EXPENSE (BEBAN)
Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Biaya” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap
pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini. Diluar itu,
penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh
sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala kritik
dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat untuk masyarakat.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Asset sebagai potensi jasa atau manufaktur ekonomik direpresentasi dengan kos
sebagai penguantifikasi besar-kecilnya (magnituda) potensi tersebut. Kos sebagai bahan
olah akuntansi akan mengalami tiga tahap perlakuan yaitu pengukuran, penelusuran, dan
pembebanan.
Oleh karena itu, secara konseptual dan atas dasar konsep kontinuitas usaha, kos
akan diperlakukan mula-mula sebagai asset dan baru kemudian diperlakukan sebagai
beban pendapatan atau biaya.
Akan tetapi, operasi perusahaan pada umumnya merupakan usaha berlanjut yang
kompleks dan yang menuntut pemerolehan potensi jasa bukan untuk jangka pendek
melainkan jangka panjang sehingga jasa tersebut tidak akan segera habis dalam waktu
singkat. Jadi, secara konseptual kos diperlakukan dahulu sebagai asset dan baru kemudian
sebagai biaya.
Dengan landasan konsep dasar kontinuitas usaha serta upaya dan hasil, masalah
teoritis dalam tahap pembebanan adalah pemecahan aliran kos yang telah diakui sebagai
asset yang menjadi bagian yang merupakan biaya periode berjalan dalam rangka
penentuan laba periodic dan bagian yang baru akan menjadi biaya dalam perioda-perioda
berikutnya.
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah:
2.1 Pengertian
Pengertian biaya tidak dapat dipisahkan dengan pengertian kos dan asset dan juga
rugi (loss). Pembahasan tersebut hanya menyebutkan bahwa bila kos tidak memenuhi
difinisi asset (dapat ditangguhkan pembebanannya terhadap pendapatan), kos tersebut
dapat masuk sebagai biaya atau rugi. Dalam SFAC No. 6, FASB mendefinisi biaya
(expenses) dan rugi (losses)sebagai berikut:
Kalau kewajiban merupakan bayangan cermin asset, definisi biaya oleh FASB di
atas merupakan lawan atau kebalikan dari definisi pendapatan. Pendapatan arahnya
masuk sedangakan biaya arahnya keluar kesatuan usaha. APB juga mendefinisi biaya
sebagai kebalikan pendapatan sebagai berikut (APBN statement No. 4, prg. 134):
APB selanjutnya menjelaskan bahwa seperti pendapatan, biaya timbul hanya dalam
kaitannya dengan kegiatan penciptaan laba yang mengakibatkan perubahan ekuitas. IAI
(IASC) mendefinisi biaya dalam standar Akuntansi Keuangan (2002)sebagai berikut:
Expenses are decreases in economic benefits during the accounting period in the
form of outflows or depletions of asets or incurrences of liabilities that result in
decrases in equity, other than those relating to equity participants (hlm.17).
3
Beberapa sumber atau literature lain selalu mendefinisikan biaya dalam kaitannya
dengan definisi kos. Sprouse dan Moonits (1962) mendefinisi pengertian
cost dan expense sebagai berikut:
Hilton (2002) menjelaskan makna cost, expenses, dan cost of goods sold dan
perbedaan di antara konsep tersebut sebagai berikut:
Cost is the sacrifice made, usually measured by the resources given up, to achive a
particular purpose. An expense is the consumtion of assets for the purpose of
generating revenue. Cost of goods sold is the expense measured by the cost of the
finished goods sold during a period of time (hlm.36).
Dari berbagai sumber di atas dan sebagai lawan dari pendapatan, terdapat dua
karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu:
1. Aliran keluar atau penurunan asset (outflow of assets, gross decrases in assets,
decreases in economic benefitd, using up of assets, consumption of assets, use of
economic services, expired costs, applicable costs to current period).
2. Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus (ongoing major
operations, profit-directed activities, for the purpose of generating revenues,
creation of revenues, earning activities).
4
Selain dua karakteristik utama di atas, terdapat karakteristik lain yang bersifat
sebagai konsekuensi, pendukung, atau penjelas. Karakteristik utama dan pendukung
dibahas berikut ini:
a) Penurunan Aset
Untuk dapat mengatakan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi atau kejadian
yang menurun asset atau menimbulkan aliran keluar asset atau sumber ekonomik. Asset
dalam hal ini harus diartikan sebagai semua asset perusahaan sebagai satu kesatuan
(bukan hanya asset tertentu misalnya sediaan bahan baku). Pemakaian bahan baku untuk
pembuatan produk tidak dapat disebut sebagai biaya kalau produk tersebut belum terjual
(keluar dari kesatuan usaha) karena kalau produk belum terjual belum terjadi penurunan
asset. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk asset sebagai potensi jasa.
Tidak semua penurunan atau konsumsi asset membentuk biaya. Agar menjadi
biaya konsumsi tersebut harus berkaitan dengan kegiatan utama atau sentral kesatuan
usaha. Yang dimaksud dengan kegiatan utama adalah kegiatan penciptaan pendapatan
(laba) yang direpresentasi dalam kegiatan memproduksi / mengirim barang atau
menyerahkan/ melaksanakan jasa. Karena dianggap bahwa perusahaan ingin
mendapatkan dan mengukur laba dengan tepat, harus ada kaitan yang logis antara biaya
dan pendapatan.
c) Kenaikan Kewajiban
Semua badan autoritatif mendefinisi biaya tidak hanya dari sudut penurunan asset
tetapi juga dari kenaikan kewajiban. Alasannya adalah agar makna biaya cukup luas untuk
mencakupi pula pos-pos yang timbulkan dalam penyesuaian akhir tahun.
5
pemanfaatan asset dan tidak termasuk pemanfaatan potensi jasa yang tidak dicatat dahulu
sebagai asset. alasan konseptual tetap berlaku yaitu kos potensi jasa diperlakukan sebagai
asset walaupun seketika itu langsung dibebankan ke pendapatan.
d) Penurunan Ekuitas
Definisi APB dan IAI secara eksplisit menyebutkan bahwa penurunan asset
akhirnya akan mengubah ekuitas (can change owners’equity) atau menurunkan
ekuitas (result in decrases in equity). Pendefinisian ini sebenarnya menegaskan bahwa
akuntansi menganut konsep kesatuan usaha sehingga ekuitas secara konseptual adalah
utang perusahaan kepada pemilik. Bila ekuitas akhirnya tidak terpengaruh, jelas turunnya
asset bukan merupakan biaya. FASB tidak memasukkan karakteristik ini dalam definisinya
karena makna operasi sentral mengandung pengertian sebagai proses penciptaan
laba (profit-directted activities) sehingga penurunan ekuitas merupakan konsekuensi logis
dari pengertian tersebut.
Expenses are decreases in the value of assets or increases in the value of liabilities
or stockholders’ equity that represent the cost of using up goods or services by
entityto generate revenue for the current period (hlm.277).
6
Definisi Kam dilandasi oleh pemikiran bahwa biaya merupakan kejadian moneter yaitu
perubahan nilai asset, kewajiban, atau ekuitas. Nilai ini diukur dengan melalui penyerahan
asset (pembelian tunai), penimbulan kewajiban (pembelian kredit), dan peningkatan ekuitas
(pembelian dengan saham perusahaan sebagai penghargaan). Definisi Kam
mengisyaratkan bahwa pemanfaatan barang dan jasa merupakan upaya kesatuan usaha
dalam rangka mengahasilkan pendapatan.
