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem

enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi

amin endogen.

Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu

MAO-A dan MAO-B. Kedua enzim ini memiliki substrat

yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas terhadap

inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas

deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan

MAO-B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin.

Dopamin dan tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim.

Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini mengatur


34

dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI

hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau

yang masuk melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal

(misalnya tiramin).

Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai

antidepresan merupakan inhibitor ireversibel, sehingga

dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan

metabolisme amin normal setelah penghentian obat. Hasil

studi juga mengindikasikan bahwa terapi MAOI kronik

menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down regulation)

adrenergik dan serotoninergik.

Famakokinetik

Absorpsi/distribusi – Informasi mengenai

farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI tampaknya

terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak

tranilsipromin dan fenelzin mencapai kadar puncaknya

masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Tetapi, inhibisi MAO

maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari.

Metabolisme/ekskresi – metabolisme MAOI dari

kelompok hidrazin (fenelzin, isokarboksazid) diperkirakan

menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama

melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut

sampai 2 minggu setelah penghentian terapi. Setelah


35

penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam

3 sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan

isokarboksazid dieksresi melalui urin sebagian besar dalam

bentuk metabolitnya.

Indikasi

Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada

penderita dengan depresi atipikal (eksogen) dan pada

beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi

antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat

pilihan.

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap senyawa ini;

feokromositoma; gagal jantung kongestif; riwayat penyakit

liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah;

gangguan serebrovaskular; penyakit kardiovaskular;

hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian bersama dengan

MAOI lainnya; senyawa yang terkait dibenzazepin

termasuk antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan

siklobenzaprin; bupropion; SRRI; buspiron;

simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan; senyawa

anestetik; depresan SSP; antihipertensif; kafein; keju atau

makanan lain dengan kandungan tiramin tinggi.


36

4. Depresi pada usia lanjut

a. Definisi

Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada

pasien berusia diatas 60 tahun dan merupakan contoh penyakit yang

paling umum dengan tampilan gejala yang tidak spesifik.

Terdapat beberapa faktor biologis, fisis, psikologis, dan sosial

yang membuat seseorang berusia lanjut rentan terhadap depresi.

Perubahan pada sistem saraf pusat seperti meningkatnya aktivitas

monoamin oksidase dan berkurangnya konsentrasi monoamin

transmiter (terutama neurotransmiter katekolaminergik) dapat

berperan dalam terjadinya depresi pada usia lanjut. Kondisi

multipatologik dengan berbagai penyakit kronik dan polifarmasi kian

meningkatkan kejadian depresi pada usia lanjut. Pasien geriatri yang

menderita depresi juga sering memiliki komorbid penyakit vaskuler

dengan lesi didaerah ganglia basalis dan prefrontal otak. Pasien-

pasien ini sering memperlihatkan kemunduran fungsi motorik,

kurangnya kemampuan penilaian (judgement) dan terganggunya

fungsi eksekusi.

Faktor-faktor psikososial juga berperan sebagai faktor

predisposisi depresi. Orang tua seringkali mengalami periode

kehilangan orang-orang dikasihinya. Faktor kehilangan fisik juga

meningkatkan kerentanan terhadap depresi seperti kapasitas sensoris

(terutama penglihatan dan pendengaran) akan mengakibatkan


37

penderita terisolasi dan berujung pada depresi. Berkurangnya

kemampuan daya ingat dan fungsi intelektual sering dikaitkan dengan

depresi. Kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan dukungan sosial

sejalan dengan bertambahnya usia turut menjadi faktor predisposisi

seorang berusia lanjut untuk menderita depresi (Soejono dkk, 2014).

b. Epidemiologi

Prevalensi terbesar gangguan psikiatri pada geriatri adalah

depresi. Prevalensi dipengaruhi oleh lokasi pengambilan subyek

penelitian dan komorbiditas. Prevalensi depresi pada usia lanjut di

pelayanan kesehatan primer adala 5-17% sementara prevalensi

depresi pada usia lanjut yang mendapat pelayanan asuhan rumah

(home care) adalah 13,5%. Prevalensi depresi geriatri lebih tinggi di

ruang perawatan daripada di masyarakat. Usia lanjut di perawatan

jangka panjang memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi daripada di

masyarakat.

