157 1011 2 PB
157 1011 2 PB
9
Abrori & Mahwar Qurbaniah, Pencarian Pengobatan Infeksi Menular Seksual....
10
JVK 5 (1) (2019) hlm. 8 - 15
11
Abrori & Mahwar Qurbaniah, Pencarian Pengobatan Infeksi Menular Seksual....
Hasil uji statistik dengan menggunakan chi- kategori dengan diagnose >2 jenis IMS. Sekiata 62
square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) responden yang tidak menggunakan kondom dengan
menunjukkan nilai p-value: 0,004 lebih besar α= 0,05 pelanggan sebanyak 33 responden (53,2%) berada
dengan demikian disimpulkan bahwa ada hubungan pada kategori dengan diagnose 1-2 jenis IMS.Hasil
signifikan antara pengunaan antibiotik dengan jumlah uji statistik dengan menggunakan chi-square dengan
diagnose infeksi menular seksual pada WPS Tidak tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) menunjukkan nilai
Langsung di kota Pontianak. p-value : 0,346 lebih besar α = 0,05 dengan demiki-
Usia wanita penjaja seks tergolong usia produk- an disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan
tif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, usia antara penggunaan kondom dengan jumlah diagnose
produktif adalah usia ketika seseorang masih mampu infeksi menular seksual pada WPS TidakLangsung di
bekerja dan menghasilkan sesuatu. Hasil penelitian kota Pontianak. Nilai Prevalensi Ratio (PR) diperoleh
ini sejalan dengan laporan data populasi risiko ting- 0,679. Artinya frekuensi penggunaan kondom dengan
gi yang keluarkan oleh Kementrian kesehatan set- pelanggan merupakan faktor risiko. Responden tidak
iap periode tiga bulan yaitu sebesar 31,4% populasi menggunakan kondom dengan pelanggan dalam satu
risiko tinggi adalah usia antara 20-29 tahun (Laporan, hari mempunyai peluang 0,679 kali terdiagnosa IMS
Perkembangan HIV dan AIDS & Penyakit Infeksi dibandingkan dengan responden yang menggunakan
Menular Seksual Tri Wulan III 2016, 2016) kondom dengan pelanggan dalam satu hari. Hal ini,
Usia produktif adalah usia yang mempunyai po- dikarenakan ada beberapa penyebab mengapa tidak
tensi banyak pelanggan. Hasil penelitian menunjuk- ada hubungan, berdasarkan temuan dalam penelitian
kan bahwa mereka mempunyai pelanggan lebih dari dengan WPS TL merasa sudah aman, mereka rajin
2 sejumlah 64.5% setiap hari. Nilai Prevalens Ratio melakukan aktifitas perawatan antara lain ratus va-
(PR) diperoleh 0,612 artinya frekuensi jumlah pel- gina, spa vagina, penggunaan antisepticdan aktifitas
anggan merupakan factor risiko. Ini artinya responden betangas,demi menjaga organ intim.
yang mempunyai pelaggan ≥2 orang dalam satu hari Betangas dalah salah satu jenis perawatan vagi-
mempunyai peluang 0,612 kali terdiagnosa IMS dib- na dengan cara pengasapan secara langsung. Ritual
andingkan dengan responden yang mempunyai pel- ini di Pontianak digunakan pada saat akan melakukan
anggan antara 1-2 orang dalam satu hari. Risiko den- pernikahan. Tujuannya adalah untuk mengharumkan
gan banyaknya pelanggan adalah terinfeksi terkena dan menjaga kebersihan area intim kewanitaan. Set-
IMS, semakin tinggi WPS mendapatkan pelanggan idaknya ritual ini dilakukan selama 30 menit setelah
maka samakin tinggi pula risiko tersebut, mengingat melakukan aktifitas kerja seks pada malam hari atau
Pelanggan WPS merupakan kategori kelompok risiko jika malas dilakukan setiap seminggu sekali. Secara
tinggi, setidaknya mereka melakukan hubungan seks teori aktifitas tersebut akan perpengaruh terhadap has-
dengan WPS yang lainnya dan hal ini risiko terinfeksi il diagnosa. Jumlah pelanggan semestinya ada korela-
IMS makin besar, termasuk HIV dan AIDS. Namun si pada hasil infeksi menular seksual, namun temuan
tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah ini membuktikan bahwa jumlah pelanggan tidak ada
pelanggan dengan jumlah diagnose IMS. IMS meru- hubungan yang bermakna. Fakta dilapangan semakin
pakan salah satu penyakit menular yang menjadi per- banyak seseorang melakukan hubungan seksual ber-
masalahan kesehatan global mengingat pola penyak- isiko dengan pelanggan di atas 2 orang lebih dalam
itnya hampir terjadi di semua negara. satu hari berpeluang postif infeksi menular seksual.
