Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menua atau menjadi tua atau dengan kata lainnya aging adalah suatu
proses dimana menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri dan mempertahankan struktur fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
(Contantinides, 1994 dalam Martono, 2010). Sejalan dengan prosesnya
menua, penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang diramalkan dan terjadi pada semua orang saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena
yang kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi didalam satu
sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu
terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, didalam parameter yang
cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi (Mickey Stanley, 2007).
Menua merupakan proses yang terus menerus secara alamiah dan
umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Manusia secara lambat dan
progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan struktural yang
disebut sebagai penyakit degeneratif (misalnya, hipertensi, diabetes
melitus, dan kanker) (Nugroho, 2008).
Lansia merupakan usia yang beresiko tinggi terhadap penyakit
degeneratif, seperti penyakit jantung, hipertensi. Menurut Dwi (2010).
Masalah kesehatan penyakit lanjut usia yang sering muncul di Indonsia
yaitu seperti hipertensi, kebanyakan lanjut usia biasanya sering menderita
penyakit tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi atau yang disebut
dengan hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama
atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90
mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses
menua. Sehingga penyakit degeneratif pada lansia salah satunya adalah
hipertensi dengan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan
konsisten diatas 140/90mmHg (Baradero, Mary & Yakobus, 2008) dan
menurut Udjianti (2013).

1
2

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan abnormal


tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari
satu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole kontriksi. Kontriksi
arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan
melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan
arteri yang lebih berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan
pembuluh darah. Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih
dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah > 160/95
mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Sehingga menurut Santoso, dkk
(2009 ).
Hipertensi pada lansia disebabkan karena dinding jantung lansia
mengalami penebalan, katub pada jantung menebal dan kaku, sehingga
daya pompa otot jantung menurun. Hal ini ditambah dengan adanya
dinding pada pembuluh darah juga mengalami penebalan dan pengerasan
sehingga menyebabkan diameter pada pembuluh darah menyempit
menyebabkan aliran darah menjadi tidak lancar, faktor lain yang
menyebabkan peningkatan angka hipertensi di lansia adalah karena
kurangnya latihan fisik. Dengan makin meningkatnya harapan hidup
penduduk indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa penyakit degeneratif
akan meningkat. Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat
morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia
lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis, perjalanan
penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi
pada usia dewasa muda (Martono, 2006). Sedangkan adapun penyakit
yang sangat erat hubungannya dengan proses menua misalnya hipertensi,
kelainan pembuluh darah ginjal, diabetes melitus, gout artritis (Nugroho,
2008). Angka kejadian kasus hipertensi essensial di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 1,96% menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010
yang sebesar 2,00% (Setiawan,Yunani & Eni, 2014)
Penatalaksanaan hipertensi salah satunya adalah teknik non
farmakologi yaitu meliputi mengurangi stres, penurunan berat badan,
pembatasan alkoholdan natrium, olahraga/latihan seperti senam yoga,
3

relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap


terapi anti hipertensi (Muttaqin Arif, 2009). Terapi yang efektif diberikan
untuk pasien hipertensi salah satunya senam yoga.
Senam yoga merupakan olahraga yang berfungsi untuk penyelarasan
pikiran, jiwa dan fisik seseorang. Senam yoga termasuk kedalam
alternative bentuk aktivitas fisik yang dapat membantu dalam mencapai
tingkat latihan fisik yang disarankan untuk beberapa individu. Intervensi
senam yoga umumnya efektif dalam mengurangi berat badan, tekanan
darah, kadar glukosa, dan kolesterol tinggi serta fikiran, relaksasi fisik
emosional. Senam yoga terbukti dalam meningkatkan kadar b-endorphine
sampai lima kali didalam darah. Peningkatan b-endorphine turunan
terbukti berhubungan erat dengan penurunan tekanan darah, rasa nyeri,
peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, dan pernapasan
(Triyanto, 2014).
Senam yoga adalah keterampilan spiritual yang mengolah fisik dan
jiwa. Gerakan yoga menyeimbangkan energi dan memberi kenyamanan
tubuh. Yoga sering disamakan dengan senam dan yoga juga memberikan
dua disiplin praktik, yaitu gerak dan diam. Disiplin gerak bermanfaat
menguatkan fisik, menghilangkan kekakuan sendi dan otot, serta
mengontrol kesehatan saraf dan kelenjar tubuh. Disiplin gerak ini banyak
membantu keseimbangan energi dan kenyamanan tubuh untuk kehidupan
sehari-hari. Didalam disiplin diam, yoga memberikan relaksasi,
ketenangan, kejernihan pikiran, keceriaan, rasa percaya diri. Semuanya
dapat diraih melalui meditasi yoga yang dilakukan dengan mengatur napas
dan sikap yoga sempurna. Adapun lima jurus senam yoga yang dapat
mengendalikan hipertensi yaitu langkah pertama dengan pernapasan oase
yang bertujuan untuk menenangkan dan menyejukkan kalbu, langkah
kedua dengan bidalasana (cat strech) yang bertujuan untuk membuat
punggung, leher, pundak, seluruh badan, dan pikiran relaks, langkah ketiga
dengan janu sirsana yang bertujuan untuk melepaskan stres, menyehatkan
saraf punggung dan panggul, langkah keempat dengan lying twist yang
bertujuan untuk menghasilkan kesegaran dan rasa kebebasan, dan langkah
4

kelima dengan nadi shodan yang bertujuan untuk menenangkan,


menyeimbangkan aliran energi (Dalimartha, 2008).
Hasil penelitian pengaruh latihan senam yoga terhadap penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia diperoleh nilai probabilitas
0,000 yang berarti < taraf signifikan 0,005 atau 5% rata-rata penurunan
tekanan darah sistolik adalah 32,4 mmHg dan rata-rata penurunan tekanan
diastolik sebesar 13,38 mmHg. Dapat disimpulkan bahwa, terdapat
perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sebelum dan sesudah
melakukan latihan senam yoga selama 6 hari berturut-turut pada lansia
dipanti wreda pengayoman “PELKRIS” dan panti Wreda Omega (Oktavia,
2012).
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu “adakah pengaruh senam yoga terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di RSUD Soewondo Kendal?
1.3 Tujuan Studi Kasus
Untuk mengetahui perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah
diberikan senam yoga pada lansia dengan hipertensi di RSUD Soewondo
Kendal ?
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Masyarakat
Manfaat senam yoga bagi pasien adalah menurunkan tekanan
darah, menyehatkan dan badan menjadi bugar sehingga mencegah
penyakit berbahaya.
1.4.2 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang
keperawatan dalam menurunkan tekanan darah pada lansia melalui
senam yoga.

