Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Perdarahan
Intracranial” dengan baik. Adapun maksud dan tujuan kami menyusun karya tulis
ini untuk memenuhi tugas stase Radiologi.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. Muhamad Lukman H., Sp.Rad selaku
pembimbing materi dalam pembuatan makalah ini, serta kepada semua pihak
yang telah mendukung dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat dalam karya
tulis ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran kepada berbagai
pihak untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi. Kami berharap makalah ini bisa
dijadikan tambahan referensi untuk pembuatan naskah ilmiah selanjutnya.
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Mengetahui definisi, epidemiologi, anatomi, patofisiologi, etiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis pada perdarahan
intracranial.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya
adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx,
dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.
1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa
yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar
(periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu,
kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus
terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan
dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.
Lapisan luar duramater melekat pada permukaan dalam cranium
dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan
pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam
berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya
membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua
hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia
melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang
sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater
bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx
cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri.
Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi
cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior. Tentorium melekat
di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os
petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan
lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri.
3
Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua
lamina dura.
2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura
dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu
spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang
menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang
membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga
yang saling berhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur
ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni
(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea
terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis.
Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus
melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam
tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan
piamater yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan
hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah
lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut
cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak
yang berdekatan.Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan
cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di
atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere
cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid
spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons
mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum
terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga
ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum,
cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna
4
interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara
lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure
lateralis.
3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure,
dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga
membentang ke dalam fissure transversalis di bawah corpus callosum.
Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan
lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh
darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-
ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.
5
B. Perdarahan Intracranial
Perdarahan intracranial adalah perdarahan yang terjadi di dalam
cranium, dapat berupa epidural, subdural, subarakhnoid atau cerebral.
Perdarahan intracranial dibagi menjadi dua, yaitu primary (spontaneous) dan
secondary. Spontaneous intracranial hemorrhage disebabkan oleh ruptur arteri
kecil dan arteriole akibat hipertensi kronis (60%) atau amyloid angiopathy
(30%), sedangkan secondary disebabkan oleh trauma, aneurysma, malformasi
vascular dan vasculitis (Mack, 2014).
Perdarahan intracranial yang disertai dengan edema akan mengganggu
atau mengkompresi jaringan otak sekitarnya, menyebabkan disfungsi
neurologis. Perpindahan substansi parenkim otak dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial dan sindrom herniasi yang berpotensi fatal.
Perdarahan intrakranial dibagi menjadi 5, yaitu:
1. Epidural Haemorrhage (EDH)
Definisi
Extradural haematoma atau yang bisa disebut dengan Epidural
Haemorrhage (EDH)merupakan kumpulan darah akibat pendarahan
yang terbentuk di antara permukaan dalam kranial dan lapisan periostal.
Epidemiologi
EDH ditemukan pada 10-20% pasien trauma kepala akut dimana
seringkali terjadi pada pasien berusia muda. Sebanyak 75% kasus EDH
dikarenakan adanya fraktur kranial. Kira-kira sebanyak 17% pasien
koma dengan periode sadar setelah trauma terjadi terdiagnosis terkena
EDH.
Etiologi
EDH seringkali dikaitkan dengan riwayat trauma kepala akut dan
fraktur kranial. Pendarahan terjadi akibat adanya ruptur pada A.
Meningealis (biasanya terjadi pada A. Meningealis Media).
Patofisiologi
EDH umumnya terjadi dikarenakan adanya gangguan struktural
pada duramater dan kranial, biasanya terkait dengan adanya fraktur
kranial. Penyebab terseringnya adalah ruptur A. Meningealis Media
6
atau sinus duramatris. Gangguan pada sinus sagitalis superior dapat
menyebabkan EDH pada vertex, sedangkan gangguan pada sinus
sphenoparietalis dapat menyebabkan EDH pada ujung anterior
temporalis. EDH pada fossa posterior dapat menyerupai thrombus pada
sinus.