Data prevalensi depresi pada usia lanjut di Indonesia diperoleh

dari ruang rawat akut geriatri dengan kejadian sebanyak 76,3%.

Proporsi pasien geriatri dengan depresi ringan adalah 44,1%

sedangkan depresi sedang sebanyak 18%, depresi berat sebanyak

10,8% dan depresi sangat berat sebanyak 3,2%.


38

c. Etiologi

Pada banyak kasus depresi usia lanjut jelas berhubungan dengan

polifarmasi yang berkaitan erat dengan multipatologi. Beberapa

penyebab lain adalah kondisi medis seperti stroke dan hipotiroidisme.

Obat-obatan dan beberapa kondisi umum yang berhubungan dengan

depresi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Obat-obatan dan Kondisi Medik Umum yang


Berhubungan dengan Depresi
Beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi:

Analgetika : kodein, morfin


OAINS : ibuprofen, naproksen, indometasin
Antihipertensi : klonidin, propanolol, kaptopril
Antipsikotik : haloperidol, klorpromazin
Ansiolitika : diazepam
Antikanker : vinkristin
Sedativa : fenobarbital, triazolam, pentobarbital
Lain-lain : simetidin, ranitidin dan deksametason

Beberapa kondisi medik umum yang berhubungan dengan


depresi:

Hipotiroidisme
Tumor otak (terutama lobus frontalis)
CVD hemisfer kanan, alzheimer, parkinson, demensia vaskular SLE
Defisiensi vitamin B, defisiensi folat
Sumber: (Soejono dkk., 2014)

Faktor lain yang mempererat depresi perlu pula diperhatikan,

antara lain kehilangan (pasangan hidup, perpisahan teman dekat dan

anggota keluarga, taraf kesehatan yang menurun, kehilangan rasa

aman, kekuasaan/jabatan dan kebebasan), serta pemiskinan sosial

dan lingkungan.
39

Beberapa teori tentang etiologi depresi antara lainteori

neurobiologi yang menyebutkan bahwa faktor genetik berperan.

Kemungkinan terjadinya depresi pada saudara kembar monozigot

adalah 60-80% sedangkan pada saudara kembar heterozigot 25-35%

(Soejono, 2014).

d. Diagnosis

Depresi pada usia lanjut lebih sulit dideteksi karena 1). Penyakit

fisis yang diderita sering mengacaukan gambaran depresi, antara lain

mudah lelah dan penurunan berat badan, 2). Usia lanjut sering

menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukkan keaktifan, 3).

Kecemasan, histeria dan hipokondria yang sering merupakan gejala

depresi justru sering menutupi depresinya dan 4). Masalah sosial

sering membuat depresi menjadi lebih rumit.

Diperkirakan sampai 40% depresi pada usia lanjut tidak

terdiagnosis karena 1). Dokter, pasien maupun keluarga mengira

gejala depresi adalah normal pada usia lanjut 2).Berbeda dari yang

muda dalam penggunaan kriteria ICD-10 maupun DSM-IV 3).

Polifarmasi dan adanya komorbiditas (Soejono dkk, 2014).

Menurut DSM-IV kriteria depresi berat mencakup 5 atau lebih

gejala berikut, dan telah berlangsung 2 minggu atau lebih gejala

berikut, dan telah berlangsung 1 minggu atau lebih, yakni perasaan

depresi, hilangnya minat atau rasa senang hampir setiap hari, berat

badan menurun atau bertambah yang bermakna, insomnia atau


40

hipersomnia hampir setiap hari, kelelahan (rasa lelah atau hilangnya

energi) hampir setiap hari, rasa bersalah atau tidak berharga hampir

setiap hari, sulit konsentrasi, pikiran berulang tentang kematian atau

gagasan bunuh diri.

Gejala-gejala tersebut diatas harus menimbulkan gangguan

klinis yang bermakna dalam kehidupan individu. Dalam menegakkan

diagnosis, gejala perasaan depresif dan atau hilangnya minat harus

ada. Penggunaan DSM-IV mungkin tidak spesifik dan dianjurkan

dengan skala depresi khusus usia lanjut (Geriatric Depression Skill).

Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu

instrumen yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis depresi

pada usia lanjut. GDS dikembangkan dan divalidasi oleh dua studi.

Dalam salah satu studi, dipilih 100 soal dengan tipe jawaban ya/tidak

yang berguna untuk membedakan depresi pada usia lanjut dengan

normal usia lanjut. Karena pertanyaan yang panjang dan banyak pada

GDS-30 pertanyaan, dikembangkan versi yang lebih pendek,

bervariasi antara 15 pertanyaan dan 1 pertanyaan. Di antara versi-

versi tersebut, GDS 15 pertanyaan paling sering digunakan untuk

mendeteksi depresi pada lanjut usia dan dapat berfungsi sebaik GDS

30 pertanyaan (Njoto, 2014).


41

e. Prognosis

Depresi pada geriatri sering berlanjut kronis dan kambuh-

kambuhan, ini berhubungan dengan komorbiditas medis, kemunduran

kognitif dan faktor –faktor psikososial. Kemungkinan kambuh cukup

tinggi pada pasien dengan riwayat episode berulang, awitan pada usia

lebih tua, riwayat distimia, sakit medis yang sedang terjadi, kian

beratnya depresi dan kronisitas depresi.

Pasien yang depresi mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk

bunuh dari pada populasi lain. Sepertiga pasien usia lanjut

melaporkan kesepian sebagai alasan utama untuk bunuh diri, sepuluh

persen karena masalah keuangan. Kira-kira 60% yang melakukan

bunuh diri adalah laki-laki, dan 75% yang mencoba bunuh diri adalah

perempuan.

f. Penatalaksanaan

Depresi pada geriatri dapat lebih efektif diobati dengan

kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan

interdisiplin yang menyeluruh. Problem-problem fisis yang ada

bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati. Semua teknik

psikoterapi (psiko-dinamik, kognitif, prilaku, dll) dapat

dipergunakan. Intervensi terapeutik untuk memacu kemandirian

seperti melatih keterampilan sehari-hari dan peningkatan keamanan

di rumah, terapi okupasi dan berbagai program rehabilitasi yang

praktis serta pemberian informasi jangan dilupakan. Indikasi


42

pemberian obat antidepresi adalah untuk gangguan depresi sedang

sampai berat, episode depresi berulang, dan depresi dengan gambaran

melankolia atau psikotik.

Pada umumnya, tata laksana terapi hanya menggunakan obat

antidepresan, tanpa merujuk pasien untuk psikoterapi, tetapi obat

hanya mengurangi gejala, dan tidak menyembuhkan. Antidepresan

bekerja dengan cara menormalkan neurotransmiter di otak yang

memengaruhi mood, seperti serotonin, norepinefrin, dan dopamin.

Antidepresan harus digunakan pada lansia dengan depresi mayor dan

selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) merupakan obat

pilihan pertama. Beberapa obat antidepresan yang dapat digunakan

pada lansia dengan kelebihan dan kekurangan tiap golongan.

Pemilihan obat tersebut per individu dengan pertimbangan efek

samping dari tiap golongan.

Pengobatan monoterapi dengan dosis minimal digunakan pada

awal terapi, dievaluasi apabila tidak ada perubahan bermakna dalam

6-12 minggu. Lansia yang tidak berespons pada pengobatan awal

perlu mendapatkan obat antidepresan golongan lain dan dapat

dipertimbangkan penggunaan dua golongan antidepresan. Pada lansia

yang responsif dengan obat antidepresan, obat harus digunakan

dengan dosis penuh (full dose maintenance therapy) selama 6-9 bulan

sejak pertama kali hilangnya gejala depresi. Apabila kambuh,

pengobatan dilanjutkan sampai satu tahun. Strategi pengobatan


43

tersebut telah berhasil menurunkan risiko kekambuhan hingga 80%.