1.4.2 Penulis
Penulis mampu mempelajari lebih jauh masalah hipertensi dan cara
menurunkan tekanan darah khususnya pada pasien lansi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori Lanjut Usia


2.1.1 Definisi
Menua atau menjadi tua atau dengan kata lainnya
aging adalah suatu proses dimana menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
(Contantinides, 1994 dalam Martono, 2010). Menurut
Aziziah & Lilik (2011) lanjut usia adalah bagian dari proses
tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba tiba menjadi
tua tetapi berkembang dari bayi, anak – anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan
fisik dan tingkah laku yang dapat di ramalkan yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu
proses alami yang di tentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa
ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan
sosial secara bertahap.
Berdasarkan beberapa definisi lanjut usia di atas
penulis menyimpulkan, lanjut usia adalah menghilangnya
secara berangsur-angsur kemampuan jaringan dari tubuh
untuk memperbaiki atau mengganti diri dalam memperbaiki
dari jejas, dan lanjut usia sering mengalami berbagai
masalah penyakit yang sering di sebut penyakit degeneratif.

2.1.2 Tipe tipe lanjut usia


Ada 5 tipe lansia menurut Azizah & Lilik (2011), antara
lain:
2.1.2.1 Tipe arif bijaksana

6
7

Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan


diri dengan perubahan jaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan
2.1.2.2 Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan
kegiatan-kegiatan baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
2.1.2.3 Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang
menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan
daya tarik jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status,
teman yang di sayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit di layani dengan
pengkritik.
2.1.2.4 Menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis gelap terbitlah terang,
mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki,
pekerjaan apa saja di lakukan.
2.1.2.5 Tipe bingung.
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, mental, sosial, dan
ekonominya
Sedangkan menurut Dewi (2014) tipe tipe
lansia bergantung pada karakter , pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan
ekonominya, antara lain :
a. Tipe optimis
Lansia santai dan periang, penyesuaian cukup
baik, memandang lansia dalam bentuk bebas
dari tanggung jawab dan sebagai kesempatan
untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
b. Tipe konstruktif
8

Mempunyai integritas baik, dapat


menikmati hidup, mempunyai toleransi tinggi,
humoris, fleksibel dan sadar diri. Biasanya sifat
terlihat sejak muda.
c. Tipe ketergantungan
Lansia ini masih dapat diterima di tengah
masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi,
masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif, dan
tidak praktis dalam bertindak.
d. Tipe defensif
Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan/
jabatan yang tidak stabil, selalu menolak
bantuan, emosi sering tidak
terkontrol,memegang teguh kebiasaan, bersifat
kompulsif aktif, takut mengahadi “menjadi tua”
dan menyenangi masa pensiun.
e. Tipe militan dan serius
Lansia yang tidak mudah menyerah, serius,
senang berjuang dan bisa menjadi panutan.
f. Tipe pemarah frustasi
Lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, selalu menyalahkan orang lain,
menunjukkan penyesuaian yang buruk, dan
sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g. Tipe bermusuhan
Lansia yang selalu menganggap oranglain yang
menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh,
bersifat agresif dan curiga. Umumnya memiliki
pekerjaan yang tidak stabil disaat muda,
menganggap menjadi tua sebagai hal yang tidak
baik, takut mati, iri hati pada orang yang masih
muda, senang mengadu untung pekerjaan, dan
aktif menghindari masa yang buruk.
h. Tipe putus asa, membenci
dan menyalahkan diri sendiri
9

Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri,


tidak mau memiliki ambisi, mengalami
penurunan sosio ekonomi, tidak dapat
menyesuaikan diri, lansia tidak hanya
mengalami kemarahan tetapi juga depresi
menganggap usia lanjut sebagai masa yang tidak
menarik dan berguna.
2.1.3 Teori teori proses penuaan
Proses menua bersifat individual menurut Nugroho (2008),
diantaranya:
2.1.3.1 Teori biologi
a. Teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam
biologis yang mengatur gen dan menentukan proses
penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah
terprogram secara genetik untuk spesies tertentu.
b. Teori mutasi somatik
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi
somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk.
Terjadi kesalahan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi secara terus
menerus sehingga menyebabkan penurunan fungsi
organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit.
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-
immune theory).
Mutasi yang berulang dapat meyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang
merusak membran sel, akan menyebabkan
sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari
peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut
usia.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas(free
radical theory)
10

Teori radikal bebas dapat di bentuk di alam


bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses
metabolisme atau proses pernafasan di dalam
mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu
atom atau molekul yang tidak stabil karena
mempunyai elektron yang tidak berpasangan
sehingga sangat reaktif mengikat atom atau
molekul lain yang menimbulkan berbagai
kerusakanatau perubahan dalam tubuh. Radikal
bebas dianggap sebagai penyebab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas
yang terdapat di lingkungan seperti :
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi sinar ultraviolet yang
melibatkan terjadinya perubahan
pigmen dan kolagen pada proses
menua.
3) Teori menua akibat metabolisme
4) Teori rantai silang (cross link theory)
Teori ini menjelaskan bahwa menua di
sebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan
asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi
dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi
jaringan yang menyebabkan perubahan pada
membran plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis,
dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis
11

2.1.4 Sistem pendengaran


2.1.4.1 Presbikusis (gangguan pada pendengaran)
2.1.4.2 Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun
2.1.4.3 Membrane timpani menjadi atropi,
menyebabkan otosklerosis. Terjadinya pengumpulan
12

serumen dan dapat mengeras karena meningkatnya


keratin. Pendengaran semakin menurun pada lanjut
usia yang mengalami ketegangan jiwa
2.1.5 Sistem penglihatan
2.1.5.1 Sfingter pupil timbul sklerosiss dan
hilangnya respons terhadap sinar
2.1.5.2 Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
2.1.5.3 Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan
penglihatan
2.1.5.4 Meningkatnya ambang, pengamatan sinar,
daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan
susah melihat dalam cahaya gelap
2.1.5.5 Hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapangan pandang, berkurang luas pandangannya
2.1.5.6 Menurunnya kemampuan membedakan
warna biru atau hijau pada skala
2.1.6 Sistem kardiovaskuler
2.1.6.1 Elastisitas dinding aorta menurun, katu
jantung menebal dan menjadi kaku
2.1.6.2 Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volumenya
2.1.6.3 Kehilangna elastisitas pembuluh darah,
kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
2.1.6.4 Perubahan posisi tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) biasa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65mmHg 9mengakibatkan pusing
mendadak)
2.1.6.5 Tekanan darah naik, diakibatkan oleh
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer,
sistolik normal kurang lebih 170 mmHg, dan
diastolik kurang lebih 90 mmHg

