Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat


hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar. Ada 2:

a. Partus normal / partus biasa


Bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala / ubun-
ubun kecil, tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta tidak
melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), berlangsung dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Partus abnormal
Bayi lahir melalui vagina dengan bantuan tindakan atau alat
seperti versi / ekstraksi, cunam, vakum, dekapitasi, embriotomi dan
sebagainya, atau lahir per abdominam dengan sectio cesarea.

Pembagian Fase / Kala Persalinan


Kala dalam persalinan dibagi menjadi 4 :

1. Kala 1 Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala


pembukaan)
Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30
detik. Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus
meningkat. Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir Terjadi
peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg,
frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka
sampai lengkap (+10cm).
2. Kala 2 Pengeluaran bayi (kala pengeluaran)
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks
mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah
janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan
rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-
otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan
bayi.
3. Kala 3 Pengeluaran plasenta (kala uri)
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas
uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini,

1
namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan
tindakan aktif (manual aid).
4. Kala 4 Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak
bayi lahir sampai plasenta lahir.
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban.

B. Fisiologi Kala III


Dimulai segera setelah bayi sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras
dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa menit kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir
dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta, disertai dengan pengeluaran darah.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat
pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta
dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang utero-
plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
ronnga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta karena tempat perlekatan
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas, plasenta akan turun ke
bagian bawah uterus atau kedalam vagina
(Depkes RI 2007).
Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran
ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan menjadi semkin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka pasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus
atau ke dalam vagina.
Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan
penciutan permukaan kavum uteri, tempat implantassi plasenta. Akibatnya,
plasenta akan lepas dari tempat implantasinya.

3
C. Pembagian Tingkat Kala III
Kala uri dapat dibagi dalam 2 tingkat :
1. Tingkat pelepasan plasenta
Sebab – sebab terlepasnya plasenta :
 Waktu bayi dilahirkan rahim sangat mengecil. Karena
pengecilan rahim, tempat perlekatan plasenta juga ikut mengecil
maka plasenta akan berlipat-lipat bahkan ada bagian – bagian
yang terlepas dari dinding rahim atau tempat insersinya, karena
tidak dapat mengikuti pengecilan dari dasarnya.
Jadi secara singkat, bagian yang paling penting dalam pelepasan
plasenta adalah retraksi dan kontraksi otot – otot rahim.
 Di tempat – tempat yang lepas terjadi perdarahan ialah antara
plasenta dan desidua basalis dan karena hematoma ini
membesar, maka seolah – olah plasenta terangkat dari dasarnya
oleh hematoma tersebut sehingga daerah pelepasan meluas.
2. Tingkat pengeluaran plasenta
Setelah plasenta lepas, maka karena kontraksi dan retraksi otot rahim,
plasenta terdorong ke dalam segmen bawah rahim atau ke dalam
bagian atas dari vagina. Dari tempat ini plasenta didorong keluar oleh
tenaga mengejan.
3. Mekanisme pelepasan plasenta
a. Cara-cara Pelepasan Plasenta :
 Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau
dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang
keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan
oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih
besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat
di fundus.
 Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila
plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak
melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih besar
kemungkinan pada implantasi lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus
segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan
terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan
normal akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6
menit setelah anak lahir lengkap.

4
b. Tanda – tanda pelepasan plasenta.
Adapun tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu :
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi
fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan
fundus berada di atas pusat.
 Tali pusat memanjang.
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
 Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar di bantu oleh gaya
gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplasental pooling)
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan
dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka
darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu satu
menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
4. Pengawasan Perdarahan
Empat prasat yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat. Tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali
pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum
lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Prasat
ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya
sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat
terjadi.
2. Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus
uterus dengan tangan kiri dan tangan kanan meregangkan tali
pusat sambil merasakan apakah ada getaran yang ditimbulkan
dari gerakan tangan kiri, jika terasa ada getaran berarti plasenta
sudah lepas.