Selain diakibatkan oleh trauma, EDH dapat diakibatkan oleh
malformasi vaskuler pada duramater ataupun metastasis pada kranial.
EDH spontan dapat terjadi pada pasien dengan koagulopati akibat
masalah medis lain (contohnya alkoholisme kronis, penyakit hepar
stadium akhir, dan penyakit lain terkait disfungsi trombosit).
Klinis
Umumnya pasien dengan EDH mempunyai riwayat trauma kepala
akut. Sebanyak 20-50% kasus EDH memiliki gejala lucid interval, yaitu
periode dimana pasien sempat sadar setelah mengalami trauma kepala
selama beberapa saat. Dalam periode sadar tersebut, pasien umumnya
mengeluh nyeri kepala. EDH terus meluas hingga kemudian efek
pendarahan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intracranial,
hilangnya kesadaran, dan kemungkinan terjadinya sindrom herniasi.
Jika disertai dengan hipertensi intracranial berat, hipertensi sistemik,
bradikardi, dan depresi respirasi (triad Cushing) dapat terjadi (Ullman,
2016).
Gambaran Radiologi
EDH memiliki bentuk cembung berbatas tegas sebagai gambaran
khasnya. Umumnya EDH unilateral tetapi ada beberapa kasus dimana
EDH terjadi bilateral. Pada gambaran CT-scan, EDH terlihat hiperdens.
Pada gambaran MRI, EDH akut terlihat isotens pada T1, EDH subakut
awal terlihat hipotens pada T2, sedangkan EDH kronis terlihat hipertens
pada sekuens T1 dan T2 (Gaillard, 2015).
7
Gambar 2. CT-scan EDH (Ullman, 2016)
Diagnosis banding
- Subdural Haemorrhage (SDH)
- Meningioma
- Sinus thrombosis
Terapi
Penilaian neurologis sangat penting. Tingkat kesadaran, aktivitas
motorik, pembukaan mata, kemampuan verbal, aktivitas dan ukuran
pupil, dan tanda lateralisasi perlu diperhatikan. Glasgow Coma Scale
sangat diperlukan untuk menilai perkembangan kondisi klinis.
Pada pasien EDH terdapat 2 jenis terapi: 1) operasi, 2) terapi
konservatif; tergantung luas lesi. Jika lesi kecil dan keadaan neurologis
pasien baik, maka terapi konservatif dapat menjadi pilihan walaupun
ada kemungkinan terjadi kalsifikasi pada duramater.
8
Prognosis
Prognosis EDH baik jika pendarahan segera ditangani dengan baik
(Gaillard, 2015).
2. Subdural Haemorrhage (SDH)
Definisi
Subdural haemorrhage adalah pendarahan yang terjadi diantara
lapisan duramater dan arachnoid (spatium subduralis).
Epidemiologi
Sebanyak 5-25% pasien trauma kepala berat terkena SDH akut.
SDH seringkali terjadi pada pasien pria dengan rasio pria wanita
sebanyak 3:1.
Etiologi
SDH akut dapat terjadi dikarenakan trauma kepala, koagulopati,
pemberian terapi antikoagulan (contohnya warfarin dan heparin),
cerebral aneurisme, malformasi arteriovenosa, tumor, hipotensi
intracranial, ataupun shaken baby syndrome. Pada pasien berusia < 40
tahun, kista arachnoid seringkali dikaitkan sebagai penyebab SDH
kronis.
Patofisiologi
SDH yang diakibatkan trauma kepala terjadi akibat adanya
benturan keras pada kepala dengan kecepatan tinggi. Hal ini
menyebabkan terjadinya akselerasi dan deselerasi cerebrum relatif
terhadap kranial. Cerebrum dilapisi oleh cairan serebrospinal yang
dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir.