2.1.7 Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh


13

Sering ditemui temperatur tubuh menurun (hipotermia)


secara fisiologis 35%C, ini akibat metabolisme yang
menurun serta keterbatasan reflex menggigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktivitas otot.
2.1.8 Sistem Respirasi
2.1.8.1 Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan
dan menjadi kaku
2.1.8.2 Menurunnya aktivas dari silia
2.1.8.3 Paru-paru kehilangan elastisitas
2.1.8.4 Kapasitas residu meningkat
2.1.8.5 Menarik napas lebih berat
2.1.8.6 Kapasitas pernapasan maksimum menurun,
dan kedalaman bernapas menurun. Alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya
berkurang
2.1.8.7 O2 pada arteri menurun menjadi 7 mmHg
2.1.8.8 CO2 pada arteri tidak berganti
2.1.8.9 Kemampuan untuk berkurang, serta
kemampuan pegas, dinding dada, dan kekuatan otot
pernapasan akan menurun seiring dengan
pertambahan usia
2.1.9 Sistem Gastrointestinal
2.1.9.1 Esophagus melebar
2.1.9.2 Lambung: rasa lapar menurun (sensitivitas
lapar menurun), asam lambung menurun, waktu
pengosongan menurun
2.1.9.3 Peristaltic lemah dan biasanya timbul
konstipasi
2.1.9.4 Liver: makin mengecil dan menurunnya
fungsi sebagai tempat penyimpanan vitamin dan
mineral

2.1.10 Sistem Reproduksi


2.1.10.1 Terjadi atropi payudara
2.1.10.2 Selaput lendir vagina menurun,
permukaan menjadi halus
2.1.10.3 Pada pria, testis masih bisa
memproduksi spermatoza, meski adanya penurunan
14

2.1.10.4 Dorongan seksual masih menetap


sampai usia 70 tahun
2.1.11 Sistem Integumen
2.1.11.1 Pada lansia, kulit akan mengeriput
akibat kehilangan jaringan lemak
2.1.11.2 Mekanisme proteksi kulit menurun,
ditandai dengan produksi serum menurun dan
gangguan pigmentasi kulit
2.1.11.3 Kulit kepaladan rambut menipis
2.1.11.4 Berkurangnya elatisitas akibat dari
menemunya cairan dan vaskularisasi
2.1.12 Sistem Muskulokeletal
2.1.12.1 Pada lansia, tulang akan kehilangan
densitas (kepadatan) makin rapuh
2.1.12.2 Terjadi kifosis
2.1.12.3 Pergerakan pinggang, lutut, dan
jari-jari pergelangan terbatas
2.1.12.4 Diskusi intervertebaralis menipis
dan menjadi pendek (tinggi menjadi berkurang)
2.1.12.5 Persendian membesar dan menjadi
kaku, tendon mengerut, dan mengalami skelorsis
2.2 Asuhan Keperawatan Pasien Hipertensi
2.2.1 Pengkajian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan
tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer, 2001).
Mengkaji pasien hipertensi yang baru saja terdeteksi
meliputi pemantauan teliti tekanan darah dengan interval yang
sering dan kemudian dilanjutkan dengan interval jadwal yang
rutin. Pada tahun 1993 Joint National Commite On Detection,
Evaluation and Trement Of High Blood Pressure menyusun
panduan yang telah dikeluarkan sebelumnya mengenai kondisi
yang ditetapkan sebelum dilakukan pengukuran darah,
penentuan peralatan, dan tehnik pengukuran tekanan darah,
untuk memperoleh harga yang dapat dipercaya yang
15

mencerminkan tekanan darah normal pasien. Apabila pasien


sedang dalam pengobatan antihipertensi, pengukuran tekanan
darah wajib dilakukan untuk menentukan apakah obat tersebut
efektif dan untuk mngetahui adanya perubahan tekanan darah
yang memerlukan penggantian pengobatan. Riwayat yang
lengkap harus diperoleh untuk mengkaji gejala yang
menunjukkan apakah sistem tubuh lainnya telah berpengaruh
oleh hipertensi. Hal ini meliputi tanda seperti peradangan
hidung, nyeri angina, nafas pendek, perubahan tajam pandang,
vertigo,sakit kepala, atau nokturia. Pemeriksaan fisik harus
memperhatikan kecepatan, iram, dan karakter denyut apical dan
perifer untuk mendeteksi efek hipertensi terhadap jantung dan
pembuluh darah perifer (Smeltzer, 2001).
Pengkajin menyeluruh pada pasien hipertensi menurut
Asikin, (2016), Doenger, (2000) meliputi :
2.2.1.1 Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditimbulkan lemah, letih, nafas
pendek, dan gaya hidup monoton, ditndai dengan
frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea, dan dispnea saat beraktivitas.

2.2.1.2 Sirkulasi
Gejala yang ditimbukan riwayat hipertensi,
aterosklerosis, penyakit jantung koroner atau katup
jantung dan penyakit serebrovaskuler serta episode
palpitasi dan perpirasi, ditandai dengan nadi
(karotis, nadi jugularis, dan nadi radialis), nadi
apical titik (PMI kemungkinan bergeser atau sangat
kuat, denyut dan irama jantung (terdengar bunyi S2
pada basis jantung S3 (CHF dini ) S4 (regiditas) dan
hipertropi ventrikel kiri, mur-mur pada stenosis
katup, bruits vascular terdengar diatas karotis,
femoralis, atau epigastrium (stenosis arteri),
16

