Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN

ACARA V
ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN

DISUSUN OLEH:
FITRIA KHOIROTUL LAILAH
H3117031
KELOMPOK 5

D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018

ACARA V
ZAT WARNA TANAMAN

A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Acara V “Zat Warna Tanaman dan Hewan” adalah
sebagai berikut
1. Untuk melihat pengaruh cara pemanasan, asam dan alkali terhadap zat warna
tanaman
2. Untuk mengetahui pengaruh pemanasan dan larutan curing terhadap zat warna
daging
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Bahan
Kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim. Daunnya
bersifat majemuk, tersusun atas tiga helai. Batangnya liat dan sedikit berbulu.
Akarnya mempunyai bintil yang dapat mengikat nitrogen (N) dari udara. Hal
ini bermanfaat untuk menyuburkan tanah. Bunganya berbentuk kupu-kupu,
setiap tangkai mempunyai 3-5 bunga. Warna bunganya ada yang putih, biru,
atau ungu. Kacang panjang merupakan tanaman menyerbuk sendiri, namun
penyerbukan silang dengan bantuan serangga dapat juga terjadi sekitar 10%.
Tidak setiap bunga dapat menjadi buah, hanya 1-4 bunga yang dapat menjadi
buah. Buahnya berbentuk polong bulat panjang dan ramping. Panjang polong
sekitar 10-80 cm. Warna polong muda hijau sampai hijau keputihan, setelah
tua warna polong menjadi putih kekuningan. Polong yang muda sifatnya
renyah dan mudah patah, setelah tua polong menjadi liat. Pada satu polong
dapat berisi 8-20 biji kacang panjang (Haryanto dkk., 2007).
Wortel merupakan salah satu produk hortikultura yang potensial untuk
dikembangkan. Wortel telah lama dikembangkan di berbagai daerah,
termasuk di Kabupaten Karanganyar. Menurut data dari BPS tahun 2005,
usahatani wortel merupakan usahatani yang menghasilkan komoditas
sayuran tertinggi dibandingkan dengan usahatani sayuran lain di Kabupaten
Karanganyar. Produksi wortel mencapai 85,57 Kw lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kubis (20,88 Kw), sawi (15,65 Kw) maupun buncis
(9,47 Kw), meskipun produktivitas wortel lebih rendah (164,55 Kw/Ha) jika
dibandingkan dengan produktivitas kubis yang mencapai 213,06 Kw/Ha.
Dalam usaha tani wortel, pada umumnya petani menggunakan faktor
produksi secara berlebihan dengan harapan akan memperoleh hasil yang
maksimal. Padahal penggunaan faktor produksi yang berlebihan akan
meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya akan mengurangi
pendapatan usaha tani jika tambahan biaya yang dikeluarkan lebih tinggi
daripada tambahan penerimaan karena didalam pertanian dikenal dengan
hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (The Law of Deminishing
Return). Oleh karena itu dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya biaya dan pendapatan usaha tani wortel dan untuk menganalisis
apakah usaha tani yang dilakukan petani sudah efisien (Sundari, 2011).
Wortel (Daucus carota L.) mengandung senyawa karotenoid dalam
jumlah besar, berkisar antara 6000-54800 pg/100 g. Karotenoid adalah
pigmen berwarna kuning, orange dan orange kemerahan yang terlarut dalam
lipida meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut karoten dan derivat
oksigenasinya xantofil. Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna pangan alami. Selain itu, karoten
pada wortel juga berperan sebagai prekursor vitamin A sehingga dapat
memberi nilai tambah tersendiri pada penggunaan wortel sebagai bahan
pewama alami. Dalam setiap 100 gram wortel terkandung 12.000 SI vitamin
A (Ikawati, 2005).
Bawang (Allium cepa L.) digunakan sebagai bahan makanan untuk
memberikan rasa dan aroma untuk berbagai macam hidangan. Bawang
merupakan sumber penting dari beberapa fitonutrien flavonoid,
fructooligosaccharides (FOS) dan thiosulfinates dan senyawa belerang
lainnya, yang diakui sebagai unsur-unsur penting dari diet Mediterania.
Pada kenyataannya, bawang merah mengandung senyawa fenolik tingkat
tinggi, yang memiliki sifat antioksidan. Untuk bawang merah warna pigmen
yang dominan adalah antosianin (Liguori dkk., 2016). Menurut Nugraha
(2010), Bawang merah (Allium ascalonicum L.; Synon. A. cepa L. var
ascalonicum Backer) adalah tumbuhan hijau yang tumbuh secara tahunan.
Kerusakan komoditas ini terjadi pada waktu penyimpanan. Penyimpanan
bawang merah yang baik membutuhkan ruang tersendiri dengan menjaga
suhu penyimpanan untuk mengindari kerusakan umbi dan pertumbuhan
tunas.
Daging merupakan salah satu komoditi peternakan yang menjadi
andalan sumber protein hewani dan sangat menunjang untuk memenuhi
