Anda di halaman 1dari 29

Gubuk Referat

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis merupakan kata dari bahasa yunani “kirrhos”, yang pertama kali
dipakai oleh Laennec pada tahun 1816 yang artinya kuning jingga. Definisi sirosis
menurut WHO pada tahun 1978 adalah suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang
ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.​1
Pada perjalanan penyakit hati kronik, sirosis merupakan stadium yang
irreversible. Sirosis dapat distabilisasi dengan mengontrol penyakit penyebab akan
tetapi hal ini memberikan konsekuensi seperti hipertensi portal, intrahepatic shunt,
gangguan fungsi parenkim hati, gangguan sintesa protein, metabolisme hormon,
dan ekskresi empedu.​1 ​Dalam perjalanan awal sirosis dapat mengalami stadium
kompensasi yang dapat berlangsung untuk beberapa tahun sebelum akhirnya
terjadi dekompensasi. Adanya dekompensasi sirosis hepatis ditandai oleh adanya
icterus, hematemesis melena, ascites atau encephalopathy. ikterus terjadi oleh
karena terjadi insufisiensi hepatik. Hematemesis melena biasanya disebabkan oleh
varises esophagus karena konsekuensi terjadi hipertensi portal dan sirkulasi yang
hiperdinamik. Ascites terjadi oleh karena tekanan hidrortatik yang meningkat,
tekanan koloid onkotik yang menurun serta terjadi retensi natrium.
Encephalopathy terjadi oleh karena adanya portosistemik shunt, yang akan
mengakibatkan edema otak.​2
Menurut WHO, 1,8% kematian di Eropa disebabkan oleh sirosis hati.
Sirosis hati menyebabkan 170.000 kematian setiap tahunnya.​3 Di Amerika sirosis
hati merupakan urutan ke dua belas penyebab kematian, dicatat pada tahun 2007
ada 29.165 kematian oleh karena sirosis dengan angka mortalitas 9,7 setiap
100.000 orang. Penyebab utama dari sirosis hati adalah penyalahgunaan alcohol,

1
hepatitis virus, dan nonalcoholic fatty liver disease yang akhir – akhir ini
meningkat.​4

1.2 Epidemiologi

Penggunaan ​alkohol merupakan hal yang umum di Amerika ​Serikat, lebih


dari dua pertiga orang dewasa minum alkohol setiap tahunnya. ​Lebih dari 7%
orang dewasa secara teratur mengkonsumsi ​lebih dari dua gelas per hari. Lebih
dari 14 juta orang dewasa di Amerika Serikat terjangkit penyalahgunaan alkohol
atau ketergantungan. Di Amerika Serikat, penyakit hati kronis adalah kesepuluh
penyebab kematian pada orang dewasa, dan sekitar 40% kematian oleh karena
sirosis disebabkan oleh karena alcohol.

Pasien yang terinfeksi virus hepatitis C (HCV), sekitar 80% akan


berkembang menjadi hepatitis C kronis, dan sekitar 20-30% akan berkembang
menjadi sirosis 20-30 tahun kedepan. Banyak dari pasien dengan hepatitis C juga
menggunakan alkohol secara bersamaan, dan kejadian sirosis murni karena
hepatitis C saja masih belum diketahui.Di Amerika Serikat, sekitar 5 juta orang
telah terinfeksi virus hepatitis C, dan sekitar 3,5 sampai 4 juta pasien menjadi
hepatitis C kronis. Di seluruh dunia, sekitar 170 juta orang menderita hepatitis C,
dengan beberapa daerah dari dunia (misalnya, Mesir) 15% dari penduduknya
terinfeksi.

Temuan serupa terjadi pada pasien dengan sirosis karena hepatitis B


kronis. Dari pasien dewasa yang terinfeksi hepatitis B, sekitar 5% menjadi
hepatitis B kronis, dan sekitar 20% dari pasien akan menjadi sirosis. Di Amerika
Serikat, ada sekitar 2 juta orang merupakan karier hepatitis B, sedangkan di
bagian lain yang merupakan daerah endemic virus hepatitis B (HBV) yaitu, Asia,
Asia Tenggara, Afrika sub-Sahara. 15% dari populasi diperkirakan terinfeksi

2
vertikal pada saat kelahiran. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 300-400
juta orang terinfeksi hepatitis B di seluruh dunia. Sekitar 25% dari orang yang
terinfeksi hepatitis B kronis akhirnya menjadi sirosis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati


Hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut
di bawah diagframa. Beratnya 1500 gram atau 2,5% dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan
oleh ligamentum falciformis. Hati dibungkus oleh sebuah selaput yang namanya
kapsula Glisson.
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris
dengan panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati
manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus.
Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir
ke vena hepatica dan kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama
dari banyak lempeng sel hepar yang memancar sentrifugal dari vena sentralis
seperti jeruji roda. Masing – masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel,
dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanalikuki biliaris kecil yang mengalir
ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobules hati yang
berdekatan. Di dalam septum juga terdapat venula porta kecil yang menerima
darah terutama dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari venula ini
darah mengalir ke sinusoid hepar gepeng dan bercabang yang terletak diantar
lempeng hepar dan kemudian ke vena sentralis. Dengan demikian, sel hepar terus
menerus terpapar dengan darah vena porta.

