Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan derajat kesehatan masyarakat suatu negara ataupun


dalam suatu daerah dapat dilihat dari kejadian kematian dalam
masyarakatnya dari waktu ke waktu. Kejadian kematian ini juga dapat
digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan
kesehatan serta program pembangunan di sektor kesehatan (Depkes RI,
2006). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia kematian
maternal merupakan jumlah wanita yang meninggal karena kematian yang
berhubungan dengan gangguan kehamilan maupun penanganannya, tetapi
bukan karena kecelakaan atau kebetulan selama masa kehamilan,
melahirkan serta masa nifas tanpa memperhitungkan masa kehamilannya
per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). Menurut Chalik (2008)
plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi,
dan sering terjadi pada usia di atas 30 tahun. Uterus yang cacat juga dapat
meningkatkan angka kejadian plasenta previa.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007


menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 228 per
100.000 kelahiran hidup pada priode tahun 2003 sampai 2007. Pada tahun
2009 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390 per
100.000 kelahiran hidup. Dari hasil survei tersebut terlihat adanya
peningkatan angka kematian ibu di Indonesia (Depkes RI, 2009). Angka
kematian ibu selama tahun 2006 sebanyak 237 per 100.000 kelahiran
hidup. Dari total 4.726 kasus plasenta previa pada tahun 2005 didapati 40
orang ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI, 2005). Sedangkan
pada tahun 2006 dari total 4.409 kasus plasenta previa didapati 36 orang
ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI, 2006).

1
Plasenta previa adalah plasenta yang melekat pada bagian segmen
bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir
yang ditandai dengan perdarahan diatas usia 28 minggu tanpa ada nyeri
(Chalik, 2008). Penyebab terjadinya plasenta previa secara pasti sulit
ditentukan namun ada beberapa faktor yang meningkatkan terjadinya
plasenta previa seperti jarak kehamilan, paritas tinggi dan usia diatas 35
tahun (Prawirohardjo, Sarwono. 2008). Menurut hasil penelitian wardana
(2007), plasenta terjadi 1,3 lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali
melahirkan (multipara) dari pada ibu yang baru pertama kali melahirkan
(primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk
mendapatkan plasenta previa lebih besar. Pada ibu yang melahirkan dalam
usia >40 tahun berisiko 2,6 kali untuk terjadinya plasenta previa. (Santoso.
2006). Plasenta previa juga sering terjadi pada kehamilan ganda dari pada
kehamilan tunggal. Uterus yang cacat ikut mempertinggi angka
kejadiannya. Ibu yang mempunyai riwayat secsio sesaria minimal satu
kali mempunyai resiko 2,6 kali untuk menjadi plasenta previa pada
kehamilan selanjutnya. (Santoso, 2008)

Persalinan seksio sesarea merupakan metode persalinan yang menjadi


pilihan pada penderita plasenta previa. Seksio sesarea merupakan salah
satu faktor penting untuk menurunkan angka kematian ibu maupun janin
(Decherney, Nathan, goodwin, Laufer, 2007). Persalinan seksio sesarea
juga dapat menurunkan angka kesakitan pada fetus pada kasus kelainan
letak (sungsang dan lintang), serta kasus plasenta previa (Gant &
Cunningham, 1999). Oleh karena itu untuk mengurangi angka kematian
ibu dan janin akibat perdarahan yang terjadi pada kasus plasenta previa
perlu dilakukan persalinan seksio sesarea.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi Plasenta Previa?


2. Apa saja klasifikasi Plasenta Previa?

2
3. Apa faktor resiko dan etiologi Plasenta Previa?
4. Bagaimana patofisiologi Plasenta Previa?
5. Bagaimana WOC Plasenta Previa?
6. Bagaimana manifestasi klinis Plasenta Previa?
7. Bagaimana Komplikasi Plasenta Previa?
8. Bagaimana Prognosis Plasenta Previa?
9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Plasenta Previa?
10. Bagaimana penatalaksanaan Plasenta Previa?
11. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Plasenta Previa?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memberi Asuhan keperawatan pada pasien dengan Plasenta Previa.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Memahami definisi Plasenta Previa


2. Memahami faktor resiko dan etiologi Plasenta Previa
3. Memahami klasifikasi Plasenta Previa
4. Memahami patofisiologi Plasenta Previa
5. Memahami WOC Plasenta Previa
6. Memahami manifestasi klinis Plasenta Previa
7. Memahami komplikasi Plasenta Previa
8. Memahami prognosis dari penyakit Plasenta Previa
9. Memahami pemeriksaan diagnostik Plasenta Previa
10. Memahami penatalaksanaan Plasenta Previa
11. Memahami Asuhan keperawatan pada pasien dengan Plasenta Previa.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

3
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu penetahuan
kita tentang placenta pervia.

1.4.2 Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan dan informasi dalam memberikan asuhan


keperawatan pada ibu placenta pervia.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Plasenta previa yaitu Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah Rahim (SBR) sehingga menutup sebagian atau seluruh OUI
(Orifisium Uterlintermum).