distensi vena juguralis (Jugular Vein Distension


JVD), ekstremitas (perubahan warna kulit, suhu
tubuh dingin, (vaokontriksi perifer, pengisian
kapiler lambat), kulit (pucat, sianosis, diaphoresis
(kongsti dan hipoksemia pulmonal), atau kemerahan
(feokromositoma).
2.2.1.3 Intesitas Ego
Gejala yang ditimbulkan riwayat perubahan
kepribadian, ansetas, depresi, euphoria atau
kemerahan kronis dapat mengindikasikan kerusakan
serebral, factor stress multipel (hubungan,
keuangan, dan berkaitan dengan pekerjaan),
ditandai dengan perubahan emosi secara cepat,
kegelisahan, dan iritabilitas serta penyempitan
focus.
2.2.1.4 Eliminasi
Gejala yang ditimbulkan gangguan ginjal saat
ini misalnya obstruksi atau riwayat penyakit ginjal
pada masa yang lalu, ditandai dengan kemungkinan
terjadi penurunan keluaran urin jika terjadi gagal
ginjal, atau peningkatan keluaran urin jika
mengkonsumsi diuretik.
2.2.1.5 Makanan atau cairan
Gejala yang ditimbulkan makanan yang
disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak,
serta kolestrol (misalnya makanan yang digoreng,
keju, dan teulur), diet rendah kalium, kalsium, dan
magnesium, mual, muntah, penurunan berat badan,
riwayat penggunaan diuretik, ditandai dengan berat
badan normal atau obesita, adanya edema,
glikosuria, dan kongesti vena.
2.2.1.6 Neurosensori
Gejala yang ditimbulkan pusing, keluhan
pusing, (berdenyut, nyeri kepala suboksipital
(terjadi saat bangun, dan menghilang secara spontan
17

setelah beberapa jam), gangguan penglihatan


(diplopia, penglihatan kabur), epistaksis, ditandai
dengan status mental (perubahan, kewaspadaan,
orientasi, pola bicara,proses berfikir, memori,
respon motorik (penurunan kekuatan genggaman
tangan daan reflek tendon dalam, perubahan retina
optic (dari sklerosis atau penyempitan arteri ringan
sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema
atau papilaa edema, ekssudat padaa berat atau
lamanya hipertensi.
2.2.1.7 Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala yang ditimbulkan angina (penyakit
arteri koroner atau keterlibatan jantung0, nyeri
hilang timbul pada tungkai atau klaudikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah),
kekuatan pada leher, pusing, penglihatan kabur,
nyeri atau masa abdomen (feokromositoma) ditandai
dengan sulit menggerakkan kepala, terlihat memijat
kepala, menghindari cahaya terang dan kebisingan,
alis berkerut, tangan mengepal, dan menjaga
perilaku.
2.2.1.8 Pernafasan
Gejala yang ditimbulkan dispnea yang
berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea,
ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk
dengan taanpa pembentukan aputum, riwayat
merokok,ditandai dengan distress pernafasan atau
penggunaan otot bantu pernafasan, bunyi nafas
tambahan (krakels atau mengi), sianosis.
2.2.1.9 Keamanan
Gejala yang ditimbulkan episode parestesia
unilateral transien, pusing saat perubahan posisi,
ditandai dengan gangguan koordinasi atau gaya
hidup berjalan.
2.2.2 Diagnosa
18

Diagnosa menurut Dongoes (2000) dan Udjianti (2013)


2.2.2.1 Resiko tinggi terhadap penurunan curah
jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokontriksi, iskemik miokardia, hipertrofi atau
regiditas ventricular
a. Tujuan untuk mempertahankan tekanan
darah dalam rentang individu yang dapat
diterima, irama jantung dan denyut jantung
dalam batas normal.
b. Hasil yang diharapkan berupa
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan
TD/beban kerja jantung, mempertahankan TD
dalam rentang individu yang dapat diterima,
memperlihatkan irama dan frekuensi jaantung
stabil dalam rentang normal.
2.2.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum dan keseimbangan antar suplai
dan kebutuhan oksigen
a. Tujuan untuk mampu beraktivitas tanpa
keluhan yang berarti.
b. Hasil yang diharapkan berupa
Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
atau diperlukan ,melaporkan peningkatan dalam
toleransi aktivitas yang dapat diukur,
menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda
intoleransi fisiologi.
2.2.2.3 Perubahan kenyamanan (nyeri kepala akut)
berhubungan dengan peningkatan vascular otak
a. Tujuan untuk mengurangi nyeri dan
menurunkan tekanan pembuluh darah otak.
b. Hasil yang diharapkan berupa
Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang
atau terkontrol, mengungkapkan metode yang
memberikan pengurangan, mengikuti regimen
farmakologi yang diresepkan.
2.2.2.4 Perubahan nutrisi (lebih dari kebutuhan
tubuh) berhubungan dengan masuknya berlebihan
19

sehubungan dengan kebutuhan metabolik, pola


hidup monoton, keyakinan budaya
a. Tujuan untuk berat badan dalam batas
normal atau ideal, klien mampu mengubah pola
makan gaya hidup, dan pola olahraga.
b. Hasil yang diharapkan berupa
Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi
dan kegemukan, menunjukkan perubahan pola
makan (misalnya pilihan makanan, kualitas dan
sebagainya), memperhatikan berat badan yang
diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan
optimal.
2.2.2.5 Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
rencana pengobatan berhubungan dengan kurang
pengetahuan atau daya ingat, misinterpretasi
informasi, keterbatasan kognitif, menyangkal
diagnose.
a. Tujuan untuk klien memahami proses
penyakit dan penatalaksanaan, mampu
mengidentifikasi efek samping obat, komplikasi
serta mampu mempertahankan tekanan darah
dalam rentang normal.
b. Hasil yang diharapkan berupa
Menyatakan pemahaman tentang proses
penyakit dan regimen pengobatan,
mengidentifikasi efek samping obat dan
kemungkinan komplikasi yang perlu
diperhatikan.
2.2.3 Perencanaan
Perencanaan hipertensi menurut Dongoes (2000):
2.2.3.1 Resiko tinggi terhadap penurunan curah
jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokontriksi, iskemik miokardia, hipertrofi atau
regiditas ventricular. Intervensi yang diberikan
berupa :
20

a. Pantau tekanan darah. Ukur pada kedua


tangan atau paha untuk evaluasi awal. Gunakan
ukuran manset yang tepat dan tehnik yang
akurat
Rasional: Perbandingan dari tekanan memberikan
gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan
atau bidang masalah vaskuler.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral
dan perifer
Rasional: denyutan karotis, juguralis, radialis
dan femoralis mungkin teramati atu repalpasi.
Denyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
Rasional: S4 umum terdengar pada pasien
hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium
(peningkatan volume atau tekanan atrium. S3
menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan
fungsi. Adanya krakles, mengi dapat
mengidentifikasi kongesti paru sekunder
terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik
d. Amati warna kulit, kelembapan, suhu dan
masa pengisian kapiler
Rasional: Adanya pucat, dingin, kulit lembab
dan masa pengisian kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokontriksi atau
mencerminkan dekompensasi atau penurunan
curah jantung
e. Catat edema umum atau tertentu
Rasional: Dapat mengidentifikasi gagal jantung,
kerusakan ginjal vascular
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi
aktivitas atau keributan lingkungan, batasi
jumlah pengunjung dan lamanya tinggal
21