3
Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar di dalam septum
interlobularis. Arteriole ini menyuplai darah arteri ke jaringan septum di antara
lobules yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil juga mengalir langsung ke
sinusoid hati, paling sering pada sepertiga jarak ke septum interlobularis.
Selain sel – sel hepar, sinusoid vena dilapisi oleh dua tipe sel lain: 1. Sel
endotel khusus dan sel kupffer besar, yang merupakan makrofag jaringan atau
nama lainnya sel retikuloendotel, yang mampu memfagositosis bakteri dan benda
asing lain dalam darah sinus hepatikus.
Fungsi penting dari hati adalah sebagai filter darah yang berasal dari saluran cerna
dan yang berasal dari tubuh yang lain. Darah dari saluran cerna menuju ke hati
melalui vena porta, dan nantinya menuju vena cava inferior. Pada perjalanannya
darah dari saluran cerna di hati mengalami modifikasi kimiawi. Fungsi hati adalah
sebagai berikut :
1. Metabolisme dan detoksifikasi
Hati mempunyai peran penting pada metabolism karbohidrat, termasuk
tempat penyimpanan glikogen, konversi galaktosa dan fruktosa menjadi
glukosa, dan gluconeogenesis.
Hati juga mempunyai peran penting dalam menjaga stabilitas gula darah
post prandial, memindahkan glukosa darah yang berlebih dan
mengembalikan glukosa darah apabila dibutuhkan. Hal ini disebut fungsi
buffer glukosa hati sehingga pada gagal hati sering didapati hipoglikemia.
Sama halnya dengan metabolisme lemak, di hati terjadi oksidasi asam
lemak untuk suplai energy pada hati dan organ lainnya. Hati juga
mensintesis lipoprotein yang dibutuhkan untuk mengangkut kolesterol dan
mengubah kolestrol yang berlebih menjadi asam empedu. Hati juga
bertugas untuk detoksifikasi darah dari saluran cerna dan bagian tubuh
yang lain. Bakteri dan partikel – partikel lain terperangkap dalam sel
Kupffer dan dihancurkan. Hati juga berperan penting dalam metabolisme
seluruh hormone steroid. Sehingga bila terjadi gagal hati makan akan
timbul manifestasi hiperaktivitas dari berbagai hormon tersebut.

4
2. Sintesa Protein Plasma
Hati memegang peranan penting dalam sintesa albumin yang mempunyai
fungsi salah satunya menjaga tekanan koloid onkotik. Hati juga
memproduksi protein lain yang berfungsi untuk transport hormon, dan
factor pembekuan. Plasma protein yang tidak diproduksi di hati adalah
immunoglobulins.

2.2 Etiologi
a. Sirosis Alkoholik
Pemakaian alcohol yang terlalu banyak dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan berbagai tipe dari penyakit kronik hati, antara
lain alcoholic fatty liver, alcoholic hepatitis, dan sirosis alkoholik.
Pemakaian alcohol yang terlalu banyak dapat menyebabkan
kerusakan hati dapat memperparah kerusakan hati pada pasien dengan
penyakit hati lainnya, misalnya hepatitis C, hemochromatosis, dan
perlemakan hati pada pasien obesitas. Pemakaian alcohol dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan fibrosis pada hati tanpa melalui proses
radang atau nekrosis. Fibrosis dapat centrilobuler, periceluler, atau
periportal. Saat fibrosis mencapai derajat tertentu dan terjadi kerusakan
arsitektur hati, maka akan terjadi pergantian sel hati dengan regenerasi
nodul. Pada pasien sirosis alkoholik diameter nodulus biasanya < 3mm
atau disebut micronodul.
Penyerapan ethanol pada saluran cerna terutama terjadi di usus,
dan sedikit pada lambung. Metabolisme ethanol di hati menggunakan 3
enzim yaitu, alcohol dehydrogenase (ADH), microsomal ethanol oxidizing
system (MEOS), dan peroxisomal katalase. Kebanyakan metabolism
ethanol diubah oleh alcohol dehydrogenase menjadi asetaldehyde,

5
kemudian asetaldehyde dimetabolisme oleh aldehyde dehydrogenase
menjadi asetat. Pemakaian alcohol menyebabkan meningkatnya
akumulasi trigliserida pada intrasel melalui proses meningkatnya ambilan
asam lemak, menurunnya oksidasi asam lemak dan sekresi lipoprotein.
Kerusakan oksidatif pada sel hati disebabkan oleh adanya reactive oxygen
species, asetaldehyde merupakan molekul yang sangat reaktif yang
berikatan dengan protein, ikatan protein – asetaldehhyde menyebabkan
gangguan aktivitas enzim hati dan transport protein pada hati. Hal ini
menyebabakan aktivasi Sel Kupffer pada hati, yang menyebabkan
produksi profibrogenik sitokin, meningkatnya sitokin juga akan
meningkatkan produksi kolagen dan matriks ekstraseluler.

b. Hepatitis B/ C Kronik
Virus hepatitis C merupakan virus yang tidak merusak sel hati,
kerusakan hati pada hepatitis C terjadi oleh karena sistem imun dari tubuh.
Kerusakan hati pada hepatitis C ditandai dengan adanya fibrosis pada
sistem portal dan berkembangnya nodul. Pada sirosis hati oleh karena
hepatitis C, hati yang mengkerut dengan karateristik pada biopsy hati
adalah campuran dari makronodular dan mikronodular, serta infiltrate sel
inflamasi pada daerah portal.​Hal yang sama terjadi pada sirosis hati oleh
karena hepatitis B. pasien dengan hepatitis B, 5% berkembang menjadi hepatitis
kronik, dan sekitar 20% dari pasien tersebut berkembang menjadi sirosis hati.