Penghentian antidepresan harus dilakukan secara bertahap agar tidak

menimbulkan gejala withdrawal seperti ansietas, nyeri kepala,

mialgia, dan gejala mirip flu (flu-like symptoms). Lansia yang sering

kambuh memerlukan terapi perawatan dosis penuh terapi selama

hidupnya ( Njoto, 2014).


44

B. Kerangka Teori

Faktor Penyebab Depresi

Genetik Lingkungan Psikologis Biokimia

Geriatric Depression Scale


Depresi pada lansia
(GDS)

Terapi

Non farmakologi
Farmakologi
- Terapi fisik dan terapi
perubahan prilaku
- psikoterapi

↓Derajat Depresi

gambar 4. Kerangka Teori


45

C. Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan diatas, maka dalam

kerangka konsep penelitian ini variabel yang akan diteliti yaitu perubahan

derajat depresi sebagai variabel dependen yang akan dipengaruhi oleh variabel

independen yaitu senam lansia. Skema kerangka konsep adalah sebagai

berikut:

Derajat Depresi
Senam Lansia
pada Lansia

Keterangan: : Variabel Dependent

: Variabel Independent

Gambar 5. Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis untuk menjawab pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Terdapat kejadian depresi pada lansia di PSTW Minaula Kendari.

2. Terdapat pengaruh senam lansia terhadap perubahan derajat depresi pada

lansia di PSTW Minaula Kendari.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian quasi-experimental. Desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-Randomized

Contol Group Pretest-Posttest.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret-April 2018 dengan tempat

penelitian yaitu Panti Sosial Tresna Werdha “Minaula” Kendari.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Adapun populasi dari penelitian ini adalah seluruh lansia di

Panti Sosial Tresna Werdha Kendari yang berjumlah 95 orang.

2. Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini, pada kelompok yang

diberikan perlakuan ditentukan dengan total sampling. Untuk

kelompok kontrol menggunakan random sampling

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria inklusi

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Kendari.

2) Bersedia menjadi sampel dan kooperatif

3) Manula aktif dan mandiri usia 60-80 tahun

46
47

4) Dapat mendengar, melihat dan berkomunikasi secara verbal

5) Mengalami gangguan depresif ringan, sedang, maupun berat

berdasarkan interpretasi dari geriatric depression scale (GDS)

b. Kriteria Eksklusi

Adapun krtiteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Lansia yang tidak berada di PSTW Minaula Kendari.

2) Lansia yang memiliki penyakit kronis dan cacat

muskuloskletal

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen dan alat

Instrumen dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

Geriatric Depression Scale (GDS) dan senam lanjut usia oleh

instruktur senam.

2. Sumber data

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

pemeriksaan secara langsung kepada lanjut usia dengan

menggunakan kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS).

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh instansi

atau badan terkait yang berhubungan dengan penelitian ini untuk

melaksanakan dan melengkapi penelitian.Dalam penelitian ini data

sekunder diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha Kendari.


48

3. Cara Kerja

Pada tahap awal permohonan izin penelitian diajukan pada

instansi Panti Sosial Tresna Werdha “Minaula” Kendari. Setelah

mendapat izin, peneliti melakukan pengumpulan data awal dan

penelitian. Adapun cara pengumpulan data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah:

a. Prosedur pengumpulan data dimulai dengan mendata nama-nama

lansia yang ada di masing-masing wisma.

b. Peneliti kemudian melakukan pengambilan data dengan

berkunjung ke wisma.

c. Peneliti menjelaskan tentang tujuan dan manfaat penelitian

memberi lembar persetujuansebagai persetujuan responden

mengikuti penelitian.

d. Peneliti kemudian mewawancarai lansia menggunakan kuesioner

depresi dengan menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS)

untuk menilai derajat depresi pada lansia.

e. Peneliti melakukan intervensi pemberian senam lansia pada lansia

yang mengalami gangguan depresi dan merupakan grup sampel

berdasarkan data primer yang mengunakan kuesioner GDS selama

empat minggu dengan frekwensi sebanyak 12 kali senam lansia

oleh instruktur senam profesional.


49

f. Peneliti kemudian mewawancarai ulang setelah senam lansia

kepada grup sampel dan grup kontrol dengan menggunakan

kuesioner GDS untuk menilai derajat depresi subjek penelitian.