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen


bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir
yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina
tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada
bulan kedelapan (Chalik, 2008).

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah


rahim yang dapat memberikan dampak yang sangat merugikan ibu
maupun janin berupa perdarahan, prematuritas dan peningkatan angka
kesakitan dan kematian perinatal (Romundstad et all, 2006).

2.2 Klasifikasi Plasenta Previa

Menurut Chalik (2008) plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat


bagian yaitu:

1. Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi


seluruh ostium uteri internum (23-31,3%)

5
2. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum (20,6-33%)

3. Plasenta previa margianalis adalah plasenta yang tepinya berada pada


pinggir ostium uteri internum.

4. Plasenta letak rendah, yang berarti bahwa plasenta yang berimplantasi


pada segmen bawah rahim yang sedemikian rupa sehingga tepi
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri
internum.

6
Menurut Perisaei, Sheilendra, Pahay, Rian (2008) plasenta previa dapat
dibagi menjadi empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:

1. Derajat I : plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.


2. Derajat II : plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
3. Derajat III : plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri
internum.
4. Derajat IV : plasenta telah berada tepat pada segmen bawah rahim.

Menurut de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa


berdasarkan pembukaan 4 -5 cm yaitu:

1. Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm


teraba plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
a. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea
bagian belakang.
b. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea
bagian depan.
c. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostea yang ditutupi plasenta.

2.3 Faktor Resiko Dan Etiologi

Menurut Faiz & Ananth (2003) faktor risiko timbulnya plasenta previa
belum diketahui secara pasti namun dari beberapa penelitian dilaporkan
bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu yang berusia
lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya serta gaya
hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya
plasenta previa.
Menurut penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor risiko plasenta
previa yaitu:

7
1. Risiko plasenta previa pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih
besar dibandingkan dengan umur < 35.
2. Risiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar
dibandingkan primigravida.
3. Risiko plasenta previa pada wanita dengan riwayat abortus 4 kali lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat abortus.
4. Riwayat seksio sesaria tidak ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya
plasenta previa.

2.4 Patofisiologi

Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa


umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah
uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks mulai
membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium
uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan segmen
bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan
plasenta pada tempat perlekatannya (Cunningham et al, 2005).

Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta


previa ini ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut
otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan
tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan perdarahan
pada kala III pada plasenta yang letaknya normal. Semakin rendah letak
plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada
plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan
mulai (Oxorn, 2003).

8
2.5 WOC

1. Grande multipara, primi gravida tua, bekas sc, bekas aborsi, kelainan
janin, Leiomyoma uteri, ovulasi terlambat, kehamilan ganda
2. Placenta previa
3. Nifas
4. Ansietas
5. Psikologis
6. Ancaman kematian diri sendiri dan janin
7. Kurang informasi tentang penyakit
8. Kurang Pengetahuan
9. Segmen bahwa melebar dan menipis
10. Uterus
11. Sinus uterus robek
12. Perdarahan
13. Gangguan Perfusi Jaringan
14. Anemia
15. Suplai O2 menurun
16. Hb O2 menurun
17. Hipovolemik
18. Intoleransi Aktifitas
19. Keletihan
20. Asam laktak meningkat
21. Metabolisme anaerob

2.6 Manifestasi Klinis

1. Bercak darah (gejala awal)


2. Keluar darah segar pervaginam
3. Biasanya malam hari saat pembentukan SBR
4. Perdarahan sebagian besar berasal dari ibu, sebagian kecil dari janin.

Ciri yang menonjol dari plasenta previa adalah perdarahan uterus yang
keluar melalui vagina tanpa disertai dengan adanya nyeri. Perdarahan

9
biasanya terjadi diatas akhir trimester kedua. Perdarahan pertama
berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun perdarahan
dapat kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu
kemudian. Dan saat perdarahan berulang biasanya perdarahan yang terjadi
lebih banyak dan bahkan sampai mengalir. Karena letak plasenta pada
plasenta previa berada pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen
sering teraba bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan
letak janin tidak dalam letak memanjang. Pada plasenta previa ini tidak
ditemui nyeri maupun tegang pada perut ibu saat dilakukan palpasi
(Chalik, 2008).

2.7 Komplikasi

Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi
yaitu: Selama kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan
antepartum yang dapat menimbulkan syok, kelainan letak pada janin
sehingga meningkatnya letak bokong dan letak lintang. Selain itu juga
dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan plasenta
previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali
pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat
menyebakan melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara
manual atau bahkan dilakukan kuretase.

Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi


lahir dengan berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan
uterus, kelainan kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran.

2.8 Prognosis

Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan


kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu
dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan
segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih
burik oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita
plasenta previa melalui proses persalinan spontan maupun melalui

10
tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada
neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal (Cunningham,
2005).

