Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT KATUP JANTUNG

DI RUANG JANTUNG (TULIP IIC)

RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH
NAMA : ENDAH SUNDARI
NIM : P07120215048
SEMESTER : IV
PRODI : DIPLOMA IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2018
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA MAHASISWA : ENDAH SUNDARI

NiM : P07120215048

JUDUL LP : LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN PENYAKIT KATUP JANTUNG DI RUANG

JANTUNG (TULIP IIC)

RSUD ULIN BANJARMASIN

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

Akhmad Rizani, SKp, M.Kes


Norminawati, S.Kep, Ns
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT KATUP JANTUNG
DI RUANG JANTUNG (TULIP IIC)
RSUD ULIN BANJARMASIN

A. Konsep dasar penyakit


1. Definisi

Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung


mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan
maksimal oleh jantung.
Katup jantung yang mengalami kelainan membuat darah yang
seharusnya tidak bisa kembali masuk ke bagian serambi jantung ketika
berada di bilik jantung membuat jantung memiliki tekanan yang cukup kuat
untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya orang tersebut tidak bisa
melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu.
Kelainan katup jantung yang parah membuat penderitanya tidak dapat
beraktifitas dan juga dapat menimbulkan kematian karena jantung tidak lagu
memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan darah.
Kelainan katup jantung biasanya terjadi karena faktor genetika atau
keturunan dan terjadi sejak masih dalam kandungan. Kelainan pada katup
jantung juga bisa terjadi karena kecelakaan ataupun cedera yang mengenai
jantung.
Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran
darah yang melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit dapat
mengalami dua jenis gangguan fungsional: regurgitasi-daun katup tidak dapat
menutup rapat sehngga darah dapat mengalir balik (sinonim dengan
isufisiensi katup dan inkompetensi katup) dan stenosis katup-lubang katup
mengalami penyempitan shingga aliran darah mengalami hambatan.
Isufisiensi dapat dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup,
dikenal sebagai ”lesi campuran” atau terjadi sendiri yang disebut sebagai lesi
murni.” Berikut tipe-tipe gangguan katub.
a. Stenosis Mitral
Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah – bilah
katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan
progresif aliran darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah
selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat menjadi penyempitan lumen
sampai selebar pensil.
b. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi)
Insufisiensi mitral terjadi bilah- bilah katup mitral tidak dapat saling
menutup selama systole. Chordate tendineae memendek, sehingga bilah
katup tidak dapat menutup dengan sempurna, akibatnya terjadilah
regurgitasi aliran balik dari ventrikel kiri ke antrium kiri. Pemendekan atau
sobekan salah satu atau kedua bilah katup mitral mengakibtakan
penutupan lumen mitral tidak sempurna saat ventrikel kiri dengan kuat
mendorong darah ke aorta, sehingga setiap denyut, ventrikel kiri akan
mendorong sebagaian darah kembali ke antrium kiri.
c. Stenosis Aorta
Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen antara ventrikel kiri
dan aorta. Pada orang dewasa stenosis bisa merupakan kelainan bawaan
atau dapat sebagai akibat dari endokarditisrematik atau kalsifikasi kuspis
dengan penyebab yang tidak diketahui.
Bilah – bilah katup aorta saling menempel dan menutup sebagaian
lumen diantara jantung dan aorta. Ventrikel kiri mengatasi hambatan
sirkulasi ini dengan berkontraksi lebih lambat tapi dengan energi yang
lebih besar dari normal, mendorong darah melalui lumen yang sangat
sempit.
d. Insufiensi Aorta (Regurgitasi)
Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak
bentuk bilah katup aorta,sehingga masing – masing bilah tidak bisa
menutup lumen aorta dengan rapt selama diastole dan akibatnya
menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. Defek katup ini
bisa disebabkan oleh endokarditis, kelainan bawaan.
2. Etiologi
Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai peyakit yang hampir
selalu disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak
ditemukan penyakit katup jenis baru. Penyakit katup jantung yang paling
sering dijumpai adalah penyakit katup degeneratif yang berkaitan dengan
meningkatnya masa hidup rata-rata pada orang-orang yang hidup di negara
industri dibandingkan dengan yang hidup di negara berkembang. Selain
penyakit rematik, telah dikenal beberapa penyebab lain yang semakin sering
menimbulkan perubahan bentuk dan malfungsi pada katup yaitu endokartis
bakterialis, defek jaringan penyambung sejak lahir, disfungsi dan reptura otot
