Anda di halaman 1dari 63

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP GANGGUAN

FUNGSI KOGNITIF PADA LANJUT USIA DI PANTI


SOSIAL TRESNA WERDHA KENDARI

Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Strata Sarjana (S1)


Pada Program Studi Pendidikan Dokter

Oleh:

Muhamad Faklun Badrun


K1A1 14 026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017

i
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................vii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................5
D. Manfaat Penelitian............................................................................5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Kepustakaan .............................................................7


1. Lansia............................................................................. .............7
2. Fungsi Kognitif ............................................................................12
3. Senam Otak ................................................................................22
B. Kerangka Teori .................................................................................36
C. Kerangka Konsep .............................................................................37
D. Hipotesis Penelitian ..........................................................................37

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian .......................................................................38


B. Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................38
C. Populasi dan Sampel ........................................................................38
D. Tehnik Pengumpulan Data ...............................................................39
E. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .....41
F. Alur Penelitian..................................................................................42
G. Tehnik Analisis Data ........................................................................42
H. Etika penelitian .................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45


LAMPIRAN .......................................................................................................... 47

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


1. Derajat gangguan kognisi berdasarkan 17
MMSE

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 1. Kerangka Teori 36

Gambar 2. Kerangka Konsep 37

Gambar 3. Alur Penelitian 43

v
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Arti

RI Republik Indonesia

WHO World Health Organization

Dkk Dan kawan kawan

MMSE Mini Mental State Examination

DNA Deoxyribonucleic Acid

Et al et alia

RB Radikal bebas

ATP Adenosin trifosfat

APOE Apolipoprotein E

USA United States of America

ODD Orang dengan demensia

SSP Sistem saraf pusat

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman


Lampiran 1 Lembar Penjelasan Calon Responden (Kontrol) 47
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Calon Responden (Perlakuan) 49
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Penelitian 51
Lampiran 4 Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE) 52
Lampiran 5 Gerakkan Senam Otak 53

vii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penduduk lanjut usia adalah penduduk yang berumur 60 tahun atau

lebih. Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut

usia terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010,

jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total

penduduk). Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia

menjadi 20,24 juta orang atau sekitar 8,03% dari seluruh penduduk

Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan

dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6%

dari total jumlah penduduk dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya

akan mancapai 36 juta jiwa (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Masalah kesehatan pada lanjut usia berawal dari kemunduran sel-

sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor

resiko terhadap penyakit pun meningkat. Beberapa penyakit yang sering

terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan

penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb (Kementerian Kesehatan RI,

2015)

Demensia adalah sindrom, bersifat kronis atau progresif, di mana

ada kemunduran fungsi kognitif (Maslim, 2013). Ini mempengaruhi

memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar,

bahasa, dan penilaian (World Health Organization, 2017).

1
2

Setiap tahun terdapat 9,9 juta kasus baru dengan gangguan kognitif

dengan demensia. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 47 juta orang

yang mengalami gangguan kognitif yang diperkirakan pada tahun 2030

mendekati 75 orang dan pada 2050 sampai 132 juta orang (World Health

Organization, 2017).

Estimasi jumlah penderita gangguan kognitif dengan Alzheimer di

Indonesia pada tahun 2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu

diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun

2030, dan menjadi empat juta orang pada tahun 2050 (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

Lanjut usia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula

Kendari yang berjumlah 95 orang. Terdapat 49 lanjut usia diantaranya

mengalami penurunan gangguan kognitif setelah dilakukan wawancara

langsung dengan menggunakan kuesioner penelitian MMSE (Nur dkk,

2017).

Gangguan fungsi kognitif dapat berupa mudah-lupa yaitu bentuk

gangguan kognitif yang paling ringan. Mudah-lupa ini bisa berlanjut

menjadi gangguan kognitif ringan sampai ke demensia sebagai bentuk

klinis yang paling berat (Wreksoatmodjo, 2014). Fungsi kognitif

merupakan penyebab terbesar terjadinya ketidakmampuan dalam

melakukan aktifitas normal sehari-hari dan juga merupakan alasan

tersering yang menyebabkan terjadinya ketergantungan terhadap orang

lain untuk merawat diri sendiri ( Agoes dkk, 2016).


3

Terapi non farmakologis perlu diterapkan untuk menunda

kemunduran kognitif dengan menerapkan perilaku sehat dan melakukan

stimulasi otak sedini mungkin untuk melatih kemampuan otak bekerja..

Latihan otak akan membuat otak bekerja atau aktif. Otak seseorang yang

aktif (suka berfikir) akan lebih sehat secara keseluruhan dari orang yang

tidak atau jarang menggunakan otaknya (Yanuarita dalam Guslinda dkk,

2013).

Menurut ahli senam otak sekaligus penemu senam otak, dari

lembaga Educational Kinesiology Amerika Serikat Paul E. Denisson

Ph.D., senam otak mampu memudahkan kegiatan belajar dan melakukan

penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan dan tuntutan hidup sehari-

hari. Selain itu senam otak juga bisa mengoptimalkan perkembangan dan

potensi otak serta meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat.

Senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke

otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak untuk bekerja (Yanuarita

dalam Guslinda dkk, 2013).

Penelitian Paul dan Gail E. Dennison (2002) dalam Setiyo

Purwanto (2009) telah membagi otak ke dalam 3 dimensi, yakni dimensi

lateralis (otak kiri-kanan), dimensi pemfokusan (otak depan-belakang),

dimensi pemusatan (otak atas-bawah). Masing-masing dimensi

mempunyai tugas tertentu sehingga garakan senam yang dilakukan dapat

bervariasi. Brain gym dapat mengaktifkan otak sehingga mampu berfungsi

dengan lebih baik.


4

Guslinda dkk (2013) didalam penelitiannya menyatakan bahwa

terjadi peningkatan fungsi kognitif lansia kelompok intervensi setelah

diberikan senam otak dibandingkan denga kelompok kontrol yang tidak

mendapat senam otak. Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna

Werdha Padang Pariaman. Populasi penelitiannya berjumlah 115 orang

dan sampel sebanyak 24 orang. Pengukuran dilakukan dengan dua cara

yaitu pretest dan posttest menggunakan MMSE selama dua minggu.

Penelitian lain menggunakan rancangan quasi-eksperiment. Desain

penelitian yang digunakan yaitu pre and post test without control. Populasi

dalam penelitiannya adalah berjumlah 15 orang. Tingkat demensia yang

diukur melalui Mini Mental State Examination (MMSE). Lansia diberikan

perlakuan senam selama 3 minggu. Hasil dari penelitiannya yang diukur

melalui MMSE terdapat pengaruh sebelum dan sesudah diberikan senam

otak dengan fungsi kognitif lansia (Setiawan dkk, 2014).

Penelitian lain telah ditemukan terdapat pengaruh senam otak

terhadap penurunan tingkat demensia pada lansia. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua lansia Panti Wredha Rindang Asih 1 Ungaran,

sampel berjumlah 10 orang. Senam otak yang dilakukan 10-15 menit

setiap pagi sebanyak 5 kali/minggu selama 4 minggu dan diukur melalui

Mini Mental State Examination (MMSE) (Aminuddin, 2015).

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis ingin

melakukan penelitian tentang pengaruh senam otak terhadap gangguan

fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Kendari.
5

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

senam otak terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Minaula Kota Kendari.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh

senam otak terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui distribusi

kejadian gangguan fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial

Tresna Werdha Minaula Kendari

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Metodologik

Diharapkan bisa sebagai bahan rujukan atau referensi bagi

peneliti selanjutnya dengan masalah yang sama dengan penelitian ini.

2. Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan informasi kepada kita semua tentang pengaruh senam

otak terhadap kejadian gangguan fungsi kognitif pada lanjut usia,

sehingga kedepannya bisa dipakai sebagai bahan rujukan dalam

melakukan pencegahan terhadap kejadian demensia pada lanjut usia.


6

3. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini menjadikan senam otak menjadi agenda rutin

Panti Sosial Tresna Werdha Kendari sebagai upaya pencegahan

gangguan fungsi kognitif pada lanjut usia.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Kepustakaan

1. Kajian Umum Lansia

a. Defenisi lansia

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13

tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud

dengan Lanjut Usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai

usia 60 tahun keatas (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

b. Teori-teori proses menua

Menua atau menjadi tua adalah proses kehidupan dan

tumbuh kembang dimana terjadi proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides,

1994 dalam Martono dan Pranaka, 2014).

Teori biologik dapat dipisahkan menjadi 2 golongan besar,

yaitu teori pekembangan genetik (penuaan primer) atau teori

nonstokhastik. Golongan kedua adalah teori stokhastik (penuaan

sekunder), dimana terjadi perubahan acak sebagai akibat penyakit

yang didapat dan atau trauma (Busse, EW,2002 dalam Martono

dan Pranaka, 2014).


8

Martono dan Pranaka membagi tentang teori-teori penuaan

sebagai berikut :

1) Teori “Genetic clock”

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik

untuk spesie-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam

nuclei (inti sel) nya suatu jam genetik yang telah diputar menurut

suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan

menghentikan sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila

jam kita berhenti maka kita akan meninggal., meskipun tanpa

disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang

katastrofal. Konsep “genetic clock” didukung oleh kenyataan

bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa

spesies terlihat adanya perbedaan harapa hidup yang nyata.

2) Mutasi somatic (teori Error Catastrophe)

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan penyebab

terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang

menyebabkan terjadinya mutasi somatic. Sudah umum diketahui

bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur,

sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat

kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik dapat

memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang

proresif pada DNA sel somatic, akan menyebabkan terjadinya

penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.


9

3) Rusaknya system imun tubuh

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranlasi

hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system

imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika

mutasi sovatik akan dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada

antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan system

imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut

sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang

menjadi dasar terjadinya proses autoimun.

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibody yang luas

mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi

akan menyebabkan reaksi histoinkompatibilitas pada banyak

jaringan.

4) Teori menua akibat metabolism

Pada tahun 1935, McKay et al (terdapat dalam Goldstein, et

al, 1989), memperlihatkan bahwa pengurangan “intake” kalori

pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan

memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena penurunan

jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya

salah satu atau beberapa proses metabolism. Terjadi penurunan

pengeluaran hormone yang merangsang proliferasi sel, misalnya

insulin dan hormone pertumbuhan.


10

Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih

banyak bergerak mungkin juga dapat meningkatkan umur

panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup dialam bebas

yang banyak bergerak disbanding dengan hewan laboratorium

yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan dialam bebas

lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium.

5) Kerusakan akibat radikal bebas

Radikal bebas (RB) yang sering dianggap sebagai fragmen

molekuler yang mempunyai elektron tidak berpasangan, dapat

terbentuk didalam tubuh akibat proses metabolik normal didalam

mitokondria. Radikal bebas merupakan produk sampingan

didalam rantai pernafasan (Oen, 1993, Busse, 2002).

Untuk organisme aerobik, radikal bebas terutama terbentuk

pada waktu respirasi (aerob) didalam mitokondria, karena 90%

oksigen yang diambil tubuh masuk kedalam mitokondria. Waktu

terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam

mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-enzim

respirasi didalam mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan

dihasilkan sebagai zat antara yang bersifat merusak, karena sangat

reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam

lemak tak jenuh. Radikal bebas ini dihubungkan dengan

terjadinya kerusakan DNA, hubungan silang kolagen dan

akumulasi pigmen penuaan.


11

c. Permasalahan-permasalahan pada lanjut usia

Brocklehurst et al, 1987 dalam Pranaka dan Martono, 2014

menyebutkan beberapa problema klinik dari penyakit pada lanjut

usia yang sering di jumpai yang disebut sebagai Geriatric Giants,

yang merupakan faktor resiko demensia adalah :

1) Sindrom serebral

Sindroma serebral adalah kumpulan gejala yang terjadi

akibat perubahan-perubahan patologik dari aliran darah serebral.

Oto-regulasi meupakan mekanisme proteksi untuk otak.

Aktivitas dari sistem saraf simpatis akan menggeser kurve

oto-regulasi ke tekanan yang lebih tinggi. Beberapa sindroma

serebral yang sering terjadi adalah :

a) Apraxia, dengan kaku otot, reflex meningkat dan tendensi.

b) Gangguan jalan (gait)

c) Demensia

d) Inkontinensia

2) Gangguan kesadaran dan kognitif

Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia,

berbagai masalah kesehatan dan penyakit yang khas terdapat pada

usia lanjut akan meningkat. Salah satu masalah kesehatan yang

akan banyak dihadapi adalah gangguan kognitif yang

bermanifestasi secara akut berupa konfusio (gagal otak akut) dan

kronis berupa demensia (gagal otak kronis).


12

2. Kajian Umum Fungsi Kognitif

a. Defenisi Fungsi Kognitif

Konsep kognitif (dari bahasa Latin cognosere, untuk

mengetahui atau untuk mengenali) merujuk kepada kemampuan

untuk memproses informasi, menerapkan ilmu, dan mengubah

kecenderungan. Berbagai aspek yang terganggu yaitu orientasi,

registrasi, atensi dan kalkulasi, memori dan juga kecepatan berpikir

Di kalangan para lansia penurunan fungsi kognitif merupakan

penyebab terbesar terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan

aktifitas normal sehari-hari, dan juga merupakan alasan tersering

yang menyebabkan terjadinya ketergantungan terhadap orang lain

untuk merawat diri sendiri (Reuser dkk, 2010 dalam Agoes, 2016).

b. Gambaran Klinis Umum

Perhimpunan Dokter Penyakit Saraf Indonesia (2015)

menjelaskan bahwa keluhan kognisi terdiri dari gangguan memori

terutama kemampuan belajar materi baru yang sering merupakan

keluhan paling dini. Memori lama bisa terganggu pada demensia

tahap lanjut. Pasien biasanya mengalami disorientasi di sekitar

rumah atau lingkungan yang relatif baru.

Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi,

memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan

eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi dan

melakukan evaluasi (Strub dan Black, 2000 dalam Herman, 2016).


13

c. Faktor Risiko

Menurut Dayamaes (2013), faktor faktor yang

mempengaruhi fungsi kognitif lansia adalah sebagai berikut :

1) Usia

Umur merupakan faktor resiko bagi kognisi pada lansia

dan menjadi faktor utama bagi penurunan kemampuan kognitif

lansia. Meski demikian, terdapat pula beberapa penelitian yang

menunjukan hal sebaliknya. Lansia berusia 65-74 tahun yang

sehat secara kognitif mampu memberika solusi.

2) Genetik

Gen apolipoprotein E (APOE) yang mengandung alel

€4 merupakan faktor resiko bagi munculnya demensi dan

penurunan kemampuan kognitif. Penurunan kemampuan

kognitif seseorang yang berasosiasi dengan penyakit pembuluh

darah perifer, aterosklerosis pada arteri karotid atau diabetes

melitus meningkat dengan adanya APOE alel €4.