Posisi cerebrum yang berpindah menyebabkan rupture beberapa vena
halus pada tempat mereka menembus duramater. SDH akut akibat
ruptur arteri pada kortikal dapat dikaitkan dengan trauma kepala
ringan.
Klinis
Perdarahan Subdural dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan saat
timbulnya gejala- gejala klinis yaitu:
Perdarahan akut
9
Gejala yang timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma.
Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat
mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien. Biasanya pasien
sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya disertai dengan
lateralisasi. Ukuran pendarahan dapat kurang dari 5 mm tetapi
melebar luas. Gangguan neurologik progresif dapat terjadi disebabkan
oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam
foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada
batang otak.
Perdarahan sub akut
Berkembang dalam beberapa hari. Biasanya sekitar 2-14 hari sesudah
trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan
darah dan cairan darah . Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada
pembentukan kapsula di sekitarnya. Pendarahan SDH subakut
ditandai dengan kehilangan kesadaran, diikuti dengan perbaikan
status neurologis. Pada jangka waktu tertentu, status neurologis
mengalami perburukan diikuti dengan pernurunan kesadaran.
Peningkatan tekanan intracranial terjadi seiring dengan perluasan
pendarahan.
Perdarahan kronik
Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.
Gejala bisa muncul dalam waktu mingguan ataupun bulanan setelah
trauma. Pendarahan yang terjadi membentuk kapsul yang terbentuk
dari lemak dan protein yang mudah menyerap cairan dan mudah
ruptur. Di kala itu pasien mengeluh pusing. Kapsul terus membesar
dan kemudian dapat menyebabkan lesi desak ruang hingga pasien
datang dengan penurunan kesadaran dan lateralisasi
Gambaran radiologi
SDH mempunyai bentuk bulan sabit sebagai gambaran khasnya.
Umumnya SDH terjadi unilateral pada pasien dewasa, sedangkan pada
pasien anak SDH terjadi bilateral. SDH biasanya terjadi pada daerah
10
frontoparietalis dan fossa cranialis medialis. SDH yang terisolir
interhemisfer seringkali terjadi pada pasien anak pada kasus yang
bukan diakibatkan kecelakaan.
Pada gambaran CT-scan, SDH akut terlihat hiperdens homogen.
Pada SDH subakut, degradasi protein dan pembekuan terjadi sehingga
densitas menurun ke -30 HU dan terlihat isodens. Pada fase ini jika
tidak terdapat fasilitas MRI, CT-scan dengan kontras dapat dipakai.
Pada SDH kronis, pendarahan dapat terlihat hipodens hingga mencapai
-0 HU sehingga terlihat isodens terhadap cairan cerebrospinal.
Pemeriksaan SDH dengan MRI menggunakan sekuens standar
FLAIR. SDH akut terlihat hipotens terhadap gray matter pada T2 dan
hipertens terhadap cairan serebrospinal pada FLAIR. SDH subakut
terlihat hipertens pada T1 diakibatkan adanya methaemoglobin, dan
pada FLAIR terlihat hipertens pula. SDH kronis terlihat hipertens pada
FLAIR, sedangkan pada T1 dan T2 terlihat isotens terhadap cairan
serebrospinal.
Diagnosis Banding
Epidural Haematoma
Subarachnoid Haemorrhage
Transient Ischemic Attack
11
Terapi
Terapi ditentukan berdasarkan jumlah massa dan gangguan neurologis
yang terjadi. SDH dengan ukuran kecil yang tidak menyebabkan gejala
klinis dapat diobservasi saja dengan beberapa kali CT-scan. Jika terdapat
gejala klinis, maka pendarahan harus segera dikeluarkan dengan tindakan
operatif. Operasi harus dilakukan secepatnya (kira-kira dalam waktu 4
jam). Biasanya kraniotomi diperlukan jika pendarahan tidak bisa
dikeluarkan hanya dengan burr hole. SDH kronis dan subakut biasanya
diterapi dengan burr hole lebih dari satu.