c. Autoimmune Hepatitis dan Non-Alcoholic Steatohepatitis

Banyak pasien dengan autoimmune hepatitis (AIH) berlanjut


menjadi sirosis hati. Pada pasien dengan autoimmnune hepatitis bila
diterapi dengan imunosupresan misalnya glukokortikoid atau azathioprine
tidak akan bermanfaat oleh karena AIH timbulnya mendadak dan langsung
luas kerusakannya. Penegakan diagnosis dari AIH perlu pemeriksaan ANA
test atau anti-smooth-muscle antibody (ASMA).

6
Pasien dengan nonalcoholic steatohepatitis akhir – kahir ini banyak
ditemukan berlanjut menjadi sirosis hati. Oleh karena sekarang terjadi
epidemic obesitas, banyak pasien diidentifikasi dengan fatty liver disease

d. Sirosis Bilier

Sirosis bilier mempunyai tanda patologis yang berbeda dengan


sirosis alkoholik dan sirosis post hepatitis, akan tetapi manifestasi dari
sirosis hatinya sama. Penyakit hati kolestatik terjadi oleh karena lesi
necroinflamasi, kongenital, proses metabolic, atau kompreksi eksternal
pada duktus bilier. Keadaan kolestatik ini dibedakan menjadi dua bagian
dimana terjadi retensi bilirubin, yaitu ekstra hepatic atau intra hepatic.
Pada sumbatan ekstrahepatik terapi bedah atau endoscopic biliary tract
decompression merupakan pilihan terapinya akan tetapi apabila terjadi
sumbatan pada intrahepatic penanganannya akan berbeda. Penyebab utama
dari kolestatik kronik adalah primary biliary cirrhosis, kolangitis
autoimun, primary sclerosing cholangitis dan idiopatik duktopenia.

2.1.2. MANIFESTASI KLINIS

7
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada
laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu
tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan
mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Temuan Klinis Sirosis Hepatis


Temuan klinis sirosis meliputi spiderangioma/spiderangiomata (atau
spider telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena
kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa selama hamil, malnutrisi berat,
bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walaupun ukuran lesi kecil.
Eritema palmaris​, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon
esterogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada
kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum
diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa
ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom
nefrotik.

8
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati
gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara
spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alkohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga dikira fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda
ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali​-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
Asites​, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi
porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis
disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto
sistemik yang berat.
Ikterus​-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin
terlihat gelap seperti air teh.

9
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari

tangan, dorsofleksi tangan.​ ​(6)

2.1.3. GAMBARAN LABORATORIS

10
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu
protrombin.
1. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT)
dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada
ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya
sirosis.
2. Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis dan
sirosis bilier primer.
3. Gamma glutamil transfpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasi tinggi pada penyakit hati alkoholik
karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
4. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasi menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
5. Globulin konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi imunoglobulin.
6. Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang.
7. Natrium serum-menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
8. Kelainan hematologi-anemia penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia
monokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat

11
splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi porta sehingga
terjadi hipersplenisme.

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA

● Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi


adanya hipertensi porta.
● Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya
non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan
hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hari, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan
nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim
hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis
vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrening adanya karsinoma hati
pada pasien sirosis.
● Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) informasinya
sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.
● Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis
sirosis selain mahal biayanya.
● Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Untuk biopsi, digunakan
jarum yang kecil untuk memeriksa jaringan parut dan tanda-tanda lainnya
dibawah mikroskop.

DIAGNOSIS
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna
mengkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang
cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada

12
saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati
atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit karena gejala
dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

KOMPLIKASI

Hipertensi Portal

Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan vena


hati (HVPG) > 5 mmHg. Hipertensi portal disebabkan oleh kombinasi dari dua
sekaligus proses hemodinamik: (1) peningkatan resistensi intrahepatik terhadap
aliran darah yang melalui hati karena adanya sirosis dan regeneratif nodul, dan (2)
peningkatan aliran darah splanknik oleh karena tejadi vasodilatasi splanknik.
Hipertensi portal secara langsung merupakan keadaan patologis awal atas dua
komplikasi utama sirosis: perdarahan varises dan ascites. Varises perdarahan
merupakan masalah yang mengancam jiwa dengan angka kematian 20-30%
terkait dengan setiap episode perdarahan. Sistem vena porta biasanya mengalirkan
darah dari perut, usus, limpa, pankreas, dan kantong empedu, dan vena portal
dibentuk oleh pertemuan cabang mesenterika superior dan vena lienalis. Darah
kaya akan CO2 dari saluran usus kecil mengalir ke dalam vena mesenterika
superior bersama dengan darah dari caput pankreas, Colon ascending, dan bagian
dari usus besar melintang. Sebaliknya, vena lienalis mengalirkan darah dari limpa
dan pankreas dan bergabung dengan vena mesenterika inferior yang membawa
darah dari colon tranversus dan descending colon serta dua pertiga superior dari
rektum. Dengan demikian, vena portal biasanya menerima darah dari hampir
seluruh saluran pencernaan.