3) Jenis kelamin

Tren penuaan kognitif sebenarnya hampir sama untuk

pria dan wanita. Meski demikian, pada umumnya wanita

menunjukan penurunan pada tugas-tugas spasial di usia lebih

dini daripada pria, sedangkan pria umumnya menunjukan

penurunan pada tugas-tugas verbal terlebih dahulu daripada

wanita.
14

Ada dua kemungkinan yang mendasari hasil temuan

tersebut. Pertama, hal ini mungkin berkaitan dengan tingkat

pendidikan lansia pria yang pada umumnya lebih tinggi

daripada wanita akibat kesempatan untuk meraih pendidikan

lebih terbuka bagi pria di masa lampau. Kedua, hal ini mungkin

berkaitan dengan pekerjaan.

4) Pendidikan

Pendidikan dapat menyediakan stimulus rutin dan terus-

menerus bagi perkembangan kemampuan kognitif seperti

logika dan penalaran, pemikiran abstrak, dan mampu mencegah

hilangnya hubungan dan meningkatkan hubungan antar neuron.

Lansia dengan tingkat pendidikan rendah cenderung memiliki

masala kognitif dibandingkan dengan lansia yang memiliki

tingkat pendidikan tinggi.

5) Riwayat penyakit

Pada umumnya, lansia yang sehat secara optimal

mampu mengungguli lansia yang memiliki penyakit medis

pada berbagai tes kognitif. Studi-studi lainnya telah

menunjukan adanya hubungan antara penurunan kemampuan

kognitif dan demensia dengan penyakit kardiovaskuler,

diabetes mellitus, hipertensi, dan aterosklerosis. Selain itu,

cedera kepala traumatik (traumatic brain injury) juga dapat

menyebabkan penurunan fungsi kognitif.


15

6) Lingkungan sosila dan kultral

Studi lain oleh Wu et al. (2011) dalam Damaes (2013)

menunjukan bahwa lansia yang tidak menikah cenderung

mengalami penurunan kognitif dibandingkan dengan lansia

yang menikah. Ada kemungkinan berbagi kehidupan dengan

pasangan hidup mampu menstimulasi aktivitas otak dan

pertumbuhan neuron sehingga kecepatan penurunan

kemampuan kognitif pada lansia yang menikah lebih lambat.

7) Faktor gizi

Penelitian Requejo, et al., (2003) dalam Damaes (2013)

pada 168 lansia yang menemukan bahwa lansia dengan skor

yang tidak mencukupi (MMSE < 28) lebih banyak

mengkonsumsi lipid, asam lemak jenuh, dan kolesterol.

Sebaliknya, lansia dengan kapasitas kognitif cukup (MMSE >

28) mengkonsumsi lebih banyak asam folat, vitamin C dan

tiamin.

8) Aktivitas

Salah satu spekulasi mengenai asosiasi antara aktivitas

fisik dengan kemampuan kognitif ialah bahwa latihan fisik

(exercise) mampu memperbaiki fungsi kognitif dengan cara

meningkatkan fungsi kardiovaskukar yang meningkatkan

kecepatan pemrosesan otak, memori, fleksibilitas mental, dan

fungsi kognitif (Angevaren, et al. 2007 dalam Damaes, 2013).


16

d. Diagnosis Dan Skrining

1) Skrining

Shadock dkk, (2015) menyatakan bahwa alat skrining

yang paling banyak digunakan untuk mendokumentasikan

perubahan mental dalam status mental adalah Mini-Mental

State Examination (MMSE). MMSE adalah tes kognitif 30

poin yang dikembangkan pada pertengahan 1970an untuk

memberikan penilaian di samping tempat tidur dari beragam

fungsi kognitif, termasuk orientasi, perhatian, memori,

konstruksi, dan bahasa. Hal ini dapat diberikan dalam waktu

kurang dari 10 menit oleh dokter atau teknisi yang sibuk dan

berhasil mencetak dengan cepat dengan tangan. MMSE telah

dipelajari secara ekstensif dan menunjukkan keandalan yang

sangat baik saat penilai mengacu pada aturan penilaian yang

konsisten.

2) Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan laboratorium dilakukan jika ada

kecurigaan adanya kondisi medis yang menimbulkan dan

memper berat gejala. Dapat dilakukan Mini Mental State

Examination (MMSE) (Ikatan Dokter Indonesia, 2014). MMSE

telah direkomendasikan karena penerimaan dan penggunaannya

yang luas dan merupakan tes fungsi kognisi yang paling sering

digunakan (Shadock dkk, 2015).


17

Tabel 1. Derajat gangguan kognisi berdasarkan Mini Mental

State Examination (MMSE)

Derajat Nilai MMSE

Ringan MMSE 21-26

Sedang MMSE 15-20

Sedang – berat MMSE 10-14

Berat MMSE 0-9

Sumber : Perhimpunan Dokter Penyakit Saraf Indonesia, 2015

e. Aspek fungsi kognitif

Menurut Goldman (2000) dalam Damaes (2013), fungsi

kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain :

1) Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal,

tempat dan waktu. Orientasi terhadap personal (kemampuan

menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya) menunjukan

informasi yang “overlearned” . Kegagalan dalam menyubutkan

namanya sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi,

gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa

Orientasi tempat diniai dengan menanyakan negara,

provinsi, kota, gedung dan lokasi dalam gedung. Sedangkan

orientasi waktu dinilai dengan menanyakan tahun, musim,

bulan, hari, dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih sering

daripada tempat.
18

2) Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4

parameter, yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan

naming.

a) Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan

kalimat dengan panjang, ritme, dan melodi yang normal.

Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran

pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau

berbicara secara spontan

b) Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami

suatu perkataan atau perintah, dibktikan dengan mampunya

seseorang untuk melakukan perintah tersebut.

c) Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan

atau kalimat yang diucapkan seseorang.

d) Naming

Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk

menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.

3) Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon

stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di

luar lingkungannya.
19

a) Mengingat segera

Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk

mengingat sejumlah kecil informasi selama < 30 detik dan

mampu untuk mengeluarkan kembali

b) Konsentrasi

Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan

seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal.

Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut

untuk mengurangkannya 7 secara berturut-turut dimulai

dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja kata

secara terbalik

4) Memori

Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali informasi yang diperolehnya

a) Memori baru

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi

yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu

b) Memori lama

Kemampuan untuk mengingat informasi yang diperolehnya

pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu

c) Memori visual

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi

berupa gambar.
20

5) Fungsi konstuksi, mengacu pada kemampuan seseorang untuk

membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan

meminta orang tersebut untuk menyalin gabar, memanipulasi

balok atau membangun kembali suatu banguanan balok yang

telah dirusak sebelumnya

6) Kalkulasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung

angka

7) Penalaran, yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan

baik buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak.

f. Intervensi Farmakologi

Menurut Nugroho (2008) dalam Yuliati (2017)

menyebutkan untuk menghambat penurunan fungsi kognitif ada 2

penatalaksanaan yaitu penatalaksanaan farmakogis dengan

menggunakan obat-obatan antara lain: anti oksidan , obat anti

inflamasi, obat penghambat asetikolin esterase.

g. Intervensi Nonfarmakologi

Menurut Nugroho (2008) dalam Yuliati (2017)

Penatalaksanaan non farmologis dengan melakukan 3 kegiatan

stimulasi otak diantaranya aktivitas fisik (senam otak), aktivitas

sosial (pengajian rutin, mengkuti arisan PKK), aktivitas mental

(permainan puzzle, membuat kerajinan tangan, diskusi, dan

bernyanyi) untuk mempertahankan kemampuan yang ada dengan

terus memberikan stimulasi pada otak.