E. Variabel Penelitian, Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Variabel dependen

a. Derajat depresi

1) Definisi operasional

Derajat depresi merupakan suatu tingkatan keadaan

mental-emosional berupa rasa sedih berlebihan yang diukur

menggunakan skala GDS (Geriatric Depresion Scale).

2) Kriteria objektif

a) Normal : 0-4

b) Depresi Ringan : 5-8

c) Depresi sedang : 9-11

d) Depresi berat : 12-15

Skala pengukuran : interval

2. Variabel independen

a. Senam lansia

1) Definisi operasional

Senam lansia merupakan serangkaian gerakan anggota

tubuh untuk lansia selama 4 minggu dengan frekwensi 12 kali.

2) Alat ukur

Daftar tilik.
50

F. Alur Penelitian

Adapun alur penelitian dijelaskan sebagai berikut :

Pengajuan proposal penelitian

Permohonan izin penelitian

Survey awal lokasi penelitian

Penentuan jumblah sampel penelitian

Iinformed consent dan kuesioner GDS

Senam lansia

Kuesioner GDS

Pengumpulan data

Pengelolahan data

Analisis data

Penarikan kesimpulan

Gambar 6. Alur Penelitian


51

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis

univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis univariat

Analisis data yang dilakukan pada tiap tabel dari hasil

penelitian dan pada umumnya menghasilkan distribusi dan presentase

dari tiap variabel.Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui

distribusi dari variabel-variabel yang diamati sehingga dapat

mengetahui gambaran tiap variabel.

2. Analisis bivariat

Digunakan untuk mengetahui pengaruh senam lansia dengan

kejadian gangguan depresi pada lansia berdasarkan penilaian Geriatric

Depression Scale (GDS) pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

“Minaula” Kota Kendari.

Analisis bivariat menggunakan uji T berpasangan (t-Test)

dimana pengujian dilakukan terhadap normalitas data dengan one

sample kolmogorov smirnov test yang menujukkan data terdistribusi

normal. Namun bila data tidak terdistribusi normal maka analisis yang

digunakan adalah uji statistic non parametrikwilcoxon.


52

H. Etika penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang penting dalam

melaksanakan sebuah penelitian mengingat penelitian berhubungan

langsung dengan manusia yang memiliki hak asasi. Peneliti terlebih

dahulu mengajukan perizinan kepada kepala panti. Kemudian mendatangi

objek penelitian dan meminta persetujuan objek penelitian. Setelah

mendapat persetujuan barulah melaksanakan penelitian dengan

memperhatikan hal sebagai berikut :

1. Informed consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan,

dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent).

Informedconsent tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan

denganmemberikan lembar persetujuan untuk menjadi objek

penelitian. Tujuan informed consent adalah agar objek penelitian tahu

maksud dan tujuanpenelitian, mengetahui dampaknya, jika objek

penelitian bersedia maka mereka menandatangani lembar persetujuan,

serta bersedia untuk direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka

peneliti harus menghormati hak dari mereka.

2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan etika dalam penelitian tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan.
53

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan

dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah lainnya, semua

partisipan yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil

penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, D., Ulliya, S. 2008. Perbedaan Tingkat Depresi pada Lansia Sebelum
dan Sesudah Dilakukan Senam Bugar Lansia di Panti Werdha Wening
Wardoyo Ungaran. Media Ners 2(1): 37-44

Ambardini, R.L., Aktivitas Fisik pada Lanjut Usia. http:


staffnew.uny.ac.id/upload/132256204/penelitian/aktivitas+fisik+lansia.
28 januari 2018 (23:59)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pharmaceutical Care Untuk


Penderita Gangguan Depresif. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Dan Klinik Ditjen Bidan Dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI.

Hidayah, N., 2015. Efektifitas Olahraga Jalan Kaki terhadap Penurunan Depresi
pada Lansia di Panti Werdha. Seminar Psikologi dan Kemanusiaan.
Psychology Forum UMM: 226-232.