2.9 Pemeriksaan Diagnostik

Apabila plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau


trimester kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim
membesar. Untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan USG,
namun bagi beberapa wanita mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai
persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa sebagian (Faiz &
Ananth, 2003).

Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa ditegakkan


dengan adanya gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu:

1. Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang


berkaitan dengan perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat
terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk
terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan
(Wiknjosastro, 2007)
2. Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui
vagina, darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang
banyak maka ibu akan terlihat pucat (Mochtar, 1998).
3. Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi
fundus uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering
dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau mengolak di
atas pintu atas panggul (Mochtar, 1998).
4. Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-
hati dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun
terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll (Mochtar,
1998).
5. Pemeriksaan radio-isotop

11
a. Plasentografi jaringan lunak
b. Sitografi
c. Plasentografi indirek
d. Arteriografi
e. Amniografi
f. Radio isotop plasentografi
6. Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung
kemih yang dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosa
plasenta previa. Walaupun transvaginal ultrasonografi lebih superior
untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum namun sangat jarang
diperlukan, karena di tangan yang tidak ahli cara ini dapat
menimbulkan perdarahan yang lebih banyak (Chalik, 2008).
Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak
menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin (Mochtar, 1998)
7. Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara
paling akhir yang paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa
plasenta previa. Walaupun ampuh namun harus berhati-hati karena
dapat menimbulkan perdarahan yang lebih hebat, infeksi, juga
menimbulkan his yang kemudian akan mengakibatkan partus yang
prematur. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
yaitu jika terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc, perdarahan yang
telah berulang, his telah mulai dan janin sudah dapat hidup diluar janin
(Mochtar, 1998). Dan pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya
dibenarkan jika dilakukan dikamar operasi yang telah siap untuk
melakukan operasi dengan segera (Mose, 2004).
8. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fornises dengan hati-hati.
Jika tulang kepala teraba, maka kemungkinan plasenta previa kecil.
Namun jika teraba bantalan lunak maka, kemungkinan besar plasenta
previa.

12
2.10 Penatalaksanaan

Menurut Mose (2004) penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi


dalam 2 golongan, yaitu:

1. Ekspektatif, dilakukan apabila janin masih kecil sehingga


kemungkinan hidup di dunia masih kecil baginya. Sikap ekspektasi
tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan
perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali. Dahulu ada anggapan
bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk
menghindari perdarahan yang fatal. Menurut Scearce (2007) syarat
terapi ekspektatif yaitu:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal).
d. Janin masih hidup.
2. Terminasi, dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum
terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya:
kehamilan telah cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah
meninggal. Terminasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada
plasenta, dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka dapat tertutup kembali (tamponade pada plasenta) ( Mose,
2003). Menurut Mochtar (1998) penekanan tersebut dapat
dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
1) Amniotomi ( pemecahan selaput ketuban)

Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan


persalinan pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta
previa lateralis, plasenta previa marginalis, atau plasenta letak
rendah, namun bila ada pembukaan. Pada primigravida telah
terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat dilakukan pada

13
plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin yang sudah
meninggal (Mochtar, 1998).

2) Memasang cunam Willet Gausz

Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan


mengklem kulit kepala janin dengan cunam Willet Gausz.
Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa atau
tali yang diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau
sebuah batu bata seperti katrol. Tindakan ini biasanya hanya
dilakukan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan
pada kulit kepala janin (Mochtar, 1998).

3) Metreurynter

Cara ini dapat dilakukan dengan memasukkan kantong karet


yang diisi udara dan air sebagai tampon, namun cara ini sudah
tidak dipakai lagi (Mochtar, 1998).

4) Versi Braxton-Hicks

Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari
kakinya sehingga dapat ditarik keluar. Cara ini dilakukan
dengan mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol, dan juga
diberikan beban seberat 50-100 gr (Mochtar, 1998).

b. Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan


rahim sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Selain itu seksio sesarea juga dapat mencegah
terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim yang sering
terjadi pada persalinan pervaginam (Mochtar, 1998). Persalinan
seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta
previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi uterus
transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke
dalam plasenta anterior (Cunningham et al, 2005).

14
Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio
sesarea pada plasenta previa adalah:

a. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau


meninggal, serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena
perdarahan yang sulit dikontrol.
b. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang
dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada.
c. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata
Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 37 th
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa Indonesia
Alamat : Jl. Mawar Nusa
Pekerjaan : IRT
Nomor Register : 2019
Tanggal MRS : 24-09-2015
Pukul : 09.00 wib
Tanggal pengkajian : 24-09-2015
Diagnosa medis : Kehamilan plasenta previa

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. B
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S 1 Pendidikan
Status perkawinan : Kawin
Suku bangsa : Jawa Indonesia
Alamat : Jl. Mawar Nusa
Hubungan dengan pasien : Suami pasien

16
3.1.2 Keluhan Utama
1) Keluhan saat masuk rumah sakit
Pasien mengatakan mengalami perdarahan banyak dan tetapi tidak
mengalami nyeri.
2) Keluhan saat pengkajian
Pasien mengatakan mengalami perdarahan banyak.