papilaris karena aterosklirosis koroner dan malformasi kongnital
a. Stenosis Mitral
stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah
menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak
mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering
terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan
kadang pada anak-anak. Yang khas adalah jika penyebabnya demam
rematik, daun katup mitral sebagian bergabung menjadi satu.
b. Insufisiensi Mitral
Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat
dibagi atas reumatik dan non reumatik(degenaratif, endokarditis, penyakit
jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di
negara berkembang seperti Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi
mitral adalah demam reumatik.
c. Stenosis Aorta
Berdasarkan etiologinya stenosis katup aorta merupakan penyakit
utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan
parut dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta
seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru
muncul setelah usia 70-80 tahun.
Stenosis katup aorta juga bisa disebabkan oleh demam rematik
pada masa kanak-kanak. Pada keadaan ini biasanya disertai dengan
kelainan pada katup mitral baik berupa stenosis, regurgitasi maupun
keduanya.
d. Insufisiensi Aorta
Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan
katub dan kanker aorta juga bias menimbulkan isufisiensi aorta. Pada
isufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katub,
dengan atau tanpa kalsifikasi, yang umumnya merupakan skuele dari
demam reumatik.
3. Faktor predisposisi
a. Infeksi streptookok pada faring
b. Faktor sosio ekonomi : situasi kehidupan untuk mendapat perawatan
medis & antibiotik
c. Endokarditis bakterial
d. Defek jaringan penyambung sejak lahir
e. Ruptur otot dan disfungsi otopailaris karena ateros klirosis koroner
f. Malformasi kongenital
g. Lanjut usia
4. Tanda dan gejala
Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan
darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung,
dimana cairan tertimbun di dalam paru- paru (edema pulmoner). Penderita
yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak
nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan
aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.
Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan
disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu
kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup
mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau
kapiler pecah.
a. Stenosis Mitral
Sangat cape, lemah, dyspnea, capek bila ada kegiatan fisik,
nocturnal dyspnea, batuk kering, bronchitis, rales, edema paru-paru,
hemoptysis/batuk darah, kegagalan pada sebelah kanan jantung.
Auskultasi: teraba getaran apex S1 memberondong, peningkatan bunyi.
Murmur:lemah, nada rendah, rumbling/gemuruh, diastolic pada apex.
b. Insufisiensi Mitral
Sangat cape, lemah, kehabisan tenaga, berat badan turun, napas
sesak bila terjadi kegiatan fisik, ortopneu, paroxysma noktural dipsneu
rales.
Tingkat lanjut: edema paru-paru, kegagalan jantung sebelah kanan.
Auskultasi: terasa getaran pada raba apex, S1 tidak ada, lemah, murmur.
Murmur: bernada tinggi, menghembus, berdesis, selam systoll(pada
apex) S3 nada rendah.
c. Stenosis Aorta
Angina, syncope, capai, lemah, sesak napas saat ada kegiatan
ortopneu, paroxysmal nokturial, edema paru-paru, rales.
Tingkat lanjut: kegagalan sebelah kanan jantung
Murmur: nada rendah, kasar seperti kerutan, systoll(pada basis atau
carctis) gemetar systoll pada basis jantung.
d. Insufisiensi Aorta
Palpitasi, sinus tacikardi, sesak napas bila beraktifitas ortopnew,
paroxysmal noktural dyspnea, diaphoresis hebat, angina.
Tingkat lanjut: kegagalan jantung sebelah kiri dan kanan.
Murmur: nada tinggi, menghembus diastole (sela iga ke-3) murmur
desakan systoll pada basis.
5. Patofisiologi
Demam reumatik – inflamasi akut dimediasi – imun yang menyerang
katup jantung akibat reaksi silang antara antigen streptokokus hemolitik-α
grup A dan protein jantung. Penyakit dapat menyebabkan penyempitan
pembukaan katup (stenosis) atau tidak dapat menutup sempurna
(inkompetensi atau regurgitasi) atau keduanya.
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup
memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk menggantikan
jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik sehingga
meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung
meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran
yang meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja miokardium.
Respon miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan
tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium
dan hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan
meningkatakan kemampuan pemompa jantung.
1. Stenosis Mitral

