Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SISTEM RATING GREEN BUILDING

OLEH :

EMILIUS MARIANO BERO (1706090057)

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan, yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya, bagaimanapun juga akan tercemar, dengan masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam
lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya. Sebuah data yang menarik muncul dari paper yang
disampaikan oleh Rosemary A. Colliver, bahwa dunia konstruksi pada negara maju
seperti Amerika Serikat menghasilkan limbah konstruksi sebesar 31.5 juta ton setiap
tahunnya, sedangkan operasional bangunan menyerap 40-45% tenaga listrik dunia,
sungguh persentase yang cukup besar bukan? Selain itu fakta yang lain menunjukkan
konstruksi menggunakan dalam jumlah besar kayu, asphalt, beton, baja, kaca, berbagai
jenis metal dan banyak material lain yang diambil dari alam yang limbahnya
memberikan sumbangan yang tidak sedikit pada pemanasan global dan perubahan
iklim dunia dalam bentuk emisi gas kaca.
Operasional produk konstruksi ternyata juga memberikan pengaruh besar pada
perubahan keseimbangan ekosistem lingkungan yang ditandai dengan berkurangnya
area hijau, hilangnya daerah rambah satwa liar dan tergerusnya populasi berbagai jenis
tanaman. Perubahan-perubahan merugikan tersebut masih ditambah dengan
berubahnya siklus udara dan hidrologi yang dipengaruhi oleh hilangnya area resapan
air, dan area hijau [1]. Mengingat bahwa pembangunan merupakan aktifitas utama dari
setiap Negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warganya, dapat dikatakan
bahwa kerusakan lingkungan sudah merupakan bagian yang tidak dapat dihindarkan
dari kegiatan pembangunan. 1 Pengaruh penerapan..., Furqan Usman, FT UI, 2010. 2
Universitas Indonesia Salah satunya dapat ditinjau dari penggunaan material bahan
bangunan yang tepat berperan besar dalam menghasilkan bangunan berkualitas yang
ramah lingkungan. Beberapa jenis bahan bangunan ada yang memiliki tingkat kualitas
yang memengaruhi harga. Penetapan anggaran biaya sebaiknya sesuai dengan
anggaran biaya yang tersedia dan dilakukan sejak awal perencanaan sebelum
konstruksi untuk mengatur pengeluaran sehingga bangunan tetap berkualitas.
Pada salah satu pemerintah propinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta telah
mengisyaratkan bahwa Pada tahun 2010 bangunan pemerintahan akan menerapkan
konsep Green Bulding demi menyelamatkan bumi dari pemanasan global dan
kerusakan sumber daya alam lainya yang terjadi pada saat. Kebijakan pemerintah
daerah ini berguna untuk mengundang para pengusaha-pengusaha property Indonesia
khususnya DKI Jakarta agar dapat menerapkan konsep green building. Green Building
dikenal sebagai ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam proses
pembangunan yang berlandaskan kaedah ramah lingkungan (ramah lingkungan, hemat
energi, hemat sumber daya alam dan berpihak pada factor kesehatan seluruh
stakeholder proyek. Konsep Green Building atau bangunan ramah lingkungan
didorong menjadi kecendrungan dunia bagi pengembangan properti saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan


masalah sebagai berikut.

1. Apakah yang dimaksud dengan green building?


2. Apa saja aspek aspek dalam membangun green building?
3. Apa itu system rating?
4. Contoh contoh sistem rating?

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan ide pembangunan
rumah yang ramah lingkungan dan hemat energi yang sesuai dengan kondisi geografis
Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Green Building Secara Umum

"Green Building" adalah cara meningkatkanlingkungan untuk manusia,masyarakat,


lingkungan, danintinya pembangun. Hal Ini adalah tentang mensingkronkan bangunan
dan situs kepada iklim lokal,kondisi lokasi, budaya dan masyarakat,dalam rangka untuk
mengurangi konsumsi sumber dayasekaligus meningkatkan kualitas hidup. Sementara
alam dan sumber daya yang efisien yang dapat disorot dalambangunan, mereka juga
dapat terlihat dalam (Alexis Korolides, 2002).