Prognosis
Prognosis tergantung pada jumlah kerusakan langsung cerebri dan
kerusakan yang disebabkan oleh massa pendarahan. Persentase mortalitas
pasien SDH sebanyak 36-79% saja. Kebanyakan pasien tidak dapat
kembali ke tingkat fungsi normalnya, terutama pasien SDH akut yang
memerlukan tindakan operatif drainase. Tingkat mortalitas pada pasien <
40 tahun sebesar 20%, pasien 40-80 tahun sebesar 65%, sedangkan pada
pasien > 80 tahun sebesar 88%.
3. Subarachnoid Haemorrhage(SAH)
Definisi
Perdarahan sub araknoid atau subarachnoid hemorrhage (SAH) adalah
peristiwa ekstravasasi darah menuju ke ruang subaraknoid diantara pia
dan membran araknoidea. Yang dapat terjadi pada berbagai kondisi
klinis, seperti trauma kepala, namun istilah SAH sering digunakan untuk
perdarahan non-traumatik, seperti pada kondisi pecahnya aneurism
cerebri, atau malformasi arteriovenous.
Etiologi
SAH umumnya terjadi secara nontraumatik, 80% karena rupturnya
berry aneurysm, 10% dari kasus ruptur malformasi arteriovenosus, dan
sisanya karena aneurisma fusiform dan mikotik, angioma, neoplasma,
diskrasia darah, displasia fibromuskular, penyakit moyamoya, infeksi,
trauma, angiopati amiloid, vaskulitis dan trombosis kortikal.
12
Faktor risiko yang berhubungan dengan pembentukan aneurisma adalah
aterosklerosis, hipertensi, usia lanjut, merokok dan stress hemodinamik.
Sedangkan faktor risiko untuk rupturenya aneurisma adalah penggunaan
kontrasepsi oral, terapi hormonal, hiperkolesterolemia, dan aktivitas fisik
yang berat.
Epidemiologi
Kejadian SAH aneurismal di amerika serikat adalah 6-16 kasus per
100.000 populasi, dengan 30.000 kejadian terjadi tiap tahunnya. Angka
kejadian pertahunnya meningkat seiring peningkatan usia.
Risiko pada kulit hitam lebih tinggi dibandingkan pada populasi kulit
putih, namun semua populasi warna kulit dapat mengalaminya, dengan
variasi populasi ditentukan oleh faktor risiko dan distribusi usia.
Kejadian pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria (rasio 3:2),
terutama pada wanita dengan kehamilan trisemester ketiga, dan SAH
karena ruptur aneurisma adalah salah satu penyebab utama mortalitas ibu
hamil, 6-25% kematian selama kehamilan.
Angka kejadian meningkat seiring usia dan mencapai puncaknya pada
usia 50 tahun. Sekitar 80% SAH terjadi pada usia 40-65 tahun, dengan
15% pada usia 20-40 tahun, dan 5% pada usia dibawah 20 tahun.
Patofisiologi
Aneurisma adalah jejas yang berhubungan dengan stress
hemodinamik pada dinding arteri pada titik bifurkasi atau lengkungan.
Aneurisma sakular atau aneurisma berry terjadi pada arteri intrakranial
karena pada arteri-arteri tersebut tidak memiliki lamina elastis ekternal
dan memiliki tunika adventisia yang tipis, dan terletak bebas di rongga
subaraknoidea.
Aneurisma umumnya terjadi pada bagian terminal dari arteri carotis
interna dan pada percabangan arteri besar cerebri pada bagian anterior
dari circulus willisi. Proses awal aneurisma adalah pembentukan kantung
kecil pada dinding yang terkena defek, yang berkembang karena tekanan
hidrostatik yang tinggi pada tekanan darah dan turbulensi darah, yang
paling tinggi pada bifurkasio arteri.