21

h. Pencegahan Gangguan Fungsi Kognitif

Beragam pencegahan untuk menghambat penurunan

kognitif mulai dari terapi farmakologis dengan menggunakan obat-

obatan sampai terapi non farmakologis seperti 3 kegiatan aktivitas

stimulasi otak yaitu aktivitas fisik (senam otak), aktivitas mental

dan aktivitas sosial. Terapi non farmakologis perlu diterapkan

untuk menunda kemunduran kognitif dengan menerapkan perilaku

sehat dan melakukan stimulasi otak sedini mungkin untuk melatih

kemampuan otak bekerja. Oleh karena itu perlu mengantisipasi dan

meminimalisir perubahan yang terjadi pada lansia tersebut. Salah

satu stimulasi otak yang dilakukan untuk meningkatkan fungsi

kognitif lansia yaitu dengan aktivitas fisik yaitu olahraga senam

otak (brain gym) untuk mempertahankan kemampuan yang ada

dengan terus memberikan stimulasi pada otak (Markam, 2005

dalam Yuliati, 2017).

Latihan olahraga yang teratur pada populasi usia lanjut

masih memungkinkan perbaikan sirkulasi darah dan berbagai

organ-organ lain. (Williamson. J, 1985 dalam Boedhi Darmojo dan

M. Hadi, 2010).

Fungsi kognitif lansia dapat dioptimalkan melalui berbagai

cara, seperti latihan senam otak, latihan peningkatan fungsi

memori, latihan kecepatan berpikir, fungsi eksekutif, atensi dan

permainan video game (Agoes, 2016).


22

3. Kajian Umum Senam Otak (Brain gym)

a) Defenisi Senam Otak (Brain gym)

Senam otak merupakan kumpulan gerakan-gerakan

sederhana dan bertujuan untuk menghubungkan/menyatukan

pikiran dan tubuh. Senam otak merupakan bagian dari proses

edukasi kinesiologi. Kinesiologi merupakan suatu ilmu yang

mempelajari gerakan tubuh dan hubungan antara otot dan postur

terhadap fungsi otak (Titi S.Sularyo, Setyo Handryastuti, 2002).

Gerakan-gerakan tertentu diyakini penting untuk

perkembangan otak manusia, sebagai contoh gerakan merangkak

pada bayi akan mengembangkan koneksi diantara kedua belah

hemisfer. Gerakan ini kemudian dikembangkan menjadi gerakan

yang lebih kompleks untuk meningkatkan proses belajar dan

memaksimalkan kemampuan individu (Titi S.Sularyo, Setyo

Handryastuti, 2002).

b) Manfaat Senam Otak (Brain gym)

Selain dapat meningkatkan kemampuan belajar, Brain gym

dapat memberikan beberapa manfaat seperti yang dikemukakan

oleh Ayinosa (2009) dalam Purwanto dkk (2009), Brain gym dapat

memberikan manfaat yaitu berupa:

1) Stress emosional berkurang dan pikiran lebih jernih,

2) Hubungan antarmanusia dan suasana belajar/kerja lebih relaks

dan senang,
23

3) Kemampuan berbahasa dan daya ingat meningkat,

4) Orang menjadi lebih bersemangat, lebih kreatif dan efisien,

5) Orang merasa lebih sehat karena stress berkurang, dan

6) Prestasi belajar dan bekerja meningkat.

Senada dengan yang dikatakan oleh Fanny (2009) dalam

Setiyo Purwanto dkk (2009), banyak manfaat yang bisa diperoleh

dengan melakukan Brain gym. Gerakan-gerakan ringan dengan

permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan

rangsangan atau stimulus pada otak.

Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah yang dapat

meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi,

kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan

kreativitas), menyelaraskan kemampuan beraktivitas dan berfikir

pada saat yang bersamaan, meningkatkan keseimbanga.

Hal ini juga dapat meningkatkan harmonisasi antara kontrol

emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera,

menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh, meningkatkan daya

ingat dan pengulangan kembali terhadap huruf/angka (dalam waktu

10 minggu), meningkatkan ketajaman pendengaran dan

penglihatan, mengurangi kesalahan membaca, memori, dan

kemampuan komperhensif pada kelompok dengan gangguan

bahasa, hingga mampu meningkatkan respon terhadap rangsangan

visual.
24

Orang yang sulit belajar, akan berusaha terlalu keras

sehingga terjadi stress di otak sehingga mekanisme integrasi otak

melemah sehingga bagian-bagian otak tertentu kurang berfungsi.

Mengatasi hal di atas dapat dilakukan dengan tes otot dan Brain

gym. Test otot berguna untuk mengetahui hambatan-hambatan di

dalam tubuh yang berpengaruh pada kemampuan belajar dan daya

tangkap.

Brain gym membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya

tertutup atau terhambat sehingga kegiatan belajar atau bekerja

dapat menggunakan seluruh otak atau whole brain learning

(Ayinosa, 2009 dalam Setiyo Purwanto dkk, 2009).

Brain gym dapat mengaktifkan otak sehingga mampu

berfungsi dengan lebih baik. Brain gym telah diakui sebagai salah

satu teknik belajar yang paling baik oleh “National Learning

Foundation USA”

Brain gym ini memberikan keuntungan yaitu :

memungkinkan belajar dan bekerja tanpa stress, dapat dilakukan

dalam waktu singkat yaitu kurang dari 5 menit, tidak memerlukan

bahan atau tempat yang khusus, dapat dipakai dalam semua situasi

belajar/bekerja juga dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan

kepercayaan diri, menunjukkan hasil dengan segera, dan

memandirikan seorang dalam belajar dan mengaktifkan seluruh

potensi dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang.


25

c. Mekanisme Brain gym

Penelitian Paul dan Gail E. Dennison (2002) dalam Setiyo

Purwanto (2009) telah membagi otak ke dalam 3 dimensi, yakni

dimensi lateralis (otak kiri-kanan), dimensi pemfokusan (otak

depan-belakang), dimensi pemusatan (otak atas-bawah). Masing-

masing dimensi mempunyai tugas tertentu sehingga garakan senam

yang dilakukan dapat bervariasi. Brain gym dapat mengaktifkan

otak sehingga mampu berfungsi dengan lebih baik.

1) Dimensi Lateralitas

Sisi tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan.

Otak bagian kiri aktif bila sisi kanan tubuh digerakkan dan

otak bagian kanan aktif apabila sisi kiri tubuh digerakkan.

Kemampuan belajar paling tinggi apabila kedua belahan otak

bekerja sama dengan baik.

Bila kerjasama otak kiri dan otak kanan kurang baik,

siswa sulit membedakan antara kiri dan kanan, gerakannya

kaku, tulisan tangannya jelek atau cenderung menulis huruf

terbalik, sulit membaca, menulis, bicara, mengikuti sesuatu

dengan mata, sikap positif, mendengar, melihat menulis,

bergerak, sulit menggerakkaan mata tanpa mengikutinya

kepala, tangan miring ke dalam ketika menulis, cenderung

melihat kebawah sambil berpikir, serta menyebut kata sambil

menulis.
26

2) Dimensi Pemfokusan

Fokus adalah kemampuan menyeberangi ‘garis tengah

partisipasi’ yang memisahkan bagian belakang dan depan

tubuh, dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak

(frontal lobe).