KonsepGreen Building menitikberatkan pada pentingnyapenggunaan energi yang


hemat dan material bangunan ramahlingkungan, efisiensi biaya penyediaan dan
pengelolaan air bersih sertabiaya pengelolaan lingkungan dan buangan (PT. PP, 2011).

Tata letak dan desain bangunan hijau memiliki dampak pada konsumsi energi dan
air. Sebuah situs yang terencana akan melestarikan banyak vegetasi alami,
meningkatkan efisiensi energi bangunan, dan mengurangi jumlah air hujan
meninggalkan situs. Selain jumlah penggalian yang dibutuhkan dapat dikurangi,
sehingga mengurangi biaya konstruksi dan dampak lingkungan dari proses konstruksi.
Sebuah desain situs yang komprehensif dapat menghemat uang dan meningkatkan daya
tarik dari properti (National Association of Home Builders 2002).

Pada dasarnya Green Building mencakup dari mulai perencanaan, pelaksananaan


sampai dengan penggunaan yang diserahkan kepada pemilik bangunan yang
berlandaskan azas green (ramah lingkungan, hemat energy, hemat sumber daya alam
dan berpihak pada faktor kesehatan seluruh stakeholder proyek). Menurut Putu G.
Harimurti Bila penekanan konstruksi hijau pada tahap perencanaan adalah desain
system dan pemakaian material yang ramah menuntut sebuah proses konstruksi yang
peduli pada lingkungan hidup dan memberikan nilai tambah pada lingkungan di sekitar
pelaksanaan proses konstruksi tersebut. Kepedulian proses konstruksi pada lingkungan
hidup diwujudkan dalam bentuk pengendalian terhadap pengaruh negatif proses
konstruksi pada kondisi lingkungan sekitarnya, seperti pengendalian terhadap kualitas
udara, air dan tanah yang tercemar di sekitar proses konstruksi. Pengendalian efek
negatif termasuk juga polusi suara seperti kebisingan yang terjadi selama proses
konstruksi dan dampak sosial pada masyarakat sekitar lokasi konstruksi. Pengendalian
efek negatif proses konstruksi ini akan secara langsung mengurangi efek rumah kaca
akibat emisi gas buang dan debu yang dihasilkan, dan menjaga kualitas air dan tanah di
lingkungan konstruksi. (Furqan Usman, 2010).
Tujuan utama darigreen building adalah menciptakaneco-designarsitektur ramah
lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunanberkelanjutan. Bangunan hijau juga
dapat diterapkan denganmeningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian
bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan.Perancangan
bangunan hijau meliputi tata letak, konstruksi, operasi danpemeliharaan bangunan.
Empat aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam membangun green
building yaitu (BEA, 2013)
1. Material, material yang digunakan untuk membangun haruslah diperoleh dari alam,
merupakan sumber energi terbarukan yangdikelola berkelanjutan, atau bahan
bangunan yang didapat secaralokal untuk mengurangi biaya transportasi. Daya
tahan materialbangunan yang layak sebaiknya tetap teruji, namun tetap
mengandung unsur bahan daur ulang, mengurangi produksi sampah dan dapat
digunakan kembali atau didaur ulang.
2. Energi, Penerapan panel surya diyakini dapat mengurangi biaya listrik bangunan.
Selain itu,bangunan juga selayaknya dilengkapi jendela untuk menghemat
penggunaan energy (terutama untuk lampu serta AC). Untuk siang hari, jendela
dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas penghuninya. Green building juga
harus menggunakan lampu hemat energy, peralatan listrik hemat energy lain, serta
teknologi enregi terbarukan seperti turbin angin dan panel surya.
3. Air, penggunaan air dapat dihemat dengan menggunakan system tangkapan air
hujan. Cara ini akan mendaur ulang air yang misalnya dapat digunakan untuk
menyiram tanaman atau menyiram toilet. Gunakan pula peralatan hemat air, seperti
pancuran air beraliran rendah, tidak menggunaanbathtubedikamar mandi,
menggunakantoilet flushhemat air atau toilet kompos tanpa air dan memasang
sistem pemanas air tanpa listrik.
4. Kesehatan, gunakan bahan-bahan bangunan dan furnitur yangtidak beracun serta
gunakan produk yang dapat meningkatkan kualitas udara dalam ruangan untuk
mengurangi resiko asma,alergi dan penyakit lainnya. Bahan-bahan yang dimaksud
adalahbahan emisi rendah, non-VOC dan tahan air untuk mencegahdatangnya
kuman dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga dapat ditingkatkan
melalui sistem ventilasi dan alat-alat pengatur kelembaban udara.