3.1.3 Riwayat keperawatan


1) Riwayat menstruasi
Menarce : 15 tahun
Siklus : teratur 28 hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : hari 1-2 ganti 3x pembalut, hari 3-7 ganti 2x
pembalut
Warnanya : coklat tua
Baunya : anyir
Disminore : tidak
Flour albus : tidak
HPHT : 7 juni 2015

2) Status perkawinan
Kawin ke :1
Lamanya kawin : 12 tahun
Umur kawin : 25 tahun

3) Riwayat kehamilan sekarang


Hamil ke :3
Usia kehamilan : 20 minggu
ANC TM I + keluhan : 1-2x mual + muntah dalam sehari
TM II + keluhan : 0-1x mual + muntah dalam sehari
TM III + keluhan : sudah tidak mual tetapi kadang-
kadang mengalami perdarahan

17
sedikit.
Obat-obatan yang pernah didapat : Fe dan Suplemen.
Gerakan pertama kali dirasakan : bayi terasa menendang – nendang.
Imunis`si TT : 2x sebelum menikah dan saat hamil
Penyuluhan yang pernah didapat : perawatan / cara menjaga
kehamilan serta gizi pada bayi dan
ibu hamil.
4) Riwayat kehamilan persalinan dan nifas BBl

Riwayat Komplikasi
Tahun Kehamilan Persalinan Jenis BBL Pj
anak ke nifas
3800 59
2000 1 36 minggu Normal - Laki
gr cm
2300 45
2007 2 30 minggu SC - perempuan
gr cm
2015 3 20 minggu - - - - -

5) Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu


Pasien mengatakan ini kehamilan ketiga, dimasa kehamilan
yang pertama klien mengatakan melahirkan secara normal, BBL 3800
dan panjangx 59 cm. kemudian untuk kehamilan yang ke dua klien
mengatakan melahirkan secara SC, BBL 2300 gm dan panjang 45 cm.
6) Riwayat KB
Pasien mengatakan selama ini tidak pernah menggunakan KB
suntik.
7) Kelainan system reproduksi
Pasien mengatakan selama ini tidak penah mengalami system
reproduksi

3.1.4 Riwayat Kesehatan


1) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan mengalami pendarahan pervaginam mulai
tanggal 20 september 2015, perdarahan yang dialami terjadi secara

18
berulang-ulang dan tidak mengalami nyeri sama sekali. Perdarahan
semakin banyak apabila dibuat beraktifitas atau berjalan, perdarahan
akan berkurang apabila dibuat istirahat atau bedtres total nyeri akan
terasa lenih sakit saat dibuat berjalan dan beraktifitas lainnya. Saat
mengalami perdarahan, pasien mengganti pembalut 3-5 dalam sehari
dan pembalutnya penuh dengan darah, kemudian pasien diantar
suaminya untuk memeriksakan kondisinya ke rumah sakit umum
blambangan pada tanggal 24 september 2015 pukul 09.00. sampai di
UGD pasien mengalami perdarahan, kemudian ibu diberi terapi infuse
RL 12 tpm, MgSO4 4 gr IV dosis awal.
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menahun
seperti jantung, asma, penyakit menurun seperti DM, hipertensi, dan
penyakit menular seperti TBC, HIV, pasien hanya mengalami sakit
batuk, pilek, tetapi pasien pernah mengalami operasi kuretage.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menahun
seperti jantung, asma, penyakit menurun seperti DM, hipertensi, dan
penyakit menular seperti TBC, HIV, tetapi pasien pernah mengalami
operasi kuretage.

3.1.5 Keadaan psikososial dan spiritual


1) Keadaan psikologis
Pasien mengalami kekawatiran dan ketakutan akan keselamatan
diri dan bayinya saat ini, karena sering mengalami perdarahan
berulang.
2) Keadaan social
Hubungan pasien dengan semua baik, hubungan pasien dengan
keluarga baik dan hubungan pasien dengan oetugas juga baik.

3) Keadaan spiritual

19
Pasien selalu berdoa dan sholat mengharapkan kehamilan dan
persalinannya nanti diberi kelancaran.

3.1.6 Latar Belakang Sosial Budaya


Pasien dan suaminnya berasal dari jawa, selama hamil tidak ada
pantangan dalam jenis apapun. Pasien tidak minum jamu selama hamil
dan selama hamil pasien sempat mengadakan selamatan 3 bulanan dan 7
bulanan.