13
Penyebab hipertensi portal biasanya dikategorikan sebagai prehepatic,
intrahepatik, dan posthepatic. Penyebab hipertensi portal prehepatik adalah yang
mempengaruhi sistem vena porta sebelum memasuki hati; termasuk trombosis
vena portal dan trombosis vena limpa. Penyebab posthepatic mencakup yang
mempengaruhi pembuluh darah hati dan drainase vena ke jantung; yaitu BCS,
penyakit venooklusif, dan penyakit jantung kongestif kanan. Penyebab
intrahepatik mencapai lebih dari 95% kasus hipertensi portal dan disebabkan oleh
terjadinya sirosis. Penyebab intrahepatik dari hipertensi portal dapat dibagi lagi
menjadi presinusoidal, sinusoidal, dan postsinusoidal. Penyebab Postsinusoidal
termasuk penyakit venooklusif, sedangkan penyebab presinusoidal termasuk
fibrosis hati bawaan dan schistosomiasis.

Gambaran Klinis
Tiga komplikasi utama hipertensi portal adalah varises gastroesophageal
dengan perdarahan, ascites, dan hipersplenisme. Dengan demikian, pasien
mungkin dating dengan keluhan dengan pendarahan saluran cerna atas, yang pada
endoskopi, ditemukan terjadi oleh karena varises esofagus atau varises lambung,
dengan asites dan edema perifer, atau dengan pembesaran limpa dengan
penurunan trombosit dan sel darah putih pada pemeriksaan laboratorium.

Varises Esofagus
Beberapa faktor dapat memprediksi risiko perdarahan, termasuk tingkat
keparahan sirosis (Child class, Meld score); tingginya tekanan vena porta; ukuran
varises; lokasi varises; dan tanda stigmata pada pemeriksaan endoskopik,
termasuk tanda-tanda red wale, bintik-bintik hematocystic, eritema difus, warna
kebiruan, cherry bintik-bintik merah, atau white nipple spot. Pasien dengan asites
yang besar mengalami peningkatan risiko untuk perdarahan dari varises.

Diagnosis

14
Pada pasien dengan sirosis yang kronis, perkembangan hipertensi portal
biasanya ditandai oleh adanya trombositopenia; pembesaran limpa; atau asites,
ensefalopati, dan / atau varises esofagus dengan atau tanpa perdarahan. Pada
pasien yang belum terdiagnosis, harus segera dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk
menentukan adanya hipertensi portal dan penyakit hati. Varises harus
diidentifikasi oleh endoskopi. Pemeriksaan radiologi, baik oleh CT atau MRI,
dapat membantu dalam menunjukkan hati nodular dan menemukan perubahan
hipertensi portal dengan sirkulasi kolateral intraabdominal.

Pengobatan: Perdarahan Varises

Pengobatan untuk varises perdarahan sebagai komplikasi dari hipertensi


portal dibagi menjadi dua kategori utama: (1) profilaksis primer dan (2)
pencegahan re-pendarahan setelah telah terjadi varises perdarahan awal.
Profilaksis primer membutuhkan skrining rutin dengan endoskopi dari semua
pasien dengan sirosis. Bila ditemukan varises yang berarti terjadi peningkatan
risiko untuk perdarahan, profilaksis primer dapat dilakukan baik melalui
pemeberian non selektif beta bloker atau ligasi varises. Beberapa penelitian telah
mengevaluasi varises Band ligasi varises dan sclerotherapy sebagai metode untuk
memberikan profilaksis primer.
Penanganan pertama pada pasien dengan perdarahan varises yang pertama
kali adalah untuk mengobati perdarahan akut, yang dapat mengancam jiwa, dan
kemudian untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Pencegahan perdarahan lebih
lanjut biasanya dilakukan dengan ligasi berulang sampai varises hilang..
Pengobatan perdarahan akut membutuhkan baik cairan dan penggantian
darah-produk serta pencegahan perdarahan berikutnya dengan EVL.

15
Manajemen medis perdarahan varises akut termasuk penggunaan
vasoconstricting agen, biasanya somatostatin atau octreotide. Vasopresin
digunakan di masa lalu tapi tidak lagi umum digunakan. Balon tamponade
(Sengstaken-Blakemore tube atau tabung Minnesota) dapat digunakan pada pasien
yang tidak bisa mendapatkan terapi endoskopi segera atau yang membutuhkan
stabilisasi sebelum terapi endoskopi. Kontrol perdarahan dapat dicapai dalam
sebagian besar kasus; Namun, perdarahan berulang pada mayoritas pasien jika
terapi endoskopik definitif belum dilakukan. Octreotide, suatu vasokonstriktor
splanknik langsung, diberikan pada dosis 50-100 g / jam dengan infus kontinu.
Intervensi Endoskopi digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk
mengontrol perdarahan akut. Beberapa endoscopists akan menggunakan terapi
injeksi varises (sclerotherapy) sebagai terapi awal, terutama ketika pendarahan
kuat. Varises Band ligation digunakan untuk mengontrol perdarahan akut pada
lebih dari 90% kasus dan harus diulang sampai semua varises hilang. Ketika
varises esofagus meluas ke perut proksimal, band ligasi kurang berhasil. Dalam
situasi ini, ketika pendarahan terus dari varises lambung, harus dipertimbangan
untuk dilakukan transjugular shunt portosystemic intrahepatik (TIPS).
Encephalopathy dapat terjadi pada sebanyak 20% pasien setelah TIPS dan
menjadi masalah pada pasien usia lanjut dan pada pasien dengan ensefalopati
yang sudah ada sebelumnya. TIPS harus dilakukan untuk orang-orang yang gagal
endoskopi atau manajemen medis atau yang risiko bedah yang tinggi.