Perkembangan refleks antara otak bagian belakang dan

bagian depan yang mengalami fokus kurang (underfocused)

disebut ‘kurang perhatian’, ‘kurang mengerti’, ‘terlambat

bicara’, atau ‘hi-peraktif’. Kadangkala perkembangan refleks

antara otak bagian depan dan belakang mengalami focus lebih

(overfocused) dan berusaha terlalu keras.

Gerakan-gerakan yang membantu melepaskan

hambatan fokus adalah aktivitas integrasi depan/belakang.

Gerakan ini diharapkan dapat membantu Orang Dengan

Demensia (ODD) menjadi lebih fokus.

3) Dimensi Pemusatan

Pemusatan adalah kemampuan untuk menyeberangi

garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan

fungsi dari bagian atas dan bawah otak, bagian tengah sistem

limbis (mid brain) yang berhubungan dengan informasi

emosional serta otak besar (cerebrum) untuk berpikir yang

abstrak.
27

Ketidakmampuan untuk mempertahankan pemusatan

ditandai dengan ketakutan yang tak beralasan, ketidakmampuan

untuk menyatakan emosi. Bila kerjasama antara otak besar

(cerebral corteks) dan sistem limbik terganggu, anak

merasakan emosi atau mengekspresikan, cenderung bertingkah

laku “berjuang atau melarikan diri”, serta dapat mengalami

ketakutan yang berlebihan.

Otak mempunyai milyaran sel kecil yang disebut

neuron yang dihubungkan dengan jalur-jalur syaraf. Gerakan-

gerakan yang menyambungkan hubungan syaraf tersebut

adalah gerakangerakan meningkatkan energi dan penguatan

sikap yang merupakan bagian dari pemusatan.

d. Gerakkan Senam Otak (Brain gym)

Titi S.Sularyo dan Setyo Handryastuti (2002) menyatakan

bahwa terdapat 24 gerakkan senam otak yang berpengaruh terhadap

kesehatan otak.

1) Cross crawl (gerak diagonal)

Meningkatkan komunikasi dan intergrasi di antara kedua

hemisfer serebri dengan terbentuknya percabangan dan mielinisasi

persarafan di corpus callosum sehingga komunikasi antara kedua

hemisfer bertambah cepat dan lebih terintegrasi. Gerakan ini

meningkatkan koordinasi penglihatan, pendengaran, kemampuan

kinestetik sehingga meningkatkan kemampuan mendengar,


28

membaca, menulis dan daya ingat. Koordinasikan gerakan supaya

kalau satu tangan bergerak, kaki yang berlawanan bergerak pada

saat yang sama. Gerakkan badan ke depan, ke samping, ke

belakang dan arahkan mata kesemua jurusan.

2) Alphabet 8s (abjad 8)

Memadukan gerakan-gerakan yang terlibat dalam

pembentukan huruf. Gerakan ini mampu membuat anak untuk

menulis lebih otomatis dan memacu otak untuk berpikir kreatif.

3) Double doodle (menggambar dua tangan)

Melukis dengan 2 tangan sebelah menyebelah akan

membangkitkan keterarahan dan orientasi ruang, karena terkait

dengan garis tengah tubuh. Kegiatan ini melatih kemampuan

kedua mata secara bersamaan dan membantu pengembangan

koordinasi tangan 2 mata untuk meningkatkan ketrampilan

menulis. Menggambar dengan kedua tangan pada saat yang sama

ke dalam, ke luar, ke atas dan ke bawah.

4) Lazy 8 (8 malas)

Memadukan bidang penglihatan kiri dan kanan sehingga

meningkatkan integrasi otak kiri dan kanan sekaligus

meningkatkan keseimbangan dan koordinasi tubuh. Gerakan ini

dapat meningkatkan ketrampilan baca tulis & pemahaman. Mulai

di bagian tengah, pertama gerakkan tangan berlawanan arah jarum

jam: ke atas, membentuk lingkaran. Kemudian searah jarum jam:


29

ke atas, membentuk lingkaran dan kembali ke titik tengah. Buatlah

gerakan ini 3 kali tiap tangan, kemudian 3 kali dengan kedua

tangan.

5) Belly breathing (pernapasan perut)

Meningkatkan persediaan oksigen untuk seluruh tubuh,

terlebih untuk otak. Kegiatan ini merelakskan SSP sambil

meningkatkan kadar energi, Gerakan ini terbukti meningkatkan

kemampuan membaca dan berbicara. Taruh tangan di perut. Buang

napas pendekpendek, lalu ambil napas dalam dan pelan-pelan.

Tangan mengikuti gerakan perut waktu membuang dan mengambil

napas.

6) The elephant (gajah)

Gerakan ini mengaktifkan dan menyeimbangkan semua sistem

pada tubuh dan pikiran kita. Mengaktivasi sistem vestibuler

terutama kanalis semisirkularis demikian juga koordinasi tangan

dan mata. Gerakan ini memadukan sisi kiri dan kanan otak untuk

penglihatan, pemahaman, pendengaran, memori jangka

pendek/panjang dan berpikir abstrak. Tekuk lutut sedikit, lekatkan

kepala kebahu dan tangan lurus kedepan. Gunakan tulang dada

untuk menggerakkan seluruh badan atas membuat gerakan Lazy 8

. Lihat ke jari anda dan ulangi dengan tangan satunya.


30

7) Neck rolls (putar kepala)

Gerakan ini meningkatkan pernapasan dan relaksasi titik-

titik vokal untuk pembicaraan yang lebih beresonansi. Karena ada

peningkatan di dalam kemampuan menggerakkan mata dari kiri ke

kanan melewati bidang tengah penglihatan, maka kemampuan baca

juga meningkat. Tundukkan kepala kedepan, dan pelan-pelan putar

dari satu sisi kesisi lainnya. Tengadahkan kepala kebelakang, dan

putar lagi kekiri kekanan. Ulangi dengan bahu diturunkan.

8) The rocker (pompa bokong)

Gerakan ini mengurut lengan & paha, membantu

menurunkan tegangan otot di bagian belakang tubuhyang

menghalangi anda bergerak ke depan dengan mudah.

Meningkatkan aliran cairan serebrospinal ke otak, jadi

meningkatkan kemampuan untuk fokus, konsentrasi dan

pemahaman. Duduk di lantai, tangan ditaruh di belakang, ditekuk,

ke 2 kaki diangkat sedikit, dan gerakkan pinggul memutar

beberapa kali sampai rileks.

9) Cross crawl sit-up (gerak diagonal telentang)

Gerakan ini mengaktifkan kedua belahan otak secara

serempak. Ia menggabungkan otak untuk koordinasi penglihatan,

pendengaran dan kemampuan kinestetik. Jadi meningkatkan

kemampuan mendengar, membaca, menulis dan daya ingat.


31

10) Energizer (kepala kobra)

Gerakan ini terdiri dari menarik napas panjang dan dalam

sehingga meningkatkan oksigenasi, relaksasi otot leher dan bahu.

Gerakan ini membangkitkan system terutama setelah bekerja di

depan komputer dan duduk dalam waktu yang lama.

11) The owl (burung hantu)

Kegiatan ini menurunkan tegangan otot bahu & leher. Pada

saat otot leher rileks kemampuan mendengar, berpikir dan

berbicara meningkat. Cengkeram otot bahu, gerakkan kepala

menengok ke belakang, tarik napas dalam dan tarik bahu ke

belakang, kemudian menengok kesisi yang lain. Tundukkan

kepala, napas dalam, biarkan otot relaks. Ulangi dengan

mencengkeram bahu yang lain.