Stenosis mitral terjadi karna adanya fibrosis dan fusikomisura katub


mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik.Terbentuknya
sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katub mitral
pada waktu diastolic lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan
berkurangnya daya alir katub mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan
diruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri
dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak
berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya
akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru. Bendungan ini
akan menyebabkan terjadinya sembab interstitial kemudian mungkin
terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan
hemoptysis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningakat,
kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katub
tricuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami
bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
takikardi. Tetapi konpensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung
karena pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolic.
Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris
sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian
ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan thrombus di atrium
kiri.
2. Isufisiensi Mitral

Regurgitasi mitralis memungkinkan aliran darah berbalik dari


ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutupan katub yang tidak sempurna.
Selama sistolik ventrikel secara bersamaan mendorong darah kedalam
aorta dan kembali kedalam atrium kiri. Kerja ventrikel kiri dan atrium kiri
harus ditingkatkan agar dapat mempertahankan curah jantung. Ventrikel
kiri harus memompakan darah yang cukup guna mampertahankan aliran
darah normal ke aorta dan darah yang kembali melalui katup mitralis.
Beban volume tambahan yang ditimbulkan oleh katup yang mengalami
insufisiensi akan mengakibatkan dilatasi ventrikel(1). Dilatasi dinding
ventrikel akan meningkatkan kontraksi miokardium dan menyebabkan
dinding ventrikel mengalami hipertrofi sehingga meningkatkan kontraksi
selanjutnya. Regurgitasi tidak hanya menimbulkan beban volume bagi
ventrikel kiri namun juga atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi untuk
memungkinkan peningkatan volume dan kekuatan kontraksi atrium.
Selanjutnya atrium mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi dan curah atrium.
Regurgitasi mitralis merupakan lesi yang berlangsung secara terus
menerus. Saat volume dan ukuran ventrikel semakin meningkat maka
fungsi Stenosis Aorta katup makin memburuk. Bila lesi semakin parah,
atrium kiri tidak mampu lagi untuk meregang dan melindungi paru-paru.
Ventrikel kiri mendapat beban yang terlalu berat dan aliran darah melalui
aorta menjadi berkurang. Pada saat yang bersamaan dimungkinkan
terjadi kongesti kebelakang secara bertahap. Mulai dari kongesti vena
pulmonalis, kongesti paru, hipertensi arteria pulmonalis, sampai hipertrofi
ventrikel kanan. Insufisiensi mitralis juga dapat menyebabkan gagal
jantung kanan, walaupun lebih jarang dari pada stenosis mitralis.
3. Stenosis Aorta
Stenosis aorta menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta.
Dengan meningkatnya resistensi terhadap ejeksi ventrikel, maka beban
tekanan ventrikel semakin meningkat dan mengakibatkan ventrikel kiri
mengalami hipertrofi. Hal ini menyebabkan perbedaan tekanan yang
mencolok antara ventrikel kiri dan aorta. Untuk mengompensasi dan
mempertahankan curah jantung, ventrikel kiri memperbesar tekanan dan
memperpanjang masa ejeksi. Meskipun terjasi peningkatan kerja pada
ventrikel, efisiensi mekanis jantung masih dapat dipertahankan dalam
waktu yang lama.