Pencegahan perdarahan berulang


Pasien dengan episode peradarahan pertama kali perhatian harus diberikan untuk
mencegah perdarahan berulang. Hal ini biasanya membutuhkan ligase varises
berulang sampai seluruhnya hilang. Blokade beta mungkin bermanfaat tambahan
pada pasien yang mengalami varises berulang. Namun, bila varises telah
dilenyapkan, kebutuhan untuk blokade beta berkurang. Meskipun pemusnahan
varises telah berhasil, banyak pasien masih akan memiliki gastropati hipertensi
portal di mana perdarahan dapat terjadi. Blokade beta nonselektif dapat membantu

16
untuk mencegah perdarahan lanjut dari portal gastropati hipertensi setelah
hilangnya varises.

17
Splenomegali dan Hipersplenisme

Splenomegali kongestif sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi


portal. Gambaran klinis pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran limpa
serta trombositopenia dan leukopenia pada pasien yang memiliki sirosis. Beberapa
pasien mempunyai keluhan nyeri perut kuadran atas sisi kiri yang cukup
signifikan oleh karena pembesaran limpa. Splenomegali sendiri biasanya tidak
memerlukan pengobatan khusus, meskipun splenektomi dapat berhasil dilakukan
di bawah keadaan yang sangat khusus. Hipersplenisme dengan trombositopenia
pada pasien dengan sirosis biasanya merupakan tanda awal terjadinya hipertensi
portal.

Ascites
Ascites adalah akumulasi cairan dalam rongga peritoneal. Penyebab paling umum
dari ascites adalah hipertensi portal yang berhubungan dengan sirosis; Namun,
perlu diingat bahwa ascites juga dapat disebabkan oleh keganasan atau infeksi.

Patogenesis
Hipertensi portal merupakan salah satu mekanisme terjadinya asites pada pasien
sirosis. Adanya peningkatan resistensi intrahepatik, menyebabkan peningkatan
tekanan portal, tetapi ada juga vasodilatasi dari sistem arteri splanknik, yang akan
menyebabkan peningkatan aliran vena porta. Kedua kelainan ini menyebabkan
peningkatan produksi kelenjar getah bening splanchnic. Zat vasodilator seperti
oksida nitrat mengakibatkan efek vasodilatasi. Perubahan hemodinamik ini

18
menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron akhinya terjadi retensi
natrium dan hiperaldosteronisme. Efek aldosterone pada ginjal menyebabkan
retensi natrium yang memperberat ascites. Retensi natrium menyebabkan
akumulasi cairan dan peningkatan volume cairan ekstraseluler, menyebabkan
edema perifer dan asites. Retensi natrium merupakan konsekuensi dari respon
homeostasis yang disebabkan oleh underfilling dari sirkulasi arteri oleh karena
terjadi vasodilatasi pada vaskular splanchnic. Karena cairan dari kompatermen
intravaskular terus bocor ke dalam rongga peritoneum,tubuh terus menerus
berusaha mengisi pembuluh darah tapi tidak tercapai oleh karena adanya
kebocoran, dan menyebabkan proses ini berlanjut. Hipoalbuminemia dan
menurunnya tekanan onkotik plasma juga menyebabkan hilangnya cairan dari
kompartemen vaskuler ke dalam rongga peritoneum. Hipoalbuminemia
disebabkan penurunan fungsi sintetis protein pada sirosis hati.

Gambaran Klinis

Pasien biasanya mengeluh perut bertambah besar yang sering disertai dengan
edema perifer. Biasanya perut bertambah besar bila mulai ada 1-2 L cairan ascites.
Jika cairan asites sangat besar, fungsi pernafasan akan terganggu, dan pasien akan
mengeluh sesak napas. Hepatic hydrothorax juga akan memperberat gangguan
nafas yang terjadi. Pasien dengan asites masif biasanya kekurangan gizi dan
didapatkan atrofi otot serta kelelahan yang berlebihan.

Diagnosis

Diagnosis asites dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


radiologi. Tanda- tanda bulging flanks, gelombang cairan dengan tes undulasi,
atau shifting dullness. Bila jumlah cairan ascites minimal dapat dideteksi dengan
USG atau CT scan. Hydrothorax hati lebih umum di sisi kanan dan berimplikasi
di diafragma oleh karena aliran bebas cairan asites ke dalam rongga dada.