2.2 Sistem Rating Untuk “Green Building”.

Sistem rating bangunan hijau memberikan konsumen, profesional bangunan dan


regulator pemerintah untuk mengevaluasi dampak lingkungan dari struktur tertentu.
Sistem rating hijau penghargaan poin untuk fitur oprasional bangunan yang mendukung
desain hijau, dalam kategori seperti lokasi dan pemeliharaan bangunan situs, konservasi
air dan energi, pemilihan bahan bangunan, dan kenyamanan dan kesehatan penghuni.
Semakin banyak poin, lebih hijau bangunan.

Meningkatnya minat dalam konsep green building dan praktek telah mendorong
sejumlah organisasi untuk mengembangkan standar bangunan hijau, kode dan sistem
rating. Contoh sistem rating meliputi::

- LEED (Leadership in Energy and Environmental Design)


- CASBEE (Jepang)
- Greenship ( Indonesia )
-
2.2.1 LEED

LEED mempunyai beberapa poin penting tekait pelaksanaan penilaian pada


sertifikasi bangunan hijau, seperti pada penjabaran berikut :

1. Live Cycle Assessment

Penilaian siklus hidup ini ditujukan untuk material bahan bangunan yang
digunakan pada bangunan tersebut terkait potensinya apakah akan
menimbulkan pencemaran lingkungan seperti polusi udara, polusi air, atau
potensi untuk meningkatkan global warming.

2. Siting and Structure Design Efficiency

Maksud dari poin kedua adalah penilaian terhadap peletakan pondasi desain
bangunan pada lahan yang ada apakah sudah benar-benar efisien.
3. Water Efficiency

Salah satu tujuan dari penerapan konsep bangunan hijau adalah dapat
mengurangi konsumsi air serta menjaga kualitas air agar tetap baik. Pada poin
ketiga, penilaian dilakukan untuk memastikan apakah bangunan mempunyai sistem
penggunaan air yang efisien. Contoh sederhananya apakah ada tempat untuk
penampungan air hujan yang kemudian bisa digunakan sebagai air flushing di
toilet, ataukah ada pengolahan air sehingga air kotor (limbah) bisa dimanfaatkan
kembali untuk kebutuhan penyiraman tanaman.

4. Material Efficiency

Prinsip penilaian pada poin keempat ini adalah apakah material bangunan
yang digunakan bisa digunakan kembali (re-use), bisa diolah kembali (re-cycle),
atau dapat diperbaharui kembali (renewable).

5. Indoor Environment Quality Enhancement.

Pada poin ke-5 ditekankan tentang prinsip sirkulasi atau pertukaran udara
di dalam ruangan apakah berjalan dengan baik tidak, lalu penerangan di dalam
ruangan apakah sudah sesuai dengan standart luminitas, yang terakhir suhu di
dalam ruangan apakah sesuai dengan standart atau tidak (terutaman yang
menggunakan AC). Jika berlebihan, maka hal ini akan mengurangi penilaian,
karena yang dinilai adalah efisiensi dan tepat pada penggunaan. Tidak berlebihan,
tetapi juga tidak kekurangan.

6. Energy Efficiency

Energi efisiensi berfokus pada penilaian penggunaan energi di dalam rumah


atau bangunan tersebut secara tepat dan hemat. Efisiensi energi biasanya dikaitkan
dengan penerapan solar panel sehingga bisa dikatakan rumah atau bangunan
tersebut dapat menghasilkan energi sendiri tanpa memerlukan pasokan dari luar.

7. Waste Reduction

Pada poin ketujuh, fokus penilaian adalah apakah bangunan tersebut


mempunyai sistem pengolahan limbah atau apakah terhubung dengan pengelolaan
limbah. limbah di sini adalah limbah cair dan limbah padat yang harus diolah agar
tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

Di Indonesia mempunyai sistem penilaian sertifikasi yang disebut


dengan greenship dan memiliki aspek penilaian yang mirip dengan LEED di
antaranya adalah pengelolaan tapak, efisiensi penggunaan energi dan air, kualitas
udara dalam ruang, penggunaan material ramah lingkungan, pengelolaan sampah
dan air limbah.

