Anda di halaman 1dari 46

FORMULASI CINCAU JELLY DRINK (Premna oblongifolia

L Merr) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL


SUMBER ANTIOKSIDAN

NUR KHOIRIYAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Cincau Jelly
Drink (Premna Oblongifolia L Merr) sebagai Pangan Fungsional Sumber
Antioksidan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Nur Khoiriyah
NIM I14100118
ABSTRAK
NUR KHOIRIYAH. Formulasi Cincau Jelly Drink (Premna Oblongifolia L
Merr) sebagai Pangan Fungsional Sumber Antioksidan. Dibawah bimbingan
LEILY AMALIA FURKON.
Cincau memiliki khasiat yang sudah dikenal oleh masyarakat, yaitu
sebagai penurun panas, obat mual, obat radang lambung, batuk dan penurun
tekanan darah tinggi. Selain itu, kandungan senyawa bioaktif yang memiliki
aktivitas antioksidan dan kandungan seratnya membuat cincau berpotensi untuk
dijadikan pangan fungsional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat
formula jelly drink berbahan dasar cincau hijau (Premna oblongifolia L Merr),
menganalisis organoleptik produk, serta menganalisis kandungan gizi, kadar serat
dan total fenol produk terpilih. Nilai ranking menunjukkan bahwa produk terpilih
adalah formula 1 (0.3% karagenan). Analisis proksimat menunjukkan kadar air,
abu, protein, lemak dan karbohidrat secara berturut-turut yaitu 98.54%, 0.29%,
0.13%, 0.10% dan 0.95% basis basah. Kadar serat pangan total produk terpilih
adalah sebesar 2%, dengan kadar serat pangan larut sebesar 1.1% dan serat
pangan tidak larut sebesar 0.9%. Kadar fenol total produk terpilih adalah sebesar
78.32 mg GAE/100 g. Aktivitas antioksidan produk cincau jelly drink yang
ditunjukkan oleh nilai IC50 adalah sebesar 4.47 µL yang termasuk dalam kategori
daya hambat kuat. Daya terima produk kepada sasaran sebesar 69.07% yang
termasuk dalam kategori daya terima sedang, dengan atribut yang paling disukai
adalah aroma melon.
Kata kunci: cincau, fenol total, jelly drink, pangan fungsional, serat pangan.

ABSTRACT
NUR KHOIRIYAH. Formulation of Cincau Jelly Drink (Premna Oblongifolia L
Merr) as a Functional Food of Antioxidative Source. Supervised by LEILY
AMALIA FURKON.
Cincau has many functions which had known by community, it’s for
lowering fever, nausea medicine, stomach inflamed medicine, cough medicine
and lowering high blood tension. Moreover, bioactive component of cincau which
has antioxidant activity and the fiber content make it potential to be made as
functional food. The purposes of this study were to make formulation of jelly
drink product made of clump cincau leaf (Premna oblongifolia L Merr), analyzing
hedonic and hedonic quality of product, nutrient content, fiber, total phenol and
antioxidative activity of selected product. Ranking score showed that the selected
product was the first formulation (0.3% of carrageenan). Nutrient content of
selected product indicated that the content of water, ash, protein, fat and
carbohydrate were 98.54%, 0.29%, 0.13%, 0.10%, and 0.95% (wet basis). The
content of total dietary fiber of selected product was 2%, respectively soluble and
insoluble dietary fibers were 1.1% and 0.9%. The total phenol of selected product
is 78.32 mg GAE/100g. Antioxidant activity of cincau jelly drink product which
showed by IC50 value was 4.47 µL, its categories was strong blocked capacity.
The acceptance of product for consumer was 69.07% its category was moderate
acceptance, with the most preference attribute was watermelon aromatic.
Keywords: cincau, dietary fiber, functional food, jelly drink, total phenol,
FORMULASI CINCAU JELLY DRINK (Premna oblongifolia
L Merr) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL
SUMBER SERAT DAN ANTIOKSIDAN

NUR KHOIRIYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi: Formulasi Cincau Jelly Drink (Premna Oblongifolia L Merr)
Sebagai Pangan Fungsional Sumber Antioksidan
Nama : Nur Khoiriyah
NIM : I14100118

Disetujui oleh

Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si


Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dimaukan untuk menyelesaikan karya ilmiah
ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret
2014 ini adalah pangan fungsional, dengan judul Formula Cincau Jelly Drink
(Premna Oblongifolia L Merr) sebagai Pangan Fungsional Sumber Antioksidan
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Leily Amalia Furkon, S.TP., M.Si
selaku pembimbing atas semua waktu, pemikiran, dorongan, dan semangatnya
untuk penelitian ini. Serta kepada Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku pemandu
seminar dan penguji atas saran dan masukan yang diberikan sehingga dapat
terselesaikannya karya ilmiah ini. Disamping itu, penghargaan juga penulis
sampaikan kepada pihak Laboran Departemen Gizi Masyarakat (Pak Mashudi,
Mbak Ine) atas bantuannya dalam melaksanakan penelitian ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Adek (Nia), mas Amam, serta sahabat
(Lilis, Isna) dan seluruh keluarga atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.
Terima kasih juga kepada teman-teman kelompok PKM-P (Indah, Maryam) yang
berkontribusi dalam penelitian ini serta seluruh mahasiswa Gizi Masyarakat
angkatan 47.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya
ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2014

Nur Khoiriyah
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan 2
Manfaat 2
METODE 2
Waktu dan Tempat Pelaksanaan 2
Bahan 2
Alat 3
Tahap Penelitian 3
Rancangan Percobaan 6
Pengolahan dan Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Formulasi Cincau Jelly Drink 6
Hedonik dan Mutu Hedonik 7
Kandungan Gizi Produk Terpilih 9
Kadar Serat Produk Terpilih 11
Fenol Total Produk Terpilih 12
Aktivitas Antioksidan Produk Terpilih 12
Daya Terima Sasaran terhadap Produk 13
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL

1 Formulasi produk cincau jelly drink 7


2 Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap produk 8
3 Nilai ranking sampel 8
4 Nilai mutu hedonik sampel 9
5 Kandungan gizi, serat dan fenol total produk terpilih 10
6 Aktivitas antioksidan produk jelly 13

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva standar larutan asam galat 5
2 Kurva aktivitas antioksidan 5
3 Persentase daya terima sasaran 14
4 Tingkat kesukaan panelis terhadap produk 15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Formulir uji hedonik dan mutu hedonik 19
2 Cara perhitungan sukralosa 21
3 Analisis kadar air 21
4 Analisis kadar abu 21
5 Analisis kadar protein 22
6 Analisis kadar lemak 22
7 Analisis karbohidrat 22
8 Analisis kadar serat enzimatis 22
9 Analisis fenol total 24
10 Nilai absorbansi larutan standar asam galat 25
11 Tahapan analisis aktivitas antioksidan 25
12 Perhitungan kesetaraan nilai IC50 ekstrak cincau dengan produk cincau
jelly drink 26
13 Hasil uji statistik non parametrik Kruskal Wallis 27
14 Hasil tabulasi silang (crosstab) hedonik warna dan mutu kecerahan 27
15 Hasil tabulasi silang (crosstab) hedonik aroma dan mutu aroma melon 28
16 Hasil tabulasi silang (crosstab) hedonik rasa dan mutu rasa manis 28
17 Hasil tabulasi silang (crosstab) hedonik tekstur dan mutu kekenyalan 28
18 Kuisioner daya terima sasaran 29
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cincau sudah dikenal oleh masyarakat sebagai pangan penurun panas


(demam), mual, obat radang lambung, batuk dan penurun tekanan darah tinggi
(Ruhnayat 2002). Beberapa manfaat kesehatan dari cincau tersebut menjadikan
cincau berpotensi untuk dijadikan sebagai pangan fungsional (Tuminah 2004).
Pangan fungsional merupakan pangan yang secara alami maupun setelah diproses
mengandung senyawa yang secara kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi
fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2011). Menurut
Kusharto et al. (2009), kandungan senyawa bioaktif pada cincau antara lain
klorofil, β-karoten, alkaloid, saponin, tanin, steroid, dan glikosida. Penelitian
Tasia dan Widyaningsih. (2013) menyebutkan bahwa cincau memiliki senyawa
polifenol yang berfungsi sebagai zat anti kanker. Selain itu, kandungan senyawa
bioaktif cincau berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, antihipertensi,
antidiabetes dan imunomodulator (Septian & Widyaningsih 2014). Kandungan
fenol pada cincau secara signifikan berpengaruh pada aktivitas antioksidan dan
memiliki efek scavenging pada radikal bebas, penurunan kolesterol darah (Dhesti
& Widyaningsih 2014), serta menurunkan konsentrasi MDA darah (Li et al. 2010).
Kadar MDA darah dapat diturunkan dengan mengkonsumsi makanan
sumber antioksidan yang bisa diperoleh dari dedaunan, rempah-rempah, maupun
sayur (Pratt & Hudson 1999 dalam Sarastani et al. 2002). Penelitian Makaryani
(2014) menunjukkan bahwa intervensi cincau dapat menurunkan MDA darah
lebih baik dibanding intervensi teh, papaya dan tomat. Selain itu, intervensi cincau
juga terbukti dapat meningkatkan kadar HDL (Astirani & Murwani 2012) dan
menurunkan kadar trigliserida secara signifikan (Budiyono & Candra 2013).
Selain memiliki kandungan senyawa bioaktif yang tinggi, cincau juga
memiliki kandungan serat yang cukup tinggi. Menurut Artha (2001), komponen
utama pada ekstrak cincau adalah pektin. Pektin ini termasuk serat pangan larut
air yang dapat menurunkan kadar lipid darah dan respon glikemik (Moharib & El-
Batran 2008). Menurut Nurdin (2007), serat larut dapat difermentasikan secara
lengkap di dalam sistem pencernaan, sehingga memiliki efek laksatif.
Cincau umumnya diolah secara tradisional yaitu dengan mengekstrak daun
cincau dengan air, sehingga gel cincau yang terbentuk akan berasa tawar/hambar.
Secara umum, cincau diproduksi dan dikonsumsi dalam bentuk minuman. Selain
itu, produk cincau yang diolah secara komersial dan disajikan dalam kaleng
umumnya menggunakan pemanis berkalori cukup tinggi yang jika dikonsumsi
cukup sering akan menimbulkan dampak kelebihan kalori bagi tubuh. Menurut
Malik et al. (2009), konsumsi minuman berpemanis gula (sugar-sweetened
beverages/SSBs) dapat mempengaruhi kondisi overweight dan obesitas. Selain itu,
konsumsi SSBs juga berhubungan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan
cardiovascular disease (CVD) pada orang dewasa (Malik et al. 2010).
Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud membuat pengembangan produk
makanan dari bahan dasar cincau, yaitu pangan fungsional jelly drink yang rendah
kalori serta tinggi antioksidan. Produk ini diharapkan dapat menjadi sebuah
2

alternatif solusi dalam pengolahan pangan fungsional berbasis cincau yang


berguna dalam memperbaiki profil oksidatif tubuh.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana formulasi cincau jelly drink?
2. Bagaimana karakteristik organoleptik produk (hedonik dan mutu hedonik)?
3. Berapa kandungan gizi, serat, dan fenol total produk terpilih?
4. Berapa nilai aktivitas antioksidan produk terpilih?
5. Bagaimana daya terima sasaran produk terpilih?