19
Ketika pasien datang dengan ascites untuk pertama kalinya, dianjurkan dilakukan
paracentesis diagnostik untuk mengidentifikasi cairan. Hal ini mencakup
penentuan total protein dan albumin, jumlah sel darah dengan diferensial, dan
kultur.. Pada pasien dengan sirosis, konsentrasi protein cairan asites cukup rendah,
dengan mayoritas pasien yang memiliki konsentrasi protein cairan asites <1 g /
dL. Serum asites-to-albumin gradient (SAAG) telah menggantikan deskripsi
cairan eksudatif atau transudative. Ketika gradien antara tingkat serum albumin
dan tingkat albumin cairan asites adalah > 1,1 g / dL, penyebab ascites
kemungkinan besar karena hipertensi portal; Ketika gradien <1.1 g / dL, penyebab
infeksi atau keganasan harus dipikirkan. Ketika kadar protein cairan asites sangat
rendah, terjadi peningkatan risiko untuk terjadinya SBP. Sel darah merah yang
tinggi dalam cairan asites menandakan adanya traumatik atau kanker
hepatoselular atau varises omentum pecah. Ketika tingkat absolut leukosit
polimorfonuklear adalah> 250 / uL, menunjukan adanya infeksi pada cairan
ascites. Kultur cairan asites harus diperoleh dengan menggunakan inokulasi
lansgung dari samping tempat tidur pada media kultur.

Pengobatan: Ascites

Pasien dengan ascites dalam jumlah sedikit biasanya dapat dikontrol dengan
pembatasan intake sodium saja. Jumlah yang disarankan untuk intake sodium
sampai <2 g natrium per hari. Dalam jumlah tertentu pada penangganan asites,
terapi diuretik biasanya diperlukan. Secara tradisional, spironolactone 100-200 mg
/ hari sebagai dosis tunggal, dan dapat ditambahkan furosemide pada dosis 40-80
mg / hari, terutama pada pasien yang mengalami edema perifer. Pada pasien yang
tidak pernah menerima terapi diuretik sebelumnya, apabila gagal dengan dosis
yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa mereka tidak mematuhi diet rendah
sodium. Apabila diet pembatasan sodium dapat dilakukan dan cairan asites tidak
berkurang, spironolactone dapat ditingkatkan menjadi 400-600 mg / hari dan

20
furosemide meningkat menjadi 120-160 mg / hari. Jika pada pasien yang telah diet
rendah sodium dan ascites masih ada dengan dosis ini diuretik maksimal maka
didefinisikan sebagai ascites refrakter, dan modalitas terapi yang dianjurkan
adalah dengan parasintesis atau prosedur TIPS. Sayangnya, TIPS sering dikaitkan
dengan peningkatan frekuensi ensefalopati dan harus dipertimbangkan secara
hati-hati pada kasus-per-kasus. Prognosis untuk pasien dengan sirosis dengan
ascites, telah menunjukkan bahwa <50% dari pasien bertahan 2 tahun setelah
timbulnya asites. Dengan demikian, harus ada pertimbangan untuk transplantasi
hati pada pasien dengan timbulnya ascites.

Peritonitis bakteri spontan

SBP adalah komplikasi umum dan parah ascites ditandai dengan infeksi spontan
cairan asites tanpa sumber intraabdominal. Pada pasien rawat inap dengan sirosis
dan asites cukup parah, SBP dapat terjadi pada sampai dengan 30% dari individu
dan memiliki tingkat kematian 25% di rumah sakit. Mekanisme terjadinya SBP

21
diduga melalui proses translokasi bakteri flora usus berpindah ke kelenjar getah
bening mesenterika, yang menyebabkan bakteremia dan berkembang biak pada
cairan asites. Organisme yang paling umum adalah Escherichia coli dan bakteri
usus lainnya; Namun, bakteri gram positif, termasuk Streptococcus viridans,
Staphylococcus aureus, dan Enterococcus sp., juga dapat ditemukan. Peritonitis
bakteri sekunder karena organ viscera yang berlubang harus dipikirkan jika lebih
dari dua organisme yang diidentifikasi. Diagnosis SBP dibuat ketika sampel
cairan memiliki jumlah neutrofil absolut > 250 / uL. Pemeriksaan kultur cairan
ascites harus diperoloeh langsung waktu dari parasintesis. Pengobatan dengan
cephalosporin generasi kedua, dengan cefotaxime menjadi antibiotik yang paling
umum digunakan. Pada pasien dengan varises perdarahan, frekuensi SBP
meningkat secara signifikan, dan profilaksis terhadap SBP dianjurkan ketika
pasien dengan perdarahan gastrointestinal bagian atas. Selanjutnya, pada pasien
yang pernah memiliki episode SBP dan pulih, administrasi antibiotik sekali
seminggu dapat digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya SBP.

Hepatorenal Syndrome
Sindrom hepatorenal (HRS) adalah bentuk gagal ginjal fungsional tanpa patologi
ginjal yang terjadi pada sekitar 10% pasien dengan sirosis lanjut atau gagal hati
akut. Adanya gangguan pada arteri sirkulasi ginjal pada pasien dengan HRS; ini