5
3. Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran,
jika tali pusat tampak turun atau bertambah panjang berarti
plasenta telah lepas, begitu juga sebaliknya.
4. Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim,
sedangkan tangan kanan memegang dan mengencangkan tali
pusat. Kedua tangan ditarik berlawan.

D. Manajemen Aktif Kala III


Manajemen aktif III: Mengupayakan kontraksi yang adekuat dari
uterus dan mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan
darah, menurunkan angka kejadian retensio plasenta.
1. Keuntungan – keuntungan manajemen aktif kala tiga :
a. Persalinan kala tiga yang lebih singkat.
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian retensio plasenta
2. Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit setelah kelahiran
bayi
 Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk
diberi ASI.
 Letakkan kain bersih diatas perut ibu.
 Periksa uterus untuk memastikan tidaka ada bayi yang
lain.
 Beritahu pada ibu bahwa ia akan disuntik.
 Segera suntikan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas
paha luar.
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
 Berdiri disamping ibu.Pindahkan klem tali pusat sekitar 5
– 20 cm dari vulva.
 Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan
kain) tepat diatas simpisis pubis.
 Bila placenta belum lepas, tunggu hingga uterus
berkontraksi kembali (sekitar 2 atau 3 menit berselang)
untuk mengulangi kembali PTT.
 Saat mulai berkontraksi (uterus bulat atau tali pusat
menjulur) tegangkan tali pusat kearah bawah, lakukan
tekanan dorso cranial hingga tali pusat makin menjulur

6
dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan
placenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
 Tetapi jika langkah kelima diatas tidak berjalan
sebagaimana mestinya dan placenta tidak turun setelah 30
-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada
tanda-tanda yang menunjukkkan lepasnya placenta, jangan
teruskan penegangan tali pusat:
1. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan
tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu,
pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat
tali pusat memanjang.
2. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi
penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso
cranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti
langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi
hingga terasa placenta terlepas dari dinding uterus.
 Setelah placenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar
placenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap
tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti
poros jalan lahir).
 Saat placenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan
placenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan
menopang placenta dengan tangan lainnya untuk
meletakkan dalam wadah penampung.karena selaput
ketubn mudah robek, maka pegang placenta dengan kedua
tangan dan secara lembut putar placenta dalam satu arah
hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
 Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan – lahan
untuk melahirkan selaput ketuban.
 Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dijalan lahir saat
melahirkan placenta, dengan hati-hati periksa vagina dan
servik secara seksama. Gunakan jari-jari tangan atau klem
DDT atau forcep untuk mengeluarkan selaput ,ketuban
yang teraba
c. Rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri (masase)
 Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
 Jelaskan tindakan kepada ibu, bahwa ibu mungkin merasa
agak tidak nyaman karena tindakan yang diberikan, oleh
karena itu anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dan
perlahan secara rileks.

7
 Dengan lembut gerakkan tangan dengan arah memutar
pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus
tidak berkontraksi dalam 15 detik lakukan
penatalaksanaan atonia uteri :
1. Periksa placenta dan selaputnya untuk memastikan
keduannya lengkap dan utuh.
2. Periksa placenta sisi maternal untuk memastikan
semua bagian lengkap dan utuh.
3. Pasangkan bagian- bagian placenta yang robek atau
terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang
hilang.
4. Periksa placenta sisi futal untuk memastikan tidak
adanya kemungkinan lobus tambahan
(suksenturiata)
5. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
 Periksa kembali uterus setelah 1 – 2 menit untuk
memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum
berkontraksi baik, ulangi masase.
 Periksa kontraksi uterus tiap 15 menit dalam 1 jam PP dan
tiap 30 menit dalam 2 jam PP.