Proses sertifikasi bangunan hijau ini akan berdampak sangat baik bagi
lingkungan, terutama bagi konsumsi energi. Jika konsumsi energi bisa ditekan
melalui proses sertifikasi bangunan yang melibatkan jutaan bangunan di seluruh
Indonesia, maka efisiensi energi secara nasional pun akan ikut berdampak baik
bagi pasokan energi kita.Tidak hanya energi, tetapi juga akan berdampak secara
ekonomi. Selain itu pencapaian sertifikasi bangunan juga akan mempengaruhi
salah satu tujuan Sustainable Development Goals PBB dalam menciptakan kota dan
masyarakat yang berkelanjutan dan ramah lingkungan

2.2.2 CASBEE
CASBEE dikembangkan pertama kali tahun 2001 oleh Japan Green
Building Council (JaGBC). CASBEE dapat digunakan untuk semua jenis
bangunan kecuali rumah yang terpisah. Penilaian CASBEE sedikit berbeda dengan
penilaian green building dari standar penilaian negara lain. Hal ini dikarenakan
penilaian evaluasi sustainable building pada CASBEE menggunakan Building
Environmental Efficiency (BEE). Penilaian CASBEE terdiri dari
environmental quality of building (Q) dan environmental load reduction of
building (LR).
Penilaian dengan nilai yang semakin tinggi akan menghasilkan
perbaikan reduksi beban yang semakin tinggi dan kualitas performa bangunan
yang tinggi.

Sistem penilaian BEE antara lain sebagai berikut:


1) Penilaian terdiri dari skala penilaian 1-5 dengan penilaian standar 3.
2) Nilai 1 adalah kondisi minimum berupa pembangunan sesuai
dengan praturan standar pembangunan yang berlaku di Jepang.
3) Sedangkan nilai 3 dihasilkan dengan pemenuhan standar teknik dan sosial
penilaian.

Konfigurasi standar penilaian CASBEE dapat dilihat pada Gambar bawah ini.

2.2.3 Greenship ( Indonesia )

Sistem Rating Bangunan Hijau untuk Indonesia yaitu GREENSHIP, sebuah


perangkat penilaian yang dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council
Indonesia (GBC Indonesia) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan
layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. GREENSHIP bersifat khas Indonesia
seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu mengakomodasi
kepentingan lokal setempat. Program sertifikasi GREENSHIP diselenggarakan
oleh departemen Rating Development GBC Indonesia secara kredibel, akuntabel dan
penuh integritas.

Sistem rating GREENSHIP adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian
yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin
nilai). Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu
akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut. Bila jumlah semua poin nilai yang
berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut
dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi tententu. Namun sebelum mencapai tahap
penilaian rating terlebih dahulu dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan
persyaratan awal penilaian (eligibilitas).
Saat ini GREENSHIP berada dalam tahap penyusunan GREENSHIP untuk
Bangunan Baru (New Building), Bangunan Terbangun (Eksisting Building), Ruang
Interior (Interior Space), dan sistem rating GREENSHIP akan terus berkembang untuk
kategori-kategori bangunan lainnya.

Sistem Rating Bangunan Hijau GREENSHIP mempunyai beberapa tipe; sesuai


dengan jenis gedung, antara lain :

 New Building (Gedung Baru)

GREENSHIP for New Building (gedung baru) komersial adalah suatu


bangunan yang didirikan di atas suatu lahan kosong atau bangunan lama yang
dibongkar dengan peruntukan sebagai fungsi perkantoran, pertokoan, rumah sakit,
hotel, dan apartemen. Pertimbangan yang dilakukan dalam memilih tipe New
Building ini sebagai perangkat penilaian yang pertama kali disusun adalah karena
dinilai lebih mudah dibandingkan dengan tipe lain seperti gedung terbangun
(existing building) dan lain-lain.