Rasional: Membantu untuk menurunkan


rangsang simpati meningkatkan relaksasi
g. Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman
seperti pijatan punggung dan leher, meninggikan
kepala tempat tidur
Rasional: Mengurangi ketidaknyamanan dan
dapat menurunkan rangsang simpatis
h. Anjurkan tehnik relaksasi nafas dalam,
panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang
menimbulkan stres, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah
2.2.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum dan keseimbangan antar suplai
dan kebutuhan oksigen. Intervensi yang diberikan
berupa:
a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas,
perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per
menit diatas frekuensi istirahat, peningkatan TD
yang nyata selama atau sesudah aktivitas
(tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau
tekanan diatas diastolic meningkat 20 mmHg)
dispnea atau nyeri dada keletihan dan
kelemahan yang berlebih, diaphoresis, pusing
atau pingsan
Rasional: Menyebutkan parameter membantu
dalam mengkaji respons fisiologis terhadap
stress aktivitas dan bila ada merupakan indikator
dari kelebihan kerja berkaitan dengan tingkat
aktivitas
b. Instruksikan pasien tentang tehnik
penghematan energi, mis menggunakan kursi
saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau
menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan
perlahan
22

Rasional: Tehnik menghemat energy


mengurangi penggunaan energy, juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
c. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
atau perawat dari bertahap jika dapat ditoleransi.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan
dan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas
2.2.3.3 Perubahan kenyamanan (nyeri kepala aku)
berhubungan dengan peningkatan vaskular otak.
Intervensi yang diberikan berupa:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional: meminimalkan stimulus atau
meningkatkan relaksasi
b. Berikan tindakan nonfarmakologis untuk
sakit kepala misalnya kompres dingin pada dahi,
pijat punggung dan leher, tenang, redupkan
lampu kamar, tehnik relaksasi (panduan
imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu
senggang
Rasional: tindakan yang menurunkan tekanan
vascular serebral dan yang memperlambat atau
memblok respon simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit kepala an komplikasinya
c. Hilangkan atau minimalkan aktivitas
vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala, misalnya mengejan saat BAB, batuk
panjang, membungkuk
Rasional: aktivitas yang meningkatkan
vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada
adanya peningkatan tekanan vascular serebral
23

d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai


kebutuhan
Rasional: pusing dan penglihatan kabursring
berhubungan dengan sakit kepala, pasien juga
dapat mengalami episode hipotensi postural
e. Berikan cairan, makanan lunak yang teratur
bila terjadi perdarahan hingga hidung atau
kompres hidung telah dilakukan untuk
menghentikan perdarahan
Rasional: meningkatkan kenyamanan umum.
Kompres hidung dapat mengganggu menelan
atau membutuhkan nafas dengan mulut,
menimbulkan stagnasi sekresi oral dan
mengeringkan membran mukosa
2.2.3.4 Perubahan nutrisi (lebih dari kebutuhan
tubuh) berhubungan dengan masuknya berlebihan
sehubungan dengan kebutuhan metabolik, pola
hidup monoton, keyakinan budaya. Intervensi yang
diberikan berupa:
a. Kaji pemahaman pasien tentang hubungan
langsung antara hipertensi dan kegemukan
Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan
pada tekanan darah tinggi karena disproporsi
antara kapasitas aorta dan peningkatan curah
jantung berkaitan dengan peningkatan masa
tubu
b. Bicarakan pentingnya menurunkan tekanan
masukan kalori dan batasi masukan lemak,
garam dan gula sesuai indikasi
Rasional: kesalahan kebiasaan makan
menunjang terjadinya aterosklerosis dan
kegemukan, yang merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasi, misalnya strok,
penyakit ginjal, gagal jantung. Kelebihan
masukan garam memperbanyak volume cairan
24

intravascular dan dapat merusk ginjal yang lebih


memperburuk hipertensi.
c. Tetapkan keinginan pasien menurunkan
berat badan
Rasional: Motivasi untuk penurunan berat badan
adalah internal. Individu harus berkeinginan
untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka
program sama sekali tidak berhasil
d. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan
diet
Rasional: Mengidentifikasi kekuatan atau
kelemahan dalam program diit terakhir.
Membantu dalam menentukan kebutuhan
individu untuk penyesuaian atau penyuluhan.
e. Tetapkan rencana penurunan berat badan
yang realistic dengan pasien, misalnya
penurunan berat badan 0,5kg per minggu.
Rasional; penurunan masukan kalori seseorang
sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat
menurunkan berat badan 0,5 kg/mingggu.
Penurunan berat badan yang lambat
mengindikasikan kehilangan lemak melalui
kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
kebiasaan makan.
2.2.3.5 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar),
mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan
dengan kurang pengetahuan atau daya ingat,
misinterprestasi informasi, keterbatasan kognitif,
menyangkal diagnose. Intervensi yang diberikan
berupa:
a. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar.
Termasuk orang terdekat
Rasional: kesalahan konsep dan menyangkal
diagnose karena perasaan sejahtera yang sudah
lama dinikmati mempengaruhi minat pasien atau
25

orang terdekat untuk mempelajari penyakit,


kemauan dan prognosis.
b. Tetapkan dan nyatakan batas TD normal.
Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada
jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
Rasional: memberikan dasar untuk pemahaman
tentang peningkatan TD dan mengklarifikasi
istilah medis yang sering digunakan.
c. Hindari mengatakan TD normal dan
gunakan istilah terkontrol dengan baik saat
menggunakan TD pasien dalam batas yang
diinginkan
Rasional: Karena pengobatan untuk hipertensi
adalah sepanjang kehidupan, maka dengan
penyampaian ide “terkontrol” akan membantu
pasien untuk memahami kebutuhan untuk
melanjutkan pengobatan atau medikasi
d. Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-
faktor resiko kardiovascular yang dapat diubah,
misalnya obesitas, diet, tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan
minum alcohol, pola hidup stres.
Rasional: faktor-faktor reiko ini telah
menunjukkan hubungan dalam menunjang
hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta
ginjal.
2.2.4 Pelaksanaan
Tujuan penanganan hipertensi adalah menurunkan
tekanan darah mendekati nilai normal tanpa menimbulkan efek
samping. Aturan penanganan meliputi obat anti hipertensi,
pembatasan natrium dan lemak dalam diit, pengaturan berat
badan, perubahan gaya hidup, program latihan dan tindak lanjut
asuhan kesehatan dengan interval teratur. Karena aturan terapi
harus menjadi tanggung jawab pasien (bila ia mampu) atau
keluarga terdekatnya, maka penyuluhan terus menerus adalah
26