3.1.7 Pola Kebiasaan Sehari-hari


1) Pola Nutrisi
Sebelum sakit
Makan : 3x sehari, porsi sedang dengan menu nasi, sayur,
lauk pauk
Minum : 7-8 gelas sehari (air putih)
Saat sakit
Makan : 1-2 sehari, porsi ½ dari RS dengan menu bubur,
sayur, lauk pauk.
Minum : 6-7 gelas (air putih dan susu)

2) Pola Eliminasi
Sebelum sakit
BAB : 2x sehari, konsistensi lunak, warna kuning, bau
khas feses, tidak ada keluhan
BAK : 6-7 sehari warna kuning jernih, bau khas urin,
tidak ada keluhan
Saat sakit
BAB : 0-1x sehari, mengalami konstipasi karena
penurunan peristaltic usus, warna kuning, bau khas
feses, ada keluhan.
BAK : 4-5 sehari, warna kuning jernih, bau khas urin,
tidak ada keluhan.

20
3) Pola Kebersihan Diri
Sebelum sakit : pasien mandi 2x sehari, 2x gosok gigi, keramas 2x
dalam seminggu, ganti baju 2x sehari, dang anti
pakaian dalam 2x sehari.
Saat sakit : pasien hanya diseka 2x sehari, 2x gosok gigi,
keramas 2x dalam seminggu, ganti baju 2x sehari,
dan ganti pakaian dalam 2x sehari tetapi pasien
tidak dapat melakukan secara mandiri dan
tergantung pada orang lain.

4) Pola Aktivitas
Sebelum sakit : pasien mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri
seperti memasak, mencuci, menyapu, mengepel,
dll
Saat sakit : semua pekerjaan rumahnya, pasien dibantu oleh
keluargannya yang lain dan susah beraktivitas.

5) Pola Istirahat tidur


Sebelum sakit : pasien tidur siang ± 2 jam sehari (jam 12.00-14.00)
dan tidur malam ± 8 jam sehari (21.00-05.00).
Saat sakit : pasien tidak bias tidur siang dan mengalami
gangguan tidur karena perdarahan yang berulang-
ulang dan tidur malam ± 4-5 jam dalam sehari
(01.00-05.00).

6) Pola kebiasaan seksual


Sebelum sakit : pasien tidak pernah melakukan hubungan intim
dengan suaminya.
Saat sakit : pasien juga tidak pernah melakukan hubungan
intim dengan suaminya.

21
3.2 Data Objektif
3.2.1 Pemeriksaan umum
Keadaan umum : lemah dan terjadi syok hipovolemik, turgor kulit
menurun, mata cowong, konjungtiva anemis/ tampak pucat, adanya
perdarahan pervaginam, dan mukosa bibir kering.
Kesadaran : somnolen
TTV
TD : 90/70
N : 120x/ menit
S : 36º C, akral dingin
RR : 24x/ me’nit

3.2.2 Pemeriksaan Fisik


1) Inspeksi
Kepala : bersih, tidak ada ketombe, warna rambut hitam, dan
rambut tidak rontok.
Muka : terlihat pucat.
Mata : bentuk simetris, konjungtiva anemis/ aklera juga tampak
pucat, tidak odem, mata cowong.
Hidung : lubang hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping
hidung dan tidak ada secret.
Telinga : bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen, dan tidak ada
lesi.
Leher : bentuk simetris dan tidak ada lesi.
Dada/ payudara : bentuk payudarah mengalami pembesaran dan
adannya tacypnea.
Perut/ abdomen : adanya penonjolan pada abdoment yang lembut
terdapat letak janin yang salah, dan tinggi fundus
lebih tinggi.
Genetalian :
a). Sebelum tindaka operasi : ditemukan adanya pendarahan
pervaginam dan genetalia berwarna kemerahan.

22
b). Setelah dilakukan operasi : ditemukan adanya darah yang keluar
sedikit, genetalia berwarna kemerahan dan adanya nyeri pada
genetalia.
Anus : bersih dan tidak hemoroid
Ekstrimitas, integument, kuku : pada ekstrimitas atas dan bawah
ditemukan adanya akral dingin,
terdapat sianosis, turgor kulit
menurun, berkeringat, kulit dingin
dan lembaba.

2) Palpasi
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
tidak ada pembendungan vena jugularis.
Ketiak : tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Payudara/ dada : adanya nyeri tekan
Perut/ abdomen :
a). Leopold I : TFU 35 cm, teraba lunak, kurang bundar dan
kurang melenting (letak bokong)
b). Leopold II : terdapat letak punggug janin
c). Leopold III : terdapat letak kepala janin.
d). Leopold IV :-

3) Auskultasi
Dada : tidak ada bunyi wezhing dan ronchi.
Jantung : jantuk berdetak dengan cepat.
Perut / abdomen : terdengar bising usus 8x/ menit

4) Perkusi
Reflek patella : +/+

23
3.2.3 Pemeriksaan Panggul
Distesnsia spinarum : 27 cm
Distesnsia eristarum : 30 cm
Konjungtiva eksterna : 21 cm
Lingkar panggul : 92 cm

3.2.4 Data penunjang


1) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui asal pendarahan
misalnya dari dalam uterus dari kelainan serviks, vagina dll.