2.3 Rugi
Seperti halnya untung, argument yang diajukan untuk menjawab perlu atau tidaknya
biaya dibedakan dengan rugi. FASB memfokuskan pengertian biaya hanya untuk
penurunan asset yang berkaitan dengan operasi utama atau sentral. Sebagai lawan makna
untung, kata-kata kunci yang melekat pada pengertian rugi adalah:
Seperti untung, dari tiga karakteristik diatas, yang paling membedakan rugi dengan
biaya adalah karakteristik (2). Karakteristik (1) sebenarnya juga karakteristik biaya tetapi
dipandang dari sudut pengaruh akhir yaitu menurunkan ekuitas. Seperti untung, rugi dapat
merupakan jumlah kotor atau jumlah bersih. Karakteristik (3) juga merupakan karakteristik
biaya karena biaya harus berkaitan dengan operasi dalam arti luas dan bukan dengan
kegiatan pendanaan.
Empat sumber rugi yang diidentifikasi FASB adalah (SFAC No. 6, prg. 85):
7
3) Penahanan aset (holding assets); misalnya penurunan harga sekuritas inevstasi,
penurunan nilai – tukar valuta asing, dan penurunan harga karena penahan
sediaan (holding losses).
4) Factor lingkungan: misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang lebih rendah
dari kos asset yang rusak. Contoh lain adalah lenyapnya manfaat asset yang tidak
diasuransi akibat kebakaran.
Paton dan Littleton (1970, hlm. 93-96) mendefinisi rugi sebagai hal yang berbeda
dengan biaya yang merupakan penyerapan atau pengorbanan kos tanpa suatu
kompensasi atau kembalian (return). Yang dimaksud kembalian disini adalah bahwa kos
yang diserap tersebut tidak ditutup melalui pendapatan karena dianggap bahwa keluarnya
kos tersebut tidak merupakan upaya untuk menghasilkan pendapatan.
Kos yang telah dikorbankan tetapi tidak ada imbalan barang atau jasa yang diterima
(tidak dapat dihubungkan dengan pendapatan) tidak dapat dianggap sebagai rugi begitu
saja. Mungkin dari kondisi lingkungan tertentu kos tersebut dapat dianggap rugi, tetapi
tidaklah demikian kalau dipandang dari sudut kondisi perusahaan dalam lingkungan
ekonomi dan sosial yang lain tempat perusahaan beroperasi. Misalnya, sumbangan untuk
Palang Merah tidak memberi kontribusi secara teknis terhadap produksi tetapi kalau
pengeluaran tersebut memang benar-benar diperlukan dalam sistem lingkungan yang ada
maka sumbangan tersebut lebih merupakan biaya operasi daripada sebagai rugi.
a) Kriteria Pengakuan
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut
dipenuhi (SFAC No. 5, prg. 85):
8
1) Konsumsi manfaat (consumption of benefits) Biaya atau rugi diakui bilamana
manfaat ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan atau dikonsumsi
dalam pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan atau pelaksanaan jasa,
atau kegiatan lain yang merepresentasi operasi utama atau sentral entitas tersebut
2) Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang (loss or lack of future
benefits). Biaya atau rugi diakui bilamana asset yang telah diakui sebelumnya
diperkirakan telah berkurang manfaat ekonomiknyan atau tidak lagi mempunyai
manfaat ekonomik.
Kejadian (event) apa yang menandai bahwa salah satu dari kriteria di atas telah
dipenuhi? Dengan kata lain, kapan dan bagaimana jumlah rupiah biaya yang diperkirakan
telah menghasilkan pendapatan diakui? Sebagai pedoman bagi penyusun standar atau
manajemen (kebijakan akuntansi perusahaan), perlu dirumuskan pedoman umum saat
pengakuan di tingkat rerangka konseptual.
1) Konsumsi Manfaat
Konsumsi manfaat ekonomik selama suatu perioda dapat diakui langsung pada saat
terjadinya atau diakui bersamaan dengan pengakuan pendapatan yang berkaitan. Berbagai
jenis atau pos biaya menghendaki cara pengakuan yang berbeda yaitu (SFAC No. 5, prg.
86):
Beberapa pos biaya, seperti kos barang terjual, dibandingkan (matched with)
dengan pendapatan yang terkait. Meretia diakui pada saat atau perioda yang sama
dengan pengakuan pendapatan yang dihasilkan langsung atau bersama(directly or
jointly) dari transaksi atau kejadian lain yang sama dengan yang menimbulkan
biaya.
Banyak pos biaya, seperti gaji staf penjualan dan administrative, diakui selama
periode pada saat kas dibayarkan atau kewajiban terjadi untuk barang dan jasa
yang dimanfaatkan/ dikonsumsi bersamaan dengan pemerolehan atau segera
setelah itu.
Beberapa pos biaya, seperti depresiasi dan asuransi, dialokasi (diakui) dengan
prosedur sistematik dan rasional untuk perioda-perioda yang menikmati manfaat
asset bersangkutan.
9
2) Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang
Biaya atau rugi diakui bila telah menjadi nyata atau jelas bahwa manfaat ekonomik
masa datang suatu asset yang diakui sebelumnya telah berkurang atau lenyap atau bahwa
kewajiban timbul atau bertambah tanpa adanya manfaat.
Kaidah pengakuan di atas sebenarnya dilandasi oleh basis asosiasi yang oleh APB
disebut sebagai prinsip pengakuan biaya pervasive atau luas (pervasive expense
recognition principles). Hal ini dinyatakan oleh APB sebagai berikut (APB Statement No. 4,
prg.157-160):
1) Mengasosiasi sebab dan akibat (associating cause and effect). Beberapa kos diakui
sebagai biaya atas dasar asosiasi langsung dengan pendapatan tertentu
2) Alokasi sistematik dan rasional (systematic and rational allocation). Bila tidak ada
cara langsung untuk mengasosiasi sebab dan akibat, beberapa kos diasosiasi
dengan periode sebagai biaya atas dasar usaha (attempt) untuk mengalokasi kos
secara systematic dan rasional ke beberapa perioda yang diperkirakan menikmati
manfaat.
3) Pengakuan segera (immediate recognition). Beberapa kos diasosiasi dengan
perida berjalan sebagai biaya karena:
Kos yang terjadi dalam perioda berjalan tidak memberi manfaat masa
datang yang cukup nyata (discernible).
Kos yang dicatat sebagai asset dalam perioda-perioda sebelumnya tidak lagi
mempunyai manfaat ekonomik yang cukup nyata.
Mengalokasiberbagai kos baik atas dasar asosiasi dengan pendapatan atau
atas dasar perioda akuntansi dipandang tidak mempunyai manfaat yang
berarti.
d) Hubungan Kos dan Biaya
Dengan kos sebagai pengukur, kriteria konsumsi manfaat dan kelenyapan manfaat
dapat dinyatakan dalam bentuk keterbatasan kos (cost expiration). Kriteria konsumsi lebih
berkaitan dengan pengakuan biaya sehingga kriteria ini oleh paton dan Littlen (1970)
disebut kehabisan kos penciptaan pendapatan (revenue producing cost
expiration) sedangkan kriteria kelenyapan lebih berkaiatan dengan rugi sehingga krtiteria
10
ini dapat disebut keterhabisan kos non penciptaan pendapatan (not revenue produsing cost
expiration).
Laba akan mempunyai makna kalau laba merupakan selisih pendapatan dan biaya
yang mempunyai hubungan tertentu yang bermakna (bukan acak). Dua tahap kritis
perlakuan kos adalah pengakuan (aliran masuk sebagai asset) dan pembebanan (aliran
keluar sebagai biaya).
… costs (defined as product and service factors given up) should be related to
revenues realized within a specific period on the basis of some discernible positif
correlation of such costs with the recognized revenues.