Tujuan

Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan produk cincau jelly drink
sebagai pangan fungsional sumber antioksidan.

Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Membuat formula cincau jelly drink
2. Menganalisis organoleptik produk (hedonik dan mutu hedonik) cincau jelly
drink hasil formulasi
3. Menganalisis kandungan gizi, serat dan fenol total produk terpilih
4. Menganalisis aktivitas antioksidan produk terpilih
5. Menganalisis daya terima produk terpilih kepada kelompok sasaran

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada akademisi


maupun masyarakat tentang salah satu pemanfaatan daun cincau perdu dan teknik
pengolahannya. Selain itu, produk dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
suatu produk pangan fungsional berupa minuman sehat rendah kalori, bebas
lemak, dan sebagai sumber antioksidan.

METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret sampai Juli 2014. Pembuatan
produk, pengamatan dan analisis dilakukan di Laboratorim Percobaan Makanan,
Laboratorium Organoleptik dan Laboratorium Fisik Terpadu, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Analisis daya
terima produk kepada kelompok sasaran dilakukan di lingkungan sekitar kampus
IPB Dramaga.
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cincau jelly drink ini adalah
ekstrak daun cincau perdu, karagenan, perisa buah, gula non kalori, garam, kalium
3

sitrat dan air. Bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, H2SO4 pekat,
selenium mix, NaOH, pelarut heksan, HNO3, HCl, amonium molibdat, potassium
dihidrogen, etanol 95%, indikator metil merah, indikator metil biru, enzim pepsin,
pankreatin, asam galat, pereaksi folin ciocalteau dan bahan kimia lainnya.
Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan jelly yaitu: baskom, mangkok,
gelas, blender, panci, kompor, sendok sayur, gelas ukur, dan timbangan. Alat yang
digunakan untuk analisis kimia adalah cawan alumunium, cawan porselen, oven,
tanur, soxhlet, desikator, kondensor, vorteks, penangas air, gelas piala, labu
kjeldahl, alat destilasi labu Erlenmeyer, inkubator, pompa vakum, labu takar,
gelas ukur, buret, pipet, pipet mikro, rak tabung, pengaduk, kertas saring,
spektrofotometer, tisu, dan penjepit.
Tahap Penelitian
Pembuatan produk cincau jelly drink
Tahap awal pembuatan cincau jelly drink yaitu dengan menyiapkan daun
cincau dan air dengan perbandingan 1:10. Setelah itu, daun dicuci bersih dan
dituangi air panas (mendidih) selama ±1 menit sambil diaduk-aduk agar air panas
merata ke seluruh bagian daun. Setelah daun cincau agak layu, air panas dibuang
dan diganti dengan air biasa. Daun cincau kemudian diremas-remas sampai
hancur dan disaring. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak cincau tanpa
residu. Setelah itu, diberikan perlakuan menurut formula yang akan dibuat yaitu
formula 1 (F1) dengan tambahan 0.3% karagenan, formula 2 (F2) dengan
tambahan 0.4% karagenan dan formula 3 (F3) dengan tambahan 0.5% karagenan.
Masing-masing formula diberikan bahan tetap per mL ekstrak antara lain:
sukralosa 13%, garam 0.1%, kalium sitrat 0.15% dan perisa buah 0.4%. Larutan
dimasukkan ke dalam panci kemudian dipanaskan di atas kompor sampai suhu
±70oC sekitar 4-6 menit sambil diaduk. Setelah mencapai suhu yang diinginkan,
kompor dimatikan dan panci diangkat. Kemudian dihilangkan uap panasnya dan
dituang ke dalam gelas ukuran 200 mL, lalu didiamkan hingga membentuk jelly.
Pada tahap awal penentuan formula, dilakukan trial and error dalam
penggunaan gelling agent, yaitu antara karagenan atau kombinasi karagenan dan
CMC (carboxymethil cellulose). Hasil trial and error tersebut menunjukkan
bahwa penambahan karagenan saja memiliki tekstur jelly yang lebih baik daripada
kombinasi karagenan dan CMC yang cenderung lembek seperti bubur.
Berdasarkan hal tersebut, maka gelling agent yang digunakan dalam penelitian ini
cukup dengan karagenan saja. Tingkat kemanisan diujikan kepada panelis terbatas
sebanyak 5 orang. Panelis diminta untuk mencicipi produk dengan tingkat
kemanisan 10%, 13%, 15% dan 20%. Panelis lebih menyukai produk dengan
tingkat kemanisan 13% yaitu tidak tertalu manis.
Uji organoleptik
Uji organoleptik meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik. Ketiga
formula produk jelly drink diujikan secara duplo sehingga terdapat 6 sampel yang
diujikan kepada 38 panelis Mahasiswa Gizi Masyarakat semester 4–8. Sampel
terdiri dari sampel 1 dan 2 (F1), sampel 3 dan 4 (F2), sampel 5 dan 6 (F3).
Parameter yang diujikan meliputi atribut warna, aroma, rasa dan tekstur. Penilaian
4

ditetapkan secara deskriptif dengan skala 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka,
3=biasa, 4=suka dan 5=sangat suka.
Uji mutu hedonik meliputi kecerahan warna dengan skala penilaian
1=sangat buram, sampai skala 5=sangat tidak buram. Rasa manis dinilai dengan
skala 1=sangat tidak manis, sampai skala 5=sangat manis. Aroma melon dinilai
dengan skala penilaian 1=sangat lemah, sampai skala 5=sangat kuat. Kekenyalan
dinilai dengan skala 1=sangat tidak kenyal, sampai skala 5=sangat kenyal. After
taste dinilai dengan skala 1=sangat mengganggu, sampai skala 5=sangat tidak
mengganggu. Setelah itu dilakukan tabulasi silang pada hasil uji hedonik dan uji
mutu hedonik atribut warna, aroma, rasa dan tekstur untuk mengetahui
kecenderungan mutu produk yang disukai oleh panelis. Kuisioner uji organoleptik
disajikan pada Lampiran 1.
Penentuan produk terpilih
Uji hedonik dan mutu hedonik ini merupakan salah satu cara untuk
mengetahui produk terpilih yang paling disukai panelis. Ketika kedua uji
menunjukkan hasil yang tidak signifikan, maka dilakukan uji ranking untuk
menentukan formula produk terpilih. Uji ranking dilakukan dengan memberikan
perankingan 1–6 pada 6 sampel meliputi atribut warna, aroma, rasa dan tekstur
(menurut tingkat kesukaan dan daya terima), dan keseluruhan. Tingkat kesukaan
dilihat dari hasil uji hedonik, sedangkan daya terima dilihat dari persentase jumlah
panelis yang member nilai lebih dari biasa (skala 3). Ranking keseluruhan dinilai
dari pembobotan yang dibuat oleh peneliti dari keempat atribut hedonik yang
paling berpengaruh terhadap perbedaan formulasi produk yaitu 50% untuk atribut
tekstur, 30% untuk atribut rasa, 10% untuk atribut aroma dan 10% untuk atribut
warna. Atribut tekstur diberikan bobot tertinggi karena memiliki pengaruh yang
lebih besar pada produk jelly drink. Produk terpilih adalah produk yang memiliki
nilai ranking paling tinggi.
Analisis kandungan gizi
Analisis kandungan gizi produk terpilih meliputi analisis kadar abu
(metode tanur), kadar air (metode oven), kadar protein (metode semimikro
kjeldahl), kadar lemak (metode weibull) dan karbohidrat (metode by different)
(SNI 01-2891-1992). Analisis ini dilakukan pada sampel duplo dan 2 kali ulangan
untuk mendapatkan hasil yang presisi. Tahapan analisis kandungan gizi disajikan
pada Lampiran 3–7.
Analisis serat produk terpilih
Kadar serat produk terpilih dilakukan dengan menggunakan metode
enzimatis (Asp et al. 1984). Analisis dilakukan pada sampel duplo dan 2 kali
ulangan untuk mendapat hasil yang presisi. Tahapan analisis serat disajikan pada
Lampiran 8.
Analisis fenol total
Analisis fenol total dilakukan dengan metode folin-ciocalteau (AOAC
1995). Prinsip dari metode ini adalah reduksi reagen dengan gugus fenolik
sehingga menghasilkan warna biru (Diana 2010). Analisis pertama-tama
dilakukan dengan pembuatan larutan standar asam galat yaitu 0, 20, 40, 60, 80,
100, 120, 140, 160, 180, 200 ppm. Pembuatan larutan standar disajikan pada
Lampiran 9. Absorbansi larutan dibaca dengan spektrofotometer pada λ=760 nm.
5

Hasil absorbansi sampel disajikan pada Lampiran 10. Setelah itu, dicari rumus
kurva standar menggunakan Microsoft excel. Diperoleh rumus y=0.0039x+0.0091
dengan nilai R2=0.996.
0.8
y = 0.0039x + 0.0091
0.6 R² = 0.9957
0.4

0.2

0
0 50 100 150 200
Larutan standar asam galat
Gambar 1 Kurva standar larutan asam galat

Setelah diperoleh rumus persamaan linier dari larutan standar, dilakukan


analisis fenol total pada sampel dengan tahapan yang sama dengan pembuatan
larutan standar asam galat. Absorbansi sampel dihitung menggunakan rumus yang
sudah diperoleh dari kurva standar seperti pada Lampiran 9.