2) Pemeriksaan Radio Isotopik


a). Placentografi jaringan lunak (soft tissue placentography) untuk
mencoba melokalisir placenta berada.
b). Sitografi : untuk memastikan kemungkinan placenta previa.
c). Placentografi indirex : yaitu membuat foto seri lateral dan anterior
posterior, ibu dalam posisi berdiri/ duduk setengah berdiri.
3) Ultra sonografi
Plasenta insersi di SBR menutup sebagian atau seluruh OIU.
4) Pemeriksaan darah
Darah yang keluar berwarna merah segar, Hb 9 gr/dl, hematokrit
25 %.

3.2.5 Harapan klien/ keluarga sehubungan dengan penyakitnya


Klien dan keluarga klien mengharapkan penyakitnya ini bias
sembuh dan kehamilannya bias normal kembali, sehingga tidak harus
mengorbankan janin atau ibu.

24
3.3 Analisa Data
Nama : Ny. A
No. reg : 2019
NO Kelompok Data Etiologi Masalah
1 Ds: Segmen bawah uterus Kurangnya
Pasien mengatakan mengalami melebar dan menipis volume cairan
perdarahan pervaginam berwarna
merah segar, ganti pembalut 3-5x Servik membuka
dalam sehari dan pembalut terisi
penuh. Terlepasnya plasenta dari
dinding uterus
Do:
Ø KU : lemah Sinus uterus terobek
Ø Kesadaran : somnolen
Ø Turgor kulit menurun, mata Ketidakmampuan serabut
cowong, konjungtiva dan sclera otot segmen bawah uterus
anemis.
Ø Adanya perdarahan merah segar. Perdarahan hebat
Ø Mukosa bibir kering
Ø TTV Kurangnya volume cairan
TD: 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
2 Ds: Segmen bawah uterus Gangguan
Pasien mengatakan mengalami melebar dan menipis perfusi jaringan
perdarahan pervaginam berwarna Servik membuka pada janin
merah segar, ganti pembalut 3-5x
dalam sehari dan pembalut terisi Terlepasnya plasenta dari
penuh. dinding uterus

Do: Sinus uterus terobek

25
Ø KU : lemah dan adanya syok
hipovolemik Ketidakmampuan serabut
Ø Kesadaran : somnolen otot segmen bawah uterus
Ø DJJ janin tidak normal 160/
menit Gangguan perfusi jaringan
Ø Adanya kontraksi uterus
Ø Adanya efek hipoksia pada janin
Ø TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
Ø Px USG : plasenta insersi di SBR
menutup sebagian atau seluruh
OUI.

3.4 Diagnosa Keperawatan


Nama : Ny. A
No. Reg : 2019
Tgl Muncul Diagnosa Tgl Teratasi
Kurangnya volume cairan berhubungan dengan
24-09-2015 26-09-2015
hilangnya cairan (perdarahan) yang berlebihan
Gangguan perfusi jaringan pada janin
24-09-2015 26-09-2015
sehubungan dengan adanya perdarahan

3.5 Intervensi

Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional


1. Setelah dilakukan 1. BHSP 1. Dapat menumbuhkan rasa
tindakan keperawatan 2. Observasi TTV saling percaya sehingga
1 x 24 jam volume 3. Catat intek dan out mempermudah tindakan medis.
cairan adekuat KH: put 2. Tekanan darah menurun dan

26
Ø Tanda vital normal 4. Kaji dan catat nadi meningkat perkiraan
Ø Membran mukosa jumlah dan bentuk kehilangan darah.
lembab pendarahan yang 3. Dengan mengetahui intek dan
Ø Tidak ada tanda-tanda hilang. out put cairan diketahui
anemia : pucat, lemah, 5. Anjurkan pasien keseimbangan cairan dalam
hipotensi, takikaradi bedtres total/ tidak tubuh.
beraktivitas 4. Mengetahui jumlah darah dan
6. Anjurkan banyak bentuk pendarahan yang hilang.
minum
7. Kaji adanya syok, 5. Perdarahan dapat berhenti
warna membrane dengan reduksi aktivitas.
mukosa dan kulit. Peningkatan tekanan abdomen
8. Monitor atau orgasme ( yang
pergerakan uterus, meningkatkan aktivitas uterus)
janin dan kelembutan dapat meransang perdarahan.
abdomen dengan 6. Minum yang sering dapat
menggunakan USG menambah pemasukan cairan
maupun manual/ melalui oral.
dengan menggunakan 7. Mengetahui ada atau tidaknya
tangan. anemia.
9. Hindari 8. Untuk menmgetahui keadaan
pemeriksaan rectal/ atau kesejahteraan janin.
vagina (menggunakan 9. Dapat meningkatkan
speculum yang terlalu hemoragi, khususnya bila plasenta
dalam serta previa marginal/ total terjadi.
pemeriksaan VT). 10. Dengan mengetahui
10. Monitor intek dan out put cairan diketahui
intake/output, kaji keseimbangan cairan dalam
berat jenis urin tiap tubuh.
jam. 11. Untuk mencari
11. Kolaborasi kelainan pada darah.
dengan tim lab untuk 12. Membantu kebutuhan