11
Karena pendapatan suatu perioda ditentukan lebih dahulu, prinsip penandingan
akhirnya juga menentukan saat pengakuan biaya. Bila dianalisis, tiap ketentuan selalu
didasarkan atas pertimbangan berikut:
Penandingan yang tepat harus didasarkan pada kelayakan ekonomik dan bukan
fisis. Memang penandingan menuntut identifikasi konsumsi manfaat asset atau jasa secara
fisis tetapi nilai asset atau jasa yang dikonsumsi juga harus ditentukan secara tepat dengan
memperhatikan kondisi yang melingkupinya. Oleh karena itu, dasar penandingan yang
paling utama adalah kelayakan ekonomik (economic reasonanbleness) bukannya dasar
aliran fisis semata-mata.
Dalam industry sepatu misalnya, nilai atau kos kulit yang dibebankan ke produksi
adalah semua kos lembar kulit yang masuk proses walaupun secara fisis yang bagian dari
kulit yang tidak menjadi sepatu tetapi menjadi potongan-potongan sisa kulit sebagai bahan
buangan. Jadi, kos suatu factor jasa yang digunakan dalam operasi hanya akan
dibebankan ke pendapatan sebanding dengan produk yang dianggap telah menghasilkan
pendapatan.
Ada kalanya biaya komisi penjualan, biaya angkut pengiriman barang (ekspedisi),
dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan transaksi penjualan dikurangkan langsung
terhadap hasil penjualan dan hanya jumlah rupiah netonya dicatat dalam akun penjualan
dan penjualan dilaporkan sebesar jumlah netonya. Perlakuan semacam ini secara teoritis
tidak layak. Karena karakteristik yang berbeda, upaya harus dipisahkan dengan hasil.
Semua kos yang mempresentasi upaya harus tetap dicatat sebagai kos (atau biaya kalau
langsung dibebankan). Sebaliknya, seluruh hasil penjualan produk harus dicatat
seluruhnya secara utuh sebagai pendapatan.
12
1) Asosiasi Sebab dan Akibat
Konsep upaya dan capaian menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam
rangka mendapatkan capaian berupa pendapatan. Ini berarti ada hubungan sebab akibat
antara biaya dan pendapatan. Oleh karena itu, basis penandingan yang paling masuk akal
adalah sebab akibat. Walaupun basis ini lebih merupakan asumsi daripada kenyataan
karena dalam banyak hal sulit untuk dibuktikan secara menyakinkan bahwa biaya
menyebabkan pendapatan.
13
Gambar 9.1
Penandingan Produk Berbasis sebab – Akibat Langsung
2000
15000
2500
1000
2000
Unit
4500
800
Unit
200
1500 Unit
Kos bahan baku dan kos tenaga kerja sering disebut kos produksi langsung dan
biasanya bersifat variabel. Kos overhead disebut pula dengan kos produksi tak langsung
dan biasanya bersifat tetap per perioda. Penandingan langsungseperti di atas dapat
merepresentasikan hubungan sebab-akibat dengan jelas. Tidak dapat diragukan bahwa
penyerahan produk sebanyak 800 unit dengan kos Rp10.800 menyebabkan penjualan
Rp15.000. Tanpa penyerahan produk, tidak ada pendapatan (penjualan) sebesar Rp
15.000. walaupun demikian, penandingan langsung menghadapi beberapa masalah teknis.
Karena produk terjual merupakan takaran penandingan, Kos produk akan dipecah
menjadi dua komponen yaitu Kos produk yang telah terjual dan Kos produk yang belum
terjual dan masih menjadi aset perusahaan. Kos yang melekat pada produk terjual akan
langsung dibebankan sebagai biaya. Kos sdiaan baru dibebankan sebagai biaya kalau
produk telah terjual. Masalah teknik yang timbul adalah tidak semua Kos potensi jasa dapat
dengan mudah dikaitkan dengan unit produk. Demikian juga, tidak semua unsur Kos
14
produksi dapat secara langsung dikaitkan dengan unit fisis produk atau dengan suatu
angkatan produksi.
Dalam hal penjualan angsuran, yang mengakui pendapatan dalam suatu periode
hanya sebesar kas yang diterima, penandingan langsung atas dasar sebab-akibat
mengalami kesulitan teknis untuk menentukan Kos yang dianggap telah menghasilkan
penerimaan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada dasar yang cujkup teliti untuk memecah
Kos kedalam bagian yang telah menjadi sebab. Dalam hal tertenti pemecah tersebut
menjadi sangat arbitrer sehingga penandingan langsung tidak mudah diterapkan untuk
penjualan angsuran.
Masalah lain yang berkaitan dengan penandingan atas dasar sebab-akibat adalah
adanya produk musiman yang tidak laku dijual. Persoalanya adalah apakah Kos produk
musiman yan tidak terjual merupakan sebab ( sebagai biaya ) atau bukan (sebagai rugi ).
Dalam keadaan yang khusus sebagai Kos sediaan barang yang tidak terjual dalam
suatu periode secara logis dapat dijadikan komponen Kos barang terjual. Sebagai contoh,
suatu toko pakaian musiman harus menyediakan berbagai ukuran dan warna yan cukup
banyak untuk memenuhi selera konsumer dengan konsekuensi yang tidak terhindarkan dan
cukup pasti bahwa sebagian dari sediaan pakaian jadi tersebut tidak akan laku terjual pada
akhir musim tertentu.
c) Barang Rusak
Pesoalan yang sama dengan barang musiman dapat diterapkan untuk produk
rusak. Apakah Kos produk rusak dapat dianggap sebagai sebagai upaya atau sebab untuk
menimbulkan pendapat?
Kalau penandingan atas dasar sebab-akibat akan dipertahankan maka secara logis
tidak seluruh Kos nonproduksi akan dibebankan sebagai biaya. Oleh karena itu, perlu
diadakan alokasi agar dapat dicapai penandingan yang tepat antara biaya dan pendapatan
yang dihasilkan.
15
Kos nonproduksi tidak menyebabkan pendapatan karena sulit secara teknis untuk
menelusuri hubungan sebab-akibat tersebut. Sulit untuk mengatakan bahwa bagian dari
Kos nonproduksi yang ditunda pembebananya tersebut akan menghasilkan pendapatan
dimasa mendatang.
e) Biaya Antisipasian
Proses alokasi menimbulkan banyak metode alokasi. Memenuhi definisi aset. Paton
dan Littleton mengemukakan bahwa aset pada dasarnya merupakan beban tangguh
(deferred charges). Dilain pihak, bila alokasi bersifat arbitrer, hal tersebut lebih baik tidak
dilakukan karena alokasi akan memberi kesan adanya ketepatan (preciseness) padahal
kenyataanya tidak demikian.
a) Kriteria Penangguhan
Kriteria penangguhan. Kriteria penguji umum yang dapat dijadikan dasar untuk
menentukan apakah suatu jenis Kos jasa yang terjadi pada suatu periode akandibebankan
langsung atau akan ditunda.
Karena suatu Kos jasa yang terjadi memenuhi kriteria tambahan ini, pada umumnya
Kos tersebut dapat dibebenkan langsung pada periode terjadinya kecuali untuk sediaan
barang dan biaya prabayaran (prepaid expenses). Dapat disimpulkan bahwa Kos
nonoperasi yang berulang terjadinya cukup beralasan untuk langsung dibebankan dari
pada ditunda atau disediakan untuk mencapai tepat- tanding
16
b) Alokasi Kos Bergabung atau Bersama.
Alokasi merupakan proses yang tidak dapat dihindari untuk mencapai penandingan
sebab-akibat. Karena karakteristik operasi perusahaan pada umumny, penentuan kos
produk secara tepat membutuhkan alokasi untuk kos bergabung (joint cost) atau kos
bersama (common cost) betapapun dasar alokasi tersebut agak bersifat arbitrer.