Analisis aktivitas antioksidan produk terpilih


Aktivitas antioksidan produk dianalisis menggunakan metode DPPH (2,2-
diphenyl-1-picrylhidrazl) (Molyneux 2004). Analisis ini dilakukan untuk
menghitung nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) yaitu merupakan volume
yang diperlukan untuk mereduksi 50% aktivitas radikal DPPH. Analisis dilakukan
dengan membuat larutan sampel yaitu ekstrak cincau jelly drink ditambah air
bebas ion, kemudian ditambahkan DPPH. Setelah itu, dibaca absorbansi larutan
menggunakan spektrofotometer pada λ=517 nm, kemudian dibuat kurva
persamaan linier dari larutan dan nilai absorbansi.

80
y = 0.048x - 0.1674
60 R² = 0.9995
% antioksidan

40

20

0
0 500 1000 1500
-20 mL larutan ekstrak sampel
Gambar 2 Kurva persamaan linier antioksidan

Dari rangkaian tahapan analisis tersebut, diperoleh kurva persamaan linier


dengan rumus y=0.048x – 0.1674 dengan nilai R2=0.9995. Tahapan analisis
aktivitas antioksidan disajikan pada Lampiran 11. Setalah diperoleh rumus
persamaan linier, dilakukan perhitungan nilai IC50 seperti yang disajikan pada
Lampiran 12.
6

Analisis daya terima sasaran


Analisis daya terima dilakukan dengan melihat seberapa banyak panelis
mampu menghabiskan produk yang disajikan dalam 1 porsi yaitu 200 g.
Kemudian, sisanya ditimbang dan dihitung persentase berat produk yang
dihabiskan. Panelis yang juga sebagai sasaran dari produk ini adalah wanita usia
24–45 tahun. Kharb et al. (1998) menyebutkan bahwa profil oksidatif yang
ditunjukkan oleh kadar MDA darah pada wanita lebih tinggi daripada pria.
Menurut Winarsi et al. (2013), kadar MDA paling tinggi terdapat pada wanita
dengan rentang usia 24–45 tahun. Maka, wanita dengan rentang usia tersebut
dipilih menjadi panelis.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan produk cincau jelly drink ini menggunakan
rancangan percobaan acak lengkap (RAL) dengan rumus sebagai berikut.
Yij = µ + i + ij

Keterangan:
Yij = nilai pengamatan respon karena pengaruh pemberian karagenan
taraf ke-i ulangan ke-j
µ = nilai rata-rata umum
i = pengaruh pemberian karagenan taraf ke-i
ij = error pemberian karagenan taraf ke-i ulangan ke-j

Pengolahan dan Analisis Data


Analisis data formula terpilih pada penelitian ini menggunakan analisis uji
beda nonparametrik Kruskal Wallis. Karena tidak ada perbedaan yang nyata,
maka digunakan uji ranking pada daya terima dan kesukaan semua atribut yaitu
warna, rasa, aroma, tekstur, serta atribut keseluruhan produk berdasarkan
pembobotan untuk menentukan produk terpilih. Uji korelasi tabulasi silang
(crosstab) dilakukan untuk menganalisis korelasi antara atribut kesukaan
(hedonik) dan mutu hedonik. Hasil tabulasi silang dapat menunjukkan
kecenderungan tingkat kesukaan panelis terhadap masing-masing atribut, serta
pengaruh perlakuan terhadap masing-masing atribut, yakni pengaruh penambahan
karagenan terhadap atribut warna, pengaruh penambahan perisa melon terhadap
atribut aroma, pengaruh penambahan sukralosa terhadap atribut rasa dan pengaruh
penambahan karagenan terhadap atribut tekstur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi Cincau Jelly Drink


Menurut SNI (01-3552-1994), jelly merupakan suatu produk makanan
ringan yang berbentuk gel yang terbuat dari pektin, agar, karagenan, gelatin
7

maupun senyawa lainnya dengan tambahan gula, asam atau tanpa bahan tambahan
pangan lain yang diizinkan. Cincau jelly drink merupakan suatu produk minuman
gel dari bahan dasar ekstrak daun cincau (Premna oblingifolia L Merr) dengan
menggunakan air dan tambahan gula dan bahan tambahan pangan lainnya yang
diizinkan.
Penentuan persentase bahan-bahan pada formula ini diperoleh dari
modifikasi penelitian Pamungkas (2014) dan Yulianti (2008). Bahan tetap yang
ditambahkan adalah kalium sitrat 0.15% dan perisa 0.4%. Perbandingan ekstraksi
daun cincau dan air yaitu 1:10. Berdasarkan penelitian Yulianti (2008)
perbandingan ekstrak (bahan:air) secara umum berkisar antara 1:5, 1:10, 1:15 dan
1:20. Selain itu, pemberian karagenan dimulai dari 0.3% dikarenakan persentase
ini menunjukkan hasil tekstur jelly yang mirip dengan produk jelly drink
komersial (Yulianti 2008). Persentase karagenan pada formula cincau jelly drink
ini adalah 0.3%, 0.4% dan 0.5%. Pemilihan perisa melon berdasarkan penelitian
Pamungkas (2014) yang menunjukkan kesukaan paling tinggi dibanding perisa
jeruk, anggur dan mangga pada minuman jelly daun hantap.
Bahan utama yang digunakan adalah ekstrak daun cincau dengan
perbandingan daun cincau dan air yaitu 1:10. Formulasi cincau jelly drink
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Formulasi produk cincau jelly drink
Bahan (%) F1 F2 F3
Ekstrak daun cincau 99.03 98.93 98.83
Karagenan 0.30 0.40 0.50
Sukralosa 0.02 0.02 0.02
Garam 0.10 0.10 0.10
Kalium sitrat 0.15 0.15 0.15
Perisa 0.40 0.40 0.40
Produk ini menggunakan pemanis sukralosa yaitu gula non kalori agar
tetap memberikan rasa manis namun tidak menyumbang kalori. Menurut FDA
(1998), sukralosa tidak berkalori dan tidak menimbulkan efek karsinogenik,
ataupun gangguan reproduksi dan neurologi. Rumus perhitungan jumlah sukralosa
yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat kemanisan 13% disajikan pada
Lampiran 2.
Menurut peraturan BPOM (2011) tentang klaim gizi, suatu pangan disebut
rendah kalori jika memiliki energi kurang dari 40 kkal/takaran saji. Produk cincau
jelly drink yang menggunakan pemanis sukralosa ini tidak mengandung kalori,
maka sudah bisa diklaim sebagai produk rendah kalori. Selain itu, pengguanan
sukralosa 13% yaitu sebesar 40 mg/takaran saji (200 g). Menurut BPOM (2011),
nilai Acceptable Daily Intake (ADI) sukralosa adalah 0–15 mg/kg BB. Jika asumsi
BB wanita dewasa adalah 50 kg, maka ADI sukralosa adalah 0–750 mg. Dengan
demikian, jika produk cincau jelly drink dikonsumsi sebanyak 3 kali/hari, maka
sukralosa yang dikonsumsi adalah 120 mg. Jumlah ini masih berada dalam kisaran
aman untuk dikonsumsi. Dalam penelitian ini, penambahan garam bertujuan
untuk mengimbangi kemanisan dari sukralosa.
Kalium sitrat (potassium citrate) termasuk bahan tambahan pangan yang
diizinkan untuk digunakan. Bahan ini berfungsi sebagai buffer yang dapat
mempertahankan pH produk menjadi stabil. Penelitian Yulianti (2008)
menunjukkan pH daun kelor sebesar 4.6 setelah dibuat jelly daun kelor yang
8

ditambahkan kalium sitrat menjadi stabil dan mendekati netral yaitu antara 5.8
sampai 6. Karagenan ditambahkan sebagai gelling agent agar terbentuk gel. Hal
ini dikarenakan karakteristik fisik cincau yang walaupun sudah dapat membentuk
gel (hidrokoloid), tetapi ketika ditambahkan dengan bahan lain (seperti pemanis
atau perisa) tidak dapat terbentuk gel. Untuk itu, perlu ditambahkan gelling egent
seperti karagenan untuk memperbaiki tekstur gel produk.
Penambahan perisa melon bertujuan untuk meningktakan daya terima
produk dan mengurangi aroma alami daun cincau yang masih terdapat aroma
langu. Pemilihan perisa melon dilakukan berdasarkan hasil penelitian Pamungkas
(2014) yang menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap jelly daun hantap
dengan perisa melon lebih tinggi daripada perisa mangga, jeruk dan anggur.
Hedonik dan Mutu Hedonik
Nilai rata-rata uji hedonik produk menurut penilaian panelis disajikan pada
Tabel 2. Nilai paling tinggi pada atribut warna adalah sampel 6 (F3). Nilai paling
tinggi pada atribut aroma adalah sampel 1 (F1). Nilai paling tinggi pada atribut
rasa adalah sampel 1 dan 2 (F1). Nilai paling tinggi pada atribut tekstur adalah
sampel 2 (F1) dan 4 (F2). Nilai paling tinggi dari hasil pembobotan keseluruhan
adalah sampel 4 (F2). Namun, rata-rata keseluruhan penilaian paling tinggi adalah
sampel 1 (F1).
Tabel 2 Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap produk
Formula Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan Rata-rata
1 2.79 3.24 3.08 3.03 3.04 3.03
F1
2 2.68 2.61 3.08 3.26 3.08 2.94
3 2.92 2.71 3.05 2.71 2.71 2.82
F2
4 2.71 2.87 3.03 3.26 3.10 2.99
5 3.21 2.29 2.97 2.92 2.80 2.84
F3
6 3.29 2.47 2.97 2.87 2.79 2.88
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa keenam produk yang
disajikan tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p>0.05). Hal ini berarti
bahwa keenam produk memiliki karakteristik kesukaan panelis yang sama,
sehingga dapat ditentukan produk manapun sebagai produk terpilih. Oleh karena
itu, penentuan produk terpilih dilakukan dengan menggunakan uji ranking, agar
terlihat tingkat kesukaan panelis yang paling tinggi. Perankingan seluruh sampel
disajikan pada Tabel 3
Tabel 3 Nilai ranking sampel
warna aroma rasa tekstur
Formula Sampel Keseluruhan Total
a b a b a b a b
1 3 2 6 6 5 4 4 4 4 38
F1
2 1 2 3 3 5 3 5 1 5 28
3 4 4 4 4 4 6 1 6 1 34
F2
4 2 1 5 5 3 4 5 5 6 36
5 5 5 1 1 1 1 3 3 3 23
F3
6 6 5 2 2 1 2 2 2 2 24
Keterangan: a : kesukaan, b : daya terima
Tabel 3 merupakan nilai ranking dari 3 sampel yang diuji secara duplo.
Perankingan dilakukan secara ascending, yang artinya semakin tinggi nilai
9