kebutuhan dasar bahan pangan di Indonesia. Daging terbagi ke dalam dua
jenis, yaitu daging ternak besar seperti sapi dan kerbau, maupun daging
ternak kecil seperti domba, kambing, dan babi. Meski dengan adanya
berbagai ragam jenis daging, produk utama penjualan komoditi peternakan
adalah daging sapi potong. Daging sapi potong juga telah menjadi salah satu
bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya konsumsi daging nasional yang harus dipenuhi. Kebijakan impor
dilakukan dalam rangka mendukung kekurangan produksi dalam negeri.
Sampai saat ini Indonesia masih kekurangan pasokan daging sapi hingga
35% atau 135,1 ribu ton dari kebutuhan 385 ribu ton. Defisit populasi sapi
diperkirakan 10,7% dari populasi ideal atau sekitar 1,18 juta ekor.
Kekurangan pasokan ini disebabkan sistem pembibitan sapi potong nasional
masih parsial sehingga tidak menjamin kesinambungan (Gunawan, 2011).
2. Tinjauan Teori
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan
sebagai warna hijau, kuning, dan merah. Di Indonesia, terdapat
kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk berbagai
bahan pangan, misalnya zat warna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk
mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena
adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Zat warna merah yang
banyak terdapat di alam dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu
karotenoid dan antosianin. Antosianin tergolong pigmen yang disebut
flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin
berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah dan
sayur-sayuran (Winarti dan Adurrozaq, 2010).
Pigmen yang dominan pada bawang merah adalah antosianin.
Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang
tersebar dalam tanaman (Handayani dan Rahmawati, 2012). Antosianin
bersifat larut dalam air, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
konsentrasi antosianin (bila konsentrasi rendah, warna bahan adalah ungu,
bila tinggi warna bahan ungu tua atau bisa sampai hitam), pH (pada pH
rendah antosianin berwarna merah, pH netral berwarna biru, pH tinggi
berwarna putih), dari media atau adanya pigmen lain. Antosianin terdiri dari
dua gugusan yaitu aglikon dan glikon, dan kadang-kadang terdapat gugusan
asam organik seperti kumarat, kafeat, atau ferulat yang menyebabkan
antosianin berwarna biru (Muchtadi, 2011).
Kandungan pigmen antosianin pada tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor terutama cahaya matahari (intensitas), suhu udara, dan pH.
Warna merah, biru, dan ungu yang terdapat pada buah, daun, atau bunga
suatu tanaman dipengaruhi oleh pigmen antosianin yang bagi kesehatan
sebagai sumber antioksidan. Peran antioksidan bagi kesehatan manusia yaitu
dapat mencegah penyakit hati (hepatitis), kanker usus, stroke, diabetes,
sangat esensial bagi fungsi otak dan mengurangi pengaruh penuaan otak.
Antosianin pada tanaman berfungsi sebagai tabir terhadap cahaya ultraviolet
B dan melindungi kloroplas terhadap intensitas cahaya tinggi. Antosianin
juga dapat berperan sebagai sarana transport untuk monosakarida dan
sebagai pengatur osmotik selama periode kekeringan dan suhu rendah
(Pebrianti, 2015).
Vargas (2000) mengatakan bahwa pengaruh suhu terhadap oksidasi
karotenoid adalah kerotenoid belum mengalami kerusakan pada pemanasan
60oC tetapi reaksi oksidasi karotenoid dapat berjalan lebih cepat pada suhu
yang relatif tinggi. Karoten tidak stabil pada suhu tinggi dan bila diolah
dengan menggunakan uap panas, maka karoten akan kehilangan warnanya.
Semakin tinggi temperatur maka akan terjadi peningkatan laju reaksi
menyebabkan total karoten yang dihasilkan juga semakin besar. Namun
setelah mencapai titik tertentu peningkatan temperatur justru akan merusak
pigmen itu sendiri dan akan menurunkan total karoten (Satriyanto, 2012).
Menurut Sahabi (2012), penambahan basa pada karoten dapat menyebabkan
warna setelah pemanasan menjadi lebih orange (orange cerah) mendekati
kuning dan warna lebih stabil.
C. Metodologi
1. Alat
b. Aluminium foil
c. Gelas beker
d. Gelas ukur
e. Kompor/ alat pemanas
f. Panci
g. Penjepit kayu
h. PH meter
i. Pipet tetes
j. Pipet volume
k. Pisau
l. Propipet
m. Rak tabung reaksi
n. Spatula
o. Stopwatch
p. Tabung reaksi
q. Timbangan/ neraca
2. Bahan
a. Air ledeng
b. Asam cuka 99%
c. Bawang merah
d. Daging sapi
e. Kacang panjang
f. Larutan curing I
g. Larutan curing II
h. Larutan curing III
i. Larutan curing IV
j. Larutan FeCl3 50 ppm
k. Larutan MgCl2 50 ppm
l. NaHCO3 kristal
m. Wortel
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Zat Warna Buah/Sayuran