Kedua jenis kos ini sama-sama merupakan kos fasilitas, kegiatan, proses, atau
departemen jasa yang dinikmati oleh beberapa angkatan produk atau objek kos lain
(misalnya departemen produksi). Akan tetapi keduanya berbeda dalam hal penyerapan
oleh produk. Kos bersama tidak diserap langsung oleh produk tetapi diserap melalui
departemen produksi. Kos bergabung terjadi karena satu fasilitas atau proses proses
terpaksa digunakan untuk mengolah beberapa produk sekaligus karena secara teknis atau
alamiah beberapa produk tersebut tidak dapat dipisahkan pengolahannya sampai titik
tertentu ( split pont). Kos fasilitas pengolahan pabrik gula sampai titik dipisahkannya guka
dan tetes merupakan contoh kos bergabung.
Alokasi kos bergabung atau bersama bersifat internal dalam suatu perioda sehingga
hasilnya tidak mempengaruhi kos operasi total untuk perioda tersebut meskipun dasar
alokasi agak arbitrer. Alokasi semacam ini hendaknya tidak diterapkan untuk alokasi secara
arbitrer antarperioda akan lebih menyesatkan hasilnya daripada tidak dilakukan alokasi
karena alokasi memberi kesan adanya ketepatan (preciseness) yang dalam kondisi tertentu
mungkin tidak dapat dipenuhi.
17
Untuk mengatasi fluktuasi laba tahunan, cara terbaik adalah menerbitkan
serangkaian statemen laba-rugi tahunan seperti apa adanya bukan serangkaian laba yang
telah diratakan.
d) Pendekatan Nonalokasi
Hanya karakteristik pertama dan kedua dipenuhi oleh alokasi dalam akuntansi.
Alokasi mengalami masalah dalam karakteristik ketiga. Hampir seluruh alokasi dalam
akuntansi bersifat takterjelaskan; artinya tidak dapat didukung tetapi dapat ditolak. Lebih
tegasnya, para akuntan tidak dapat membuktikan bahwa alokasi memberi informasi yang
bermanfaat sementara itu tidak ada bukti yang dapat membantah bahwa informasi hasil
alokasi tersebut tidak bermanfaat.
Bila alokasi dianggap suatu teori, alokasi dapat dipertahankan secara filosofis
dengan semangat refutasi ilmiah (scientific refutation) dan prinsip ketersalahan (principle of
falsifiability). Alokasi ditempatkan sebagai hipotesis nol (default hypothesis) yang harus
disanggah validitasnya. Bila tidak dapat dibuktikan dengan meyakinkan bahwa alokasi tidak
benar atau valid (sehingga nonalokasilah yang valid), maka alokasi terpaksa harus
"diterima" atau tidak dapat ditolak.
3) Pembebanan Arbitrer
18
Penandingan arbitrer tidak selalu berkaitan dengan pengakuan rugi. Kos suatu potensi jasa
akan segera diakui sebagai biaya atau rugi kalau terbukti bahwa manfaat ekonomiknya
menjadi lenyap atau berkurang (loss or lack of future benefits).
Penakar yang ideal udalah unit produk karena pendapatan diciptakan dengan
menyerahkan produk (direpresentasi oleh kos produk). Oleh karena itu, idealnya tiap
unit menyerap semua jenis kos operasi (produksi, penjualan, administrasi, dan
pengumpulan piutang). Dengan perioda sebagai penakar, kos objek atau kegiatan sebagai
pengukur biaya yang dimasukkan ke dalam penakar tidak harus jelas dan tegas berkaitan
dengan pendapatan yang masuk dalam penakar (perioda) tersebut. Di bawah ini meringkas
konsep penandingan dan implikasi terhadap klasifikasi biaya sebagai pengurang
pendapatan.
Masalah pembebanan kos dan basis asosiasi di atas berlaku untuk semua jenis
potensi jasa. Masalah khusus terjadi dalam hal sediaan dan aset tetap, khususnya fasilitas
fisis yaitu gedung/prabrik dan perlengkapan (plant and equipments). Uraian berikut
membahas masalah teoretis yang menyangkut pos-pos tersebut.
2.7 Sediaan
Secara umum masalah teoretis sediaan berkaitan dengan pengukuran kos barang
terjual dalam rangka penandingan dengan pendapatan dan masalah penilaian. Proses
pengukuran dan penilian pada umumnya dilakukan pada akhir periode. Dengan demikian
masalah pengukuran dan penilaian sediaan pada akhirnya periode dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Metoda asosiasi menjadi basis untuk menentukan unit fisik terjual dan kos yang
melekat dengan jumlah rupiah penjualan. Dengan demikian metoda asosiasi dapat pula
diartikan sebagai asumsi aliran kos dalam mengikuti aliran fisis barang. Metoda asosiasi
atau asumsi aliran kos yang telah dikenal adalah:
19
1) Identifikasi khusus (specific identification)
2) Masuk pertama keluar pertama/MPKP (first-in, first-out/FIFO).
3) Rata-rata berbobot (weighted average).
4) Sediaan normal/minimal (normal stock).
5) Masuk terakhir keluar pertama/MTKP (last-in, first-out/LIFO).
Dasar pemilihan metoda sangat tergantung pada tujuan atau kondisi yang dihadapi
perusahaan. Tujuan utama pemilihan metoda biasanya adalah mengasosiasi biaya dan
pendapatan untuk menentukan laba yang tepat. Tujuan lain adalah menentukan nilai
sediaan untuk dicantumkan dalam neraca.
b) Identifikasi Khusus
Metoda ini adalah yang paling ideal. Bila sistem akuntansi memungkinkan, metoda ini
sangat dianjurkan penerapannya. Untuk jenis barang mahal dan perputarannya rendah,
metoda ini sangat cocok sekali untuk tujuan pengendalian di samping tujuan penandingan
yang tepat. Namun demikian, metoda ini mengandung beberapa kelemahan antara lain:
Metoda ini berasumsi bahwa faktor kos mengalir melalui perusahaan secara
berurutan seperti antrean; tidak ada saling mendahului. Dalam banyak kasus, aliran fisis
faktor jasa yang sesungguhnya memang harus mengalir seperti ini terutama kalau bahan,
barang, atau produk harus segera digunakan karena meretia merupakan jenis yang mudah
rusak atau usang karena waktu. Metoda ini sangat logis dalam merefleksi asosiasi sebab-
akibat karena sangat sederhana dan jelas untuk memecah kos ke dalam dua komponen
(sediaan dan barang terjual) atas dasar kos yang benar-benar melekat dalam kedua
komponen tersebut.
Jadi, kalau penandingan secara tepat biaya dan pendapatan menjadi tujuan,
metoda ini paling didukung atas dasar argumen berikut:
20
1) Metoda ini mendekati metoda identifikasi khusus yang menjadi standar pemecahan
kos. Metoda ini sistematik dan konsisten dengan aliran fisis yang sesungguhnya
sehingga penandingan yang ideal dipenuhi.
2) Untung atau rugi karena fluktuasi harga dengan sendirinya terrealisasi dan diakui
bersamaan dengan terjualnya barang walaupun tidak disajikan secara terpisah dan
melekat dalam angka laba.
3) Penyajian sediaan akhir dalam neraca akan menggambarkan kos yang mendekati
kos sekarang atau kos pengganti, Tentu saja hal ini tergantung pada fluktuasi kos
setelah pembelian atau produksi terakhir. Bila fluktuasi harga yang sangat tajam,
metoda ini tidak dapat memisahkan untung atau rugi fluktuasi harga sebagaimana
disebut dalam butir 2.
d) Rata-rata Berbobot
Metoda ini menganggap bahwa dalam proses produksi terjadi peleburan faktor
produksi yang sama selama satu perioda menjadi satu massa yang homogenus. artinya,
bahan baku tertentu yang dibeli berkali-kali atau produk yang dihasilkan dari beberapa
angkatan produk dalam suatu perioda dianggap sebagai satu kesatuan (massa). Barulah
kemudian massa tersebut dipecah menjadi dua bagian yaitu sediaan barang dan barang
terjual. Sebagai konsekuensi, tiap sediaan yang ada pada saat tertentu akan selalu
mengandung proporsi tertentu tiap pembelian yang pernah terjadi. Dengan demikian,
metoda rata-rata akan menjadi logis, obyektif, atau valid. Walaupun demikian, metoda ini
tidak sejalan dengan aliran fisik yang sesungguhnya.