Namun saat kemampuan ventrikel kiri untuk menyesuaikan diri


terlampaui, akan timbul gejala-gejala progresif yang menandai titik kritis
perjalanan stenosis aorta. Trias gejala khas tersebut adalah angina,
sinkop, dan kegagalan ventrikel kiri. Angina ditimbulkan oleh
ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen
miokardium. Sinkop terjadi saat beraktivitas akibat aritmia atau kegagalan
untuk meningkatkan curah jantung yang memedai untuk
mempertahankan perfusi otak. Kegagalan ventrikel kiri merupakan
indikasi dekompensasi jantung.
4. Regurgitasi Aorta
Regurgitasi aorta menyebabkan refluks darah dari aorta ke ventrikel
kiri. Pada saat kontraksi, ventrikel harus mampu mengeluarkan sejumlah
darah yang sama dengan volume normal ditambah regurgitasi. Akibatnya
ventrikel kiri mengalami dilatasi berat yang memicu terjadinya hipertrofi
pada ventrikel kiri, sehingga bentuknya berubah menjadi seperti bola.
Kemampuan kompensasi ventrikel kiri yang tinggi disertai dengan katup
mitralis yang kompeten dapat mempertahankan fungsi ventrikel dalam
jangka waktu yang lama. Gejala regurgitasi kronis akan timbul setelah
dekompensasi ventrikel kiri, yang terkadang disertai regurgitasi katup
mitralis. Ejeksi ventrikel kiri yang berkekuatan besar dan bervolume tinggi
dan diikuti dengan aliran darah yang cepat menuju perifer dan ventrikel
kiri melalui katup yang bocor dapat mengakibatkan peregangan cepat
pembuluh darah yang menyebabkan pengosongan mendadak pada
sirkulasi perifer.

5. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada kelainan katup


a. Angina pectoris
b. Bedah jantung
c. Gagal jantung kongestif
d. Disritmia
e. Kondisi inflamasi jantung
f. Aspek-aspek psikososial perawatan akut
g. Penyakit jantung rematik
h. Penyakit jantung iskemik
7. Pemeriksaan khusus

a. Kateterisasi jantung : Untuk menentukan luas dan jenis penyumbatannya.


Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri
melewati katup mitral, penurununan orivisium katup (1,2 cm), peninggian
tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan
curah jantung.
b. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup
mitral.
c. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel
kanan, fibrilasi atrium kronis.
d. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan
vaskular, tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
e. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat
memastikan masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri,
perubahan gerakan daun-daun katup.
f. Elektrokardiogram (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan
gelombang ultrasonik).
8. Penatalaksanaan/terapi
1. Stenosis Mitral
Terapi antibiotic diberika untuk mencegah berulangnya infeksi.
Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan
kardiotinikum dan diuritik. Intervensi bedah meliputi komisurotoomi untuk
membuka atau “menyobek” komisura katub mitral yang lengket atau
mengganti katub miral dengan katub protesa. Pada beberapa kasus
dimana pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis tidak
mampu menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat dilakukan
valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurang beberapa gejala.
2. Insufisiensi Mitral
Penatalaksanaannya sama dengan gagal jantung kongestif,
intervensi bedah meliputi penggantian katup mitral.
3. Stenosis Aorta
Penatalaksanaan yang sesuai untuk stenosis aorta adalah
penggantian katub aorta secara bedah. Terdapat resiko kematian
mendadak pada pasien yang diobati saja tanpa tindakan bedah. Keadaan
yang tak dikoreksi tersebut dapat menyebabkan gagal jantung permanen
yang tidak berespond terhadap terapi medis.
4. Insufisiensi Aorta
Penggantian katub aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu
yang tepat untuk penggantian katub masih kontroversial. Pembedahan
dianjurkan pada semua pasien dengan hipertropi ventrikel kiri tanpa
memperhatikan ada atau tidaknnya gejala lain. Bila pasien mengalami
gejala gagal jantung kongestif, harus diberikan penatalaksanaan medis
sampai dilakukannya pembedahan.