Irawan, H., 2013. Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. CDK-210 40(11): 815-819

Katzung, B.G., 2007. Basic and Clinical Pharmacology. Tenth edition. The
McGraw-Hill companies Inc. Nugroho, A.W., Rendy, L., Dwijayanthi,
L., 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Buku kedokteran
EGC. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pelayanan dan Peningkatan


Kesehatan Usia Lanjut.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut


Usia di Indonesia.

Kementerian kesehatan RI.2014. INFODATIN Pusat Data dan Informasi


Kemeterian Kesehatan RI Situasi dan Analisis Lanjut Usia.

Kowel, R., Wungouw, H. Doda V. 2016. Pengaruh Senam Lansia Terhadap


Derajat Depresi pada Lansia di Panti Werda. Jurnal e-Biomedik (eBm)
4(1): 53-62

Kurniawan, B., 2013. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Tingkat Depresi
pada Lansia di Panti Werdha Budi Luhur Bantu. Skripsi. Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Martono, H., Pranaka, K. 2014. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu


Kesehatan Usia Lanjut). Ed.5. Cetakan Pertama.Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

46
54

Maslim.R., 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III


dan DSM-5.PT Nuh Jaya. Jakarta.

Njoto, E., N. Mengenali Depresi pada Usia Lanjut Penggunaan Geriatric


Depression Scale (GDS) untuk Menunjang Diagnosis. CDK-127 41(6):
472-474

Nurullah., 2015. Hubungan Olahraga Rutin dengan Tingkat Depresi pada Lansia
di Kecamatan Coblong Kota Bandung. Skripsi. Program Studi
Pendidikan Dokter Universitas Islam Bandung. Bandung.

Pamungkas. D.A. 2015. Hubungan Depresi dengan Kemampuan Dalam Aktivitas


Dasar Sehari-hari pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari. Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter Universitas
Halu Oleo. Kendari

Sadock. B.J., Sadock. V.A., Ruiz. P. KAPLAN & SADOCK’S SYNOPSIS OF


PSYCHIATRY : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Eleventh
Edition. Wolters Kluwer. Philadelphia.

Sasmita., 2016. Efektifitas Senam Lansia terhadap Penurunan Sindrom Depresi di


Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Moyudan
Sleman Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.

Soejono, C.,H., Probosuseno., sari, N., K. 2014. Depresi Pada Usia Lanjut. Dalam
Sudoyo A.W. dkk. Jilid 3 edisi VI. Interna Publ. Jakarta.

Sujana, D., Wardani, N.D., Jusup, I., 2015. Pengaruh Senam Lansia Terhadap
Skor Geriatric Depression Scale. Media Medika Muda 4(4): 600-608

Suroto. 2004. Peningkatan Kebugaran Melalui Kegiatan Senam Aerobik dan SKJ
2004. Unit Pelaksana Teknik Mata Kuliah Umum Bidang Olahraga
Universitas Diponegoro. Semarang.

Suroto. 2004. Pengertian Senam, Manfaat Senam dan Urutan Senam. Unit
Pelaksana Teknik Mata Kuliah Umum Bidang Olahraga Universitas
Diponegoro. Semarang.

Sumintarsih. 2006. Kebugaran Jasmani Untuk Lansia. Olahraga Majalah Ilmiah.


Agustus. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta
55

Tegawati, L.M., Karini, S. M., Agustin, R. W., Pengaruh Senam Lansia Terhadap
Penurunan Tingkat Depresi Pada Orang Lanjut Usia. Wacana Jurnal
Psikologi 1(2): 36-45
56

LAMPIRAN1

LEMBAR KRITERIA SUBJEK PENELITIAN

Nama : Inisial
Nama
Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan terakhir :

Riwayat penyakit kronis dan cacat muskuluskeletal :

Riwayat trauma kepala :

Riwayat konsumsi alkohol :

Riwayat merokok :

Riwayat konsumsi obat / sebutkan :

Riwayat mengaji / perhari / perminggu / perbulan :

Dapat bergerak (senam) : YA / TIDAK


57

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

Bapak/Ibu Yth.