wajib. Kebanyakan pasien memperoleh banyak manfaat dengan


mengunjungi klinik hipertensi dan menghadiri pertemuan
kelompok pendukung dimana mereka dapat berbagi
keprihatinannya dengan pasien lain dan memperoleh dukungan
yang diperlukan untuk melakukan perubahan gaya hidup yang
merupakan bagian dari terapi. Keluarga harus dilibatkan dalam
program pendidikan dan penyuluhan agar mereka mampu
mendukung usaha pasien mengontrol hipertensi.
Tindak lanjut secara teratur wajib dilakukan sehingga
proses penyakit dapat dikaji dalam hal pengontrolan dan
perkembangannya, serta penanganan yang sesuai. Riwayat dan
pemeriksaan fisik harus dilengkapi pada setiap kunjungan
klinik. Riwayat harus meliputi semua data yang mungkin
berhubungan dengan potensial masalah, terutama masalah yang
berhubungan dengan pengobatan seperti pusing atau kepala
terasa ringan ketika berdiri. Ketidak patuhan terhadap program
terapi merupakan masalah yang besar pada penderita
hipertensi. Namun bila pasien berpartisipasi secara aktif dalam
program, termasuk pemantauan diri mengenai tekanan darah
dan diit, kepatuhan cenderung meningkat karena dapat segera
diperoleh umpan balik sejalan dengan perasaan semakin
terkontrol.
Usaha keras diperlukan pada pasien hipertensi untuk
menjaga gaya hidup, diit dan aktivitasnya dan minum obat
yang diresepkan secara teratur. Bimbingan, penyuluhan dan
dorongan secara terus menerus biasanya diperlukan agar
penderita hipertensi tersebut mampu melaksanakan rencana
yang dapat diterima untuk bertahan hidup dengan hipertensi
dan mematuhi aturan terapinya. Kadang perlu pula dilakukan
kompromi untuk beberapa aspek terapi agar tercapai
keberhasilan dengan tujuan prioritas yang lebih tinggi.
Pemahaman yang menyeluruh mengenai penyakit ini begitu
pula dengan bagaimana obat bekerja dan kebiasaan hidup,
27

dapat mengontrol hipertensi sangat penting. Sifat sementara


efek samping obat harus ditegaskan. Konsultasi dengan ahli diit
sangat berguna untuk mencari cara memodifikasi asupan garam
dan lemak. Pemberian daftar makanan dan minuman rendah
garam dan menentukan pengganti garam yang murah akan
sangat membantu. Pasien harus dianjurkan untuk menghindari
minuman yang mengandung kafein dan alkohol, dan berikan
penjelasan bahwa alkohol mempunyai efek sinergis dengan
obat. Kelompok pendukung untuk mengontrol berat badan,
merokok, dan stres sangat berguna untuk sebagian pasien.
Informasi tertulis mengenai efek yang diharapkan dan efek
samping obat sangat berguna dalam menjaga program
pengobatan sendiri yang aman. Bila terjadi efek samping,
pasien pasien harus tahu kapan dan siapa yang harus dihubungi
(Smeltzer, 2001).

2.2.5 Evaluasi
Dari hasil yang diharapkan menurut (Smeltzer, 2001)
2.2.5.1 Mempertahankan perfusi jaringan yang
adekuat
a. Tekanan darah dalam rentang yang dapat
diterima dengan pengobatan, terapi diet, daan
perubahan gaya hidup
b. Tidak menunjukkan gejala angina, palpitasi
atau penurunan penglihatan
c. Kadar BUN dan kreatinin serum stabil
d. Teraba denyut nadi perifer
2.2.5.2 Mematuhi program asupan dini
a. Meminum obat sesuai resep dan melaporkan
sesuai dengan efek samping
b. Mematuhi ukuran diet sesuai yang
dianjurkan: pengurangan natrium, kolesterol dan
kalori
c. Berlatih secara teratur dan cukup
d. Mengukur tekanan darahnya sendiri secara
teratur
28

e. Berhenti mengkonsumsi tembakau, kafein


dan alcohol
f. Menepati jadwal klinik atau dokter
2.2.5.3 Bebas dari Komplikasi
a. Tidak terjadi penurunan ketajaman
penglihatan
b. Dasar mata tidak memperlihatkan peredaran
retina
c. Kecepatan dan irama denyut nadi dan
kecepatan nafas dalam batas normal
d. Tidak terjadi dispnu atau edema
e. Menjaga haluaran urin sesuai dengan
masukan cairan
f. Pemeriksaan fungsi ginjal dalam batas
normal
g. Tidak memperlihatkan deficit motorik,
bicara atau sensorik
h. Tidak mengalami sakit kepala, pusing atau
perubahan cara berjalan
2.3 Senam Yoga
2.3.1 Pengertian
Menurut Triyanto (2014) senam yoga adalah olahraga
yang berfungsi untuk penyelarasan pikiran, jiwa dan fisik
seseorang. Senam yoga termasuk ke dalam alternative bentuk
aktivitas fisik yang dapat membantu dalam mencapai tingkat
latihan fisik yang disarankan untuk beberapa individu.
Intervensi senam yoga umumnya efektif dalam mengurangi
berat badan, tekanan darah, kadar glukosa dan kolesterol tinggi
serta fikiran, relaksasi fisik dan emosional. Senam yoga
terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin sampai lima
kali didalam darah. Peningkatan b-endorphin terbukti
berhubungaan erat dengan penurunan tekanan darah, rasa nyeri,
peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan , dan
pernapasan.
Sedangkan menurut Dalimartha (2008) yoga adalah
keterampilan spiritual yang mengolah fisik dan jiwa. Gerakan
yoga menyeimbangkan energi dan memberi kenyamanan
29