ranking maka semakin bagus sampel tersebut. Tabel 3 menunjukkan tingkat


kesukaan tertingi pada atribut warna diperoleh sampel 6 (F3) dengan nilai ranking
6 dan nilai tertinggi daya terima atribut warna diperoleh sampel 5 dan 6 (F3)
dengan nilai ranking 5. Tingkat kesukaan pada atribut aroma paling tinggi adalah
sampel 1 (F1) dengan nilai ranking 6 dan nilai tertinggi daya terima adalah sampel
1 (F1) dengan nilai ranking 6. Tingkat kesukaan atribut rasa paling tinggi
diperoleh sampel 1 dan 2 (F1) dengan nilai ranking 5 dan daya terima atribut rasa
paling tinggi adalah sampel 3 (F2) dengan nilai ranking 6. Tingkat kesukaan
atribut tekstur paling tinggi diperoleh sampel 1 (F1) dan sampel 4 (F2) dengan
nilai ranking 6 dan daya terima atribut tekstur paling tinggi diperoleh sampel 3
(F3) dengan nilai ranking 6. Keseluruhan daya terima paling tinggi adalah sampel
3 (F2). Nilai total ranking tertinggi didapat pada sampel 1 (F1) dengan nilai 38.
Dengan demikian, F1 adalah produk terpilih yang akan diuji lebih lanjut.
Nilai mutu hedonik masing-masing sampel disajikan pada Tabel 4.
Diketahui bahwa mutu kecerahan warna paling tinggi adalah sampel 3 (F2). Mutu
aroma melon paling tinggi pada sampel 1 (F1) dengan nilai 3.32 kriteria biasa
cenderung kuat. Mutu rasa manis paling tinggi adalah pada sampel 1 (F1) dengan
nilai 3.42 kriteria biasa cenderung manis. Mutu kekenyalan paling tinggi adalah
sampel 3 dan 4 (F2) dengan nilai 3.47 kriteria biasa cenderung kenyal. Mutu after
taste paling tinggi adalah pada sampel 4 (F2) dengan nilai 3.34 yaitu biasa
cenderung tidak mengganggu.
Tabel 4 Nilai mutu hedonik sampel
Kecerahan Aroma Rasa After
Formulasi Sampel Kekenyalan
warna melon manis taste
1 2.24 3.32 3.42 3.08 3.18
F1
2 2.21 2.55 3.21 2.92 2.82
3 2.89 2.61 3.08 3.47 3.29
F2
4 2.87 2.68 2.97 3.47 3.34
5 2.74 2.16 2.47 3.08 2.82
F3
6 2.76 2.39 2.58 3.21 3.08
Setelah dilakukan pengolahan data tabulasi silang (crosstab), dapat
diketahui bahwa atribut hedonik warna berkorelasi positif dengan kecerahan,
yakni panelis semakin menyukai sampel dengan warna yang cenderung semakin
cerah. Namun demikian, penambahan karagenan tidak berpengaruh pada tingkat
kecerahan produk jelly drink cincau (p>0.05). Tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma berkorelasi positif dengan mutu aroma melon, yakni panelis semakin
menyukai sampel dengan aroma melon yang cenderung lebih kuat. Penambahan
perisa melon berpengaruh terhadap mutu aroma melon (p<0.05). Tingkat
kesukaan panelis terhadap rasa berkorelasi positif dengan mutu rasa manis.
Penambahan sukralosa berpengaruh terhadap rasa manis (p<0.05). Tingkat
kesukaan panelis terhadap tekstur berkorelasi negatif dengan kekenyalan, panelis
cenderung lebih menyukai sampel yang tidak terlalu kenyal. Penambahan
karagenan dengan persentase berbeda tidak berbeda nyata pada masing-masing
sampel (p>0.05). Data hasil analisis korelasi tabulasi silang disajikan pada
Lampiran 14–17.
10

Kandungan Gizi Produk Terpilih


Kandungan gizi produk jelly drink cincau terpilih dapat dilihat pada Tabel
5. Zat gizi yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, dan karbohidrat.
Tabel 5 Kandungan gizi, serat dan fenol total produk terpilih
bb (%) bk (%)
No. Kandungan Gizi
(rata-rata±SD) (rata-rata±SD)
1 Air 98.54±0.10 -
2 Abu 0.29±0.02 19.52±1.03
3 Protein 0.13±0.04 8.82±3.03
4 Lemak 0.10±0.01 6.52±0.47
5 Karbohidrat 0.95±0.10 65.31±6.95
6 Serat total* 2.00±0.20 -
Serat larut* 1.10±0.20 -
Serat tidak larut* 0.90±0.20 -
7 Fenol total* 78.32±1.56 -
Keterangan: bb : Basis basah, bk : Basis kering
*: hanya dilakukan dengan sampel basah
Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven biasa. Prinsip analisis
kadar air adalah mengeluarkan air dari bahan pangan dengan bantuan panas
(proses pengeringan). Bahan pangan dikeringkan di dalam oven, kemudian
dihitung berat yang hilang setelah pengeringan. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi analisis air antara lain penimbangan sampel, kondisi oven, kondisi
pengeringan sampel dan perlakuan setelah pengeringan sampel (Andarwulan et al.
2013).
Keterkaitan air pada bahan pangan dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu: 1) Air
monolayer, yaitu air yang terikat secara kimia melalui ikatan hidrogen/ikatan
ionik dengan komponen bahan pangan yang memiliki gugus O seperti karbohidrat
(gula, pati, serat pangan) dan N seperti protein. Ikatan yang terbentuk akan
bersifat stabil, sehingga sulit untuk memutus ikatan tersebut. 2) Air multilayer,
yaitu air yang terikat pada air monolayer yang sifatnya mudah dihilangkan dengan
penguapan maupun pengeringan. 3) Air bebas, yaitu molekul air yang terikat
secara fisik pada matrik bahan pangan, sehingga sangat mudah dihilangkan
dengan proses pengeringan (Andarwulan et al. 2013).
Kadar air yang diperoleh pada sampel cincau jelly drink sebesar
98.54±0.10% basis basah. Sebagai perbandingan, kadar air pada minuman jelly
daun hantap adalah 87.37% (Pamungkas 2014), jelly campuran teh hijau dan
secang sebesar 85.69%, jelly campuran teh hitam dan secang sebesar 90.13%
(Zega 2010). Kadar air produk cincau jelly drink lebih rendah dibandingkan jelly
daun hantap, jelly campuran teh hijau dan secang maupun jelly campuran teh
hitam dan secang.
Kadar Abu
Kadar abu dianalaisis menggunakan metode pengabuan kering. Metode ini
dilakukan dengan mendestruksi komponen organik sampel pada suhu tinggi tanpa
nyala api yaitu dalam tanur, sehingga sampel menjadi abu yang berwarna putih
keabu-abuan dengan berat konstan. Sampel yang tersisa merupakan residu
11

anorganik yang diasumsikan sebagai kadar mineral pada bahan pangan. Metode
analisis kadar abu pada bahan makanan dan hasil pertanian biasa menggunakan
metode pengabuan kering (Andarwulan et al. 2013). .
Kadar abu pada cincau jelly drink sebesar 0.29±0.02% basis basah dan
19.52±1.03% basis kering. Pada basis kering diperoleh nilai yang lebih besar
karena kadar air diasumsikan sudah hilang. Beberapa mineral yang terkandung
dalam daun cincau Premna oblongifolia L. Merr seperti kalsium (Ca), fosfor (P),
zat besi (Fe), magnesium (Mg) dan beberapa mineral lain. Kadar abu pada produk
cincau jelly drink masih lebih besar dibandingkan minuman jelly daun hantap
(0.18%, Pamungkas 2014), ataupun jelly campuran teh hijau dan secang maupun
jelly campuran teh hitam dan secang (masing-masing sebesar 0.08% dan 0.22%,
Zega 2010).
Kadar Protein
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl yaitu untuk
menghitung kadar nitrogen dalam bahan pangan (Andarwulan et al. 2013).
Tahapan analisis protein metode kjeldahl adalah destruksi, destilasi dan titrasi.
Tahap destruksi merupakan tahap penghancuran sampel secara sempurna, yaitu
dengan menambahkan asam sulfat pekat dan pemanasan untuk mengoksidasi
karbon dan hidrogen, sehingga nitrogen dapat diubah menjadi ammonium sulfat.
Tahap selanjutnya adalah destilasi, yaitu menambahkan alkali pekat untuk
memecah ammonium sulfat menjadi gas amoniak. Gas amoniak ini akan menguap
dan ditangkap oleh asam borat sehingga membentuk amonium borat. Tahap
berikutnya adalah titrasi yaitu dengan menambahkan asam klorida encer pada
ammonium borat, sehingga asam borat lepas dan membentuk ammonium klorida.
Jumlah asam klorida inilah yang kemudian dihitung untuk mendapat kadar
nitrogen sampel. Setelah itu dikalikan dengan faktor konversi 16% untuk
memperoleh kadar protein total sampel.
Kadar protein cincau jelly drink adalah sebesar 0.13±0.04% basis basah
dan 8.82±3.03% basis kering. Kadar protein produk cincau jelly drink ini
tergolong rendah karena karakteristik gel cincau yang didominasi oleh kadar air.
Menurut BPOM (2011), suatu produk pangan dikatakan sumber protein jika
mengandung minimal 20% protein/100 g produk, sehingga produk ini bukan
merupakan sumber protein. Meskipun demikian, kadar protein cincau jelly drink
lebih tinggi dibandingkan minuman jelly daun hantap 0.1% (Pamungkas 2014),
jelly campuran teh hijau dan secang sebesar 0.05%, maupun jelly campuran teh
hitam dan secang sebesar 0.04% (Zega 2010).
Kadar lemak
Kadar lemak pada bahan pangan dianalisis menggunakan metode Weibull.
Metode ini hampir sama dengan metode soxhlet. Perbedaannya adalah sampel
terlebih dahulu dihidrolisis dengan menambahkan HCl (1:5), kemudian direfluks
sampai berwarna kehitaman. Setelah itu, sampel disaring menggunakan kertas
saring whole sampai pH normal (5–7) dan di oven selama 3 jam (berat tetap).
Kemudian sampel siap untuk dianalisis menggunakan soxhlet. Prinsip penggunaan
soxhlet adalah sampel diekstrak dengan pelarut organik seperti heksan, kemudian
pelarut diuapkan, sehingga lemak dari sampel dapat terpisah dan ditampung dalam
labu lemak untuk dihitung persentase kadar lemaknya (Andarwulan et al. 2013).
Kadar lemak pada produk cincau jelly drink sebesar 0.10±0.01% basis
basah dan 6.52±0.47% basis kering. Kandungan lemak pada produk cincau jelly
12