12) Arm activation (mengaktifkan tangan)

Gerakan ini meregangkan otot bahu & dada atas. Gerakan

ini merilekskan & mengkoordinasi otot-otot bahu dan lengan serta

membantu otak dalam kemudahan menulis dengan tangan,

mengucap dan menulis kreatif. Luruskan satu tangan ke atas, ke

samping kuping. Buang napas pelan, sementara otot-otot diaktifkan

dengan mendorong tangan melawan tangan satunya keempat

jurusan (depan, belakang, ke dalam dan keluar)


32

13) The footflex (melenturkan sendi kaki)

Gerakan ini mengembalikan ukuran panjang alamiah sendi-

sendi bagian belakang kaki. Gerakan ini akan merelakskan reflkesi

untuk bertahan sekaligus meningkatkan kemampuan komunikasi,

konsentrasi dan menyelesaikan pekerjaan. Cengkeram tempat-

tempat yang terasa sakit di pergelangan kaki., betis dan belakang

lutut satu persatu, sementara pelan-pelan kaki digerakkan ke luar

dan ke dalam.

14) Calf pump (pompa betis)

Gerakan ini menghasilkan kekuatan yang lebih alamiah

bagi otot & tulang di bagian belakang tubuh. Kegiatan ini

mempermudah refleks bertahan & membebaskan perasaan-

perasaan yang membuat kita tidak mampu ikut serta dalam

melakukan kegiatan yang positif. Pompa ini meningkatkan

konsentrasi perhatian, pemahaman yang mendalam & kemampuan

untuk mengerjakan sesuatu sampai selesai. Waktu anda

memajukan badan ke depan & buang napas, pelan-pelan tekan

telapak kaki kebelakang lantai, kemudian angkat ke atas sambil

ambil napas dalam. Ulangi 3x tiap kaki.

15) The gravity glider (bandul gravitasi)

Gerakan ini merelakskan kelompok otot, ini penting untuk

keseimbangan dan koordinasi seluruh tubuh dan membantu

pemahaman. Silangkan kaki, lutut tetap relaks. Tundukkan badan


33

ke depan dengan tangan lurus, buang napas waktu turun, dan

ambil napas waktu naik. Ulangi 3 x, kemudian ganti kaki.

16) The grounder (kuda-kuda)

Kegiatan ini memperlancar dan merilekskan kelompok otot

di paha yang menyeimbangkan dan menstabilkan tubuh.

Melakukan gerakan ini dapat meningkatkan pemahaman, memori

jangka pendek, ekspresi & ketrampilan organisasi. Mulai dengan

kaki terbuka, arahkan kaki kanan ke kanan, dan kaki kiri tetap lurus

kedepan. Tekuk lutut kanan sambil buang napas, lalu ambil napas

waktu lutut kanan diluruskan kembali. Ulangi 3 x, kemudian ganti

dengan kaki kiri.

17) Brain buttons (tombol otak)

Kegiatan ini merangsang aliran darah yang kaya oksigen

melalui arteri karotis ke otak. Tombol ini membantu membentuk

kembali pesan-pesan yang terarah dari bagian tubuh ke otak dan

penglihatan, jadi meningkatkan hubungan silang antara otak untuk

membaca, menulis, berbicara dan mengikuti petunjuk. Sambil

menyentuh pusar, pijat keras sisi kiri dan kanan tulang tengah

(sternum) di bawah tulang dada.

18) Earth buttons (tombol bumi)

Menyentuh tempat-tempat ini merangsang otak &

menyegarkan kembali kelelahan mental yang berat, mampu

meningkatkan ketrampilan organisasional & meningkatkan


34

kemampuan untuk terfokus pada objek yang dekat. Taruh 2 jari di

bawah bibir dan tangan yang satu di os. pubis. Napaskan energi ke

atas, ke tengah-tengah badan.

19) Space buttons (tombol ruang)

Menekan 2 titik ini merangsang gerakan seluruh system

yang meningkatkan perhatian, fokus, motivasi dan intuisi

pengambilan keputusan.

20) The thinking cap (pijat kuping)

Kegiatan ini membangkitkan mekanisme pendengaran dan

memori. Sehingga meningkatkan kemampuan mendengar, memori

jangka pendek dan ketrampilan berpikir abstrak. Pelan-pelan buka

daun kuping keluar, 3 x dari atas ke bawah.

21) Balance button (tombol keseimbangan)

Kegiatan ini merangsang sistem keseimbangan tubuh di

telinga bagian dalam. Gerakan ini akan memperbaiki

keseimbangan, merilekskan mata dan bagian lain tubuh anda serta

mempermudah perhatian anda untuk berpikir dan melakukan

kegiatan. Pengambilan keputusan, konsentrasi dan pemecahan

masalah semuanya Akan meningkat pada saat organisasi tubuh

meningkat. Sentuhkan 2 jari ke belakang telinga dan taruh tangan

satunya di pusar. Napaskan enersi keatas, setelah 1 menit sentuh

belakang telinga yang lain.


35

22) The energy yawn (pijat otot menguap)

Lebih dari 50% hubungan syaraf dari otak ke bagian lain

tubuh berjalan lewat persambungan rahang. Mengurut-urut bagian

otot yang menggerakkan mulut untuk buka tutup merelakskan

rahang, memperlancar hubungan-hubungan syaraf untuk

peningkatan otak secara keseluruhan. Taruh jari di rahang yang

terasa tegang. Buat suara menguap lebar dan relaks, sambil

memijat pelan untuk melepas ketegangan.

23) Cook’s hook up (duduk angkat kaki jari bersentuhan)

Kegiatan ini menyeimbangkan dan menghubungkan dua

hemisfer. Pertama, taruh menyilang kaki kiri di atas paha kanan

atau sebaliknya. Lalu tangan kanan memegang pergelangan kiri

dan tangan kiri pada telapak bawah kaki kanan.

24) Positive points (titik positif)

Titik positif adalah titik-titik tekanan di dahi yang khusus

diketahui untuk refleks menghadapi sesuatu atau lari dari sesuatu,

jadi menurunkan tekanan stres emosional. Sentuh perlahan the

positive points, dua tonjolan di dahi.


36

B. Kerangka Teori

Faktor risiko gangguan kognitif

Faktor risiko yang tidak Faktor risiko yang dapat


dapat dimodifikasi: dimodifikasi: Penyakit
Usia, Jenis kelamin, dan kardiovaskular, gizi, dan
genetik gaya hidup

Orientasi,
Mini Mental State Examination Bahasa,
(MMSE) Atensi,
Memori,
Kontruksi,
Gangguan fungsi kognitif Kalkulasi,
Penalaran

Tatalaksana

Farmakologi Non farmakologi

Anti oksidan Aktifitas Fisik: Senam otak

Aktivitas sosial: pengajian


Anti inflamasi
Aktivitas mental: puzzle
Asetilkolin esterase
inhibitor

Perbaikan fungsi kognitif

Gambar 1. Kerangka Teori


37

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini, variabel yang akan diteliti yaitu


senam otak sebagai variabel independen yang akan mempengaruhi
variabel dependen yaitu gangguan fungsi kognitif. Terdapat juga variabel
kontrol yang tidak diteliti tetapi harus dikendalikan.

Puzzle

Obat-
Senam otak Gangguan fungsi kognitif
obatan

Pengajian

Gambar 26. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel Kontrol

D. Hipotesis Penelitan

Adapun hipotesis untuk menjawab pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Terdapat gangguan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Minaula Kota Kendari.