13
Kemungkinan rupturnya berhubungan dengan tekanan yang diterima
oleh dinding pembuluh darah dengan aneurisma. Besar ruptur
berhubungan dengan ukuran aneurisma, aneurisma dengan diameter 5mm
atau lebih kecil memiliki 2% risiko ruptur, sedangkan pada pembuluh
dengan diameter 6-10mm memiliki risiko ruptur 40%.
Ketika aneurisma mengalami ruptur, darah mengalami ekstravasasi
oleh tekanan arteri ke ruang subaraknoid dan dengan cepat melebar
melalui cairan cerebrospinal sekitar otak dan medula spinalis. Darah
yang mengalir dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan kerusakan
langsung pada jaringan lokal dan secara global, ektravasasi tersebut
meningkatan tekanan intrakranial. Tanda iritasi meningeal terjadi. Ruptur
pada AVM dapat mengakibatkan perdarahan intracerebral dan SAH.
Klinis
Umumnya terjadi dalam bentuk keluhan sakit kepala tiba-tiba yang
berat disertai mual dan muntah, gejala iritasi meningeal, fotofobia dan
perubahan visus, defisit neurologis yang focal, penurunan kesadaran yang
tiba-tiba pada iktus, kejang pada fase akut.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan sebagai
peningkatan tekanan darah ringan hingga sedang, peningkatan suhu
tubuh, takikardia, papiledema, perdarahan retina, dan kelainan neurologis
yang fokal atau umum.
Radiologi
CT Scan
Sensitivitas dari CT pada SAH dipengaruhi oleh volume darah dan
usia perdarahan. Diagnosa mengarah ke SAH jika marteri
hiperattenuasi terlihat memenuhi ruang subaraknoidea, yang
umumnya terjadi di sekitar circulus willisi (65%) dan fisura sylvian
(30%).
Sedikit volume darah dapat terkumpul di fosa interpenducular,
muncul sebagai segitiga hiperdensitas, atau pada cornu osipitalis
ventrikel lateral.
14
MRI
MRI sensitif pada darah subaraknoidea, dan mampu
menunjukkannya dengan baik pada 12 jam pertama sebagai masa
hiperintens pada ruang subaraknoid pada FLAIR.Dapat juga
menangkap secara sensitif produk darah.MRI angiografi dan MR
venografi juga dapat mendeteksi aneurisma peneyebab dan sumber
perdarahan lainnya, walaupun secara umum MRI tidak tersedia
sebanyak CT, perlu waktu lebih lama untuk scanning, dan lebih sulit
untuk dilakukan pada pasien yang tidak stabil dan gelisah.
DSA: Angiografi
Angiografi kateter dengan substraksi digital tetap difunakan
sebagai uji baku diagnosis dan kelainan vaskular di beberapa pusat
pelayanan, walaupun lesi kausatif sudah terlihat pada MRA atau
CTA, karena memiliki resolusi spasial yang lebih tinggi (mampu
menunjukkan morfologi vaskular dan dinding pembuluh darah kecil),
dan resolusi temporal yang lebih tinggi (kontras dapat
menggambarkan pembuluh darah yang menjadi penyebabnya seperti
malformasi arteriovenosus.
15
mungkin tidak menggunakan nitrat pada pasien dengan peningkatan
tekanan intracranial. Pada pasien dengan peningkatan tekanan intracranial
dapat juga diberikan agen osmotik (seperti mannitol), diuretik (seperti
furosemid), dan IV steroid (direkomendasikan namun masih
kontroversial).
Pengobatan tambahan pada komplikasi yang dapat muncul seperti
perdarahan berulang, vasospasm, hidrosefalus, hiponatremia, kejang,
komplikasi pulmoner dan cardiologis. Sedangkan secara pembedahan,
dilakukan clipping pada aneurisma yang ruptur, serta penanganan
endovaskular, seperti coiling.