Dalam kenyataannya, separti bahan baku yang dikonsumsi pada saat tertentu
jarang sekali terdiri atas semua bahan baku yang diperoleh dari berbagai pembelian secara
proporsional. Jadi kalau pemakaian bahan baku untuk produksi mengikuti pola ini maka
akan terjadi bahwa separtai barang yang berasal dari pembelian tertentu tidak akan pernah
habis.
e) Sediaan Normal
Metoda ini sering disebut dengan metoda sediaan permanen (iron-stock method).
Dengan metoda ini dianggap perusahaan melakukan investasi permanen dalam sediaan.
Tujuannya adalah penandingan pendapatan sekarang dengan kos sekarang sekaligus
meniadakan kebutuhan pelaporan untung atau rugi menahan sediaan atau fluktuasi harga.
Metoda ini menyajikan sediaan di neraca dengan harga satuan yang cukup pasti. Biasanya
harga satuan yang ditentukan untuk sediaan minimal cukup rendah. Karena pendapatan
21
sekarang ditandingkan dengan kos sekarang, laba yang diperoleh tidak mengandung
untung atau rugi akibat menahan sediaan.
Metoda ini berasumsi bahwa sediaan merupakan aset tetap yang tidak berkaitan
dengan aliran kos. Dengan demikian, begitu sejumlah sediaan tertentu telah tertimbun
maka aliran faktor kos berikutnya dianggap hanya melewati timbunan tersebut dan
langsung melekat pada penjualan (sebagai kos barang terjual). Metoda ini akan
menghasilkan laba operasi yang bebas dari untung atau rugi akibat fluktuasi harga. Asumsi
metoda ini adalah bahwa perusahaan perlu mempertahankan investasi dalam sediaan
selama umur perusahaan tersebut.
Keuntungan metoda ini adalah investasi permanen (disebut LIFO layer) dapat
dijaga dan pekerjaan administrasi pencatatan barang dapat dikurangi. Walaupun cukup
menawan secara teoretis, metoda ini sama sekali tidak dapat menuhi tujuan pelaporan
keuangan umum.
Dalam bidang-bidang usaha tertentu yang voluma penjualan dan harga bahan
bakunyaberfluktuasi cukup besar antarperioda, metoda MTKP mendapat dukungan yang
kuat sebagai salah satu cara untuk menstabilkan laba periodik sampai tingkat tertentu.
Dalam suatu sistem perpajakan yang sangat menekankan perhitungan labaperiodik, praktik
penstabilan laba tersebut menjadi konsekuensi logis yang akhirnya banyak dianut. Namun
demikian, laba yang distabilisasi hendak-tidak dilaporkan sebagai laba sebenarnya untuk
tahun tertentu. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, pemecahan yang terbaik untuk
mengatasi fluktuasi harga adalah melengkapi (to supplement) statemen tahunan dengan
beberapa laporan kumulatif dan rata-rata bukan mengembangkan metoda untuk
menghilangkan fluktuasi tahunan yang memang benar-benar atau nyata-nyata terjadi.
Dalam hal fasilitas fisik, kos yang terjadi pada saat pemerolehan pada umumnya
diakui sebagai aset dan baru kemudian kos tersebut diakui sebagai biaya sesuai dengan
pola penyerapan manfaat yang direpresentasi dengan kos.
Semua aset mempunyai karakteristik umum yaitu merupakan potensi jasa yang
dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya, Fasilitas fisis mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
22
1) Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan memperlancar
kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, yang digolongkan dalam kelompok
ini adalah aset yang berkaitan dengan operasi.
2) Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu penggantian.
3) Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk
menggunakannya bukan lantaran hak miliknya.
4) Pada umumnya merupakan aset nonmoneter dan manfaat yang dapat diberikan
berupa potensi jasa (service potentials) bukan daya beli atau
ketertukarannya(exchangeablility).
Tujuan pelaporan dan pengukuran fasilitas fisis ini adalah untuk menentukan
penggunaan jasa dalam suatu perioda yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan.
Tujuan yang lain adalah members informasi kepada pemakai laporan tentang kuantitas fisis
dan kapasitas atau daya (potensi jasa) yang masih melekat pada aset fisis tersebut.
b) Istilah
Istilah yang digunakan untuk menunjuk aset yang mempunyai karakteristik di atas
tentunya harus cukup deskriptif untuk memudahkan klasifikasi. Banyak istilah yang
digunakan untuk mendeskripsi aset tersebut yaitu : aset tetap (fixed assets), aset tetap
berwujud (fixed tangible assets), aset terwujud (tangible assets), aset operasi (operating
assets), aset jangka panjang (long-lived/long-term assets), tanah, pabrik/bangunan, dan
perlengkapan (property, plant and equipments), dan fasilitas fisis (plant assets).
Istilah aset tetap sebenarnya tidak cukup deskriptif karena tia mempunyai makna
sebagai pasangan aset lancar. Tia menjadi terlalu luas karena tia mencakupi investasi
jangka panjang, aset tak berwujud, sumber alam, dan aset jangka panjang lainnya.
Memang tidak semua perusahaan mempunyai aset tetap lain kecuali fasilitas fisis sehingga
fasilitas fisis dengan sendirinya menjadi aset tetap.
Aset tetap berwujud memang lebih deskriptif walaupun belum menggambarkan sifat
sebagai aset yang digunakan dalam operasi. Aset berwujud mempunyai arti yang terlalu
luas dan kurang menggambarkan sifat permanen yang melekat pada aset fisis. Dengan
istilah ini, sediaan barang dagangan akan dapat masuk dalam pengertian ini.
Aset jangka panjang jelas tidak deskriptif karena istilah ini akan mencakupi pula aset
tak berwujud seperti asuransi dibayar di muka dan pembayaran di muka lainnya. Aset
operasi jelas terlalu luas karena semua aset baik berwujud atau tidak selama aset tersebut
diperlukan dalam operasi dapat disebut sebagai aset operasi.
23
Istilah yang paling deskriptif dan digunakan oleh banyak literatur dewasa ini adalah tanah,
pabrik/gedung, dan perlengkapan serta fasilitas fisis. Dapat disebut deskriptif karena dapat
merefleksikan karakteristik-karakteristik yang disebutkan di atas. Dalam hal perusahaan
non pemanufakturan istilah pabrik dan perlengkapan dapat digunakan. Istilah fasilitas fisis
sebenarnya cukup deskriptif untuk menggambarkan karakteristik aset yang masuk dalam
pengertian property, plant, and equipment. Oleh karena itu, istilah ini dipakai dalam
pembahasan di sini walaupun istilah aset tetap atau yang lain kadang-kadang dipakai juga.
c) Basis Pembebanan
Fasilitas fisis memberi kontribusi jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya
(misalnya dalam bentuk daya giling untuk mesin giling). Oleh karena itu, kos daya atau
kapasitas fasilitas fisis tersebut jelas harus diserap menjadi bagian kos produksi dan
akhirnya menjadi beban pendapatan.
Masalah unik yang berkaitan dengan penyerapan manfaat fasilitas fisis adalah
penentuan kapasitas taksiran dalam kondisi tertentu dan pola penyerapan manfaat sampai
dapat dikatakan bahwa manfaat tersebut habis. Berbeda dengan sediaan, masalah timbul
karena pada umumnya kapasitas akan habis dalam jangka panjang dan penyerapan
manfaat tidak dapat diobservasi secara langsung atas dasar kelenyapan secara fisis. Di
lain pihak, sediaan dikonsumsi dalam bentuk unit fisis sehingga kos yang terserap dapat
dihubungkan secara objektif dengan konsumsi fisis tersebut.