 Existing Building (Gedung Terbangun)

GREENSHIP for Existing building (gedung terbangun) adalah sistem rating


untuk sertifikasi bangunan gedung yang telah lama beroperasi minimal satu tahun
setelah gedung selesai dibangun dengan peruntukan gedung sebagai perkantoran,
pertokoan, apartemen, hotel, atau rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta.
Kompleksnya variabel yang harus dipertimbangkan dalam implementasi green
building pada gedung terbangun banyak terkait dengan manajemen operasional dan
pemeliharaan gedung. Sebanyak kurang lebih 98% bangunan di Indonesia adalah
gedung terbangun, maka hal ini menjadi tantangan GBC INDONESIA untuk
mengajak semua pihak menerapkan praktik green building pada tahap awal
pembelajaran ini terhadap seluruh pihak industri bangunan.

 Interior Space (Ruang Interior)

Sasaran yang dituju oleh GREENSHIP Ruang Interior adalah pihak pengguna
yang pada umumnya merupakan suatu badan usaha berbentuk manajemen
perusahaan penyewa dan menggunakan sebagian atau keseluruhan ruangan didalam
gedung dengan diikuti oleh proses kegiatan fit out yang berfungsi untuk
mengakomodasi aktivitas perusahaannya. Lingkup penilaian dari GREENSHIP
Ruang Interior ini juga tidak hanya sebatas aktivitas fit out semata, tetapi juga
meliputi kebijakan pihak manajemen dalam melakukan pemilihan lokasi atau
pemilihan gedung serta pengelolaan yang dilakukan oleh pihak manajemen setelah
aktivitas di dalamnya mulai beroperasi.

Tingkatan Peringkat Bangunan Hijau Untuk menciptakan sebuah green building,


harus dilalui serangkaian proses. Bagi sebuah bangunan baru, tentunya terlebih dahulu
ditetapkan bahwa bangunan yang akan dirancang dan dibangun akan menjadi
suatu green building. Pemilik atau pihak manajemen sudah harus menetapkan
peringkat mana yang ingin dicapai. Dari awal tentu pemilik sudah dapat
memproyeksikan apakah usaha yang dilakukan setara dengan pengembalian investasi
yang akan diperoleh atau tidak. Ada empat tingkat
peringkat GREENSHIP, yaitu Platinum, Emas, Perak dan Perunggu Peringkat yang
diberikan, mencerminkan usaha pemilik gedung dan timnya. Semakin tinggi peringkat
yang diinginkan, semakin relatif besar pula usaha, biaya dan teknologi melalui
pengumpulan nilai yang harus dicapai.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka diambil simpulan sebagai berikut:

Green building (juga dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangunan yang
berkelanjutan) mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang bertanggung
jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup-
bangunan: mulai dari penentuan tapak untuk desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan,
renovasi pembongkaran, dan. Hal ini membutuhkan kerjasama yang erat dari tim
desain, arsitek, insinyur, dan klien di semua tahapan proyek.
Energi matahari sebagai alternatif energi selain BBM & MIGAS dapat
diterapkan dalam membangun rumah yang hemat energi dalam bentul panel surya
untuk atap maupun dalam bentuk sel gratzel yang bisa digunakan sebagai jendela.
Tingginya biaya instalasi panel surya dapat diatasi jika ada kemauan dari pihak
pemerintah misalnya dengan memberikan subsidi, sosialisasi besar-besaran mengenai
keuntungan penggunaan sel surya, serta kemauan dari pihak industri bersama teknokrat
untuk menciptakan sel surya yang murah dan efisien.
Pada skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini mempengaruhi laju
peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian mempengaruhi aktivitas manusia di
luar ruangan, untuk mengatasi fenomena ini ada tiga hal yang bisa dikendalikan yaitu
durasi penyinaran matahari, intensitas matahari, dan sudut jatuh matahari

B. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk dapat dilakukan selanjutnya sebagai berikut:

1. Perlunya kesadaran dari semua pihak untuk bersama-sama mengembangkan dan


menerapkan penggunaan energi alternatif selain BBM & MIGAS.
2. Perlunya kesadaran dari tiap keluarga maupun pengembang/kontraktor agar
memperhatikan aspek hemat energi dan ramah lingkungan ketika merancang sebuah
rumah.

Anda mungkin juga menyukai