Prognosis
Angka mortalitas menurun selama 30 tahun ini, namun tetap memiliki
efek neurologis yang berat. 10-15% Pasien meninggal sebelum sampai
rumah sakit, 25% pasien meninggal dalam 24 jam, dengan atau tanpa
tindakan medis. Pasien di rumah sakit memiliki tingkat mortalitas 40%
selama bulan pertama. 50% dari pasien meninggal pada 6 bulan pertama.
Perdarahan ulang memiliki 51-80% mortalitas.
Pada usia yang sama, 62% mortalitas lebih tinggi pada wanita dari
pada pria, dan 57% lebih tinggi pada kulit hitam. Morbiditas dan
mortalitas meningkat seiring usia dan tingkat kesehatan pasien.
Lebih dari sepertiga pasien yang selamat memiliki defisit neurologis,
seperti ingatan, fungsi eksekutif, dan bahasa, depresi, ansietas, dan
kelainan tidur.
16
100.000 penduduk. Ras asia memiliki angka kejadian lebih tinggi, seperti
jepang dengan angka kejadian pertahun 60 orang setiap 100.000
penduduk. (Maria, 2011) Hipertensi juga tinggi pada ras yang memiliki
angka kejadian hipertensi yang tinggi, seperti afrika-amerika dan asia.
ICH memiliki 44% mortalitas 30 hari pertama. Perdarahan pada
pontine atau brainstem memiliki 75% mortalitas dalam 24 jam. Pria
memiliki risiko sedikit lebih tinggi dari wanita. Angka kejadian ICH
meningkat pada individu diatas 55 tahun dan dua kali lipat pada usia 80
tahun.
Etiologi:
Dapat disebabkan oleh hipertensi, malformasi arterovenosus, ruptur
aneurisma, angiopati amiloid, neoplasma, koagulopati, perubahan
pendarahan post infark iskemia, trombosis vena cerebri, obat
simpatomimetik, moyamoya, sickle cell disease, eklamsia atau
vaskulopati postpartum, infeksi, vaskulitis, dan trauma.
Patofisiologi:
ICH non traumatik umumnya disebabkan oleh jejas hipertensif dari
dinding pembuluh darah (seperti hipertensi dan eklampsia), disfungsi
autoregulasi, ruptur aneurisma atau malformasi arteriovenosus,
arteriopati, perubahan hemostasis (trombolisis, antikoagulasi, perdarahan
diatesis), nekrosis hemoragik (neoplasma, infeksi), atau obstruksi aliran
keluar dari vena (trombosis vena cerebri).
Trauma cranial juga dapat menyebabkan ICH. Pasien dengan trauma
kepala tumpul dan mendapat pengobatan warfarin atau clopidogrel
memiliki risiko lebih tinggi terkena ICH.
Hipertensi kronis menyebabkan vasculopati pada pembuluh darah
kecil yang ditandai dengan lipohyalinosis, nekrosis fibrinoid, dan
munculnya aneurisma Charcor-Bouchard, yang mengenai arteri
lentokulostriates, talamoperforator, cabang paramedian arteri basilar,
arteri cerebelar superior, dan arteri cerebelar anterior inferior.
17
Klinis:
Gejala ICH umumnya muncul saat aktivitas pada pagi dan siang hari
dengan gejala seperti perubahan tingkat kesadaran (50%), mual dan
muntah (40-50%), sakit kepala (40%), kejang (6-7%), dan kelainan
neurologis focal.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan hipertensi, demam, aritmia
kardiologis, nuchal rigidity, perdarahan retinal subhyaloid, perubahan
tingkat kesadaran, anisokoria, dan kelainan neurologis fokal.
Radiologi
CT scan menunjukkan perdarahan akut sebagai lesi hiperdensitas.
Perdarahan multifokal pada frontal, temporal, atau ossipital menujukkan
etiologi trauma. Pasien dengan trauma kepala tumpul dan penggunaan
antikoagulan atau antiplatelet preinjury menunjukkan peningkatan risiko
intracranial dan direkomendasikan untuk melakukan CT scan.