Walaupun konsumsi manfaat disertai dengan keausan fisis (deterioration), tidak ada
proses konsumsi secara fisis terhadap fasilitas fisis bersangkutan. Jadi, pembebanan kos
fasilitas fisis untuk suatu perioda tidak dapat ditentukan atas dasar pengukuran fisis yang
objektif tetapi lebih merupakan suatu hasil pertimbangan (judgment) atas dasar taksiran
faktor-faktor penentu (yaitu umur ekonomik, kapasitas ekonomik, dan nilai residual) yang
sering tidak dapat diuji validitasnya secara objektif.
Kesulitan asosiasi seperti diuraikan di atas tidak menjadi alasan yang kuat untuk
membebankan seluruh kos ke operasi pada saat fasilitas fisis tersebut diperoleh atau
diberhentikan. Tujuan memperoleh fasilitas fisis adalah untuk menghasilkan produk dan
produk bersangkutan adalah seluruh unit produk yang dihasilkan selama umur efektif
fasilitas bersangkutan bukannya selama tahun tertentu. Fasilitas fisis merupakan suatu
“sediaan” jasa (service-capacity) dan jasa tersebut akan tersedia sepanjang umur ekonomik
aset tersebut. Dengan demikian, pembebanan kos secara sistematik selama taksiran umur
pemakaian akan lebih sesuai dengan keadaan objektif dan masuk akal daripada
24
pembebanan langsung seluruh kos pada saat pembelian atau pada saat pemberhentian.
Bagian dari kos yang dibebankan untuk perioda tertentu disebut depresiasi (amortisasi
untuk aset tak berwujud dan deplesi untuk sumber alam).
Dari segi akuntansi, depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos secara
sistematika dan rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa
yang dianggap telah dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan. Depresiasi sebagai
biaya tidak berbeda dengan jenis biaya operasi lainnya. Kos fasilitas fisis mempunyai
kedudukan yang sama seperti kos manfaat ekonomik lain yang diperoleh dan dimanfaatkan
sekaligus dalam perioda terjadinya. Depresiasi merupakan biaya yang benar-benar terjadi
dan dikeluarkan (out of pocket costs) seperti biaya lainnya. Memang benar bahwa biaya
depresiasi untuk perioda tertentu tidak menunjukkan pengeluaran pada perioda tersebut.
Akan tetapi, biaya depresiasi tersebut mengukur bagian pengeluaran masa yang lalu yang
dipandang layak dibebankan terhadap kegiatan atau pendapatan perioda berjalan. Jadi
dapat dikatakan bahwa kos fasilitas fisis merupakan suatu bentuk ekstrem biaya dibayar di
muka; akuntansi depresiasi merupakan sarana untuk membebankan biaya dibayar di muka
tersebut ke produksi atau perioda berjalan. Paton dan Littleton (1970) mengemukakan hal
ini sebagai berikut :
Plant renders an essential service to production, and its cost is a form of deferred
charge which should be gradually absorbed in the cost of production(hlm. 65)
25
Walaupun demikian, untuk tujuan pengembangan pelaporan keuangan, depresiasi
secara teoritis dapat dimaknai selain sebagai prosedur atau alokasi sistematik dalam
rangka penandingan biaya dan pendapatan yang tepat. Berikut dibahas beberapa
pemaknaan atau interpretasi terhadap depresiasi.
Acapkali depresiasi dianggap sebagai sumber dana oleh karena kebiasaan untuk
menghitung sumber dana atau aliran kas masuk (proceeds) dengan cara menambahkan
kembali depresiasi ke laba akuntansi. Hal ini banyak dijumpai dalam literatur manajemen
keuangan yang membahas topik penganggaran kapital (capital budgeting). Cara
menghitung semacam itu sebenarnya hanyalah salah satu teknik penghitungan sumber
dana karena data yang tersedia adalah statemen laba-rugi. Hal ini juga terjadi dalam
menghitung aliran kas dari kegiatan operasi untuk menyusun statemen aliran kas dengan
metoda tak langsung. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa depresiasi merupakan suatu
sumber dana atau penyisihan dana untuk penggantian.
26
bahwa pemertahanan kapital dapat dijamin dengan akuntansi depresiasi yang tepat.
Memang benar bahwa kalau semua biaya dapat ditutup oleh pendapatan maka akan
terdapat dana yang cukup untuk mempertahankan seluruh elemen modal kerja dan untuk
menutup bagian kos fasilitas fisis yang telah dikonsumsi. Akan tetapi, dengan pikiran ini
tidak berarti bahwa akuntansi depresiasi merupakan proses penghimpunan dana atau
bahwa depresiasi merupakan sumber dana.
Konsep pemulihan investasi (investment cost recovery) ini secara konseptual sama
dengan pandangan di atas tetapi dianggap bahwa fasilitas fisis didanai dengan utang. Agar
perusahaan mampu membayar kembali investasinya maka harus dilakukan penyisihan
dana dengan cara mengurangi pendapatan perusahaan sebesar depresiasi. Pandangan ini
dapat disanggah dengan argument yang sama dengan yang dijelaskan di atas.
Bila potensi jasa dipandang sebagai jasa fisis (physical services), depresiasi
merupakan penurunan jasa fisis karena konsumsi manfaat dalam perioda-perioda yang
diantisipasi. Pada umumnya, perusahaan membeli fasilitas fisis dengan memperhitungkan
jasa fisis total atau kapasitas yang melekat pada aset tersebut. Kapasitas fisis dapat
dinyatakan dalam unit produk yang dapat dihasilkan, jam pemakaian, kilometer terpakai
(untuk kendaraan), atau unit lain yang dapat menjadi pengukur konsumsi fisis. Metoda unit
produksi (units of production method) merupakan implementasi makna depresiasi sebagai
27
penurunan jasa fisis ini. Karena penekanan pada pemakaian jasa fisis, kos historis menjadi
basis pengukuran depresiasi. Dengan kata lain, kos historis merupakan sarana untuk
mempresentasi dan merunut (to trace) aliran fisis potensi jasa. Dengan demikian, fungsi
neraca adalah menunjukkan sisa potensi jasa sehingga dasar penilaiannya adalah kos
yang masih melekat pada sisa jasa fisis tersebut (sering disebut nilai buku). Jadi, sebagai
penurunan potensi jasa fisis, depresiasi untuk suatu perioda adalah konsumsi jasa fisis
yang diukur atas dasar kos historis (kos yang melekat pada aset).
Bila fasilitas fisis dipandang sebagai suatu kapital (capital), depresiasi merupakan
penurunan nilai kapital bukan hanya karena konsumsi melainkan juga karena keausan,
keusangan, dan faktor ekonomik lainnya. Depresiasi untuk suatu perioda merupakan selisih
penilaian ekonomik antara fasilitas fisis awal dan akhir perioda. Dengan pendekatan ini,
depresiasi bukan lagi merupakan proses alokasi sehingga kos historis tidak harus menjadi
basis pengukuran. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menilai fasilitas fisis awal dan
akhir. Berbagai atribut penilaian aset yang telah dibahas di Bab 6 dapat dijadikan basis
penilaian. Penilaian dapat didasarkan atas nilai masukan dan keluaran. Penentuan
depresiasi dapat dilakukan tiap akhir perioda semata-mata atas dasar penilaian aset pada
saat itu tanpa memperhatikan taksiran-taksiran yang pernah dilakukan sebelumnya. Dapat
juga depresiasi ditentukan pada saat aset diperoleh untuk perioda-perioda masa datang
yang memperoleh manfaat. Pada umumnya, pendekatan terakhir ini yang digunakan
karena keperluan untuk menyusun tabel depresiasi. Tentu saja pendekatan ini memerlukan
penaksiran faktor-faktor penentu depresiasi. Berikut ini dibahas beberapa pendekatan
penilaian kapital awal dan akhir perioda untuk menentukan depresiasi sebagai penurunan
nilai.