Wortel, kacang panjang dan


bawang merah masing-
masing 10 gr

Pemotongan kecil-kecil dan pemasukan


ke dalam 6 gelas beaker untuk setiap

Pengisian
dengan

0,5 gr 30 ml
30 ml 30 ml 30 ml 2,5 ml asam
NaHCO3 +
ledeng ledeng FeCl3 50 MgCl2 30 cuka 25% +
30 ml
dengan dengan ledeng ppm ppm ledeng 30 ml
pemanasan pemanasan (beaker 3) (beaker 4) (beaker 5) (beaker 6)
terbuka tertutup
(beaker 1) (beaker 2)

Pengukuran pH dan pengamatan warna pada


setiap bahan yang ada pada gelas beaker

Perlakuan pemanasan selama 15


menit

Pengamatan perubahan warna dan pH setelah


pemanasan

Gambar 5.1 Diagram Alir Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Zat


Warna Buah/Sayuran
b. Zat Warna pada Daging
1) Tanpa Curing

5 gr daging sapi

Pengirisan menggunakan pisau menjadi 2 bagian

Pengamatan warna

Pembiaran pada Pemanasan


udara terbuka dengan aquades
selama 15 menit

Pengamatan perubahan warna


setelah 0’, 5’, 10’, 15” menit

Gambar 5.2 Diagram Alir Beberapa Perlakuan Terhadap Zat Warna


pada Daging Tanpa Curing
2) Dengan Curing

5 gr daging sapi

Pencacahan sampai halus dengan pisau

Pemasukan larutan curing kedalam


sampai daging terendam

Larutan Larutan Larutan Larutan


curing I curing II curing III curing IV
(tabung 1) (tabung 2) (tabung 3) (tabung 4)

Penambahan 2 tetes asam cuka 25% dan pengadukan

Pemanasan perlahan selama 15 menit

Pengamatan perubahan warna yang terjadi pada


0’, 5’, 10’ dan 15’ menit
Gambar 5.3 Diagram Alir Beberapa Perlakuan Terhadap Zat Warna
pada Daging Dengan Curing
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Zat Warna Buah/Sayuran

Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan


Bahan Perlakuan
Warna pH Warna pH
30 ml air
ledeng Bahan= hijau Bahan= hijau
dengan segar 6,86 layu 6,74
pemanasan Larutan = bening Larutan = keruh
terbuka
30 ml air
ledeng Bahan= hijau Bahan= hijau
dengan segar 6,78 layu 6,75
pemanasan Larutan = bening Larutan = keruh
tertutup
Kacang Panjang

0,5 gram Bahan= hijau Bahan= hijau


NaHCO3 + 30 segar 6,76 sedikit layu 6,66
ml air ledeng Larutan = bening Larutan = keruh
Bahan= hijau
Bahan= hijau
30 ml FeCL3 segar
6,84 layu 6,75
50 PPM Larutan = kuning
Larutan = keruh
bening
Bahan= hijau Bahan= hijau
30 ml MgCl3
segar 6,81 layu 6,74
50 PPM
Larutan = bening Larutan = bening
2,5 ml asam
Bahan= hijau
cuka 25% + Bahan= coklat
segar 6,83 6,77
30 ml air Larutan = bening
Larutan = bening
ledeng
30 ml air
ledeng Bahan = orange Bahan = orange
dengan segar 6, 86 segar 6,76
pemanasan Larutan = bening Larutan = bening
terbuka
30 ml air
Wortel

ledeng Bahan = orange Bahan = orange


dengan segar 6,84 layu 6,83
pemanasan Larutan = bening Larutan = bening
tertutup
0,5 gram Bahan = orange Bahan = orange
NaHCO3 + 30 segar 6,84 segar 6,78
ml air ledeng Larutan = bening Larutan = keruh
Bahan = orange Bahan = orange
30 ml FeCL3
segar 6,85 segar 6,87
50 PPM
Larutan = bening Larutan = bening
Bahan = orange Bahan = orange
30 ml MgCl3
segar 6,82 segar 6,79
50 PPM
Larutan = bening Larutan = bening
2,5 ml asam
Bahan = orange Bahan = orange
cuka 25% +
segar 6,84 segar 6,72
30 ml air
Larutan = bening Larutan = bening
ledeng
30 ml air
Bahan = ungu Bahan = putih
ledeng
segar layu
dengan 6,77 6,68
Larutan = hijau Larutan = hijau
pemanasan
keruh keruh
terbuka
30 ml air
Bahan = ungu Bahan = putih
ledeng
segar layu
dengan 6,78 6,70
Larutan = hijau Larutan = hijau
pemanasan
keruh muda
tertutup
Bahan = ungu Bahan = putih
Bawang Merah

0,5 gram
segar layu
NaHCO3 + 30 6,75 6,73
Larutan = hijau Larutan = hijau
ml air ledeng
bening tua
Bahan = ungu Bahan = putih
30 ml FeCL3 segar layu
6,71 6,64
50 PPM Larutan = Larutan = putih
Bening keruh
Bahan = ungu Bahan = putih
30 ml MgCl3 segar layu
6,79 6,71
50 PPM Larutan = putih Larutan = putih
keruh keruh
2,5 ml asam Bahan = merah
Bahan = putih
cuka 25% + segar
6,77 layu 6,66
30 ml air Larutan = ungu
Larutan = pink
ledeng bening
Sumber: Laporan Sementara