Edema dan infiltrat perihematoma pada jaringan dengna herniasi juga
dapat terlihat. Penggunaan ionated contrast juga dapat digunakan untuk
melihat neoplasma atau malformasi vaskular. Spot sign pada CT
angiografi juga dapat digunakan untuk mendeteksi perluasan pada
hematoma intracerebri.
Hasil MRI pada T1 dan T2 konvensional berubah seiring waktu karena
perubahan fisik dan kimiawi dalam dan sekitar hematoma. T1 dan T2
konvensinal tidak terlalu sensitif pada perdarahan pada beberapa jam
pertama. AVM dan angioma cavernosum dapat diidentifikasi dengan
adanya flow voids multiple di sekitar hematoma. Kontra paramagnetik
dapat digunakan untuk melihat neoplasma dan malformasi vaskular.
MRI dengan sekuen gradient echo atau sekuen susceptibility weighted
bisa digunakan untuk bukti pendukung tunggal pada pasien stroke akut,
cukup untuk mendiagnosa ICH.
18
Gambar 7. ICH (A: CT scan; B&C: MRI) (Kidwell CS et al., 2004)
Tata laksana:
Tatalaksana utama pada ICH umumnya difokuskan untuk
mengurangi jejas dan untuk menstabilkan pasien selama perioperatif,
seperti penggunaan intubasi endotrakeal pada pasien dengan penurunan
kesadaran atau saluran nafas yang terganggu, menjaga suhu dan cairan,
menangani koagulopati, serta mencegah dan mengobati kejang.
Pertimbangkan tatalaksana non bedah pada pasien dengan kelainan
neurologis minimum atau dengan volume perdarahan intracerebral
kurang dari 10ml. Tatalaksana bedah digunakan pada pasien dengan
perdarahan cerebelar lebih dari 3cm, atau pasien ICH dengan lesi
vaskular struktural, atau pasien muda dengan perdarahan lobaris. Pada
pasien dengan kasus perdarahan hipertensi pada ganglia basalis, tidak
menunjukkan banyak manfaat.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pada tindakan bedah
adalah waktu terjadi dan perjalanan klinis, usia pasien dan keadaan
komorbid, etiologi, lokasi hematoma, ukuran massa dan pola drainase
darah. Tindakan bedah yang dilakukan pada kasus ICH adalah kraniotomi
dan evakuasi clot, aspirasi stereotaktik pada agen trombolitik, dan
evakuasi endoskopi.
5. Intraventricular Haemorrhage (IVH)
Definisi
Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum
dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer
19
dan perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular
primer adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa
adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa
PIVH merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas
pada sistem ventrikel.
Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat
pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah
periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. Sekitar 70% perdarahan
intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH sekunder mungkin terjadi
akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang
masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid
(SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari
middle communicating artery atau dari posterior communicating artery.
Etiologi
Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi
menurut penelitian didapatkan :
- Hipertensi, aneurisma
PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim
yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem
ventrikuler.
- Kebiasaan merokok
- Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke
perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
- Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali
pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk
angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab
tersering PIVH pada usia muda. Pada orang dewasa, PIVH disebabkan
karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur
periventrikel. Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik
meningkatkan resiko kematian yang berbanding lurus dengan
banyaknya volume IVH.
20
Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi
sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat
penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka
ventrikel akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat
terjadi pada bagian yang menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi
sumbatan. Bila terbentuk sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan
intrakranila pun ikut meningkat yang menyebabkan terjadinya desakan
pada area sekitar otak. Penekanan dapat menimbulkan reaksi berupa
penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada batang otak,
menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang sensitif
nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak
tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan
gangguan fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki
fungsi masing-masing dalam menjalankan tugasnya seperti : frontalis
bekerja untuk mengatur kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi
sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan mendengar. Kerusakan
menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena.