B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian fokus
a. Wawancara
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Kapan waktu timbulnya penyakit? Jam berapa? Bagaimana awal
munculnya?Berangsur-angsur? Keadaan penyakit, apakah sudah
membaik, parah atau tetapsama dengan sebelumnya.Usaha yang
dilakukan untuk mengurangi keluhan, Kondisi saat dikaji P Q R S T
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah
dialami, imunisasi yang pernah diberikan, kecelakaan yang pernah
dialami, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit alergi (makanan,
obat-obatan, zat/substansi, textil), pengobatan dini (konsumsi obat-
obatan bebas).
4. Riwayat penyakit keluarga
Identifikasi berbagai penyakit keturunan yang umumnya
menyerang.Anggotakeluarga yang terkena alergi, asma, TBC,
hipertensi, penyakit jantung, stroke, anemia, hemopilia, arthritis,
migrain, DM, kanker dan gangguan emosional.
b. Pemeriksaaan fisik
1. Keadaan umum klien :
Tanda-tanda dari distress, penampilan dihubungkan dengan usia,
ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian dan kebersihan umum, tinggi
badan, BB, gaya berjalan.
2. Tanda-tanda vital :
Suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah.
3. Sistem pernafasan
Hidung : Kesimetrisan, pernafasan cuping hidung, adanya sekret /
polip, passaseudara.
Leher : Pembesaran kelenjar, tumor.
Dada : Bentuk dada (normal,barrel,pigeon chest). Perbandingan
ukuran anterior posterior dengan transversi. Gerakan dada
(kiri dan kanan, apakah ada retraksi). Keadaan proxsesus
xipoideus.Suara nafas (trakhea, bronchial, bronchovesikular).
Apakah ada suara nafas tambahan. Apakah ada clubbing
finger.
4. Sistem kardiovaskuler
Conjunctiva (anemia/tidak), bibir (pucat, cyanosis), arteri carotis,
tekanan vena jugularis, ukuran jantung, ictus cordis/apex, suara
jantung (mitral,tricuspidalis, S1, S2, bising aorta, murmur,gallop),
capillary refill time.
5. Sistem perncernaan
Sklera (ikterus/tidak), bibir (lembab, kering, pecah-pecah, labio skizis),
mulut (stomatitis, apakah ada palatoskizis, jumlah gigi, kemampuan
menelan, gerakan lidah), gaster (kembung, gerakan peristaltik),
abdomen (periksa sesuai dengan organ dalam tiap kuadran), anus
(kondisi, spinkter ani, koordinasi).
6. Sistem saraf
a. Fungsi cerebral: status mental (orientasi, daya ingat, perhatian dan
perhitungan, bahasa), kesadaran (eyes, motorik, verbal) dengan
gcs, bicara (ekspresive dan resiptive)
b. Fungsi kranial (saraf kranial I s/d XII)
c. Fungsi motorik (massa, tonus dari kekuatan otot)
d. Fungsi sensorik (suhu, nyeri, getaran posisi dan diskriminasi)
e. Fungsi cerebellum (koordinasi dan keseimbangan)
f. Refleks (ekstremitas atas, bawah dan superficial)
g. Iritasi meningen (kaku kuduk, lasaque sign, kernig sign, brudzinski
sign)
7. Sistem musculoskeletal
Kepala (bentuk kepala), vertebrae (bentuk, gerakan, rom), pelvis
(thomas test, trendelenberg test, ortolani/barlow test, rom), lutut (mc
murray test, ballotement, rom), kaki (keutuhan ligamen, rom), bahu,
tangan.
8. Sistem perkemihan
Edema palpebra, moon face, edema anasarka, keadaan kandung
kemih, nocturia, dysuria, kencing batu, penyakit hubungan sexual.
9. Sistem imun
Alergi (cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia), Immunisasi, Penyakit
yang berhubungan dengan perubahan cuaca, Riwayat transfusi dan
reaksinya.

c. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
2. Ro foto
2. Analisa data