IMS yang terjadi pada saluran reproduksi men- Hal ini sejalan dengan penelitian
jadi penyebab utama penyakit dan kematian pada ma- (Lokollo, 2009) yang mengatakan WPS dengan
ternal dan perinatal. Komplikasi penyakit ini adalah pelanggan lebih dari satu orang mempunyai poten-
kemadulan, kanker leher rahim dan meningkatnya si terinfeksi menular seksual. Dan Hasil penelitian
risiko penularan HIV (Placeholder1) (Evans, Kell, Haryati (2012) terhadap upaya pencegahan infeksi
Bond, & MacRae, 1995) menular seksual menunjukkan bahwa penyebab IMS
Salah satunya penyebabnya adalah transaksi seks karena hubungan seks dan kotoran pada kelamin dan
pada WPS dan pelanggan dengan tingkat penggunaan dapat dicegah dengan menggunakan kondom. Walau-
kondom rendah. ini sejalan dengan hasil penelitian pun keseriusan dan manfaat yang dirasa baik namun
(Astarini, 2015), menunjukkan bahwa terdapat hubu- dalam kenyataannya kerentanan terhadap kondisi
ngan antara jumlah pelanggan WPS dengan IMS. Di kesehatannya masih kurang. Hambatan terhadap kon-
analisis menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai sistensi penggunaan alat pelindung di pengaruhi oleh
(P-value = 0.04) pelanggan. Faktor pendorong untuk bertindak berasal
Penggunaan kondom pada pelanggan 39 re- dari kesadaran sendiri dan pengalaman.
sponden yang menggunakan kondom dengan pel- Penggunaan kondom pada pekerja seks tidak
anggan sebanyak 22 responden (56,4%) berada pada langsung sangat kecil. Namun Menurut hasil pene-
12
JVK 5 (1) (2019) hlm. 8- 15
litian yang menunjukkan persentase sejumlah 39,6% saan memiliki alasan sebagai berikut: tidak tahu ten-
dalam hal penggunaan kondom secara konsisten tang manfaat pemeriksaan dengan pekerjaan saat ini,
pada pelanggan merupakan hal yang sangat di luar dan tidak disuruh tempat saat ini bekerja. Sebagian
dugaan peneliti, apalagi jika pelanggan pekerja seks besar responden pernah melakukan pemeriksaan In-
tidak langsung berpendapat bahwa mereka konsisten feksi Menular Seksual di Puskesmas setempat dan di
dalam menggunakan kondom, hal ini sangat berten- praktek-praktek dokter umum sebagai pilihan kedua.
tangan dengan penggunaan kondom secara nasional, Tenaga kesehatan memiliki peran besar untuk mem-
penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko bentuk pengetahuan, kesadaran dan perilaku yang
hanya mencapai 0-30% pada 2010, dan hal ini masih sehat pada wanita pekerja seks komersial. Lama men-
jauh dari target pencapaian MDGS pada 2014 yaitu jadi seseorang mempunyai potensi besar akan penu-
65% (Shiely, Hayes, & Hargon, 2013) laran infeksi meular seksual mengingat transmisi
Berdasarkan analisis hubungan antara jumlah 46 responden yang jadi pekerja seks selama 1
pelanggan dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa tahun sebanyak 27 responden (58,7%) berada pada
persentase responden yang mengalami kejadian IMS kategori dengan diagnose 1-2 jenis IMS. Dari 55re-
dengan jumlah pelanggan lebih dari 4 orang per min- sponden yang jadi pekerja seks selama >1 tahun se-
ggu (76,9%) lebih besar dibandingkan dengan jumlah banyak 32 responden (58,2%) berada pada kategori
responden kurang dari 4 orang per minggu (33,3%). dengan diagnose > 2 jenis IMS. Hasil uji statistik
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 (p < dengan menggunakan chi-square dengan tingkat ke-
0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubu- percayaan 95% (α=0,05) menunjukkan nilai p value:
ngan antara jumlah pelanggan dengan kejadian IMS 0,091 lebih besar α=0,05 dengan demikian disimpul-