27
pemeriksaan darah cairan dalam tubuh.
lengkap.
12. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
cairan intra vena,
plasma, darah utuh
(transfuse darah)

2. Setelah dilakukan 1. BHSP 1. Dapat menumbuhkan rasa


tindakan keperawatan 2. Mengobservasi saling percaya sehingga
1 x 24 jam perfusi TTV mempermudah tindakan medis.
jaringan adekuat. 3. Kaji dan catat 2. Tekanan darah menurun dan
KH: denyut jantung janin, nadi meningkat perkiraan
Ø Tanda vital normal catat takikardi/ kehilangan darah.
Ø Membran mukosa bradikardi, catat 3. Denyut jantung yang masih
warna merah muda, perubahan aktivitas dalam keadaan normal dan aktif
tidak ada sianosis janin (hipoaktivitas/ menandakan janin dalam keadaan
hiperaktivitas). baik.
4. Catat perdarahan 4. Jika kontraksi uterus di sertai
ibu dan kontraksi dilatasi servik bedtres dan
uterus, umur pengobatan tidak aktif.
kehamilan dan tinggi 5. Posisi lateral kiri
fundus. meringankan tekanan inferior dan
5. Anjurkan bedtrs meningkatkan sirkulasi gas janin
dengan posisi lateral dengan plasenta.
kiri. 6. Peningkatan oksigen dapat
6. Kolaborasi mensuplai pada janin.
pemberian 7. Memelihara volume sirkulasi
suplemenoksigen pada yang adekuat untuk transfer
ibu. oksigen.
7. Kolaborasi 8. Untuk menmgetahui keadaan

28
dengan tim medis atau kesejahteraan janin.
dalam pemberian
pergantian cairan
yang hilang.
8. Kolaborasi dalam
pemeriksaan USG

3.6 Implementasi
Nama : Ny. A
No. Reg : 2019
No.
TGL Jam Tindakan Keperawatan TTD
Dx
24-09- 10.00 1 1. BHSP
2015 10.00 2. Mengobservasi TTV
10.30 3. Mencatat intek dan out put
10.45 4. Mengkaji dan catat jumlah dan bentuk
pendarahan yang hilang.
11.00 5. Menganjurkan pasien bedtres total/ tidak
beraktivitas
11.00 6. Menganjurkan banyak minum
11.10 7. Mengkaji adanya syok, warna membrane
mukosa dan kulit.
11.30 8. Memonitor pergerakan uterus, janin dan
kelembutan abdomen dengan menggunakan USG
maupun manual/ dengan menggunakan tangan.
11.45 9. Menghindari pemeriksaan rectal/ vagina
(menggunakan speculum yang terlalu dalam serta
pemeriksaan VT).
12.15 10. Memonitor intake/output, kaji berat jenis
urin tiap jam.
12.30 11. Berkolaborasi dengan tim lab untuk pemeriksaan

29
darah lengkap
13.00 12. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh
13.30 (transfuse darah)

24-09- 10.00 2 1. BHSP


2015 10.00 2. Mengobservasi TTV
10.15 3. Mengkaji dan catat denyut jantung janin,
catat takikardi/ bradikardi, catat perubahan aktivitas
janin (hipoaktivitas/ hiperaktivitas).
11.20 4. Mencatat perdarahan ibu dan kontraksi
uterus, umur kehamilan dan tinggi fundus.
12.00 5. Menganjurkan bedtrs dengan posisi lateral
12.05 kiri.
6. Berkolaborasi pemberian suplemen oksigen
12.30 pada ibu.
7. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
12.45 pemberian pergantian yang hilang.
8. Berkolaborasi dalam pemeriksaan USG
25-09- 08.00 1 1. BHSP
2015 08.00 2. Mengobservasi TTV
08.15 3. Mengobservasi kebutuhan cairan
08.30 4. Mengkaji dan catat jumlah dan bentuk
pendarahan yang hilang.
09.00 5. Menganjurkan banyak minum
09.30 6. Memonitor intake/output, kaji berat jenis urin
tiap jam.
09.50 7. Memonitor keadekuatan pergantian cairan
dengan monitor sain dan tekanan vena sentral.
8. Berkolaborasi dengan tim lab untuk
10.15 pemeriksaan darah lengkap
9. Berkolaborasi dengan tim medis dalam

30
10.45 pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh
(transfuse darah)
25-09- 08.00 2 1. BHSP
2015 08.00 2. Mengobservasi TTV
08.50 3. Berkolaborasi pemberian suplemenoksigen
pada ibu.
09.45 4. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian pergantian yang hilang.