Pigmen atau zat warna alam adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai
warna hijau, kuning, dan merah. Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan
minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat warna
sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Diantara zat warna sintetik yang
sangat berbahaya untuk kesehatan sehingga penggunaannya dilarang adalah zat
warna merah rhodamin B (Winarti dan Adurrozaq, 2010).
Pigmen yang terkandung dalam kacang panjang adalah klorofil. Klorofil
merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama –sama
dengan karoten dan xantofil. Ada dua jenis klorofil yang telah berhasil diisolasi
yaitu klorofil a dan klorofil b. Keduanya terdapat pada tanaman dengan
perbandingan 3 : 1. Molekul klorofil hingga sekarang belum dapat disintesis, pada
hakikatnya klorofil merupakan senyawa yang tidak stabil sehingga sulit untuk
menjaga agar molekulnya tetap utuh dengan warna hijau yang menarik. Klorofil
dalam daun yang masih hidup berikatan dengan protein, dalam proses pemanasan
proteinnya terdenaturasi dan klorofil dilepaskan. Klorofil yang berwarna hijau
dapat berubah menjadi hijau kecoklatan dan mungkin berubah mejadi coklat akibat
substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan
magnesium). Reaksi tersebut berjalan cepat pula pada larutan yang bersifat asam
(Winarno, 2004).
Pigmen yang terkandung dalam wortel adalah karoten. Karotenoid adalah
pigmen berwarna kuning, orange dan orange kemerahan yang terlarut dalam lipida
meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut karoten dan derivat oksigenasinya
xantofil. Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pewarna pangan alami. Selain itu, karoten pada wortel juga berperan
sebagai prekursor vitamin A sehingga dapat memberi nilai tambah tersendiri pada
penggunaan wortel sebagai bahan pewama alami. Dalam setiap 100 gram wortel
terkandung 12.000 SI vitamin A (Ikawati, 2005).
Pigmen yang terkandung dalam bawang merah adalah antosianin.
Antosianin adalah pigmen yang larut dalam air yang menyebabkan warna merah,
ungu, dan biru. Antosianin ini merupakan zat warna yang bersifat polar dan akan
larut dengan baik pada pelarut pelarut polar. Faktor fakor yang mempengaruhi
kestabilan antosianin non enzimatik adalah pengaruh dari pH, suhu, dan juga
cahaya. Antosianin termasuk golongan senyawa flavonoid, merupakan kelompok
terbesar pigmen alami pada tumbuhan yang larut dalam air yang bertanggung
jawab untuk memberikan warna pada bunga, buah dan sayuran. Antosianin dapat
juga bermanfaat bagi kesehatan sebagai sumber antioksidan. Hal ini disebabkan
senyawa polifenolik ini merupakan glikosida turunan polihidroksi dan polimetoksi
dari 2- phenilbenzopiriliumat atau garam flavilium (Maulid dan Ainun, 2015).
Antosianin merupakan senyawa polar, sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut
yang bersifat polar seperti air, ethanol dan methanol. Metode ekstraksi antosianin
yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan etanol. Namun, yang
paling efektif adalah dengan menggunakan methanol. Pigmen antosianin dapat
larut dalam ethanol karena antosianin merupakan senyawa polar dan ethanol
merupakan pelarut yang bersifat polar juga (Farida, 2014).
Berdasarkan Tabel 5.1 hasil yang didapatkan dari hasil praktikum yaitu
kacang panjang yang diberi perlakuan penambahan 30 ml air ledeng lalu
dipanaskan secara terbuka mengalami perubahan warna yaitu dari larutan bening
bahan hijau segar menjadi larutan keruh bahan hijau layu dan mengalami
perubahan pH dari 6,86 menjadi 6,74. Kacang panjang yang diberi perlakuan
penambahan 30 ml air ledeng lalu dipanaskan secara tertutup mengalami
perubahan warna dari larutan bening bahan hijau segar menjadi larutan keruh
bahan hijau layu, dan mengalami penurunan pH dari 6,78 menjadi 6,75. Kacang
panjang yang diberi perlakuan ditambahkan 0,5 gram NaHCO3 + 30 ml air ledeng
lalu dipanaskan mengalami perubahan warna dari larutan bening bahan hijau segar
menjadi larutan keruh bahan hijau sedikit layu dan mengalami penurunan pH dari
6,76 menjadi 6,66. Kacang panjang yang diberi perlakuan ditambahkan 30 ml air
ledeng dan 30 ml gram FeCl3 50 ppm lalu dipanaskan mengalami perubahan warna
yaitu dari larutan kuning bening bahan hijau segar menjadi larutan keruh bahan
hijau layu, serta mengalami penurunan pH dari 6,84 menjadi 6,75. Kacang panjang
yang diberi perlakuan penambahan 30 ml MgCl3 50 ppm lalu dipanaskan
mengalami perubahan warna yaitu dari larutan bening bahan hijau segar, menjadi
larutan bening dan bahan hijau layu serta mengalami penurunan pH dari 6,81
menjadi 6,74. Kacang panjang yang diberi perlakuan ditambahkan 2,5 ml asam
cuka 25% dan air ledeng 30 ml lalu dipanaskan mengalami perubahan warna dari
larutan bening bahan hijau segar menjadi larutan bening bahan coklat, serta
mengalami penurunan pH dari 6,83 menjadi 6,77.
Menurut Winarno (2004), Klorofil dalam daun yang masih hidup berikatan
dengan protein, dalam proses pemanasan proteinnya terdenaturasi dan klorofil
dilepaskan. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan
dan mungkin berubah mejadi coklat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen
membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium), reaksi tersebut
berjalan cepat pula pada larutan yang bersifat asam. Dari teori Winarno (2004)
tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil praktikum telah sesuai dengan teori.
Namun Winarno (2004) juga menyebutkan bahwa selama pemasakan sayuran
hijau, terbentuk asam-asam organik yang dapat menurunkan pH. Bila tutup dibuka,
asam-asam itu dapat teruapkan keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan.
Pada sampel kacang panjang yang diberi perlakuan penambahan 30 ml air ledeng
lalu dipanaskan secara terbuka mengalami penurunan pH, tetapi warna bahan tidak
bertahan hijau segar melainkan berubah menjadi hijau layu. Penyimpangan
tersebut dapat terjadi karena proses pemanasan yang terlalu tinggi, dan adanya
proses denaturasi protein, sehingga walaupun pemanasan dilakukan dengan
terbuka warna bahan tidak bertahan hijau.