No. Data Etiologi Masalah


1. DO : Odema Paru Gangguan
- Sianosis Pertukaran Gas
- Dispnea
- Tachikardia
- Gas darah arteri abnormal
pH arteri abnormal
DS :
- Pasien mengatakan sakit
kepala saat bangun.
- Nafas cuping hidung
- Warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
2. DO : Penurunan Risiko/Actual
- Aritmia Kontraktilitas, Tinggi Menurunnya
-Brakikardia Ventrikel Kiri Curah Jantung
-Perubahan EKG
-Takikardia
-Penurunan tekanan vena
-Murmur
DS:
- Pasien mengatakan mulai
batuk-batuk
- Pasien terlihat letih

3. DO: Iskemia Nyeri dada


- Perubahan denyut jantung miokard
- Perubahan frekuensi
pernafasan
- Kedok wajah (merengek,
gelisah
- Perubahan pola makan
DS:
- Pasien mengatakan nyeri di
area dada
- Pasien mengatakan pola
tidur berubah

4. DO: Situasi Kritis, Ansietas


- Mulut kering Takut akan
DS: Kematian
- Pasien mengatakan tidak
nafsu makan
- Pasien terlihat cemas
- Kontak mata buruk

5. DO : Kurangnya Defisit
- Pasien bingung terhadap Informasi, Pengatahuan
penyakitnya Keterbatasan
DS: Kognitif.
- Sering bertanya
- Salah instruksi
- Perilaku hiperbola

3. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b/d odema paru ditandai dengan sianosis dan
dispnea.
b. Resiko tinggi menurunanya curah jantung b/d penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri ditandai dengan aritmia dan perubahan EKG.
c. Nyeri dada b/d iskemia jaringan myokard ditandai dengan perubahan
denyut jantung dan ekspresi kesakitan.
d. Ansietas b/d situasi kritis ditandai dengan ketakutan dan peningkatan
tegangan.
e. Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang katup jantung
ditandai dengan permintaan informasi kepada perawat dan ahli profesi
kesehatan lainnya
4. Rencana asuhan keperawatan

No Dx Tujuan Intervensi
1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji suara paru,
pertukaran tindakan frekuensi nafas,
gas b/d keperawatan, gas kedalaman, dan usaha
odema paru darah arteri normal nafas, dan produksi
ditandai dalam jangka waktu 1 sputum sebagai
dengan x 24 jam indicator keefektian
DO:
sianosis dan penggunaan alat
Menunjukan
dispnea penunjang.
perbaikan
2. Awasi dan laporkan
ventilasi/oksigenasi
pada data pengkajian
sebagai bukti adalah
terkait (sensorium
frekuensi pernapasan
pasien, suara nafas,
dalam rentang
pola nafas, analisis
normal, tak ada
gas darah arteri,
sianosis, dan
sputum, efek obat).
penggunaaan otak
3. Membantu dalam
aksesoris, bunyi
posisi, batuk, dan
nafas normal.
DS: nafas dalam.
Sudah tidak terlihat
4. Jelaskan pada pasien
pernafasan cuping
mengenai
hidung
penggunaan alat
Warna kulit pasien
bantu yang diperlukan
kembali dalam
(oksigen, pengisap,
keaadaan normal
spirometer)
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Berikan oksigen
tinggi tindakan tambahan dengan
menurunany keperawatan, nasal kanal/ masker
a curah Penurunan curah sesuai dengan
jantung b/d jantung dapat teratasi indikasi.
penurunan dan menunjukkan 2. Berikan istirahat
kontraktilitas tanda vital dalam psikologi dengan
ventrikel kiri batas yang dapat lingkungan yang
ditandai diterima, disritmia tenang.
dengan terkontrol atau hilang 3. Pantau tanda
aritmia dan dan bebas gejala kelebihan cairan.
perubahan gagal jantung dalam 4. Pemberian IV
EKG. jangka waktu 3x24 ,pembatasan jumlah
jam. total sesuai dengan
DO:
indikasi. Hindari cairan
Tekanan darah dalam
garam.
batas normal (120/80
5. Kolaborasi pemberian
mmHg, nadi
obat.
80x/menit).
Tidak terjadi aritmia
dan irama jantung
teratur, CRT kurang
dari 3 detik.
DS:
Klien akan
melaporkan
penurunan episode
dispnea, berperan
dalam aktivitas
mengurangi beban
kerja jantung.
3. Nyeri dada Setelah dilakukan 1. Gunakan skala nyeri
b/d iskemia tindakan 0-10 untuk rentang
jaringan keperawatan,Pasien intensitas.
myokard mengatakan bahwa 2. Catat ekspresi verbal
ditandai nyeri dada telah atau non verbal,
dengan hilang/terkontrol respon otomatis
perubahan dalam jangka waktu terhadap
denyut 3x24 jam nyeri(berkeringat,TD
jantung dan DO: dan nadi
Denyut jantung dan
ekspresi berubah,peningkatan
frekuensi pernafasan
kesakitan. atau penurunan
kembali dalam
frekuensi pernafasan).
keadaan normal.
3. Ajarkan penggunaan
Pola makan pasien
teknik nonfarmakolog
kembali dalam
(misalnya: TENS,
keadaan normal.
hypnosis, relaksasi,
DS:
masase, dll)
Pasien mengatakan
4. Evaluasi respon
nyeri di area dada
terhadap obat.
sedah menghilang.
Pasien mengatakan 5. Berikan lingkungan
pola tidur kembali istirahat dan batasi
normal. aktifitas sesuai
Ekspresi wajah
kebutuhan.
pasien tenang.
4. Ansietas b/d Setelah dilakukan 1. Kaji dan dokumentai
situasi kritis tindakan tingkat kecemasan