21
Klinis
Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa :
1. Sakit kepala mendadak
2. Kaku kuduk
3. Muntah
5. Penurunan Kesadaran
Untuk menilai derajat keparahan dari perdarahan intraventrikuler
digunakan sistem scoring yang menilai volume darah di bagian otak. Salah
satu sistem scoring yang digunakan adalah Graeb score.
22
Gambar 8. IVH pada CT scan
Tata laksana
Penanganan emergency
- Kontrol tekanan darah
Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke
Association guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan
darah bila > 180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan
darah sistolik ≥140 mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi
kekurangan perfusi bagi jaringan otak. Penapat ini masih
kontroversial karena mempertahankan tekanan darah yang tinggi
dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian CPP
60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi otak yang
cukup.
- Terapi anti koagulan
Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan
antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen plasma
diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian
antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk
menghindari tejadinya komplikasi.
23
Penanganan peningkatan TIK:
- Elevasi kepala 30°
Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di
leher seperti vena jugularis
- Trombolitik
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat
menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan
hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan
untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA ( recombinant tissue
plasminogen activator ). Obat golongan ini bekerja dengan
mengubah plaminogen menjadi plasmin , plasmin akan melisis
fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product.
Contoh obat yang beredar adalah alteplase yang diberikan bolus
bersama infus.
- Pemasangan EVD ( Eksternal Ventrikular Drainage)
Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus
ini digunakan untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang
ada di ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan
adanya obstruksi akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan
melakukan penilaian graeb score.
Rekomendasi AHA Guideline 2009:
1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi
transtentorial, atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus
dipertimbangkan untuk monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion
pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung
dari autoregulasi serebri. (IIb; C). (rekomendasi baru).
2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
3. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian
bedah saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal
(VP) Shunt merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk
24
tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga
peritoneum.
4. Pemberian obat anti kejang
Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali
perdarahan intraventrikel mempunyai risiko tinggi akan terjadinya kejang.
Menrut rekomendasi American Heart Association tahun 2007 pemberian
obat anti kejang seperti Obat Anti Epilepsi pada pasien-pasien dengan
perdarahan di otak , dapat mencegah terjadinya kejang awal.
25
BAB III
PENUTUP
dan juga akibat trauma kepala (fraktur cranial, shaken baby syndrome),
trauma kepala atau penyakit yang mendasari seperti riwayat hipertensi yang lama.
Pasien juga sering mengeluh adanya nyeri kepala, mual muntah, fotophobia. Pada
yang secara anamnesis dan pemeriksaan fisik belum dapat dibedakan. Pada CT
scan, EDH akan memberikan gambaran cembung berbatas tegas sedangkan SDH
akan memberikan gambaran bulan sabit. Sedangkan gambaran SAH dan ICH
pada CT scan maupun MRI akan memberikan gambaran hiperdens pada daerah
lesi.
Terapi non operatif dipilih apabila lesi tidak terlalu luas dan gangguan neurologis
26
yang minimal. Terapi non operatif dapat berupa observasi dan pemberian obat.
Sebaliknya, operatif dilakukan jika lesi luas dan terjadi gangguan neurologis yang
berat pada pasien. Tindakan operatif berfungsi untuk mengurang lesi sehingga
27
DAFTAR PUSTAKA
Graaff, Van De. 2001.Van De Graaff Human Anatomy, 6th ed. McGraw-
HillSloane.
Kidwell CS, Chalela JA, Saver JL, 2004. Comparison of MRI and CT for
detection of acute intracerebral hemorrhage. JAMA, 292 (15): 1823-1830.
Netter, Frank H. 2014. Atlas Of Human Anatomy 25th Edition. Jakarta: EGC
Paulsen, F & Waschke, J 2010, Sobotta, Atlas Anatomi Manusia, Ed. 23, Jilid 3,
Jakarta: EGC
28