Berdasarkan Tabel 5.1 hasil yang didapatkan dari hasil percobaan yaitu
wortel yang diberi perlakuan penambahan 30 ml air ledeng lalu dipanaskan secara
terbuka mengalami perubahan warna yaitu dari larutan bening bahan orange segar
menjadi larutan bening bahan orange segar, dan mengalami perubahan pH dari
6,86 menjadi 6,76. Wortel yang diberi perlakuan penambahan 30 ml air ledeng lalu
dipanaskan secara tertutup mengalami perubahan warna dari larutan bening bahan
orange segar menjadi larutan bening bahan orange layu, dan mengalami penurunan
pH dari 6,84 menjadi 6,83. Wortel yang diberi perlakuan ditambahkan 0,5 gram
NaHCO3 + 30 ml air ledeng lalu dipanaskan mengalami perubahan warna dari
larutan bening bahan orange segar menjadi larutan keruh bahan orange segar, dan
mengalami penurunan pH dari 6,84 menjadi 6,78. Wortel yang diberi perlakuan
ditambahkan 30 ml air ledeng dan 30 ml FeCl3 50 ppm lalu dipanaskan tidak
mengalami perubahan warna yaitu dari larutan bening bahan orange segar tetap
dengan warna larutan bening bahan orange segar, serta mengalami kenaikan pH
dari 6,85 menjadi 6,87. wortel yang diberi perlakuan penambahan 30 ml MgCl3 50
ppm lalu dipanaskan tidak mengalami perubahan warna yaitu dari larutan bening
bahan orange segar tetap dengan warna larutan bening dan bahan orange segar
mengalami penurunan pH dari 6,82 menjadi 6,72. Wortel yang diberi perlakuan
ditambahkan 2,5 ml asam cuka 25% dan air ledeng 30 ml lalu dipanaskan tidak
mengalami perubahan warna dari larutan bening bahan orange segar tetap dengan
warna larutan bening bahan orange segar, serta mengalami penurunan pH dari 6,84
menjadi 6,72.
Karoten tidak larut dalam air, dan warna pada wortel mengalami perubahan
lebih mudah karena karoten pada wortel yang semula berjenis trans berubah
menjadi berjenis cis karena pengaruh asam dan pemanasan (Deman, 1989).
Menurut Heriyanto dan Limantara (2006), didapatkan rata-rata setiap sampel
mengalami perubahan warna dan juga penurunan nilai pH. Hal ini disebabkan
beberapa faktor yang dapat memengaruhi nya seperti penambahan asam,
pemanasan dalam keadaan tertutup, dan pigmen tersebut teroksidasi oleh oksigen
karena pemanasan. Apabila hasil yang percobaan yang didapat dibandingkan
dengan teori tersebut maka sudah sesuai.
Berdasarkan Tabel 5.1 hasil yang didapatkan dari hasil percobaan yaitu
bawang merah yang diberi perlakuan penambahan 30 ml air ledeng lalu
dipanaskan secara terbuka mengalami perubahan warna yaitu dari larutan hijau
keruh bahan ungu segar menjadi larutan hijau keruh bahan putih layu, dan
mengalami perubahan pH dari 6,77 menjadi 6,68. Bawang merah yang diberi
perlakuan penambahan 30 ml air ledeng lalu dipanaskan secara tertutup
mengalami perubahan warna dari larutan hijau keruh bahan ungu segar menjadi
larutan hijau muda bahan putih layu, dan mengalami penurunan pH dari 6,78
menjadi 6,70. Bawang merah yang diberi perlakuan ditambahkan 0,5 gram
NaHCO3 + 30 ml air ledeng lalu dipanaskan mengalami perubahan warna dari
larutan hijau bening bahan ungu segar menjadi larutan hijau tua bahan putih layu,
dan mengalami penurunan pH dari 6,75 menjadi 6,73. Bawang merah yang diberi
perlakuan ditambahkan 30 ml air ledeng dan 30 ml FeCl3 50 ppm lalu dipanaskan
mengalami perubahan warna yaitu dari larutan bening keruh bahan ungu segar
menjadi larutan putih keruh bahan putih layu, serta mengalami penurunan pH dari
6,71 menjadi 6,64. Bawang merah yang diberi perlakuan penambahan 30 ml
MgCl3 50 ppm lalu dipanaskan mengalami perubahan warna yaitu dari larutan
putih keruh bahan ungu segar menjadi larutan putih keruh dan bahan putih layu,
mengalami penurunan pH dari 6,79 menjadi 6,71. Bawang merah yang diberi
perlakuan ditambahkan 2,5 ml asam cuka 25% dan air ledeng 30 ml lalu
dipanaskan mengalami perubahan warna dari larutan ungu bening bahan ungu
segar menjadi larutan pink bahan orange putih layu, serta mengalami penurunan
pH dari 6,77 menjadi 6,66.
Menurut Vankar (2010) di mana antosianin dapat membentuk garam
dengan penambahan logam Fe dan Mg, sehingga berubah larutan akan menjadi
keruh. Untuk bawang merah yang diberi perlakuan dengan ditambahkan asam
yaitu asam cuka 25% dan aquades, hasil yang didapatkan dari bening menjadi
bening kemerahan dengan kenaikan pH dari 3,24 menjadi 3,33. Hasil tersebut
sudah sesuai dengan teori Winarno (2008) di mana antosianin akan melarutkan
warna merah terang bila ditambahkan asam cuka dengan pH rendah sehinggga
larutan berwarna kemerahan.
Aplikasi mengetahui zat warna tanaman dapat digunakanndalam berbagai
hal contohnya untuk menemukan jenis pelarut yang tepat untuk ekstraksi warna
merah bunga rosela; dan mengetahui stabilitas warna merah ekstrak bunga rosela
terhadap perubahan pH, kadar gula, kadar garam, suhu pemanasan, waktu
pemanasan, dan aplikasinya pada produk makanan dan minuman
(Winarti dan Adurrozaq, 2010).

Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Zat Warna pada Daging Tanpa Curing

Sebelum Sesudah Perlakuan


Perlakuan
Perlakuan 0’ 5’ 10’ 15’
Coklat
Merah Merah Merah Coklat
Aquades+pemanasan muda
darah darah pucat muda
kemerahan
Merah
Merah Merah Merah Merah
Pada udara terbuka coklat
darah darah pucat kecoklatan
pucat
Sumber: Laporan Sementara
Warna daging merupakan karakteristik utama yang mudah teridentifikasi
secara visual menunjukkan kualitas daging. Mioglobin merupakan pigmen utama
yang bertanggung jawab untuk warna daging. Ada tiga macam mioglobin yang
memberikan warna yang berbeda yaitu pada jaringan otot yang masih hidup,
mioglobin dalam bentuk tereduksi dengan warna merah keunguan, mioglobin ini
seimbang dengan mioglobin yang mengalami kontak dengan oksigen,
oksimioglobin yang berwarna merah cerah. Ketika bagian interior daging
mengalami kontak dengan oksigen yang berasal dari udara, oksigen akan
bergabung dengan heme dari mioglobin untuk menghasilkan oksimioglobin. Jadi
warna daging berubah dari merah keunguan menjadi merah cerah. Jika oksigen
dikeluarkan dari potongan daging, warna akan berubah kembali menjadi merah
keunguan sebab pigmen dideoksigenasi kembali menjadi myoglobin. Pada
penambahan asam akan membuat warna daging menjadi lebih stabil, karena
myoglobin dapat stabil pada keadaan asam (Prasetyo, 2010). Muchtadi (2011)
menyebutkan Mioglobin adalah pigmen yang berwarna merah keunguan yang
dapat mengalami perubahan bentuk akibat reaksi kimia. Proses pada oksigenasi
mioglobin akan mengakibatkan terbentuknya oksimioglobin yang berwarna merah
cerah. Reaksi oksidasi besi dalam mioglobin atau oksimioglobin akan mengubah
keduanya menjadi metmioglobin yang berwarna coklat (Muchtadi, 2011).
Pada Tabel 5.2 perlakuan tanpa curing dengan perlakuan ditambah
aquades warna awal sebelum pemanasan adalah merah darah setelah pemanasan
menjadi merah pucat di menit ke 5, coklat mudah kemerahan di menit ke 10, dan
coklat muda di menit ke 15. Sedangkan pada pemanasan terbuka adalah merah
darah setelah pemanasan menjadi merah pucat setelah menit 5, merah kecoklatan
pada menit ke 10, dan coklat pucat pada menit ke 15. Hal tersebut kadanya reaksi
oksidasi dalam udara. Sehingga perlakuan yang lebih baik adalah pemanasan
terbuka (Muchtadi, 2011). Menurut Ayustaningwarno (2004), pemanasan
mengakibatkan terbentuknya sejumlah pigmen globin terdenaturasi dan besi
dioksidasi menjadi besi III sehingga berwarna coklat yang disebut hemikrom.
Serta terjadi oksidasi pada daging merah yang banyak mengandung asam lemak
yang juga mempengaruhi warna ke arah lebih gelap. Sehingga dapat dikatakan
bahwa perlakuan pemanasan dapat merusak zat warna daging lebih cepat daripada
didiamkan pada udara terbuka karena proses perusakan At warna lebih cepat pada
perlakuan pemanasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan warna daging
yaitu konsentrasi prooksidan, endogen besi, mioglobin, enzim, pH, suhu, kekuatan
ion, reaksi konsumsi oksigen, dan komposisi asam lemak dari daging
(Chaijan, 2008).
Tabel 5.3 Hasil Pengamatan Zat Warna pada Daging dengan Curing