ditandai keperawatan, Pasien pasien, termasuk reaksi


fisik pasien.
dengan merasa tenang dalam
2. Ajarkan dan anjurkan
ketakutan jangka waktu 1x24
pasien melakukan
dan jam.
teknik relaksasi,
peningkatan DO:
contoh napas dalam,
tegangan. Mulut kembali dalam
bimbingan imajinasi,
keadaan normal,
relaksasi progresif.
tidak kering 3. Berikan tindakan
DS: kenyamanan contoh,
Pasien mengatakan
mandi, gosokan
nafsu makan sudah
punggung, perubahan
kembali normal.
posisi.
Pasien tidak terlihat
4. Koordinasikan waktu
cemas lagi.
istirahat dan aktivitas
Kontak mata dengan
saat senggang tepat
pasien kembali
untuk kondisi.
normal.
5. Libatkan orang
terdekat dalam
rencana perawatan
dan dorong partisipasi
maksimum pada
rencan pengobatan.

5. Defisit Setelah dilakukan 1. Jelaskan dasar


pengetahua tindakan patologi abnormalitas
n b/d keperawatan, Pasien katub.
kurangnya mengerti tentang 2. Jelaskan rasional
informasi kelainan katub pengobatan, dosis,
tentang jantung dalam jangka efek samping, dan
katup waktu 1x24 jam pentingnya minum
jantung DS: obat sesuai resep.
ditandai - Pasien menyatakan 3. Anjurkan dan biarkan
dengan pemahaman proses pasien menunjukkan
permintaan penyakit, program ketrampilan
pengobatan dan
informasi pemantauan sendiri
potensial komplikasi.
kepada - Pasien mampu
nadi bila pasien
perawat dan mengenali pulang dengan
ahli profesi kebutuhan untuk digitalis.
kesehatan kerja sama dan
lainnya. mengikuti
perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Jackson Lee, Jackson Marilynn, 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan


Klinis. Jakarta: Erlangga
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Herdman, Heather. 2010. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: EGC.
www.academia.edu/31553544/PENYAKIT_KATUP_JANTUNG (di akses pada
tanggal 30 juni 2018 pada pukul 16.00 WITA)
https://www.scribd.com/document/355325534/Pathway-Penyakit-Katup-
Jantung (Di akses tanggal 29 Juni 2018 pada pukul 16.00 WITA)

Anda mungkin juga menyukai