Dengan basis ini, penurunan nilai fasilitas fisis ditentukan dengan cara menghitung
selisih nilai setara tunai pada awal dan akhir perioda. Nilai ini adalah harga pasar aset yang
sama dalam kondisi yang sama sebagai barang bekas. Di sini dianggap bahwa daya beli
uang stabil. Kalau tidak, dalam hal tertentu nilai pasar dapat naik sehingga nilai tidak turun
atau bahkan menjadi lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini kadang-kadang nilai jual ini
disesuaikan dengan indeks harga yang berlaku untuk menghilangkan pengaruh kenaikan
harga karena perubahan daya beli uang.
Dengan penilaian ini, depresiasi ditentukan dengan cara menghitung selisih nilai
diskunan aliran kontribusi pendatan neto pada awal dan akhir perioda. Kontribusi
pendapatan neto adalah tambahan aliran kas masuk (pendapatan) karena adanya investasi
28
fasilitas fisis bersangkutan. Penilain ini mirip dengan penerimaan kas masa datang
diskunan (discounted future cash receipst) untuk penilaian investasi jangka panjang
misalnya obligasi. Bedanya, aliran kas masuk investasi jangka panjang berasal langsung
dari investasi yang jumlah dan saatnya cukup pasti sedangkan aliran kas masuk dari
fasilitas fisis tidak langsung dan harus ditaksir melalui pendapatan neto (laba tunai) yang
dikontribusi oleh penggunaan aset. Penilaian semacam ini merupakan contoh imputasi
pendapatan. Tambahan aliran masuk ini juga dapat berupa penghematan kos (cost saving).
Penilaian ini memerlukan informasi tarif diskun yang biasanya didasarkan atas
tingkat kembalian (rate of return) investasi bebas risiko atau tingkat bunga umum yang
berlaku. Penilaian fasilitas fisis pada tiap awal perioda tertentu dapat diformulasi sebagai
berikut (nilai diskunan akhir suatu perioda sama dengan nilai diskunan awal perioda
berikutnya):
Sebagai ilustrasi, dimisalkan suatu fasilitas fisis dapat memberi kontribusi aliran kas
aliran masa datang tahunan selama lima tahun berturut-turut sebagai berikut : Rp.
1.200.000, Rp. 1.000.000, Rp. 1.500.000, Rp. 900.000, dan Rp. 1.000.000. Nilai residual
telah termasuk dalam aliran kas terakhir. Bila tingkat kembalian diperhitungkan 25%,
depresiasi tahunan atas dasar penurunan nilai disajikan dalam Gambar 9.5 berikut ini.
Nilai sekarang Rp. 2.552.320 pada awal tahun pertama dapat diinterpretasi sebagai
proksi atau estimator nilai sepakatan pada saat pemerolehan. Seandainya fasilitas fisis
diperoleh dengan kos di bawah atau di atas nilai tersebut, selisihnya harus disebar selama
umur aset secara proporsional dengan kontribusi pendapatan neto atau dengan cara lain.
29
aliran kas masa datang diskunan (discounted future cash receipts) sebagai dasar penilaian
aset.
Atas dasar rasio di atas, depresiasi untuk suatu perioda (Dp) dapat ditentukan
sebagai berikut :
Dp = R x Kp
Dengan contoh kasus sebelumnya dan dengan asumsi fasilitas fisis diperoleh
dengan kos Rp. 2.760.000 tanpa nilai residual, rasio kos terhadap kontribusi adalah
sebesar 0,60 atau 60%.
e) Metoda Alokasi
Bila depresiasi dimaknai sebagai alokasi kos secara sistematik dan rasional bukan
sebagai proses penilaian, metoda manakah yang dapat disebut sistematik dan rasional?
Metoda yang paling rasional adalah metoda yang mendasarkan diri pada aliran penyerapan
kapasitas jasa tersebut. Dengan kata lain, metoda yang paling tepat adalahmetoda unit
produksi (production or output method). Kesulitan utama yang dihadapi metoda ini adalah
penentuan kapasitas total yang dapat dihasilkan selama umur ekonomik aset
bersangkutan. Di samping itu, keausan fisis tidak selalu proporsional dengan intensitas
penggunaan dan juga pengaruh faktor keusangan (obselescence) sama sekali tidak ada
hubungannya dengan fluktuasi produk yang dihasilkan.
30
musiman selama satu tahun tersebut. Keberatan terhadap metoda garis lurus terletak pada
sifatnya yang mengabaikan hubungan antara tingkat kembalian investasi (rate of return)
dan sisa nilai investasi seperti yang dicontohkan sebelum ini.
Dapat juga depresiasi ditentukan dengan cara melakukan taksiran (appraisal) pada
tiap perioda atas dasar inspeksi fisis untuk mengukur keausan. Metoda ini memberikan
hasil yang sama sekali kurang memuaskan. Biaya depresiasi bukan semata-mata
didasarkan atas hasil pengamatan fisis ada kemungkinan tidak konsisten dari perioda ke
perioda. Jadi yang paling diperlukan adalah suatu kebijakan depresiasi yang sistematik dan
logis didasarkan atas berbagai kemungkinan dan faktor yang melingkupi fasilitas fisis
bersangkutan.
Alasan lain adalah bahwa penentuan laba haruslah merupakan akibat suatu upaya
untuk mengungkapkan kenyataan objektif yang ada tanpa memperhatikan berapa akhirnya
laba yang terjadi. Lagi pula, walaupun akuntansi menganut asas himpun (aktual), hal ini
tidak mengisyaratkan bahwa laba periodik harus sama tiap tahunnya. Jadi, meskipun tetap
dituntut untuk menaksir depresiasi tahunan secara saksama, rasional, dan objektif,
hendaknya tidak ada pikiran sama sekali untuk mempengaruhi besarnya laba.
31
Kalau program depresiasi yang dijalankan tersebut ditentukan secara saksama dan
objektif dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada, perbedaan antara taksiran dan
kenyataan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Perbedaan dapat juga disebabkan
oleh ketaksaksamaan atau kekeliruan. Apapun sebabnya, perbedaan yang akhirnya
muncul paling tidak merupakan suatu indikasi bahwa kesalahan telah terjadi sehingga
koreksi taksiran harus dilakukan.
Dalam kasus tertentu, penghapusan fasilitas fisis (write-down) yang cukup besar
dapat dibenarkan sebagai cara untuk menunjukkan adanya rugi yang sebenarnya telah
terhimpun beberapa perioda tetapi belum masuk dalam biaya operasi tiap perioda tersebut
karena rugi ini baru diketahui kemudian. Kalau suatu fasilitas fisis tidak lagi digunakan dan
kemungkinan membangun atau memperbaiki kembali untuk diaktifkan adalah kecil,
penghapusan seluruh sisa nilai buku sekaligus dapat dibenarkan meskipun fasilitas
tersebut belum dibongkar. Penghapusan tersebut harus dilaporkan sebagai rugi dalam
statemen laba-rugi tahun berjalan bukan sebagai penyesuai laba ditahan.
Jadi, kalau pemberhentian dari penggunaan sudah pasti terjadi maka kos yang
melekat pada fasilitas tersebut juga harus dihentikan, artinya tidak dapat lagi dibebankan
ke produksi setelah pemberhentian. Mengkapitalisasi rugi pemberhentian sama saja
dengan menyangkal adanya rugi tersebut. Sekali diputuskan untuk dihentikan kos yang
belum dikonsumsi akan hilang selamanya (menjadi rugi). Kos yang harus dibebankan ke
operasi selama umur fasilitas fisis yang baru adalah terbatas pada kos unit baru tersebut.