Sebelum Setelah Perlakuan


Perlakuan
Perlakuan 0’ 5’ 10’ 15’
Pemanasan 15
menit dengan
larutan Curing I
Merah Merah Merah Merah Merah
(0,1 gr NaNo3 +
0,1 gr NaNo2 +
0,05 gr Vit C)
Pemanasan 15
menit dengan Merah Merah Merah
Coklat Coklat
larutan Curing II pucat pucat kecoklatan
(0,2 gr NaNo3)
Pemanasan 15
menit dengan Merah Merah Merah
Coklat Coklat
larutan Curing III kecoklatan kecoklatan kecoklatan
(0,2 gr NaNo2)
Pemanasan 15
menit dengan Merah Merah
coklat Coklat Coklat
larutan Curing IV kecoklatan kecoklatan
(0,2 gr Vit C)
Sumber: Laporan Sementara
Curing merupakan suatu cara pengolahan dan pengawetan untuk menarik
air atau mengurangi kadar air dari ikan dengan cara penggaraman (pengasinan),
pengeringan, pengasapan, pemindangan (boiling in salt), pengasaman dan
fermentasi. Curing juga dapat diaplikasikan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba melalui penggunaan garam NaCl dan pengendalian aktivitas mikroba
(Sumbaga, 2006). Pada proses pengawetan, proses curing sebagian besar
membutuhkan garam dalam konsentrasi tertentu untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan dalam daging sangat
bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan tingkat keasaman
(pH). Kondisi tersebut memengaruhi keefektifan fungsi garam sehingga tidak ada
batasan pasti yang menentukkan konsentrasi galam dalam proses curing
(Kunle, 2012).
Mekanisme curing menurut Winarno (2004) adalah nitrit bereaksi dengan
gugus sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh
mikrobia dalam kondisi anaerob. Pada daging, nitrit membentuk nitroksida yang
dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah
cerah. Pembentukan nitrooksida dapat terlalu banyak jika hanya menggunakan
garam nitrit, oleh sebab itu biasanya digunakan campuran garam nitrat dan garam
nitrit. Garam nitrat akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit. Peranan
garam nitrat sendiri sebagai bahan pengawet masih dipertanyakan. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa nitrat tidak dapat mencegah
kebusukan, bahkan akan mempercepat kebusukan dalam keadaan aerobik.
Saat ini telah banyak teknologi pengolahan daging yang telah diterapkan
untuk menjaga kualitas daging, salah satu pengolahan daging tersebut adalah
teknologi curing. Teknologi ini memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk menjaga
kualitas daging. Curing adalah prosesing daging dengan menambah sodium
klorida (NaCl), sodium nitrat atau potasium nitrat (NaNO3 atau KNO3), gula,
bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Tujuan curing adalah flavor, aroma,
keempukkan, juiciness dan mereduksi kerutan daging (Alemayehu, 2014).
Menurut Said dkk (2011), ada beberapa hal yang menjadi faktor keberhasilan
proses curing seperti konsentrasi dari bahan yang ditambahakan harus sesuai
dengan proporsi daging yang digunakan. Jika konsentrasi dari bahan curing terlalu
kecil maka besar kemungkinan proses curing tidak berhasil. Faktor lain yaitu suhu
dan waktu pada proses daging juga mempengaruhi keberhasilan dari proses curing.
Warna daging setelah proses aging yang paling merah adalah yang disimpan pada
suhu rendah. Hal ini dikarenakan secara umum curing dilakukan pada suhu sekitar
1-3oC. Pada rentang suhu yang rendah ini cukup untuk menghambat sebagian
bakteri sampai penetrasi garam selesai, tetapi mikroba peredeuksi nitrat masih
tumbuh dengan lambat. Faktor lain yang mempengaruhi proses curing adalah
homogenisasi bahan terhadap daging yang digunakan. Jika tidak homogen maka
warna yang dihasilkan tidak merata sehingga mengurangi kualitas curing.
Berdasarkan Tabel 5.3 dilakukan beberapa perlakuakn pada sampel seperti
dengan pemanasan dengan curing yang menggunakan beberapa larutan yaitu 0,1gr
NaNO3 + 0,1gr NaNO2 + 0,05gr Vitamin C pada curing 1, larutan 0,2gr NaNO3
pada curing 2, larutan 0,2gr NaNO2 pada curing 3, dan 0,2gr larutan vitamin C
pada curing 4. Dihasilkan warna daging pada curing I yang semula berwarna
merah setelah menit ke 15 tetap berwarna merah. Pada curing II yang semula
berwarna merah pucat menjadi coklat setelah menit ke 15. Pada curing III yang
semula berwarna merah kecoklatan menjadi coklat setelah menit ke coklat. Pada
curing IV yang semula berwarna merah kecoklatan menjadi coklat setelah menit
ke 15. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu dan
penambahan asam yang memengaruhi pigmen dari daging tersebut. Menurut
Kunle (2012), Curing berfungsi untuk mepertahankan warna merah pada daging,
sehingga hasil praktikum tidak sesuai teori dimana pada curing II, III, IV tidak
dapat mempertahankan warna merah tapi pada sampel curing I telah sesuai dengan
teori dimana pada sampel curing I dengan komposisi bahan yang lebih banyak
dapat mempertahankan warna merah.
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara V ”Zat Warna
Tanaman dan Hewan” adalah sebagai berikut
1.
DAFTAR PUSTAKA