3.7 Evaluasi
Nama : Ny. A
No. reg : 2019
NO Tanggal 24-09-2015 Tanggal 25-09-2015 Tanggal 26-09-2015
1 S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan
mengalami perdarahan mengalami perdarahan tidak mengalami
pervaginam berwarna pervagina sedikit. perdarahan pervagina
merah segar sejak 17-09-
2015 O:
O: O: Ø KU : baik
Ø KU : lemah Ø KU : agak baik Ø Kesadaran : kompos
Ø Kesadaran : somnolen Ø Kesadaran : kompos metis
Ø Turgor kulit menurun, metis Ø Turgor kulit normal,
mata cowong. Konjungtiva Ø Turgor kulit sedikit mata tidak cowong,
dan sclera anemis menurun, mata sedikit konjungtiva dan sclera
Ø Adanya perdarahan cowong, konjungtiva dan tidak anemis
merah segar sclera tidak terlalu anemis. Ø Tidak adanya
Ø Mukosa bibir kering Ø Sedikit perdarahan perdarahan
Ø TTV Ø Mukosa agak lembab Ø Mukosa bibir lembab
TD : 90/70 mmHg Ø TTV Ø TTV
N : 120x/ menit TD : 100/70 mmHg TD : 120/70 mmHg
S : 36º C S : 36,5º C S : 37,5º C
RR : 24x/ menit N : 100x/menit N : 84x/ menit

31
A : masalah belum teratasi RR : 23x/ Menit RR : 22x/ menit
P : lanjutkan intervensi A : masalah teratasi A : masalah teratasi
(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12, sebagian P : hentikan intervensi
13,14) P : lanjutkan intervensi
(1,2,3,4,6,10,11,12)
2 S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan
mengalami perdarahan perdarahan vagina sedikit sudah tidak terjadi
pervaginam berwarna O : perdarahan.
merah segar, ganti Ø KU : lebih baik O:
pembalut 3-5x dalam Ø Kesadaran : kompos Ø KU : baik
sehari dan pembalut terisi mentis Ø Kesadaran : kompos
penuh. Ø Sudah tidak ada DJJ mentis
O: (karena bayi sudah lahir), Ø TTV:
Ø KU : lemah dan adanya oleh karena itu langsung TD : 120/70 mmHg
syok hipovolemik dengan pemeriksaan nadi S : 37,5º C
Ø Kesadaran : somnolen 120/menit. N : 84x/menit
Ø DJJ janin tidak normal Ø Tidak terdapat RR : 22x/menit
160/menit kontraksi uterus A : masalah teratasi
Ø Adanya kontraksi Ø Janin sudah tidak P : hentikan intervensi
uterus hipoksia
Ø Adanya efek hipoksia Ø TTV:
pada janin TD : 100/70 mmHg
Ø TTV S : 36,5º C
TD : 90/70 mmHg N : 100x/menit
N : 120x/menit RR : 23x/menit
S : 36º C A : masalah teratasi
RR : 24x/menit sebagian
A : masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi
P : lanjutkan intervensi ( 1,2,6,7 )
(1,2,3,4,5,6,7,8,9)

32
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
a. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bahwa uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian
atas uterus.
b. Etiologi belum diketahui pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat
pada grande multipara, pramigravida tua, bekas seksio sesarea, bekas
aborsi, kelainan janin, dan leiomioma uteri.

4.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa
dalam mengenali placenta previa.
b. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah placenta previani dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan dan mampu memberikan frekuensi yang berguna
untuk meningkatkan penanganan dan pengetahuan bagi petugas medis
untuk merawat ibu hamil.

33
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlyn. E . 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed 3. Jakarta : EGC


Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Media
Aesculapius FKUI
Sarwono, 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka.
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3.
jakarta : EGC.

Chalik TMA (2008). Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam:
Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Cetakan ketiga. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 492-503

Departemen Kesehatan RI., 2005. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Kemenkes RI, 2007. Pencatatan Asuhan Kebidanan tahun 2007. Jakarta:


Kemenkes RI

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat


Pelayanan Dasar. Jakarta: Depkes RI.

Santoso, B., 2008. Hubungan Antara Umur Ibu, Paritas, Jarak Kehamilan dan
Riwayat Obstetri, dengan Terjadinya Plasenta Previa.

Wardana GA, Karkata MK (2007). Faktor risiko plasenta previa. Cermin


Kedokteran Dunia, 34 (5): 229-232.

Oxorn, H. 2003. Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta: Yayasan

Essentia Medica

Dutta DC (2004). Text book of obstetrics including perinatology and


contraception. Edisi keenam. Calcuta: Central, pp: 243-249.

Faiz AS and Ananth CV (2003). Etiology and risk factors for placenta previa: An
overview and meta-analysis of observational studies. Journal of Maternal- Fetal
and Neonatal Medicine, 13: 175-190.

34
35

Anda mungkin juga menyukai