tubuh. Yoga sering disamakan dengan senam. Yoga


memberikan dua disiplin praktik, yakni gerak dan diam.
Disiplin gerak bermanfaat menguatkan fisik, menghilangkan
kekakuan sendi dan otot, serta mengontrol kesehatan saraf dan
kelenjar tubuh. Disiplin gerak ini banyak membantu
keseimbangan energi dan kenyamanan tubuh untuk kehidupan
sehari-hari. Dalam disiplin diam, yoga memberikan relaksasi,
ketenangan, kejernihan pikiran, keceriaan, rasa percaya diri,
dan berkembangnya intuisi. Semuanya dapat diraih melalui
meditasi yoga yang dilakukan dengan mengatur napas dan
sikap yoga sempurna.
2.3.2 Konsep senam atau olahraga
Menurut Sadoso (1997) dalam Suroto(2006) bahwa
pemantapan kondisi latihan oahraga harus berprinsip S,P,O,R,T
yaitu sebagai berikut:
a. Specifity: kekhususan menghilangkan cara latihan
yang berdasarkan kira-kira saja, dimana tubuh dalam
aktivitas latihan perlu untuk dikondiosikan dengan latihan
yang sesuai dengan tubuh.
b. Progesion: tantanglah kemampuan badan secara
bertahap, dan kemudian tingkatkan karena akan membantu
dalam pembentukan otot.
c. Overlood: peningkatan badan latihan dengan
meningkatkan intensitas, lamanya atau frekuensi dari suatu
tingkatan latihan yang sudah dilakukan.
d. Reversibility: kontinyuitas latihan, bila berhenti
berlatih akan tampak tanda-tanda penurunan ketrampilan,
daya tahan, kekuatan dan lain-lain
e. Training effect: melakukan latihan untuk suatu
aktivitas tertentu, secara bertahap dan progesif
meningkatkan kemampuan keterampilan dan kemampuan
jantung serta paru paru.
2.3.3 Jenis senam yoga
Menurut (Dalimartha, 2008) ada lima jenis langkah yoga untuk
mengendalikan hipertensi yaitu (1) Pernapasan oase yang
30

bertujuan untuk menenangkan dan menyejukkan kalbu (2)


Bidalasana (cat stretch) untuk membuat punggung, leher,
pundak, seluruh badan, dan pikiran relaks (3) Janu sirsana
untuk melepaskan stress, menyehatkan saraf punggung dan
panggul (4) Lying twist untuk menghasilkan kesegaran dan
rasa kebebasan (5) Nadi shodan untuk menenangkan,
menyeimbangkan aliran energi, menghidupkan sel otak.
2.3.4 Manfaat senam yoga
Menurut (Triyanto, 2014) manfaat senam yoga terbukti dapat
meningkatkan kadar b-endorphine sampai lima kali didalam
darah . sehingga berhubungan erat dengen penurunan tekanan
darah, rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu
makan, dan pernapasan.
Prinsip senam yoga
2.3.5 Menurut Dalimartha (2008) prinsip senam yoga
yaitu diawali dengan peregangan tubuh muai dari leher, dengan
peregangan dari bahu, dengan peregangan dari tangan, dengan
peregangan dari pinggang, dengan pergerakan dari lutut hingga
sendi pergelangan kaki, dan lama latihan berlangsung slama
20-30 menit.

2.3.6 Prosedur senam yoga


Tabel 2.1 Prosedur Senam Yoga
No Langkah gerakan Gambar
31

a. 1) Genggam tangan berkali-kali agar


tangan lengan lebih rileks
2) Berdiri seimbang, tangan diturunkan
3) Kemudian jari-jari dijalin secara
longgar didepan badan
b. 1) Caranya ambil posisi merangkak
2) Telapak tangan vertikal dengan
panggul
3) Ambil napas, tarik punggung kedalam
dengan lembut, dan kepala agak
tengadah.

c. 1) Duduk, kaki kanan kedepan dan


telapak kaki kiri pada paha kanan
bagian dalam
2) Ambil napas sambil mengangkat kedua
lengan ke atas
3) Buang napas, bungkuk badan kedepan
dan tangan menjangkau kaki kanan
4) Ketika membungkuk, perut dibiarkan
relak
d. 1) Tekuk lutut kanan diatas perut
2) Kemudian bawa kelantai sebelah kiri
badan

e. 1) Duduk sila dilantai atau bisa juga


duduk kursi. Dengan telapak kaki
menapak lantai. Tutup lubang hidung
kanan dengan ibu jari tangan kanan
dan bernapas melalui lubang hidung
sebelah kiri.Lalu tutup lubang kiri
dengan jari telunjuk, buka lubang
hidung sebelah kanan, dan keluarkan
napas
Sumber: (Dalimartha,2008)

2.3.7 Penelitian Tentang Senam Yoga


32

2.3.7.1 Oktavia, Indriati, Supriyadi (2012)


membuktikan bahwa senam yoga dianjurkan pada
penderita hipertensi, karena yoga memiliki efek
relaksasi yang dapat meningkatkan sirkulasi darah
keseluruh tubuh. Sirkulasi darah yang lancar,
mengidentifikasikan kerja jantung yang baik sehingga
dapat menurukan tekanan darah.
2.3.7.2 Dinata, (2015) membuktikan baha senam
yoga dianjurkan pada penderita hipertensi, karena yoga
memiliki efek relaksasi yang dapat meningkatkan
sirkulasi darah keseluruh tubuh. Sirkulasi darah yang
lancar, mengindikasikan kerja jantung yang baik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rencana Studi Kasus


Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Soewondo Kendal selama
periode 23 Oktober 2017 – 13 Januari 2018 terhadap pasien
hipertensi yang dilakukan tindakan senam yoga.
3.2 Subjek Studi Kasus
3.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam studi kasus ini adalah pasien lansia
dengan hipertensi dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg
dan diastolik diatas 90 mmHg sebanyak lima pasien, laki-laki
atau perempuan yang berusia 60-65 tahun (Nugroho, 2008),
pasien aktif, pasien mampu diberikan senam yoga, pasien
kooperatif, masih bisa melihat dengan jelas, pendengran baik
dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani
informed consent.
3.2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam studi kasus ini adalah pasien lansia
dengan hipertensi tetapi tidak mau ikut dalam studi kasus,
pasien dengan mobilisasi terbatas (stroke,lumpuh)
3.3 Fokus Studi
Fokus studi pada kasus ini adalah pasien lansia dengan hipertensi
yang diberikan senam yoga.
3.4 Definisi Operasional
3.4.1 Penerapan Senam Yoga
Senam yoga adalah bentuk aktivitas fisik yang dapat
membantu dalam mencapai tingkat latihan fisik, senam yoga
umumnya efektif dalam mengurangi, tekanan darah, fikiran,
relaksasi fisik serta emosional, sehingga yoga memberikan
relaksasi dan ketenangan pada lansia.