Alemayehu, Tassew. 2014. Application of Natural Dyes on Textille: A Review.


International Journal of Research-Granthaalayah. Vol. 2. ISSN-2350-0530.
Deman, John M. 1989. Kimia Makanan. ITB Press. Bandung.
Farida, R. (2014). Ekstraksi Antosianin Limbah Kulit Manggis Metode Microwave
Assisted Extraction (Lama Ekstraksi dan Rasio Bahan : Pelarut). Pangan dan
Agroindustri, 3(2), 62- 373
Gunawan, 2011. Analisa Perbandingan Kualitas Fisik Daging Sapi Impor Dan Daging
Sapi Lokal
Heriyanto dan Leenawaty Limantara. 2006. Komposisi Dan Kandungan Pigmen
Utama Tumbuhan Taliputri Cuscuta Australis R.Br. Dan Cassytha
Filiformis L. Makara Sains Salatiga. Vol. 10 No. 2 Hal: 69-75.
Ikawati, Ratna. 2005. Optimasi Kondisi Ekstraksi Karotenoid Wortel (Daucus Carota
L.) Menggunakan Response Surface Methodology. Jurnal Teknologi
Pertanian. Vol. 11. No.3 Halaman: 14-22.
Kunle, Oluyemisi Folashade. Henry Omoregie Egharevba and Peter Ochogu Ahmadu.
2012. Standardization Of Herbal Medicines - A Review. International Journal
Of Biodiversity And Conservation Vol. 4(3). Chinesse.
Liguori, Loredana, Rosa Califano, Donatella Albanese, Francesco Raimo, Alessio
Crescitelli dan Marisa Di Matteo. 2017. Chemical Composition and
Antioxidant Properties of Five White Onion (Allium cepa L.) Landraces.
Hindawi Journal of Food Quality.
Maulid, Rendy Rohmatul., Ainun Nikmati Laily. 2015. Kadar Total Pigmen Klorofil
dan Senyawa Antosianin Ekstrak Kastuba (Euphorbia pulcherrima)
Berdasarkan Umur Daun. Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan
Sumber Daya Alam
Nugraha, S. Adiandri, R.S. dan Yulianingsih. 2010. Inovasi Teknologi Instore Drying
untuk Mempertahankan Mutu dan Nilai Tambah Bawang Merah. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian: Bogor.
Said, M.I., J.C. Likadja dan M.Hatta. 2011. Pengaruh Waktu dan Konsentrasi Bahan
Curing Terhadap Kuantitas dan Kualitas Gelatin Kulit Kambing yang
Diproduksi Melalui Proses Asam. JTTP1(2).
Sumbaga, Dadik Satria. 2006. Pengaruh Waktu Curing (Perendaman Dalam Larutan
Bumbu) Terhadap Mutu Dendeng Fillet kan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus). Institut Pertanian Bogor.
Vankar, Padma. S., dan Jyoti Srivastava. 2010. Evaluation of Anthocyanin Content in
Red and Blue Flowers. Internatioonal Journal of Food Engineering Volume
6(4).
Vargas, F. D., A. R. Jimenez, O. Paredes-Lopez. 2000. Natural Pigments: Carotenoids,
Anthocyanins, and Betalains – Characteristics, Biosynthesis, Processing,
and Stability. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. Vol. 40. No.
3. Page 173-289.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Winarti, Sri., dan Adurrozaq Firdaus. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Bunga
Rosela Untuk Pewarna Makanan Dan Minuman. Jurnal Teknologi Pertanian,
Vol. 11(2)
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 5.4 Pemberian Beberapa Gambar 5.5 Pemanasan Sampel Selama


Larutan pada Bawang Merah
15 Menit

Gambar 5.6 Pengukuran pH Sampel Gambar 5.7 Pengamatan Perubahan


dengan pHmeter Warna Setelah Pemanasan

Anda mungkin juga menyukai