drink ini tergolong rendah. Menurut BPOM (2011), suatu produk pangan
dikatakan bebas lemak jika mengandung kurang dari 0.5 g lemak/100 g bahan.
Cincau jelly drink dengan kandungan lemak 0.10% ini berarti hanya mengandung
0.1 g lemak/100 g cincau jelly drink. Serving size produk cincau jelly drink adalah
200 g, maka hanya mengandung 0.2 g lemak/serving size nya. Oleh karena itu,
klaim bebas lemak bisa digunakan dalam label produk cincau jelly drink.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu komponen penting dalam bahan pangan
sebagai sumber energi. Karbohidrat dikelompokkan menjadi 2 macam
berdasarkan stuktur kimia, penggunaan dan nilai gizinya yaitu karbohidrat dapat
dicerna (digestible carbohydrate) dan karbohidrat tidak dapat dicerna (non-
digestible carbohydrate). Karbohidrat dapat dicerna adalah kelompok
monosakarida, disakarida dan polisakarida yang dapat dipecah oleh enzim α-
amilase. Sedangkan kelompok karbohidrat tidak dapat dicerna sering
dikelompokkan sebagai serat makanan (dietary fiber) yang tidak dapat dipecah
oleh enzim α-amilase (Andarwulan et al. 2013).
Kadar karbohidrat pada produk cincau jelly drink ini sebesar 0.95±0.10%
basis basah dan 65.31±6.95% basis kering. Kadar karbohidrat produk cincau jelly
drink lebih rendah dibandingkan produk minuman jelly daun hantap (12.31%,
Pamungkas 2014), jelly campuran teh hijau dan secang maupun jelly campuran
teh hitam dan secang (masing-masing 14.17% dan 9.55%, Zega 2010).
Kadar Serat Produk Terpilih
Serat merupakan komponen karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Serat
dibagi menjadi serat kasar dan serat makanan. Serat kasar merupakan residu dari
bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Serat kasar
terdiri dari selulosa, dengan sedikit pentose dan lignin (Andarwulan et al. 2013).
Serat makanan dibagi menjadi serat larut (soluble dietary fiber/SDF) dan serat
tidak larut air (insoluble dietary fibre/IDF). Serat larut akan menyerap air dan
menjadi gel dalam proses pencernaan. Beberapa sumber serat larut yang
digunakan dalam formulasi makanan seperti beta-glukan pada oat dan gandum,
glucomannan, arbinogalactan, inulin, oligosakarida (Spano 2012) dan pektin.
Serat larut berfungsi dalam menurunkan kolesterol, sehingga dapat mencegah
penyakit jantung koroner. Serat tidak larut adalah serat makanan yang tidak dapat
larut dalam air sehingga melewati saluran cerna dengan kondisi relatif utuh. Serat
jenis ini dapat mempercepat waktu transit dalam usus, sehingga dapat
melancarkan BAB dan menurunkan risiko konstipasi (Ehrlich 2011).
Beberapa metode yang digunakan untuk analisis kadar serat adalah metode
crude fiber, metode deterjen (gravimetric), dan metode enzimatis. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode enzimatis. Metode enzimatis adalah
metode fraksinasi enzimatik, yaitu menggunakan enzim amilase, pepsin dan
pankreatin. Metode ini dapat mengukur kadar serat total, serat larut dan serat tidak
larut (ebookpangan 2009).
Kadar serat dianalisis dengan menggunakan metode enzimatis, yaitu
mereaksikan sampel dengan beberapa enzim pencernaan seperti amilase, pepsin
dan pankreatin. Residu dari reaksi tersebut merupakan serat yang tidak dapat
dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Kadar serat total pada produk cincau jelly
drink adalah 2%, dengan kadar serat larut sebesar 1.1% dan kadar serat tidak larut
sebesar 0.9%. Menurut BPOM (2007) tentang acuan label gizi (ALG), kebutuhan
13

serat dalam sehari (untuk umum) adalah sebesar 25 g. Kandungan serat total
dalam produk cincau jelly drink per serving size hanya memenuhi 16% dari
kebutuhan serat sehari. Menurut aturan klaim gizi (BPOM 2011), suatu produk
pangan dikatakan sumber serat jika mengandung 3 g serat/100 g bahan. Produk
cincau jelly drink ini belum memenuhi klaim “sumber serat” karena hanya
mengandung 2 g serat/100 g produk.
Fenol Total Produk Terpilih
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
hidroksil pada cincin aromatik (Vermerris dan Nicholson 2006). Terdapat lebih
dari 8000 jenis senyawa yang termasuk golongan senyawa fenolik (Marinova et al
2005). Berdasarkan jumlah atom karbonnya, beberapa senyawa fenolik yang kita
kenal adalah asam fenolat, flavonoid, antosianin, biflavin, xanton, tannin, lignin
dan senyawa fenol lainnya (Vermerris dan Nicholson 2006). Menurut Gupta et al.
(2004), sebagian besar daun yang mengandung khasiat obat, aktivitas
antioksidannya disebabkan oleh senyawa polifenol.
Analisis total fenol dilakukan dengan metode folin-ciocalteu. Prinsip dari
metode ini adalah reduksi reagen dengan gugus fenolik sehingga menghasilkan
warna biru (Diana 2010). Kadar fenol total produk cincau jelly drink adalah
sebesar 78.32 mg GAE/100 g. Kandungan fenol total ini lebih tinggi
dibandingkan fenol total pada minuman fungsional ekstrak daun hantap yaitu 10.6
mg GAE/100 g (Pamungkas 2014) dan ekstrak daun meniran yaitu sebesar 6.5 mg
GAE/100 g yang mempunyai aktivitas antiproliferasi sel tumor (Priskila 2012).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kandungan fenol total pada produk cincau
jelly drink ini berpotensi memperlambat proses pertubuhan sel tumor.
Menurut Olajire dan Azeez (2011), fenol total berkontribusi secara
signifikan terhadap aktivitas antioksidan. Menurut Kumar et al (2008), aktivitas
antioksidan dari senyawa fenolik adalah sebesar 85% total fenol dan 84% total
flavonoidnya. Aktivitas antioksidan pada daun-daunan yang memiliki khasiat obat
disebabkan oleh senyawa polifenol (Gupta et al. 2004). Konsumsi pangan sumber
antioksidan dapat mencegah penyakit akibat radikal bebas (Sumazian et al. 2010,
Faujam et al. 2009). Oleh karena itu, produk cincau jelly drink ini mampu menjadi
suatu alternatif pilihan produk pangan fungsional sumber antioksidan.
Aktivitas Antioksidan Produk Terpilih
Analisis aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH untuk
menghitung nilai IC50 (inhibitor concentration 50%). Nilai IC50 ini ditunjukkan
dengan volume yang diperlukan untuk mereduksi aktivitas radikal DPPH sebesar
50%. Dengan demikian, nilai IC50 menunjukkan kemampuan antioksidan dalam
mereduksi 50% aktivitas radikal DPPH. Semakin kecil nilai IC50, maka aktivitas
antioksidan semakin kuat. Nilai IC50 cincau jelly drink disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Aktivitas antioksidan produk jelly
Produk Ekstrak Cincau Jelly drink Jelly drink Jelly drink
cincau jelly jelly daun hantapa rumput Spirulina
drink drink lautb platensisb
IC50 (µL) 2.23 4.47 464.02 931 1625
Keterangan : a: Pamungkas 2014, b: Masluha 2013
14