pada WPS (Febiyantin, 2014). Hasil penelitian ini se- kan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara lama
jalan dengan penelitian (Rokhmah, 2014), menunjuk- jadi pekerja seks dengan jumlah diagnose infeksi
kan bahwa kelompok WPS yang tidak menggunakan menular seksual pada WPS Tidak Langsung di kota
kondom secara konsisten memiliki kecenderungan Pontianak.Nilai Prevalens Ratio (PR) diperoleh 1,977
mengalami gejala IMS 5,1 kali dibandingkan kelom- artinya frekuensi lama jadi pekerja seks merupakan
pok yang tidak konsisten dalam menggunakan kon- faktor risiko. Ini artinya responden yang mempunyai
dom. pekerjaan seks>1 tahun dalam satu hari mempunyai
23 responden yang mempunyai alasan berobat peluang 1,977 kali terdiagnosa IMS dibandingkan
penapisan sebanyak 19 responden (82,6%) berada dengan responden yang mempunyai pekerjaan seks 1
pada kategori dengan diagnose >2 jenis IMS. Dari tahun dalam satuhari. Hasil penelitian ini sejalan den-
78 responden yang mempunyai alasan berobat follow gan penelitian (Rokhmah, 2014) bahwa nilai Preva-
up sebanyak 46 responden (59,0%) berada pada kat- lens Ratio (PR) diperoleh 0,8 artinya frekuensi lama
egori dengan diagnose 1-2 jenis IMS.Hasil uji statis- menjajakan seks merupakan faktor risiko. Alasan
tic dengan menggunakan chi-square dengan tingkat berobat Skrining/penapisan merupakan proses pende-
kepercayaan 95% (α=0,05) menunjukkan nilai p val- teksian kasus/kondisi kesehatan pada populasi sehat
ue: 0,000 lebih kecil α=0,05 dengan demikian disi- pada kelompok tertentu sesuai dengan jenis penyakit
mpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara ala- yang akan dideteksi dini dengan upaya meningkat-
san berobat dengan jumlah diagnose infeksi menular kan kesadaran pencegahan dan diagnosis dini bagi
seksual pada WPS Tidak Langsung di kota Pontianak. kelompok yang termasuk risiko tinggi. Pada negara
Nilai Prevalens Ratio (PR) diperoleh 0,146 artinya maju, umumnya proses skrining/penapisan dilakukan
frekuensi alasan berobat merupakanfaktor risiko. Ini pada penyakit menular dan tidak menular. Kesadaran
artinya responden yang mempunyai alasan berobat akan follow pada populasi risiko tinggi sangat rendah
follow up dalam satu hari mempunyai peluang 0,146 berbagai alasan dikemukan antara lain tidak waktu,
kali tidak terdiagnosa IMS dibandingkan dengan re- tidak merasa sakit, merasa sudah sehat karena sudah
sponden yang mempunyai alasan berobat penapisan minum obat. Namun bagi seseorang yang melakukan
dalam satu hari.Hasil penelitian ini tidak sejalan den- seks berisiko perlu melakukan berobat sebaiknya 2
gan penelitian Purwarini Y (2010) bahwa PSK yang minggu sekali mengingat setiap klien yang dilayani
mencari pengobatan kepada bukan petugas kesehatan berbagai macam potensi untuk menularkan penyakit.
mempunyai peluang konsisten menggunakan kondom Hal ini sejalan dengan (Astarini, 2015), 72
1,57 kali dibandingkan yang mencari pengobatan ke- responden yang douching vagina sebanyak 39 re-
pada petugas kesehatan. Secara statistik tidak ber- sponden (54,2%) berada pada kategori dengan diag-
makna (p=0,23). nose > 2 jenis IMS. Dari 29 responden yang tidak
Sebagian besar responden pernah melakukan douching vagina sebanyak 17 responden (58,6%) be-
pemeriksaan dengan alasan yang benar, sedangkan rada pada kategori dengan diagnose 1-2 jenis IMS.
responden yang tidak pernah melakukan pemerik- Hasil uji statistic menggunakan chi-square dengan
13
Abrori & Mahwar Qurbaniah, Pencarian Pengobatan Infeksi Menular Seksual....
tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) menunjukkan nilai vagina atau cervic masuk lebih dalam ke uterus fallo-
p value : 0,245 lebih besar α = 0,05 dengan demiki- pian tubes dan indung telur (The National Women’s
an disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan Health Information Centre 2002)
antara douching vagina dengan jumlah diagnose in- 49 responden yang menggunakan antibiotik se-
feksi menular seksual pada WPS Tidak Langsung di banyak 32 responden (65,3%) berada pada kategori
kota Pontianak.Nilai Prevalens Ratio (PR) diperoleh dengan diagnose > 2 jenis IMS. Dari 52 responden
0,597 artinya frekuensi douching vagina merupakan yang tidak menggunakan antibiotik sebanyak 33 re-
factor risiko. Ini artinya responden yang tidak douch- sponden (63,5%) berada pada kategori dengan diag-
ing vagina dalam satu hari mempunyai peluang 0,597 nose 1-2 jenis IMS.Hasil uji statistic dengan meng-
kali terdiagnosa IMS dibandingkan dengan responden gunakan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%
yang douching vagina dalam satu hari. (α=0,05) menunjukkan nilai p value : 0,004 lebih
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian besar α = 0,05 dengan demikian disimpulkan bahwa
Ridhaningsih, dkk (2011), bahwa secara statistik tidak adahubungan signifikan antara pengunaan antibiotik
ada hubungan yang bermakna antara bilas vagina dengan jumlah diagnose infeksi menular seksual pada
dengan kejadian kanker leher rahim menunjukkan RP WPS Tidak Langsung di kota Pontianak.Nilai Prev-
adalah 0,571. Douching vagina yang dilakukan para alens Ratio (PR) diperoleh 0,306 artinya frekuensi
wanita penjaja seks adalah sebagai upaya perawatan. pengunaan antibiotik merupakan factor risiko. Ini
Pada penelitian ini peneliti juga menemukan bahwa artinya responden yang tidak menggunakan antibi-
ada beberapa penjaja seks yang melakukan pencucian otik dalam satu hari mempunyai peluang 0,306 kali
vagina menggunakan sabun khusus vagina, bethadin terdiagnosa IMS dibandingkan dengan responden
bahkan ada yang menggunakan pasta gigi. Padahal yang menggunakan antibiotik dalam satu hari.Hasil
ini akan menimbulkan risko. Perempuan yang sering penelitian ini sejalan dengan penelitian Anindita W,
melakukan douching juga lebih rentan terhadap risiko dkk (2006) bahwa hasil uji uji Fisher’s exact diper-
kena penyakit pelvic inflammatory dan bila penyakit oleh nilai p = 0,018 (p < 0,05) dan nilai OR sebesar
itu tidak diobati dapat menyebabkan kemandulan dan 4,261 dengan demikian disimpulkan ada hubungan
kehamilan ektopic (ectopic pregnancy), infeksi pada antara konsumsi antibiotik dengan kejadian kandidia-
bayi dan kejadian kanker serviks (Bailey, Farguhar, sis vaginalis.Sebagian besar responden masih percaya
Owen, & Mangtani, 2004) tidak hanya itu saja ke- dengan minum antibiotik dan mencuci alat kelamin
giatan mencuci vagina berlebihan akan mengakibat- dengan sabun sebelum atau sesudah berhubungan
kan masalah yang berhubungan dengan proses kela- seks dapat mencegah terkena IMS dan HIV dan AIDS
hiran dan kelahiran bayi sebelum waktunya (Simon, karena mereka merasakan dengan minum antibiotik
2014). dan minum jamu menjadi lebih sehat, sembuh dari
Website The National Women’s Information penyakit dan aman dari IMS dan HIV dan AIDS kare-
Centre, sebuah organisasi yang sangat gencar mem- na anggapan responden bahwa kuman akan mati den-
promosikan kesehatan perempuan, dikatakan bahwa gan minum antibiotik dan jamu yang rasanya pahit.
secara medis sudah terbukti bahwa vagina mempun- Responden juga mempunyai persepsi bahwa dengan
yai mekanisme untuk menjaga keseimbangan keadaan mencuci alat kelamin dengan sabun sirih akan dap-
kimiawinya yang dapat membersihkan secara alami- at membunuh kuman penyakit, sehingga responden
ah. Oleh karena itu, yang terbaik adalah membiarkan merasa bersih dan aman dari IMS dan HIV dan AIDS
vagina untuk melakukan pembersihan alamiah den- walaupun berhubungan seks tanpa memakai kondom
gan mengeluarkan sekresi-sekresi lendir. Dengan de- pada saat melayani pelanggan. Kebiasaan ini mem-
mikian vagina tidak memerlukan perawatan khusus budaya di lingkungan lokalisasi. Suntikan antibiotik
dengan menggunakan berbagai produk khusus vagi- tidak pernah dapat mencegah penularan IMS, tetapi
na yang diperdagangkan secara komersial. Cara un- hanya dapat mematikan kuman yang mungkin ditu-
tuk menjaga kebersihan vagina yang disarankan oleh larkan pada waktu berhubungan seks. Dosis antibio-
para genekolog dan Food and Drug Administration tik biasanya hanya cukup untuk menyembuhkan satu
America adalah dengan menggunakan air hangat dan jenis IMS dan tidak dapat untuk menyembuhkan IMS
sabun lembut tanpa pewangi pada waktu akan man- yang lain, Selain itu, penyembuhan dengan antibiotik
di untuk membersihkan vagina bagian luar. Ahli-ahli ada aturan main dan dosis tertentu yang efektif untuk
kesehatan di Amerika sangat tidak menyarankan mematikan kuman, sehingga tidak bisa digunakan se-
dilakukannya douching untuk membersihkan vagina cara sembarangan. (Shiely, Hayes, & Hargon, 2013).
karena dapat mengganggu bahkan merusak keadaan
flora vagina yang dapat memungkinkan perempuan
lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan bahkan dap-
at menyebabkan penyebaran infeksi yang ada dalam
14
JVK 5 (1) (2019) hlm. 8- 15
15