2. Terdapat pengaruh senam otak terhadap gangguan fungsi kognitif pada

lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari.


38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian quasi-experimental dengan

pendekatan cross sectional. Desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pretest-posttest design.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan September sampai November

2017 dengan tempat penelitian yaitu Panti Sosial Tresna Werdha Kendari.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Adapun populasi dari penelitian ini adalah seluruh lansia di

Panti Sosial Tresna Werdha Kendari yang berjumlah 95 orang.

2. Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan total sampling.

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria inklusi

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Kendari.

2) Bersedia menjadi sampel dan kooperatif

3) Manula aktif dan mandiri usia 60-80 tahun

4) Dapat mendengar, melihat dan berkomunikasi secara verbal


39

5) Mengalami gangguan fungsi kognitif ringan dan sedang

menurut interpretasi Mini Mental State Examination (MMSE)

b. Kriteria Eksklusi

Adapun krtiteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Lansia yang tidak berada di Panti Sosial Tresna Werdha

Kendari.

2) Lansia yang tidak memiliki penyakit kronis dan cacat

muskuloskletal

3) Tidak melakukan senam otak sebanyak 24 gerakan dan sesuai

waktu yang telah ditentukan

4) Mengalami gangguan fungsi kognitif berat menurut

interpretasi Mini Mental State Examination (MMSE)

5) Pengkonsumsi alkohol dan perokok aktif

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen dan alat

Instrumen dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

Mini Mental State Examination (MMSE) dan senam otak oleh

instruktur senam otak profesional.

2. Sumber data

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

pemeriksaan secara langsung kepada lanjut usia dengan

menggunakan kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE).


40

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh instansi

atau bada terkait yang berhubungan dengan penelitian ini untuk

melaksanakan dan melengkapi penelitian. Dalam penelitian ini data

sekunder diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha Kendari.

3. Cara Kerja

Pada tahap awal permohonan izin pelaksanaan penelitian

diakukan pada instansi Panti Sosial Tresna Werdha Kendari. Setelah

memperoleh izin, peneliti melakukan pengumpulan data awal dan

penelitian. Adapun cara pengumpulan data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah :

a. Peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian ini serta

memberi lembar persetujuan sebagai persetujuan responden.

b. Peneliti kemudian mewawancarai lanjut dengan mengunakan

kuesioner MMSE, untuk menilai fungsi kognitif.

c. Peneliti melakukan intervensi pemberian senam otak pada lansia

yang mengalami gangguan fungsi kognitif berdasarkan data primer

yang mengunakan kuesioner MMSE selama dua minggu dengan

frekwensi sebanyak 20 kali senam otak oleh instruktur senam otak

profesional.

d. Peneliti kemudian mewawancarai ulang setelah dilakukan senam

otak dengan mengunakan kuesioner MMSE untuk menlai fungsi

kognitif subjek penelitian.


41

E. Variabel Penelitian, Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Variabel dependen

a. Fungsi kognitif

1) Definisi operasional

Kemampuan seseorang yang terdiri dari aspek orientasi,

bahasa, atensi, memori, fungsi konstruksi, kalkulasi dan

penalaran yang di ukur dengan menggunakan MMSE.

2) Kriteria objektif

a) Skor 27 - 30 : fungsi kognitif normal

b) Skor 21 - 26 : gangguan kognitif ringan

c) skor 10 - 20 : gangguan kognitif sedang

d) skor 10 - 20 : gangguan kognitif berat

Skala pengukuran : interval

2. Variabel independen

a. Senam otak

1) Definisi operasional

Senam otak merupakan kumpulan gerakan-gerakan

sederhana yang bertujuan untuk menghubungkan/menyatukan

pikiran dan tubuh yang dilakukan selama 2 minggu dengan

frekwensi senam otak dilakukan 20 kali.

2) Kriteria objektif :

Berhasil : melakukan 24 gerakkan sesuai panduan

Tidak berhasil : tidak melakukan gerakkan sesuai panduan.


42

F. Alur Penelitian

Adapun alur penelitian dijelaskan sebagai berikut :

Pengajuan proposal penelitian

Permohonan izin penelitian

Survey awal lokasi penelitian

Penentuan jumblah sampel penelitian

Iinformed consent dan kuesioner MMSE

Senam otak

Kuesioner MMSE

Pengumpulan data

Pengelolahan data

Analisis data

Penarikan kesimpulan

Gambar 3. Alur Penelitian

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis

univariat dan analisis bivariat.


43

1. Analisis univariat

Analisis data yang dilakukan pada tiap tabel dari hasil

penelitian dan pada umumnya menghasilkan distribusi dan presentase

dari tiap variabel. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui

distribusi dari variabel-variabel yang diamati sehingga dapat

mengetahui gambaran tiap variabel.

2. Analisis bivariat

Digunakan untuk mengetahui pengaruh senam otak dengan

kejadian gangguan kognitif berdasarkan penilaian Mini Mental State

Examination (MMSE) pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

Minaula Kota Kendari.

Analisis bivariat yang digunakan adalah uji T berpasangan

(t-Test) dimana dilakukan pengujian normalitas data dengan one

sample kolmogorov smirnov test yang menujukkan data terdistribusi

normal. Namun bila data tidak terdistribusi normal maka analisis yang

digunakan adalah uji statistic non parametrik wilcoxon.

H. Etika penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang penting dalam

melaksanakan sebuah penelitian mengingat penelitian berhubungan

langsung dengan manusia, karena manusia mempunyai hak asasi. Peneliti

harus melalui beberapa tahap pengurusan perijinan seperti peneliti

meminta persetujuan dari kepala Panti Sosial, kemudian peneliti

mendatangi objek penelitian dan meminta persetujuan objek penelitian.


44

Setelah mendapat persetujuan barulah melaksanakan penelitian

dengan memperhatikan hal sebagai berikut :

1. Informed consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan,

dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi objek penelitian.

Tujuan informed consent adalah agar objek penelitian tahu maksud

dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika objek penelitian

bersedia maka mereka menandatangani lembar persetujuan, serta

bersedia untuk direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka

peneliti harus menghormati hak dari mereka.

2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan etika dalam penelitian tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan

dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah lainnya, semua

partisipan yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil

penelitian.
45

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, T. 2015. Pengaruh Senam Otak Terhadap Penurunan Tingkat


Demensia Pada Lansia. Skripsi. Jurusan Ilmu Keolahragaan. Fakultas
Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.

Agoes, A., Lestari, R., Alfaruqi, S. 2016. Pengaruh Terapi Latihan Otak (Brain
Age)Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif. retno.lestari98@gmail.com.
18 September 2017 (22.10).

Dayamaes, R. 2013. Gambaran Fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut di Posbindu


Rosella Legoso Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Tangerang
Selatan. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Guslinda, Yolanda. Y., Hamdayani. D., 2013. Pengaruh Senam Otak Terhadap
Fungsi Kognitif Pada Lansia Dengan Dimensia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Prodi S-1
Keperawatan. STIKes Mercubaktijaya Padang.

Herman, I. 2016. Hubungan Lama Hemodialisis Dengan Fungsi Kognitif Pasien


Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Abdul
Moeloek Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas Kedokteran Unibersitas
Lampung Bandar Lampung.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi Tahun 2014.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pelayanan dan Peningkatan


Kesehatan Usia Lanjut.

Kementerian kesehatan RI. 2014. INFODATIN Pusat Data dan Informasi


Kemeterian Kesehatan RI Situasi dan Analisis Lanjut Usia.