22
disebabkan oleh peningkatan resistensi pembuluh darah disertai dengan
penurunan resistensi vaskular sistemik. Hemodinamik pada pasien HRS
mempunyai karateristik peningkatan cardiac output, tekanan arterial menurun, dan
penurunan resistensi perifer sistemik. Dilatasi dari arteri splanik menyebabkan
aktivasi RAAS sistem yang menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di
ginjal, otak, otot, limpa,dan ekstremitas, tapi tidak terjadi pada arteri splanik
karena adanya produksi NO yang continue. Diagnosis ditegakkan biasanya
dengan adanya sejumlah besar asites pada pasien yang memiliki peningkatan
kreatinin progresif bertahap. Tipe 1 HRS ditandai dengan penurunan progresif
fungsi ginjal dan penurunan yang signifikan dalam kreatinin dalam waktu 1-2
minggu. Tipe 2 HRS ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dengan
peningkatan serum kreatinin, tetapi stabil dan dikaitkan dengan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan tipe 1 HRS.
HRS sering terlihat pada pasien dengan asites refraktori dan membutuhkan
eksklusi penyebab lain dari gagal ginjal akut. Pengobatan di masa lalu
menggunakan dopamin atau prostaglandin analog digunakan sebagai obat
vasodilatasi ginjal. Saat ini, pasien diobati dengan midodrine, sebuah -agonist,
bersama dengan octreotide dan albumin intravena. Terapi terbaik untuk HRS
adalah transplantasi hati; pemulihan fungsi ginjal khas dalam pengaturan ini. Pada
pasien dengan baik tipe 1 atau tipe 2 HRS, prognosisnya buruk kecuali
transplantasi dapat dilakukan secepatnya.

Hepatic Encephalopathy
Ensefalopati portosystemic merupakan komplikasi serius dari penyakit hati kronis
dan secara luas didefinisikan sebagai perubahan pada status mental dan fungsi
kognitif yang terjadi pada gagal hati. Dalam cedera hati akut dengan gagal hati
fulminan, terjadinya ensefalopati merupakan syarat diagnosis gagal hati fulminan.
Ensefalopati jauh lebih sering terlihat pada pasien dengan penyakit hati kronis.
Neurotoksin dari sistem pencernan sampai ke otak karena tidak dapat
didetoksifikasi, hal ini disebabkan oleh karena shunting pembuluh darah dan

23
penurunan massa hati dan menyebabkan gejala-gejala yang kita kenal sebagai
ensefalopati.. Senyawa dan metabolit lain yang dapat berkontribusi pada
terjadinya ensefalopati termasuk neurotransmiter palsu tertentu dan merkaptan.

Gambaran Klinis
Pada gagal hati akut, perubahan status mental dapat terjadi dalam beberapa
minggu ke bulan. Ensefalopati berat menyebabkan pembengkakan pada gray
matter sehingga terjadi edema otak. Herniasi otak merupakan komplikasi yang
ditakuti pada edema otak yang terjadi pada gagal hati akut, dan tujuan pengobatan
untuk mengurangi edema dengan mannitol dan penggunaan cairan infus secara
hati - hati. Pada pasien dengan sirosis, ensefalopati sering muncul sebagai akibat
dari pemicu tertentu seperti hipokalemia, infeksi, peningkatan beban protein, atau
gangguan elektrolit. Manifestasi klinisnya pasien tampak bingung atau
menunjukkan perubahan kepribadian. Terjadi perubahan perilaku menjadi kasar,
pasien mungkin sangat mengantuk dan sulit untuk dibangunkan. Karena pencetus
ensefalopati begitu banyak, factor – factor tersebut harus dicari dengan hati-hati.
Jika pasien mengalami asites, harus disingkirkan adanya infeksi. Perdarahan GIT
harus dicari, dan pasien harus tepat terhidrasi. Elektrolit harus diukur dan
dikoreksi bila terjadi kelainan. Pasien dengan ensefalopati, dapat muncul
asteriksis. Asteriksis dapat ditemukan dengan memperpanjang lengan pasien dan
menekuk pergelangan tangan mereka kembali. Dalam manuver ini, pasien yang
encephalopathic memiliki "liver flap" -yaitu, gerakan maju tiba-tiba pada
pergelangan tangan. Hal ini memerlukan pasien untuk dapat bekerja sama dengan
pemeriksa dan jelas tidak dapat diperoleh pada pasien yang mengalami
encephalopathic yang parah atau dalam keadaan koma hepatik.

Pengobatan: Hepatic Encephalopathy


Pengobatan pada ensefalopati hepatic multifaktorial dan termasuk pengelolaan
faktor-faktor pencetus tersebut di atas. Kadang-kadang hidrasi dan koreksi
ketidakseimbangan elektrolit saja yang diperlukan. Di masa lalu, pembatasan

24
protein diet dianggap cocok untuk pasien dengan ensefalopati; Namun, dampak
negatif dari pengurangan diet protein secara keseluruhan diperkirakan lebih besar
daripada manfaat. Mungkin ada beberapa manfaat untuk menggantikan protein
hewani dengan protein nabati pada beberapa pasien dengan ensefalopati yang sulit
untuk dikelola. Pengobatan untuk ensefalopati, selain mengoreksi faktor pemicu,
adalah dengan menggunakan laktulosa, disakarida nonabsorbable, yang
menghasilkan suasana asama pada kolon kemudian terjadi katarsis, berkontribusi
untuk eliminasi produk nitrogen dalam usus. Tujuan terapi laktulosa adalah untuk
agar pasien dapat 2-3 kali defekasi per hari. Antibiotik yang tidak diserap pada
GIT sering digunakan sebagai terapi tambahan. Pemberian neomycin dan
metronidazole telah banyak digunakan untuk mengurangi efek samping
masing-masing obat: Neomycin mempunyai efek samping insufisiensi ginjal dan
ototoksisitas dan metronidazol sering menimbulkan neuropati perifer. Baru-baru
ini, rifaximin pada 550 mg dua kali sehari telah sangat efektif dalam mengobati
ensefalopati tanpa efek samping seperti pada neomycin atau metronidazole.
Suplemen zinc kadang-kadang membantu pada pasien dengan ensefalopati dan
relatif tidak berbahaya. Munculnya ensefalopati pada pasien dengan penyakit hati
kronis adalah tanda prognosis yang buruk, tetapi komplikasi ini dapat dikelola
pada sebagian besar pasien.