3.4.2 Pasien hipertensi


Pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah dalam
arteri. dimana tekanan sistolik diatas 140mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg sehingga pasien dengan hipertensi
aktifitas mengalami penurunan.

33
34

3.4.3 Pasien Lansia


Pasien lansia merupakan seorang individu yang usianya antara
60-65 tahun yang membutuhkan perawatan medis. (Nugroho,
2008)
3.5 Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUD Soewondo Kendal. Waktu
penelitian pada tanggal 23 oktober-13 januari 2018.
3.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan
pengambilan data lansia yang terkena tekanan darah tinggi di Rumah
Sakit Soewondo Kendal, memperkenalkan diri dan menjelaskan
maksud tujuan penelitian. Pengumpulan data pasien melalui lembar
informed consent diberikan atas ketersediaan, observasi yaitu dengan
pengukuran tekanan darah, karakteristik responden yang terdiri
dari nama, alamat, umur, pekerjaan, jenis kelamin, riwayat hipertensi,
lama menderita hipertensi baik dari golongan sosial ekonomi kelas
bawah maupun profesi lain. Instrumen penelitian ini menggunakan
sphygmomanometer untuk mengukur tekanan darah, stetoskop,
memberikan terapi senam yoga terhadap pasien hipertensi pada lansia,
lembar observasi yang berisi hasil penelitian tekanan darah sebelum
dan sesudah diberikan terapi senam yoga.
3.7 Penyajian Data
Penelitian ini menggunakan metode analisa deskriptif yaitu rancangan
dilakukan observasi yang terjadi setelah adanya perlakuan dan untuk
mengetahui adanya pengaruh senam yoga terhadap penurunan tekanan
darah.

3.8 Etika Studi Kasus


Studi kasus yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh
bertentangan dengan etik. Tujuan studi kasus harus etis dalam arti hak
responden harus dilindungi. Dalam melakukan studi kasus dengan
menekankan masalah etika menurut Setiadi (2007) meliputi:
3.8.1 Lembar Persetujuan Studi Kasus (Informed
Consent)
35

Lembar persetujuan diedarkan sebelum studi kasus dilaksanakan


agar responden mengetahui maksud dan tujuan studi kasus, serta
dampak yang akan terjadi selama dalam mengumpulkan data.
Jika responden bersedia diteliti mereka harus menandatangani
lembar persetujuan tersebut, jika tidak penelitian harus
menghormati hak-hak responden.
3.8.2 Tanpa Nama (Anonymity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, penelitian tidak
akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan
data (kuesioner) yang diisi oleh subyek. Lembar tersebut hanya
akan diberi kode tertentu.
3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek
dijamin kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu saja
yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil studi kasus.
3.8.4 Protection From Discomfort
Responden bebas dari rasa tidak nyaman. Peneliti menekankan
bahwa apabila responden merasa tidak aman dan nyaman dalam
menyampaikan informasi sehingga menimbulkan gejala
psikologis maka responden boleh menghentikan partisipasinya
atau terus berpartisipasi dalam penelitian. Perasaan mual dapat
terjadi selama terapi ini karena masuknya cairan yang banyak.
Hal ini ditangani dengan cara pengaturan posisi dan senam
yoga. Pemberian terapi dihentikan jika pasien muntah ataupun
komplikasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M. (2010). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Kardiovaskular.A


Jakarta:EGC

Baradero, M. (2008). Klien Gangguan Kardioveskuler Seri Gangguan


Keperawatan. Jakarta: EGC

Dalimartha, S. (2008). Care Your Self Hipertensi. Jakarta: Plus+.Devi, O. (n.d.).


pengaruh latian yoga terhadap penurunan tekanan darah pada lanjut usia
(lansia)dipanti werda pengayoman"pelkris"

Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: EGC


Martono, H. (2010). Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ) Edisi 4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Martono, H. (2006). Gariatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta: FKUI

Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: Monica Ester

Oktavia, Indriati dan Supriyadi. (2012). Pengaruh Latihan Yoga Terhadap


Penurunan Tekanan Darah Pada Lanjut Usia (Lansi) di Panti Wreda
Pengayoman “PELKRIS” dan Panti Wreda Omega
Semarang.http://www.e jurnal.stikesbaptis.ac.id., diakses tanggal 25
September 2017, jam 10.00 WIB

Santoso, d. (2009). Memahami Krisis Lanjut Usia: Uraian Medis dan Pedagogis
pastoral. Jakarta: Gunung Mulia

Setiawan,Yunani dan Kusyati. (2014). Hubungan Frekuensi Senam Lansia


Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi. Prosiding Onverensi
Nasional II PPNI Jawa Tengah. http://www.academi.edu . diakses tanggal
27September2017,jam 13.00WIB

Stanlay, M. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC


Smeltzer, S. C. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart. Jakarta: EGC

Suroto. (2004). Buku pegangan kuliah pengertian senam, manfaat senam dan
urutan gerakan . Semarang: universitan diponegoro

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu

Udjianti, W. J. (2013). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

Vina, D. W. (2010). Memehami Kesehatan padaLlansia . Jakarta: Fitrah

Wido, W. D. (2015). Menurunkan Tekanan darah pada lansia melalui senam


yoga . jurnal olahrraga prestasi ,vol 1, No2. Juli. Yogyakarta

Wiyoto. (2015). Nursing intervetion classivication(NIC) dalam keeraatan


gerontik. Jakrta: Salemba medika
Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Bapak Ibu Lanjut Usia di RSUD Soewondo Kendal

Di Tempat

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Usia :

Pendidikan :

menyatakan kesediaan untuk menjadi responden penelitian yang akan dilakukan


oleh mahasiswa Akademi keperawatan Widya Husada Semarang yang bernama
Fiky Islakhia Okmalasari dengan judul “pemberian senam yoga terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia”. Saya memahami bahwa penelitian ini tidak
akan berakibat negatif dan merugikan saya. Oleh karena itu saya bersedia untuk
menjadi responden.

Semarang, November 2016

(tanda tangan tanpa nama)

Anda mungkin juga menyukai