E. Kelainan pada Persalinan Kala III


Kelainan yang sering terjadi pada saat persalinan kala tiga yaitu
Retensio Plasenta dan Sisa plasenta (Rest Plasenta).
1. Konsep dasar Retensio Plasenta dan Sisa Plasenta (Rest Plasenta)
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat
tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi,
harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul dengan
pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara
retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio
plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah
jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan
perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal,
maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini
dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui
adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus
tidak berkurang. Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:

8
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus.
b. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi
perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding
uterus bisa karena:
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (
plasenta adhesiva).
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah
penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.
2. Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa
plasenta :
a. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada
kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,
sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan.
b. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan
dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g
supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
c. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau
dilatasi dan kuretase.
d. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8
gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

F. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri


Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :
1. Perasat Crede
—Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum
terlepas dengan ekspresi :
a. Syarat
Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong.

9
b. Teknik pelaksanaan
 Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian
rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan
uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan
belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan
berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir.
gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’
tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi
karena dapat menimbulkan inversion uteri.
 Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada
pelepasan plasenta secara manual.
2. Manual Plasenta
a. Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada
keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400
cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi,
dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
b. Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi
litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin,
atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau
ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10
mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa
nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah
satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang
lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk
kerucut

G. Pemeriksaan Pada Kala III


1. Pemeriksaan Plasenta,Selaput Ketuban dan Tali Pusat
a. Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap
dengan memeriksa jumlah kotiledonnya (rata-rata 20 kotiledon).
Periksa dengan seksama pada bagian pinggir plasenta apakah
kemungkinan masih ada hubungan dengan plasenta lain
(plasenta suksenturiata.

10
Amati apakah ada bagian tertentu yang seperti tertinggal
atau tidak utuh, jika kemungkinan itu ada maka segera lakukan
eksplorasi untuk membersihkan sisa plasenta.
b. Selaput Ketuban
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput
ketuban untuk memastikan tidak ada bagian yang tertinggal di
dalam uterus. Caranya dengan meletakkan plasenta di atas
bagian yang datar dan pertemukan setiap tepi selaput ketuban
sambil mengamati apakah ada tanda-tanda robekan dari tepi
selaput ketuban.
Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek,
maka segera lakukan eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa
selaput ketuban karena sisa selaput ketuban atau bagian plasenta
yang tertinggal di dalam uterus akan menyebabkan perdarahan
dan infeksi.
c. Tali Pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang
berhubungan dengan tali pusat :
 Panjang tali pusat.
 Bentuk tali pusat (besar,kecil, atau terpilin-piliin).
 Insersio tali pusat.
 Jumlah vena dan arteri pada tali pusat
 Adakah lilitan tali pusat

H. PEMANTAUAN KALA III


1. Kontraksi
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama
melakukan manejemen aktif kala III (ketika PTT), sampai dengan
sesaat setelah plasenta lahir. Pemantauan kontraksi dilanjutkan selama
satu jam berikutnya dalam kala 1V.
2. Robekan Jalan Lahir dan Perineum
Selama melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan
melakukan pengkajian terhadap robekan jalan lahir dan perineum.
Pengkajian ini dilakukan seawal mungkin sehingga bidan segera
menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang tepat yang akan
digunakan sesuai kondisi pasien. Bidan memastikan apakah jumlah
darah yang keluar adalah akibat robekan jalan lahir atau karena
pelepasan plasenta.

11
3. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genitalia
sangat penting dilakukan untuk mengurangi kemungkinan
kontaminasi terhadap luka robekan jalan lahir dan kemungkinan
infeksi intrauterus. Pada kala III ini kondisi pasien sangat kotor akibat
pengeluaran air ketuban, darah, atau feses saat proses kelahiran janin.
Selama plasenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada
prndarahan, segera keringkan bagian bawah pasien dari air ketuban
dan darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai
penampung darah (under pad). Jika memang dipertimbangkan perlu
untuk menampung darah yang keluar untuk kepentingan perhitungan
volume darah, maka pasang bengkok dibawah bokong pasien.