Martono, H., Pranaka, K. 2014. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu


Kesehatan Usia Lanjut). Ed.5. Cetakan Pertama. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Maslim. R., 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5. PT Nuh Jaya. Jakarta.

Nur, A,M. 2017. Hubungan Kejadian Hipertensi Dengan Gangguan Fungsi


Kognitif Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Kendari.
Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Halu Oleo.
Kendari.
46

Perhimpunan Dokter Penyakit Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2015. Panduan


Praktik Klinik Diagnisis dan Penatalaksanaan Demensia. Perhimpunan
Dokter Penyakit Saraf Indonesia. Jakarta.

Purwanto. S., Widyaswati. R., Nuryati. 2009. Manfaat Senam Otak (Brain Gym)
Dalam Mengatasi Kecemasan dan Stres Pada Anak Sekolah. Jurnal
Kesehatan. 2(1): 81-86.

Setiawan. R.A., Safitri. W., Setiyajayati. A. 2014. Pengaruh Senam Otak Dengan
Fungsi Kognitif Lansia Demensia di Panti Wredha Darma Bakti Kasih
Surakarta. Prodi S-1 Keperawatan. STIkes Kusuma Husada Surakarta.

Sadock. B.J., Sadock. V.A., Ruiz. P. KAPLAN & SADOCK’S SYNOPSIS OF


PSYCHIATRY : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Eleventh
Edition. Wolters Kluwer. Philadelphia.

Sularyo. T.S., Handryastuti. S. 2002. Senam Otak. Sari Pediatri. 4 (1) : 37-44.

World Health Organization (WHO). 2017. Dementia.

Wreksoatmojo, B.R. 2014. Beberapa Kondisi Fisik dan Penyakit yang Merupakan
Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif.CDK (Cermin Dunia
Kedokteran). 41(1) : 25.

Yuliati, N.H. 2017. Pengaruh Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Fungsi Kognitif
Pada Lansia Di Rt 03 Rw 01 Kelurahan Tandes Surabaya.
Nurhid@unusa.ac.id. 19 September 2017 (14.10).
47

LAMPIRAN 1

LEMBAR KRITERIA SUBJEK PENELITIAN

Nama : Inisial
Nama
Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan terakhir :

Riwayat penyakit kronis dan cacat muskuluskeletal :

Riwayat trauma kepala :

Riwayat konsumsi alkohol :

Riwayat merokok :

Riwayat konsumsi obat / sebutkan :

Riwayat mengaji / perhari / perminggu / perbulan :

Dapat bergerak (senam) : YA / TIDAK


48

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

Bapak/Ibu Yth.

Perkenalkan saya Muhamad Faklun Badrun Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo. Bersama dengan ini memohon kesediaan

Bapak/Ibu untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya sebagai kelompok

perlakuan yang berjudul :

“Pengaruh Senam Otak Terhadap Gangguan Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia di

Panti Sosial Tresna Werdha Kendari”

Dengan Tujuan :

a) Mengetahui kejadian gangguan fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial

Tresna Werdha Minaula Kendari

b) Menganalisis pengaruh senam otak terhadap kejadian gangguan fungsi

kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari.

Dalam penelitian ini, kepada bapak/ibu akan dilakukan wawancara dengan

mnggunakan penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) untuk menilai

fungsi kognitif dari gangguan fungsi kognitif. Setelah itu bapak/ibu akan

diberikan terapi senam otak selama 2 minggu. Selama pemberian terapi senam

otak, bapak/ibu tidak akan mengalami kesakitan ataupun mendapatkan hal-hal

yang dapat membahayakan kesehatan bapak/ibu. Setelah melakukan seman otak

bapak/ibu akan kembali diwawancarai untuk menilai perubahan fungsi kognitif.


49

Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan

DIRAHASIAKAN dan hanya akan diketahui oleh peneliti.

Keuntungan menjadi subjek penelitian ini adalah bapak/ibu dapat

mengetahui fungsi kognitif dan apakah dalam batas normal atau tidak. Bapak/ibu

juga akan menjadi lebih sehat dan bugar oleh terapi senam yang akan diberikan

selama 2 minggu. Jika bapak/ibu bersedia, surat pernyataan kesediaan menjadi

subjek penelitian harap ditandatangani. Perlu bapak/ibu ketahui bahwa surat

kesediaan tersebut tidak mengikat dan bapak/ibu dapat mengundurkan diri dari

penelitian ini kapan saja selama penelitian berlangsung apabila terdapat hal-hal

yang dirasakan merugikan bapak/ibu.


50

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MENJADI SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Tanggal lahir :

Alamat :

Telp :

Setelah membaca semua keterangan tentang risiko, keuntungan, dan hak-

hak saya sebagai subjek penelitian yang “Pengaruh Senam Otak Dengan

Gangguan Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha

Kendari” dan saya memahaminya, maka saya dengan sadar dan tanpa paksaan

bersedia berpartisipasi dalam penelitian mahasiswa atas nama Muhamad Faklun

Badrun (NIM K1A1 14 026) mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo, dengan catatan apabila suatu ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun,

berhak membatalkan persetujuan ini.

Responden Saksi

Kendari .........................2017 Kendari ..................2017

(Nama Lengkap) (Nama Lengkap)


51

LAMPIRAN 4

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

Item Tes Nilai Nilai


Mak.
Orientasi
1. 1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5
2. 2. Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5
(lantai/kamar)
Registrasi
3. 3. Sebutkan 3 buah nama benda ( Apel, Meja, Koin), tiap benda 1 3
detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1
untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan
Atensi dan kalkulasi
4. 4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. 5
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja mundur kata
“WAHYU”
Mengingat kembali (Recall)
5. 5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di ata 3
Bahasa
6. 6. Penamaan: Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang 2
ditunjukkan (pensil, buku)
7. 7. Pengulangan: Pasien disuruh mengulang kata-kata:” namun”, 1
“tanpa”, “bila”
8. 8. Perintah 3 tingkat: Pasien disuruh melakukan perintah: “Ambil 3
kertas ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan
di lantai”.
9. 9. Membaca: Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah 1
“Pejamkanlah mata anda”
10. Menulis: Pasien disuruh menulis dengan spontan 1
11. Menyalin gambar: Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah 1
ini
Total 30

PEJAMKAN MATA ANDA

Sumber: POKDI BehavioralNeurology PERDOSSI (modifikasi FOLSTEIN)


52

LAMPIRAN 5

GERAKKAN SENAM OTAK

No Gambar Keterangan
1 Cross crawl (gerak diagonal)

2 Alphabet 8s (abjad 8)

3 Double doodle (menggambar


dua tangan)

4 Lazy 8 (8 malas)

5 Belly breathing (pernapasan


perut)
53

6 The elephant (gajah)

7 Neck rolls (putar kepala)

8 The rocker (pompa bokong)

9 Cross crawl sit-up (gerak


diagonal telentang)

10 Energizer (kepala kobra)


54

11 The owl (burung hantu)

12 Arm activation
(mengaktifkan tangan)

13 The footflex (melenturkan


sendi kaki)

14 Calf pump (pompa betis)

15 The gravity glider (bandul


gravitasi)
55

16 The grounder (kuda-kuda)

17 Brain buttons (tombol otak)

18 Earth buttons (tombol bumi)

19 Space buttons (tombol ruang)

20 The thinking cap (pijat


kuping)
56

21 Balance button (tombol


keseimbangan)

22 The energy yawn (pijat otot


menguap)

23 Cook’s hook up (duduk


angkat kaki jari bersentuhan)

24 Positive points (titik positif)

Anda mungkin juga menyukai