Sisa kapasitas fasilitas fisis lama tidak menambah daya atau kapasitas fasilitas fisis baru.
32
2.10 Tanah
Apakah tanah perlu didepresiasi atau tidak bergantung pada karakteristik atau
fungsi tanah dalam operasi perusahaan. Sebagai tempat usaha, fungsi untuk ditempati
tidak akan pernah habis. Oleh karenanya, dapat dianggap bahwa kos tanah tidak perlu
didepresiasi atau diamortisasi menjadi biaya operasi. Dengan kata lain, fungsi tanah untuk
menyediakan jasa ditempati tanpa batas waktu (selamanya) cukup menjadi alasan
kebijakan untuk memperlakukan kos tanah sebagai investasi permanen dalam fasilitas
produksi. Perlakuan semacam ini makin didukung untuk tanah hak milik permanen. Karena
karakteristik kos tanah sebagai investasi permanen, tanah tersebut perlu dipisahkan dari
fasilitas fisis lain yang dapat didepresiasi dalam pelaporannya.
Kos tanah sewaguna (leasehold), tanah hak guna bangunan (HGB), atau bentuk
investasi non permanen lainnya dalam bentuk tanah harus secara sistematik dibebankan
ke produksi selama umur ekonomik atau selama jangka kontrak.
Dalam kondisi tertentu, tanah pertanian tidak dapat diperlakukan sebagai investasi
permanen. Kesuburan tanah jelas akan dipengaruhi oleh frekuensi panen dan lapisan atas
tanah (topsoil) yang subur mungkin habis akibat erosi sehingga suatu saat tanah tersebut
secara ekonomik tidak dapat ditanami lagi. Dalam keadaan seperti ini, akuntansi yang sehat
menghendaki pemisahan kos tanah menjadi bagian yang dimasukkan sebagai kos sisa
tanah (kalau ada) dan bagian yang menunjukkan kos elemen tanah yang dapat habis
jasanya (potensi jasa tanah untuk ditanami), kemudian ditentukan alokasi kos sistematik
yang tepat untuk bagian kedua tersebut. Jadi, dengan akuntansi seperti di atas,
pengeluaran-pengeluaran untuk mengembalikan kesuburan tanah akan menjadi bagian
kos tanah yang pada akhirnya harus didepresiasi.
Sumber alam (natural resources) yang akan habis melalui proses penambangan
(extraction) dan tidak dapat diperbarui atau diganti (renewable) sering disebut dengan “aset
habis pakai” (wasting assets). Tambang mineral (termasuk minyak mentah dan gas) adalah
contoh utama aset habis pakai. Hutan kayu yang biasanya tidak diremajakan lagi oleh
perusahaan pengekstraksi dapat dikategori sebagai aset habis pakai. Kos sumber alam
tersebut (tidak termasuk nilai sisa tanah) harus diserap secara sistematik ke produksi atas
dasar pengambilan atau konsumsi. Kos yang diserap ini disebut deplesi. Seperti juga pada
depresiasi, deplesi sebagai kos atau upaya untuk menghasilkan pendapatan harus
33
ditentukan secara objektif dan rasional tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap laba
bersih.
Yang digolongkan sebagai aset tak berwujud (intangibles) meliputi pos seperti hak
cipta, paten, merek dagang, goodwill, dan kos organisasi. Sama seperti fasilitas fisis, kos
aset tak berwujud harus secara sistematik dibebankan ke operasi dan akhirnya terhadap
pendapatan selama umur yuridisnya. Dalam kasus tertentu dimungkinkan untuk menyerap
kos tersebut dalam waktu yang lebih pendek dari umur yuridisnya. Penghapusan langsung
seluruh kos sebagai rugi harus segera dilakukan kalau kondisi menunjukkan bahwa aset
tak berwujud tersebut tidak lagi mempunyai arti ekonomik yang penting. Karena banyak
masalah teoritis yang timbul, dua jenis aset tak berwujud yaitu goodwill dan kos organisasi
dibahas di bawah ini.
a) Goodwill
Goodwill timbul apabila suatu perusahaan membeli perusahaan lain yang sudah
berjalan secara keseluruhan. Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai atau
setaranya yang dibayarkan oleh perusahaan pembeli di atas nilai pasar wajar atau nilai
buku kekayaan fisis perusahaan yang dibeli. Goodwill dapat diinterpretasi sebagai
kemampuan lebih dalam menghasilkan laba dibanding kemampuan normal perusahaan
yang kondisi kekayaan fisisnya sama. Kemampuan lebih tersebut tidak dapat diperoleh
secara terpisah dengan jalan membeli hak monopoli atau cara lainnya. Secara akuntansi,
goodwill tidak dapat ditimbulkan sendiri oleh perusahaan tetapi harus melalui pembelian
suatu perusahaan yang sedang berjalan. Kos kampanye produk baru, misalnya, tidak dapat
disebut sebagai goodwill.
Kos goodwill yang melekat pada harga beli suatu perusahaan yang sudah
beroperasi pada dasarnya merupakan nilai sekarang atau nilai diskunan (present or
discounted value) kelebihan laba yang mampu dihasilkan. Kelebihan laba ini merupakan
jumlah rupiah kelebihan yang diharapkan akan terjadi sehingga akhirnya investasi dengan
pembelian perusahaan di atas nilai buku tersebut menghasilkan suatu tingkat pembelian
investasi (rate of return) yang normal. Dengan demikian goodwill yang dibeli tersebut
menunjukkan pengakuan lebih dahulu sejumlah debit yang mengukur sebagian dari laba
yang diharapkan akan diperoleh kemudian. Jadi, jumlah debit goodwill diharapkan dapat
ditutup atau diperoleh kembali melalui laba lebih perusahaan yang dibeli.
Dengan demikian, sangat masuk akal kalau kos yang diperhitungkan sebagai
goodwill harus diserap dan dibebankan ke pendapatan selama kurun waktu yang dijadikan
34
dasar dalam mempertimbangkan kos pemerolehan perusahaan sehingga laba yang
tampak dalam statemen laba-rugi menunjukkan laba bersih normal. Kenyataan
menunjukkan bahwa pada kebanyakan perusahaan, kelebihan kemampuan untuk
menghasilkan laba tidak berlangsung selamanya tetapi hanya berlangsung dalam kurun
waktu yang terbatas. Dengan demikian, goodwill hendaknya diamortisasi sepanjang
taksiran masa diperolehnya laba lebih.
Seandainya tingkat laba lebih tersebut tetap terjadi sesudah kurun waktu yang
diantisipasi, amortisasi kos goodwill tetap dilakukan hanya selama waktu yang diantisipasi
semula atas dasar faktor-faktor yang ada pada saat pengakuan goodwill. Kemampuan
memberi laba lebih sesudah jangka waktu yang diantisipasi mungkin bukan lagi disebabkan
oleh faktor-faktor dan kondisi yang dipertimbangkan pada saat perusahaan bersangkutan
dibeli. Dengan kata lain, kesuksesan yang dicapai perusahaan sesudah goodwill habis
besar kemungkinan disebabkan oleh perkembangan dan faktor baru bukan lagi oleh
goodwill tersebut.
35
penghapusan piutang. Dengan perlakuan ini, goodwill bukan lagi merupakan kemampuan
melaba lebih melainkan hanya sebagai jumlah rupiah pengimbang (a plug) yang berfungsi
sebagai penilaian. Persoalan teoritis yang timbul kemudian adalah apakah jumlah debit
goodwill dilaporkan sebagai penambah aset atau pengurang ekuitas pemegang saham.
b) Kos Organisasi
Penyajian biaya tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan dan sarana untuk
itu adalah statemen laba-rugi. Penyajian elemen pendapatan, untung, biaya, dan rugi
bergantung pada konsep tentang apa saja yang membentuk laba.
36
DAFTAR PUSTAKA
37