Malnutrisi di Sirosis
Karena hati terlibat dalam regulasi protein dan metabolisme energi dalam tubuh,
tidak mengherankan bahwa pasien dengan penyakit hati lanjut biasanya
mengalami kekurangan gizi. Setelah pasien menjadi sirosis, mereka lebih
katabolik, dan protein otot dimetabolisme. Ada beberapa faktor yang
berkontribusi terhadap kekurangan gizi sirosis, termasuk asupan makanan yang
buruk, perubahan dalam penyerapan nutrisi usus, dan perubahan dalam
metabolisme protein. Suplemen makanan untuk pasien dengan sirosis sangat
membantu dalam mencegah pasien menjadi katabolik.

25
Kelainan pada Koagulasi
Koagulopati ditemukan hampir pada semua pasien dengan sirosis. Adanya
penurunan sintesis faktor pembekuan dan gangguan clearance antikoagulan.
Selain itu, pasien juga memiliki trombositopenia dari hipersplenisme akibat
hipertensi portal. Faktor pembekuan Vitamin K dependent VI adalah Faktor II,
VII, IX, dan X. Vitamin K memerlukan ekskresi bilier untuk penyerapan
selanjutnya; dengan demikian, pada pasien dengan sindrom kolestasis kronis,
penyerapan vitamin K sering berkurang. Pemberian Intravena atau intramuskular
vitamin K dapat dengan cepat memperbaiki kelainan ini. Sintesis faktor
pembekuan vitamin K dependent berkurang karena penurunan massa hati, dan,
dalam situasi seperti ini, pemberian parenteral vitamin K tidak meningkatkan
faktor pembekuan atau waktu protrombin. Fungsi trombosit sering tidak normal
pada pasien dengan penyakit hati kronis, selain penurunan tingkat platelet akibat
hipersplenisme.

Penyakit Tulang di Sirosis


Osteoporosis adalah umum pada pasien dengan penyakit hati kolestatik kronis
karena malabsorpsi vitamin D dan penurunan konsumsi kalsium. Tingkat resorpsi
tulang melebihi pembentukan tulang baru pada pasien dengan sirosis yang
mengakibatkan hilangnya tulang. Absorptiometry dual x-ray (DEXA) merupakan
metode yang berguna untuk menentukan osteoporosis atau osteopenia pada pasien
dengan penyakit hati kronis. Ketika DEXA Scan menunjukkan penurunan massa
tulang, pengobatan harus diberikan dengan bifosfonat yang efektif dalam
menghambat resorpsi tulang dan berkhasiat dalam pengobatan osteoporosis.

Kelainan Hematologi di Sirosis


Banyak manifestasi hematologi sirosis hadir, termasuk anemia dari berbagai
penyebab termasuk hipersplenisme, hemolisis, defisiensi besi, dan defisiensi folat

26
mungkin kekurangan gizi. Makrositosis adalah kelainan umum di morfologi sel
darah merah terlihat pada pasien dengan penyakit hati kronis, dan neutropenia
dapat dilihat sebagai akibat dari hipersplenisme​.

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah factor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi , dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh dapat menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya ascites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C. klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup.
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan
C berturut – turut 100,80 dan 45%.

Penilaian prognosis yang terbaru menggunakan Model for end stage liver
disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan
transplantasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunnarsdottir. SA, Liver cirrhosis – Epidemilogical and Clinical Aspects.


Department of Internal Medicine Goteborg University, Sweden:2008.
2. D’Amico G, Garcia-Tsao G, Pagliaro L. Natural history and prognostic
indicators of survival in cirrhosis. A Systemic review of 118 studies. J
Hepatol 2006;44:217-31
3. Blachier M, et.al. The Burden of Liver Disease In Europe, EASL, 2013.
4. Starr. P, Raines D. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention.
Am Fam Physician. 2011;84(12):1353-1359.
5. Clinical practice guidelines on the management of ascites, spontaneous
bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrome in cirrhosis, EASL, Journal
of Hepatology 2010 vol. 53 pg 397–417
6. Bacon R.B, Cirrhosis and Its Complication. Harrison Gastroenterology &
Hepatology 2​nd​ edition. Chap 42. Page 429-433. 2013 McGraw Hil LLC.
7. Guadalupe Garcia-Tsao, Arun J. Sanyal, Norman D. Grace, William
Carey. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and
Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. AASLD Pratice Guideline
HEPATOLOGY, Vol. 46, No. 3, 2007
8. Prakash R, Mullen D K. Mechanisms diagnosis and Management of
Hepatic Encepahalopathy. Nature Review Gastroenterology &
Hepatology. Volume 7. 2010.
9. Gines P, Schriier W R, Renal Failure in Cirrhosis. N Engl J Med
2009:361:1279-90.

28
10. Nurdjanah S. Dkk. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi keempat. Hal. 443-446. Jakarta: Interna Publishing. 2006

29

Anda mungkin juga menyukai