I. KEBUTUHAN IBU PADA KALA III


1. Dukungan mental dari bidan dan keluarga atau pendamping.
2. Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui.
3. Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan tindakan
apa yang akan dilakukan.
4. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu
mempercepat kelahiran plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi
apa yang mendukung untuk pelepasan dan kelahiran plasenta.
5. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah dan
air ketuban.
6. Hidrasi

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian dasar data klien
a. Aktivitas / Istiirahat
Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan.
b. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat,
kemudian kembali ke tingkat normal dan cepat. Hipotensi dapat
terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan anastesi.
Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan curah
jantung.
c. Makanan / Cairan
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml
d. Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki/ menggigil.

12
e. Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan
adanya robekan atau laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi
jalan lahir mungkin ada.
f. Seksualitas
Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat
plasenta lepas dari endometrium, biasanya dalam 1-5 menit
setelah melahirkan bayi. Tali pusat memanjang pada muara
vagina. Uterus berubah dari diskoid menjadi bentuk globular
dan meninggikan abdomen.

2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari,
laserasi jalan lahir.
 Tujuan dan kriteria hasil: pasien terhindar dari resiko
kekurangan volume cairan setelah mendapatkan tindakan
keperawatan selama tiga hari dengan kriteria hasil tekanan
darah dan nadi pasien normal (TD: 110/70- 119/79mmHg
; N:60-90x/menit), mendemonstrasikan kontraksi adekuat
dari uterus dengan kehilangan darah dalam batas normal.
 Intervensi :
a. Instruksikan klien untuk mendorong pada kontraksi,
bantu mengarahkan perhatiannya untuk mengejan.
R : Mengejan membantu pelepasan dan pengeluaran,
menurunkan kehilangan darahm dan meningkatkan
kontraksi uterus.
b. Palpasi uterus ; perhatikan ”ballooning”.
R : Menunjukkan relaksasi uterus dengan
perdarahan ke dalam rongga uterus.
c. Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan
berlebihan atau syock.
R : Hemoragi dihubungkan dengan kehilangan
cairan lebih besar dari 500 ml dapat
dimanifestasikan oleh peningkatan nadi, penurunan
TD, sianosis, disorientasi, peka rangsangan, dan
penurunan kesadaran.
d. Tempatkan bayi di payudara klien bila ia
merencanakanuntuk memberi ASI.

13
R : Penghisapan merangsang pelepasan oksitoksin
dari hipofisis posterior, meningkatkan kontraksi
miometrik dan menurunkan kehilangan darah.
e. Catat waktu dan mekanisme pelepasan plasenta ;
misalnya mekanisme Duncan versus mekanisme
Schulze.
R : Lebih banyak waktu diperlukan bagi plasenta
untuk lepas, dan lebih banyak waktu di mana
miometrium tetap rileks, lebih banyak darah hilang.
f. Dapatkan dan catat informasi yang berhubungan
dengan inspeksi uterus dan plasenta untuk fragmen
plasenta yang tertahan.
R : Jaringan plasenta yang tertahan dapat
menimbulkan infeksi pascapartum dan hemoragi
segera atau lambat.
g. Hindari menarik tali pusat secara berkebihan.
R : Kekuatan dapat menimbulkan putusnya tali pusat
dan retensi fragmen plasenta, meningkatkan
kehilangan darah.
h. Berikan cairan melalui rute parenteral.
R : Bila kehilangan cairan berlebihan, penggantian
secara parenteral membantu memperbaiki volume
sirkulasi dan oksigenasi dari organ vital.
i. Berikan oksitoksin melalui rute IM atau IV drip
diencerkan dakam karutan elektrolit, sesuai indikasi.
R : Meningkatkan efek vasokonstriksi dalam uterus
untuk mengontrol perdarahan pascapartum setelah
pengeluaran plasenta.
j. Bantu sesuai kebutuhan dengan pengangkatan
plasenta secara manual di bawah anestesi umum dan
kondisi steril.
R : Intervensi manual perlu untuk memudahkan
pengeluaran placenta dan menghentikan hemoragi.
b. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon
fisiologis setelah melahirkan.
Intervensi :
a. Bantu dengan penggunaan teknik pernapasan selama
perbaikkan pembedahan bila tepat.
R : Pernapasan membantu mengalihkan perhatian
langsung dari ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi.

14
b. Berikan kompres pada perineum setelah melahirkan .
R : Mengkonstriksikan pembuluh darah, menurunkan
edema, dan memberikan kenyamanan dan anastesi lokal.
c. Ganti pakaian dan linen basah.
R : Meningkatkan kenyamanan, hangat, dan kebersihan.
d. Berikan selimut penghangat.
R : Kehangatan meningkatkan relaksasi otot dan
meningkatkan perfusi jaringan, menurunkan kelelahan dan
meningkatkan rasa nyaman.

c. Resiko tinggi cedera maternal berhubungan dengan posisi


selama melahirkan / pemindahan , kesulitan
denganpelepasan plasenta, profil darah abnormal.
Intervensi :
a. Palpasi fundus dan masase dengan perlahan.
R : Memudahkan pelepasan plasenta.
b. Masase fundus dengan perlahan setelah pengeluaran
plasenta.
R : Mengurangi rangsangan/ trauma berlebihan pada
fundus.
c. Kaji irama pernafasan dan pengembangan .
R : Pada pelepasan plasenta, bahaya ada berupa emboli
cairan amnion dapat masuk ke sirkulasi maternal,
menyebabkan emboli paru, atau perubahan cairan dapat
mengakibatkan mobilisasi emboli.
d. Bersihkan vulva dan perineum dengan air dan larutan
antiseptik steril ; berikan pembalut perineal steril.
R : Menghilangkan kemungkinan kontaminan yang dapat
mengakibatkan infeksi saluran asenden selama periode
pascapartum.
e. Kaji perilaku klien, perhatikan perubahan SSP.
R : Peningkatan tekanan intrakranial selama mendorong
dan peningkatan curah jantung yang cepat membuat klien
dengan aneurisma serebral sebelumnya beresiko terhadap
ruptur.

15
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan terjadinya
transisi (penambahan anggota keluarga), krisis situasi
(perubahan peran/ tanggung jawab).
Intervensi :
a. Fasilitasi interaksi antara klien/pasangan dan bayi baru
lahir sesegera mungkin setelah melahirkan.
R : Ibu dan bayi mempunyai periode yang sangat sensitif
pada waktu di mana kemampuan interaksi ditingkatkan.
b. Berikan klien dan ayah kesempatan untuk menggendong
bayi dengan segera setelah kelahiran bila kondisi bayi
stabil.
R : Kontak fisik dini membantu mengembangkan
kedekatan.
c. Tunda penetesan salep profilaksis mata(mengandung
eritromisin atau tetrasiklin) sampai klien atau pasangan
dan bayi telah berinteraksi.
R : Memungkinkan bayi untuk membuat kontak mata
dengan orangtua dan secara aktif berpartisipasi dalam
interaksi, bebas dari penglihatan kabur yang disebabkan
oleh obat.
e. Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar berhubungan
dengan kurang informasi dan atau kesalahan interpretasi
informasi.
Intervensi :
a. Diskusikan / tinjau ulang proses normal dari persalinan
tahap III.
R : Memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan/
memperjelas kesalahan konsep, meningkatkan kerjasama
dengan aturan.
b. Jelaskan alasan untuk respons perilaku tertentu seperti
menggigil dan tremor kaki.
R : Pemahaman membantu klien menerima perubahan
tersebut tanpa ansietas atau perhatian yang tidak perlu.
c. Diskusikan rutinitas periode pemulihan selama 4jam
pertama setelah melahirkan.
R : Memberikan kesempatan perawatan dan penenangan,
meningkatkan kerjasama.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak
bayi lahir sampai plasenta lahir.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir
dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta, disertai dengan pengeluaran darah.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat
pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta
dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang utero-
plasenter akan mendorong plasenta keluar.
B. SARAN
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang dijadikan role model harusnya
kita menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Marilynn E. Doengoes mary frances moorhouse.Rencana Perawatan


Maternal/bayi edisi 2.EGC.2001.
2.

18

Anda mungkin juga menyukai