Menurut Molyneux (2004), aktivitas antioksidan termasuk dalam kategori


kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 µL, dan kategori lemah jika lebih dari 200 µL.
Aktivitas antioksidan produk cincau jelly drink termasuk dalam kategori kuat
yaitu hanya membutuhkan sebanyak 4.47 µL produk cincau jelly drink untuk
dapat menurunkan 50% aktivitas radikal bebas. Nilai IC50 cincau jelly drink lebih
rendah dibandingkan dengan nilai IC50 minuman jelly daun hantap yaitu sebesar
464.02 µL, jelly drink rumput laut yaitu 931 µL dan jelly drink Spirulina platensis
yaitu sebesar 1625 µL. Hal ini berarti bahwa untuk menurunkan 50% aktivitas
radikal bebas, dibutuhkan lebih sedikit cincau jelly drink daripada minuman jelly
daun hantap, jelly drink rumput laut dan jelly drink Spirulina platensis.
Penelitian Devi et al. (2008) yang menyebutkan bahwa aktivitas
antioksidan berkorelasi kuat dengan kandungan total fenol dalam satu bahan
pangan. Kadar total fenol cincau jelly drink lebih tinggi daripada minuman jelly
daun hantap, begitu juga aktivitas antioksidannya yang ditunjukkan oleh nilai IC50
nya.
Daya Terima Sasaran terhadap Produk
Daya terima makanan merupakan kesanggupan seseorang untuk
menghabiskan makanan yang disajikan (Rudatin 1997). Sasaran dilakukan kepada
wanita usia 24–45 tahun. Pemilihan panelis berdasarkan rentang usia dengan
profil oksidatif yang cenderung tinggi. Menurut Winarsi et al. (2013) wanita pada
rentang usia 24–45 tahun memiliki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan
rentang usia lain. Uji daya terima dilakukan kepada 30 wanita dewasa. Menurut
Soekarto (1985), untuk mengasumsikan penerimaan konsumen terhadap suatu
produk, uji daya terima perlu dilakukan pada minimal 30 panelis/masyarakat
umum.
Panelis diminta untuk mengonsumsi satu porsi cincau jelly drink yaitu 200
g. Sisa sampel cincau jelly drink yang tidak dikonsumsi panelis kemudian
ditimbang. Daya terima produk dinyatakan dalam persentase jumlah sampel yang
dikonsumsi panelis dibandingkan dengan jumlah sampel yang diberikan (satu
porsi). Jumlah sampel yang dikonsumsi merupakan selisih antara berat sampel
awal yang diberikan dengan berat sampel sisa yang tidak dihabiskan. Gambar 3
menunjukkan bahwa rata-rata panelis mampu menghabiskan sebanyak 69.07%
dari satu porsi cincau jelly drink. Menurut metode Comstock (Gregorie & Spears
2007), penerimaan makanan termasuk dalam kategori tinggi jika mampu
dihabiskan lebih dari ¾ porsi, kategori sedang jika dihabiskan lebih dari ½ porsi,
dan kategori kurang jika dihabiskan kurang dari ½ porsi. Uji daya terima
dilakukan bertepatan dengan bulan Ramadhan. Hal ini mungkin berpengaruh pada
kondisi sasaran yaitu sulit menentukan waktu dimana panelis/sasaran dalam
kondisi tidak terlalu kenyang dan tidak terlalu lapar yang dapat menyebabkan bias
pada waktu penelitian.

30.93
daya terima
sisa
69.07

Gambar 3 Persentase daya terima sasaran


15

Penerimaan panelis umum terhadap produk terhadap atribut warna, aroma,


rasa dan tekstur dilakukan dengan mengisi kuisioner sederhana dengan skala
penilaian 1=tidak suka, 2=biasa dan 3=suka.
3

tingkat kesukaan
2.5 2.8
2.6
2 2.4 2.3
1.5
1
0.5
0
warna aroma rasa tekstur
atribut

Gambar 4 Tingkat kesukaan sasaran terhadap produk


Hasil menunjukkan bahwa kesukaan panelis pada masing-masing atribut
yaitu antara biasa dan suka. Penilaian pada atribut warna dan aroma sebesar 2.6
dan 2.8 dengan kriteria biasa cenderung suka. Tingkat kesukaan pada atribut rasa
dan tekstur sebesar 2.4 dan 2.3 dengan kriteria penilaian biasa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil uji hedonik produk tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Oleh karena itu, penentuan produk terpilih dilakukan dengan uji ranking. Hasil uji
ranking didapatkan produk terpilih adalah formula 1 dengan 0.3% karagenan
dengan total ranking 38.
Kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat
dari produk terpilih secara berturut-turut yaitu 98.54±0.10%, 0.29±0.02%,
0.13±0.04%, 0.10±0.01% dan 0.95±0.10% basis basah, serta 0.00±0.00%,
19.52±1.03%, 8.82±3.03%, 6.52±0.47% dan 65.31±6.95% basis kering. Kadar
serat pada produk cincau jelly drink terpilih adalah sebesar 2% yang terdiri dari
1.1% serat pangan larut dan 0.9% serat pangan tidak larut. Produk cincau jelly
drink ini belum bisa diklaim menjadi sumber serat karena hanya mengandung 2 g
serat/100 g produk nya. Kandungan serat pada tiap serving size cincau jelly drink
memenuhi 16% dari kebutuhan serat sehari yaitu 25 g. Kadar fenol total cincau
jelly drink adalah sebesar 78.32 mg GAE/100 g dan merupakan produk pangan
fungsional sumber antioksidan. aktivitas antioksidan ditunjukkan oleh nilai IC50
termasuk dalam kategori day ahambat kuat yaitu 4.47 µL. Daya terima produk
kepada panelis umum sudah cukup baik dengan penilaian biasa cenderung suka,
terutama pada atribut aroma.
Saran
Beberapa saran untuk penelitian lanjutan adalah perlu adanya analisis sifat
fisik dari produk cincau jelly drink ini yaitu meliputi kondisi sineresis, aktivitas
air, kekuatan gel, pH serta daya tahan produk. Perlu dilakukan intervensi untuk
16

melihat pengaruh produk terhadap kondisi klinis. Perlu dilakukan uji daya terima
sasaran pada hari biasa (bukan saat bula Ramadhan) agar tidak menimbulkan bias.

DAFTAR PUSTAKA

Ananta E. 2000. Pengaruh ekstrak cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers)


terhadap proliferasi alur sel kanker K-562 dan Hela. [skripsi]. Bogor (ID).
IPB.
Andarwulan, Kusnandar, Herawati. 2013. Analisis kimia pangan. Jakarta: Dian
Rakyat.
[AOAC]. Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official method of
analysis of the association of official analitycal of chemist. The
association of analitycal chemist, Inc. Arlington, Virginia, USA.
Artha N. 2001. Isolasi dan karakterisasi sifat fungsional komponen pembentuk gel
daun cincau (Cyclea barbata L. Miers). [Disertasi]. Bogor (ID). IPB.
Asp N G, L Prosky, L Furda, J W De Vries, T F Schweizer and B F Harland. 1984.
Determination of total dietary fiber in foods and food products and total
diets: Interlaboratory study. Journal of AOAC. 67:1044–1053.
Astirani AE, Murwani H. 2012. Pengaruh pemberian sari daun cincau hijau
(premna oblongifolia l merr.) terhadap kadar kolesterol hdl dan kolesterol
ldl tikus sprague dawley dislipidemia. Journal of Nutrition College.
1(1):265–272.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. (ID). 2011. Pengawasan klaim dan
label dalam iklan pangan olahan. HK.03.1.23.11.11.09909.
Budiyono W, Candra A. 2013. Perbedaan Kadar Kolesterol Total dan Trigliserida
Sebelum dan Setelah Pemberian Sari Daun Cincau Hijau (Premna
Oblongifoia Merr) pada Tikus Dislipidemia. Journal of Nutrition College.
2(1):118–125.
Devi KP, Natarajan S, Periyaniana K. 2008. BMC Complementary and
Alternative medicine. 8:38pp.
Dhesti AP, Widyaningsih TD. 2014. Pengaruh pemberian liang teh cincau
terhadap kadar kolesterol. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(2):103–109.
Diana. 2010. Aktivitas anti-hiperglikemik dari minuman fungsional berbasis
kumis kucing (Orthosiphon aristatus BL Miq) secara In vitro dan Ex vivo
[Skripsi]. Bogor (ID). IPB
EhrlichSD.2011.Fiber.[internet].http://umm.edu/health/medical/altmed/supplemen
t/fiber. University of Maryland Medical Center. (22 januari 2014)
Faujam H, Noriham A, Norrakiah AS, Babji AS. 2009. Antioxidant acivity of
plants methanolic extracts containing phenolic compound. Afr. J.
Biotechnol. 8:484–489.
17

[FDA] Food and Drug Administration. (US). 1998. Additional information about
high-intensity sweeteners permittes for use in food in the United Stated.
[internet]. Tersedia pada http://www.fda.gov/food/ingredientspackaging
labeling/foodadditivesingredients/ucm397725.htm. diunduh 25 Mei 2014
Gregorie MB, Spears MC. 2007. Food service organization: A managerial and
system approach 6th ed. New jersey: Pearson Education.
Gupta M, Mazumdar, UK, Gomathi P, Kumar RS. 2004. Antioxidant and Free
Radical Scavenging Activities of Ervatamia coronaria Stapf. Leaves.
Iranian Journal of Pharmaceutical Research. 2: 119–126
Kharb S, Ghalaut V S, Ghalaut P S. 1998. A comparison of antioxidant status and
free radical peroxidation in healthy person. Med J Indones. 7(4):196–204.
Kumar TS, Shanmugam S, Palvannan T, Kumar VMB. 2008. Evaluation of
antioxidant properties of elaeocarpus ganitrus Roxb. Leaves. Iranian
Journal of Pharmaceutical Research. 7(3):211–215.
Kusharto CM, Nurdin, Tanziha I, & Januwati M. 2009. Kandungan klorofil
berbagai jenis daun tanaman dan Cu-turunan klorofil serta karakteristik
fisiko-kimianya. Jurnal Gizi dan Pangan. (491):13–19.
Li Z, Henning SM, Zhang Y, Zerlin A, Li L, Gao L, Ru-Po lee, Karp H, Thames
G, Bowerman S, et al. 2010. Antioxidant-rich spice added to hamburger
meat during cooking results in reduced meat, plasma, and urine
malondialdehyde concentrations. Am J Clin Nutr 2010;91:1180–4.
Makaryani I. 2014. Pengaruh pemberian pangan antioksidan terhadap kadar
malondialdehid dan profil lipid darah mahasiswi pengonsumsi gorengan.
[skripsi]. Bogor (ID). IPB
Malik VS, Schulze MB, Hu FB. 2009. Intake pf sugar-sweetened beverages and
weight gain: a systemic review. Am J Clin Nutr. 84(2):274–288.
Malik VS, Popkin BM, Bray GA, Hu FB. 2010. Sugar-sweetened beverages,
obesity, type 2 diabetes mellitus, and cardiovascular disease risk.
Circulation. 121:1356–1364. Doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.
109.876185
Marinova D, Ribarova F dan Atanassova M. 2005. Total phenolic and total
flavonoids in Bulgarian fruits and vegetables. J. university Chem. Tech.
metallurgy, 40(3):255–260.
Masluha D. 2013. Formulasi Jelly Drink Berbasis Rumput Laut (Eucheuma
cottonii) dan Spriulina platensis [skripsi]. Bogor (ID). IPB.
Moharib S. A. El-Batran S.A. 2008. Hypoglycemic effect of dietary fibre in
diabetic rats. Research Journal of Agricultural and Biological Science.
4(5):455–461.
Molyneux P. 2004. The Use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Journal Science and
Technology. 26:211–219.
18