Perkenalkan saya Andi Suci Juwita Lestariani Alam Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo. Bersama dengan ini memohon kesediaan

Bapak/Ibu untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya sebagai kelompok

perlakuan yang berjudul :

“Pengaruh Senam Lansia Terhadap Perubahan Derajat Depresi Pada Lanjut Usia

di Panti Sosial Tresna Werdha Kendari”

Dengan Tujuan :

a) Mengetahui distribusi kejadian depresi pada lanjut usia di PSTW Minaula

Kendari.

b) Menganalisis pengaruh senam lansia terhadap perubahan derajat depresi pada

lansia di PSTW Minaula Kendari.

Dalam penelitian ini, kepada bapak/ibu akan dilakukan wawancara dengan

mnggunakan penilaian Geriatric Depression Scale (GDS) untuk menilai derajat

depresi. Setelah itu bapak/ibu akan diberikan terapi senam lansia selama 2

minggu. Selama pemberian terapi senam lansia, bapak/ibu tidak akan mengalami

kesakitan ataupun mendapatkan hal-hal yang dapat membahayakan kesehatan

bapak/ibu. Setelah melakukan seman lansia bapak/ibu akan kembali diwawancarai

untuk menilai perubahan derajat depresi. Semua informasi yang berkaitan dengan
58

identitas subyek penelitian akan DIRAHASIAKAN dan hanya akan diketahui

oleh peneliti.

Keuntungan menjadi subjek penelitian ini adalah bapak/ibu dapat

mengetahui keadaan mental emosional apakah dalam batas normal atau tidak.

Bapak/ibu juga akan menjadi lebih sehat dan bugar oleh terapi senam yang akan

diberikan selama 2 minggu. Jika bapak/ibu bersedia, surat pernyataan kesediaan

menjadi subjek penelitian harap ditandatangani. Perlu bapak/ibu ketahui bahwa

surat kesediaan tersebut tidak mengikat dan bapak/ibu dapat mengundurkan diri

dari penelitian ini kapan saja selama penelitian berlangsung apabila terdapat hal-

hal yang dirasakan merugikan bapak/ibu.


59

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MENJADI SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Tanggal lahir :

Alamat :

Telp :

Setelah membaca semua keterangan tentang risiko, keuntungan, dan hak-

hak saya sebagai subjek penelitian “Pengaruh Senam Lansia Terhadap Perubahan

Derajat Depresi Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Kendari” dan

saya memahaminya, maka saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia

berpartisipasi dalam penelitian mahasiswa atas nama Andi Suci Juwita Lestariani

Alam (NIM K1A114053) mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo,

dengan catatan apabila suatu ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun,

berhak membatalkan persetujuan ini.

Responden Saksi

Kendari .........................2018 Kendari ..................2018

(Nama Lengkap) (Nama Lengkap)


60

LAMPIRAN 4

Geriatric Depression Scale (GDS)

Nama Responden:

Usia :

Jenis Kelamin :

Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu)

Tanggal Wawancara :

Pewawancara :

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah anda pada dasarnya merasa puas dengan kehidupan


anda ?
2 Apakah anda sudah meninggalkan banyak kegiatan dan
minat/kesenangan anda ?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda hampa ?

4 Apakah anda sering bosan ?

5 Apakah anda mempunyai semangat baik sepanjang waktu ?

6 Apakah anda takut sesuatu menjadi buruk akan terjadi pada


anda ?
7 Apakah anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu
anda ?
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya ?

9 Apakah anda senang tinggal dirumah daripada pergi keluar


mengerjakan sesuatu hal yang baru ?
10 Apakah anda mempunyai banyak masalah dengan daya ingat
anda dibanding kebanyakan orang ?
11 Apakah anda pikir hidup anda sekarang ini menyenangkan ?

12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda


saat ini ?
61

13 Apakah anda merasa anda penuh semangat ?

14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan


?
15 Apakah anda pikir bahwa keadaan orang lain lebih baik
daripada anda ?
62

LAMPIRAN 5

Daftar Tilik Senam Lansia

Nama Responden:

Usia :

Jenis Kelamin :

No. Gerakan L1 L2 L3 L4 L5 L6

1 Pemanasan

2 Gerakan Inti

3 Penenangan
63

Anda mungkin juga menyukai