Nurdin SU. 2007. Evaluasi Efek Laksatif dan Fermentabilitas Komponen


Pembentuk Gel Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.). Jurnal.
Teknol. dan Industri Pangan. XVIII(1)
Olajire A A, Azeez L. 2011. Total antioxidant activity, phenolic, flavonoid and
ascorbic acid contents of Nigerian vegetables. Afr. J. Food Sci. Technol.
2(2):022–029. ISSN:2141–5455.
Pamungkas A. 2014. Pengembangan produk minuman jeli ekstrak daun hantap
(sterculia oblongata r Brown) sebagai alternative pangan fungsional.
[skripsi]. Bogor (ID). IPB
Priskila. 2012. Aktivitas antiproliferasi sel tumor secara in vitro dari ekstrak air
meniran dalam pengembangan minuman fungsional [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Rudatin. 1997. Faktor eksternal yang mempengaruhi daya terima makan pasien
rawat inap lanjut usia di Rumah Sakit Umum Bakti Yudha Depok.
[Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
Ruhnayat A. 2002. Cincau Hitam Tanaman Obat Penyembuh. Dalam T. Dewanti,
Sukardiman A, Djoko P, dan Darmanto W. 2012. Efek Immunomodulator
Ekstrak Air Cincau Hitam (Mesona palustris BL) Terhadap
Karsinogenesis Mencit. J. Teknol. dan Industri Pangan 23(1):29–35.
Sarastani, Dewi, Suwarna T, Soekarto, TR. Muchtadi, D Fardiaz, A. Apriyanto.
2002. Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak biji atung. J.
Teknol. dan Industri Pangan. XIII(2):149–156.
Septian BA, Widyaningsih TD. 2014. Peranan senyawa bioaktif minuman cincau
hitam (Mesona palustris BI.) terhadap penurunan tekanan darah tinggi:
kajian pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3):198–202.
Soekarto ST. 1985. Penilaian organoleptik untuk industri pangan dan hasil
pertanian. Jakarta, Karya Aksara.
Sumazian Y, Syahid A, Hakim M, Maziah M. 2010. Antioxidant activities,
flavonoids, ascorbic acid and phenolic content of Malaysian vegetables. J.
Med. Plant Res. 4:881–890.
Spano M. 2012. Food product design: Soluble dietary fibre. [internet]. Tersedia
pada. http://www.foodproductdesign.com/articles/2012/04/dietary-fiber.
aspx. diunduh pada 20 Januai 2014
Tasia WRN, Widyaningsih TD. 2013. Potensi cincau hitam sebagai minuman
herbal fungsional. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):128–136.
Tuminah S. 2004. Cincau hitam sebagai salah satu sumber antioksidan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. No.
144:52
Vermerris W dan Nicholson R. 2006. Phenolic compoundbiochemistry. Springer,
Dordrecht.
Winarsi H, Alice Y, Agus P. 2013. Deteksi aging pada perempuan berdasarkan
status antioksidan. MKB. 45(3): 141–146.
19

Yulianti R. 2008. Pembuatan minuman jeli daun kelor (Moringa oleifera lamk)
sebagai sumber vitamin C dan β-karoten. [skripsi]. Bogor (ID). IPB
Zega Y. 2010. Pengembangan produk jelly drink berbasis teh (Camelia sinensis)
dan secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai pangan fungsional. [skripsi].
Bogor (ID). IPB.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir uji hedonik dan mutu hedonik sampel


FORMULIR UJI HEDONIK
CINCAU JELLY DRINK

Nama Panelis :
Jenis Kelamin :
No. telp/hp :

Instruksi :
1. Ciciplah sampel satu persatu.
2. Nyatakan penilaian Anda terhadap sampel dengan memberi nomor (lihat
pada keterangan) pada kolom yang tersedia berdasarkan tingkat kesukaan.
3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setelah mencicipi satu
sampel.
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel.
5. Setelah selesai mencicipi semua sampel, silahkan memberikan komentar
pada ruang yang telah disediakan.

Kode Sampel
Indikator
057 720 169 815 369 421
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur

Keterangan:
-sangat suka :5
-suka :4
-biasa :3
-kurang suka :2
-tidak suka :1

Komentar dan saran:


………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Terima kasih
20

FORMULIR UJI MUTU HEDONIK


CINCAU JELLY DRINK

Nama Panelis :
Jenis Kelamin :
No. telp/hp :

Instruksi :
1. Ciciplah sampel satu persatu.
2. Nyatakan penilaian Anda terhadap sampel dengan memberi nomor (lihat
pada keterangan) pada kolom yang tersedia berdasarkan mutu sampel.
3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setelah mencicipi satu
sampel.
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel.
5. Setelah selesai mencicipi semua sampel, silahkan memberikan komentar
pada ruang yang telah disediakan.

Indikator Kode Sampel


057 720 169 815 369 421
Kecerahan
warna
Aroma melon
Rasa manis
Kenyalan
After taste

Keterangan:
-kecerahan warna: -rasa manis: -aroma melon:
 Sangat cerah :5 -sangat manis :5 -sangat kuat : 5
 Cerah :4 -manis :4 -kuat :4
 Biasa :3 -biasa :3 -normal :3
 Buram :2 -tidak manis :2 -lemah :2
 Sangat buram :1 -sangat tidak manis :1 -sangat lemah : 1

-Kekentalan jelly: -after taste:


 Sangat kenyal :5 -sangat tidak mengganggu: 5
 Kenyal :4 -tidak mengganggu :4
 Biasa :3 -biasa :3
 Tidak kenyal :2 -mengganggu :2
 Sangat tidak kenyal:1 -sangat mengganggu :1

Komentar dan saran:


………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………
Terima kasih
21

Lampiran 2 Cara Perhitungan Sukralosa pada Formula

 Sukralose (g) = (A % x mL ekstrak)


600
Keterangan:
A = Tingkat kemanisan yang diinginkan (%)
600 = Tingkat kemanisan sukralosa
mL ekstrak = Volume sampel yang akan dibuat

Lampiran 3 Analisis Kadar air (SNI 01-2891-1992)

Prinsip pengukuran kadar air yaitu sampel dikeringkan dalam oven bersuhu
100°C-105°C selama kurang lebih 30 menit sampai diperoleh berat tetap. Sampel
ditimbang sebanyak 2 g (B) dalam cawan petri kosong yang sudah ditimbang
beratnya (B1) dan sudah dikeringkan dalam oven kemudian didinginkan dalam
desikator. Kemudian cawan yang berisi sampel ditutup dan dimasukkan ke dalam
oven bersuhu 100°C-105°C selama 3-5 jam. Setelah itu, cawan didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (B2).
Perhitungan :
Kadar air (basis basah) (%) = (B1 – B2) x 100%
B

Keterangan:
B = berat sampel
B1 = berat sampel + cawan sebelum dikeringkan
B2 = berat sampel + cawan setelah dikeringkan

Lampiran 4 Analisis kadar abu (SNI 01-2891-1992)

Langkah pertama dalam metode pengabuan adalah disiapkan cawan


pengabuan, dimasukkan dalam tanur dan dinormalkan suhunya dalam desikator
kemudian ditimbang. Cawan yang telah berisi sampel sebanyak 3 gram
dimasukkan dalam api Bunsen sampai tidak berasap, kemudian dimasukkan
dalam tanur pengabuan dan dibakar hingga diperoleh abu dari sampel. Pengabuan
ini dilakukan dua tahap, yaitu pada suhu 450°C kemudian dinaikkan menjadi
550°C. Pengabuan dilakukan selama 2-3 jam. Cawan yang berisi abu sampel
diletakkan dalam desikator untuk menormalkan suhu kemudian ditimbang.
Perhitungan :
Kadar abu total (%) = Berat abu x 100%
Berat sampel
22

Lampiran 5 Analisis kadar protein (SNI 01-2891-1992)

Analisis protein ini menggunakan metode semi mikro kjeldahl. pertama,


sampel ditimbang sebanyak 0.1-0,2 gram lalu dimasukkan dalam labu Kjedahl 30
mL. Kemudian ditambahkan 0.5 gram selenium mix dan 7 mL H2SO4 pekat.
Sampel didestruksi sampai menjadi larutan jernih kehijauan dan uap SO hilang.
Kemudian hasil destruksi ditambahkan aquades dan dimasukkan ke dalam labu
destilasi dstilasi ditampung dalam 20 mL larutan asam borat 3%, kemudian
didestilasi dengan HCL standar (indikator metal merah).
Perhitungan :

Protein (%) = ml titrasi x NHCl x 14 x 100%


mg sampel

Lampiran 6 Analisis kadar lemak (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar lemak yang digunakan adalah metode weibull. Sampel


terlebih dahulu dihidrolisis menggunakan HCl pekat:akuades (1:4), kemudian di
panaskan menggunakan kondensor selama 30 menit sampai larutan berwarna
hitam. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam, lalu
didinginkan di dalam desikator (15 menit) kemudian ditimbang (A). Sebanyak 5
gram sampel (S) dibungkus dalam kertas saring bebas lemak dan diletakkan di
dalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut heksan ditambahkan ke dalam labu lemak,
kemudian labu disulingkan kembali dan labu lemak diangkat serta dikeringkan
dalam oven pada suhu 105oC. Lalu suhu dinormalkan dalam desikator 20-30
menit dan ditimbang (B).
Perhitungan :
Lemak (%) = B-A x 100%
S

Lampiran 7 Analisis kadar karbohidrat metode by difference (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan


rumus :
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (Kadar air + Abu + Protein + Lemak)

Lampiran 8 Analisis kadar serat enzimatis (Asp et al. 1984)

Tahapan analisis kadar serat ini menggunakan metode enzimatis. Metode


ini disesuaikan dengan kondisi fisiologis manusia, yaitu menggunakan enzim
amilase, enzim pepsin dan enzim pankreatin. Metode ini juga dapat menganalisis
kandungan serat total, serat larut dan serat tidak larut (Joseph 2002).
Alat-alat yang digunakan adalah Soxhlet, neraca analitik, erlenmeyer 250
mL, penangas air, pH meter, alumunium foil, cawan, crucible, oven biasa. Bahan-
bahan yang digunakan adalah 0,1 M buffer natrium fosfat pH 6, 4 M HCl, 4 M
23

NaOH, petrolium eter, pepsin NF, etanol teknis 95%, Aseton puriss, enzym
termamyl 60 mL, pankreatin 4x NF. Berikut ini adalah prosedur analisis serat
metode enzimatis:
Sampel basah dihomogenasi dan digiling

Lemak diekstraksi menggunakan petroleum eter selama 15 menit

Sampel seberat 1 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 25 mL 0,1 M buffer Natium fosfat pH 6 lalu diaduk

Ditambahkan enzim termamyl, kemudian diinkubasi selama 15 menit

Dibiarkan dingin dan ditambahkan air aquades sehingga pH menjadi 1,5

Ditambah dengan 100 mg pepsin lalu diinkubasi selama 60 menit pada suhu
40ºC

Ditambah 20 mL air destilasi dan pH diatur menjadi 6,8 dengan
menggunakan NaOH 0.1 N

Ditambah dengan 100 mg pankreatin, lalu erlenmeyer ditutup dan
diinkubasi selama 60 menit suhu 40oC

Diatur pH menjadi 4,5 dengan HCl 0.1 N

Disaring dengan crucible

Residu
Residu dicuci dengan 2x10 mL etanol 95 % dan 2x10 mL aseton

Dikeringkan pada suhu 105ºC

Diabukan mengguanakan tanur dengan suhu 550ºC selama 5 jam

Filtrat
Volume filtrat diatur menjadi 100 mL dengan etanol

Ditambahkan 400 mL etanol 95 %, dibiarkan mengendap selama 1 jam

Disaring dengan crucible

Dicuci dengan 2x10 mL etanol 78 %, 2x10 mL etanol 95 % dan 2x10 mL
aseton

Dikeringkan pada suhu 105ºC semalaman
24

Perhitungan :

Serat larut (%) = (C2 g – C1 g) – (KF g – K g) x 100 %


Sg

Serat tak larut (%) = (C2 g – C2 g) – (KR g – K g) x 100 %


Sg

Serat total (%) = serat larut (%) + serat tak larut (%)

Keterangan :
C1 = Berat cawan kosong (g)
C2 = Berat cawan + kertas saring setelah pengabuan (g)
K = Berat kertas saring kosong (g)
KF = Berat kertas saring filtrat (g)
KR = Berat kertas saring residu (g)

Lampiran 9 Analisis fenol total (AOAC 1995)

Analisis total fenol dilakukan dengan metode folin-ciocalteau dan


menggunakan larutan standar asam galat. Hal pertama yang dilakukan adalah
membuat kurva standar asam galat dengan membuat larutan asam galat 0, 20, 40,
60, 80, 100, 120, 140, 160, 180 dan 200 ppm seperti berikut:

Pembuatan larutan induk asam galat 1000 ppm:


0.05 g asam galat x 1000 mg
= 1g x 1000 mL
50 mL aquades 1L
= 1000 mg
L
= 1000 ppm

Jadi, untuk membuat larutan asam galat 20 ppm dalam 10 mL adalah sebagai
berikut:
= 20 ppm x 10 mL
1000 ppm
= 0.2 mL larutan induk asam galat, kemudian ditambah 9.8 mL
aquades (sampai volume 10 mL larutan)

Setelah diperoleh larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda, kemudian


diberi beberapa perlakuan sebagai berikut:

Larutan standar

ditambahkan 0.25 mL pereaksi folin-ciocalteau

ditambahkan 0.5 mL Na2CO3 jenuh

x
25

divorteks

dibaca absorbansi pada λ= 760 nm

Analisis fenol total pada sampel yaitu 0.1 mL ekstrak ditambah 4 mL akuades
kemudian diberi perlakuan yang sama seperti larutan standar.

Rumus konversi berat sampel basah (g)


= sampel kering (g) x (100- kadar air sampel kering (%))
(100-kadar air sampel basah (%))

Rumus perhitungan fenol total sampel basah (mg GAE/100 g)


= y-b
a (mg) x volume larutan (mL) x faktor pengenceran x 100 (g)
1000 (mL)
Berat sampel basah (g) x 100 (g)

*GAE= Galate Acid Equivalent

Lampiran 10 Nilai absorbansi larutan induk asam galat

Nilai absorbansi larutan standar asam galat


Konsentrasi Asam galat Aquades Absorbansi
No.
(ppm) (g) (ml) (λ= 760 nm)
1. 0 0.0 10.0 0.000
2. 20 0.2 9.8 0.067
3. 40 0.4 9.6 0.167
4. 60 0.6 9.4 0.259
5. 80 0.8 9.2 0.334
6. 100 1.0 9.0 0.401
7. 120 1.2 8.8 0.498
8. 140 1.4 8.6 0.571
9. 160 1.6 8.4 0.622
10. 180 1.8 8.2 0.690

Lampiran 11 Tahapan analisis aktivitas antioksidan (Molyneux 2004)


0, 400, 600, 800, 1000, 1200, 1400 µL ekstrak cincau jelly drink

ditambahkan air bebas ion (masing-masing sampai 4 mL) dan divorteks


selama ± 30 detik

Ditambahkan DPPH pada masing-masing sampel dengan rentang waktu 1 menit


disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000-4000 rpm

x
26

didiamkan sampai 30 menit sejak penambahan DPPH

dibaca absorbansi pada λ= 517 nm dengan rentang 1 menit tiap sampelnya

Lampiran 12 Perhitungan kesetaraan IC50 ekstrak cincau dengan produk cincau


jelly drink
Nilai Absorbansi Larutan Sampel Antioksidan

volume abs % AO
0 0.925 0.000
400 0.744 19.57
600 0.670 27.57
800 0.499 46.05
1000 0.482 47.89
1200 0.391 57.73
1400 0.305 67.04

Nilai Aktivitas Antioksidan (AO) (%) = abs1 – abs2 x 100%


abs1
keterangan :
abs1 = nilai absorbansi volume 0.
abs 2 = nilai absorbansi dari volume larutanyang ingin dicari nilai AO nya.

Nilai IC50 ekstrak cincau jelly drink (µL) = (a x 50) + b


= (0.048 x 50) -0.1674
= 2.23 µL

Volume cincau jelly drink setara dengan nilai IC50 ekstrak cincau jelly drink

nilai IC50 x g sampel kering x (100- kadar air sampel kering)


volume ekstrak
=
(100- kadar air sampel basah)

= 2.23 µL x 0.3008 g x (100- 2.748)


10000 µL
(100- 98.54)

= 0.00447 g = 4.47 mg ≈ 4.47 µl


27

Lampiran 13 Hasil uji statistik non parametrik Kruskal Wallis

Lampiran 14 Hasil tabulasi silang (crosstab) hedonik warna dan mutu kecerahan
28

Lampiran 15 Hasil tabulasi silang (crosstab) hedonik aroma dan mutu aroma
melon

Lampiran 16 Hasil tabulasi silang (crosstab) hedonik rasa dan mutu rasa manis

Lampiran 17 Hasil tabulasi silang (crosstab) hedonik tekstur dan mutu


kekenyalan
29

Lampiran 18 Kuisioner daya terima sasaran


Formulir Uji Daya Terima Sasaran

Biodata Responden
Nama :
Umur :
Pendidikan : (a) SD (b) SMP (c)SMA (d) D3, lainnya……
Pekerjaan :

Kesukaan terhadap cincau tawar: (a) suka (b) biasa (c) tidak suka

Protokol
1. Responden dipersilahkan untuk mengkonsumsi sampel yang sudah disediakan.
2. Responden dipersilahkan untuk mengisi tabel dengan mencentang (√) pada
kolom kesukaan berdasarkan atribut yang tersedia!
3. Silahkan mengisi alasan-alasan yang tersedia (boleh memilih lebih dari 1
alasan)

Kesukaan
Atribut
Tidak suka Biasa Suka
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur

Alasan sampel dihabiskan: Alasan tidak dihabiskan:


(1) Segar (1) Mengenyangkan
(2) Kesukaan pada aroma (2) Eneg
(3) Enak (3) Kurang berasa
(4) Bermanfaat bagi kesehatan (4) Alasan lain:
(5) Alasan lain: ________________________
______________________
________________________

Komentar dan saran:


………………………………………………………………………………
…................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................

Terima kasih ^_^


30

RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari 2 bersaudara dari Bapak Suparlan dan Ibu
Supriani. Penulis lahir di Kabupaten Nganjuk, 05 September 1991. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA POMOSDA (Pondok
Modern Sumber Daya AT-Taqwa) di Tanjunganom, Nganjuk pada tahun 2010.
Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat perguruan tinggi di IPB melalui jalur
beasiswa PBSB (Penerimaan Beasiswa Santri Berprestasi) dari Kementerian
Agama RI pada tahun 2010. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) dan mendapatkan hibah pada bidang PKM-KC (karsa cipta)
tahun 2012 berjudul “TRIPLEM: Desain Meja Makan Multifungsi untuk Dapur
Minimalis” bersama Tim. Karya ini berhasil mendapat juara 1 kategori presentasi
pada PIMNAS 25 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Karya ini juga
berhasil membawa penulis beserta Tim menjadi finalis Tanoto Student Research
Award (TSRA) dan TRI-U International Joint Seminar and Symposium, serta
mendapat penghargaan sebagai Inovator dalam 105 Inovasi Indonesia
Terprospektif Tahun 2013. Tahun 2014, penulis bersama Tim juga mendapat
hibah PKM bidang penelitian dengan judul “Potensi Jelly Cincau (Premna
oblongifolia L. Merr) dalam menurunkan kadar MDA, Hs-CRP dan memperbaiki
Profil Lipid Darah”. Penulis pernah mengisi acara perayaan tahun baru Hijriyah di
gedung GWW (Graha Widya Wisuda) dengan kesenian Islam marawis bersama
Tim “Marawis CSS MoRA IPB”. Kegiatan KKP (Kuliah Kerja Praktek) penulis
dilakukan pada tahun 2013 di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor.
Kegiatan ID (Internship Dietetic) dilakukan pada tahun 2014 di RSUD Ciawi,
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai