Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

Perubahan yang cepat dalam masyarakat Indonesia sebagai konsekuensi perkembangan


ekonomi, menyababkan perubahan orientasi kesehatan dari infeksi ke golongan penyakit
degeneratif. Salah satu penyakit non-infeksi yang tergolong penyakit degeneratif yang
merupakan masalah masa kini dan diperkirakan terlebih lagi dimasa depan, adalah
penyakit akibat atau yang berhubungan dengan pernapasan. Penyakit paru akibat kerja
adalah semua kelainan/penyakit paru yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau
lingkungan kerja. Penyakit paru dapat berupa peradangan, penimbunan debu, fibrosis,
tumor, dan lain sebagainya. Saluran pernapasan merupakan salah satu bagian yang paling
mudah terpapar oleh bahan-bahan yang merugikan yang terdapat di lingkungan. Bahan-
bahan tersebut antara lain bermacam-macam yang menimbulkan pneumokoniosis, bahan-
bahan organik seperti derivat ter, arang batu, halogen hidrokarbon, keton serta bermacam-
macam gas seperti asam sulfida dan karbon monoksida. Resiko saluran pernapasan
semakin tinggi karena besarnya volume udara yang mudah terkontaminasi oleh aerosol,
gas dan uap ditempat kerja yang bergerak keluar masuk paru-paru. Penyakit paru akibat
debu industri mempunyai tanda dan gejala yang mirip dengan penyakit paru lain yang
tidak disebabkan oleh debu ditempat kerja, olehnya untuk menegakkan diagnosis perlu
dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang
berhubungan pekerjaan oleh karena penyakit biasanya baru timbul setelah pajanan cukup
lama.

Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu
industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumokoniosis, silikosis,
asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronkitis, asma kerja, kanker paru,DLL.

Dalam makalah kali ini akan dibahas berbagai jenis penyakit paru akibat kerja mulai dari
infeksi nafas atas,trauma inhalasi akut, gangguan jalan napas, pnemonitis hipersensitif,
penyakit infekso, dan pneumonikosis.
BAB II
ISI

Di negara-negara maju, penyakit paru akibat kerja merupakan salah satu penyebab utama
kesakitan dan kecacatan, tetapi di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia
sampai saat ini masih sedikit kasus penyakit paru akibat kerja yang dilaporkan. Namun
pada masa datang bukan tidak mungkin akan banyak kita temukan penyakit paru akibat
kerja seiring dengan semakin meluasnya industrialisasi.

Olehnya, untuk mencegah hal-hal tersebut, usaha pencegahan merupakan tindakan yang
paling penting pada penatalaksanaan penyakit paru akibat debu industri. Berbagai
tindakan pencegahan dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi
perkembangan penyakit-penyakit yang telah terjadi. Pada tingkat perusahaan tertentu,
tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan dengan cara antara lain :
1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang
kurang berbahaya.
2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara ke ruang kerja untuk menurunkan kadar
lebih rendah dari nilai batas ambang .
3. Ventilasi keluar setempat, untuk mengalirkan keluar bahan berbahaya dari ruang
kerja.
4. Isolasi salah satu proses produksi yang berbahaya.
5. Pemakaian alat pelindung diri.
6. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja.
7. Pemeriksaan kesehatan secara berkala
8. Penyuluhan sebelum bekerja, agar pekerja mengetahui dan mematuhi segala
peraturan, serta agar mereka lebih hati-hati.
9. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kepada para pekerja secara terus-
menerus, agar mereka tetap waspada dalam menjalankan tugasnya.
JENIS-JENIS PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA
1. Trauma inhalasi akut
a. Gangguan pernapasan akibat inhalasi debu
Gangguan pernapasan akibat inhalasi debu dipengaruhi beberapa faktor, antara
lain faktor debu itu sendiri, yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi,
sifat kimiawi, lama pajanan, dan factor individu berupa mekanisme pertahanan
tubuh. Debu industri yang terdapat dalam udara dibagi dua yaitu “deposit
particulate matter” yaitu partikel debu yang hanya sementara berada di udara,
partikel ini segera mengendap di udara oleh karena gaya gravitasi bumi, dan
“Suspended particulate matter” yaitu debu yang tetap berada di udara dan tidak
mengendap.

1. Definisi Debu
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1
mikron sampai dengan 500 mikron.

Dalam Kasus Pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor
and Out Door Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator
pencemaran yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap
lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

Macam-macam Debu
Dari macamnya debu dikelompokan ke dalam :
a. Debu Organik (debu kapas, debu daun daunan, tembakau dan sebagainya).
b. Debu Mineral (merupakan senyawa komplek : SiO2, SiO3, arang batu dll)
c. Debu Metal (Debu yang mengandung unsur logam: Pb, Hg, Cd, Arsen,
dll).
Dari segi karakter zatnya debu terdiri atas :
a. Debu Fisik (Debu tanah, batu, mineral, fiber)
b. Kimia (Mineral organik dan inorganik)
c. Biologis ( Virus, bakteri, kista) dan debu radio aktif .
Ditempat kerja jenis jenis debu ini dapat ditemui di kegiatan pertanian,
pengusaha keramik, batu kapur, batu bata, pengusaha kasur, pasar tradisional,
pedagang pinggir jalan dan lain lain.

Gas-Gas Iritan
a. Oksida sulfur dan partikulat
Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung
dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru.
Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil,
partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian
lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri
jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-
senyawa logam, nitrat dan sulfat).Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah
menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap
saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan partikulat dapat membengkaknya
membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya hambatan
aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi
kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para
lanjut usia.
b. Oksida Nitrogen
Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida
(NO2) merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang
lebih rendah dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus ke
dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali
dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat
dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah.Karena data epidemilogi
tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum
lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental.
Berdasarkan studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang
membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang
saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/m3 .
Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250 μg/m3 dan
500 μg/m3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma
dan orang sehat.
c. Ozon dan oksida lainnya
Karena ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2,
maka hampir semua ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan
senyawa oksidan yang paling kuat dibandingkan NO2 dan bereaksi kuat dengan
jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon dan oksidan lainnya terhadap
kesehatan yang dilakukan oleh WHO task group menyatakan pemajanan
oksidan fotokimia pada kadar 200-500 μg/m³ dalam waktu singkat dapat
merusak fungsi paru-paru anak,meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi
mata, serta menurunkan kinerja para olaragawan.

d. Hidrogen sulfida
Hydrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Sekalipun gas ini bersifat
iritan bagi paru-paru, tetapi ia digalongkan kedalam asphyxiant karena efek
utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian
disebabkan oleh terhentinya pernapasan. Hidrogen sulfida juga bersifat korosif
terhadap metal, dan menghitamkan berbagai material. Karena H 2S lebih berat
daripada udara, maka H2S ini sering didapat disumur-sumur, saluran air
buangan, dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti
metan, dan karbon dioxida. H2S didapat secara alamiah pada gunung-gunung
berapi, dan dekomposisi zat organik. Emisi hydrogen sulfida didapat pada
industri kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada
industri yang memproduksi gas sebagai bahan bakar. Hidrokarbon berasalkan
proses alamiah dan buatan manusia. Secara alamiah hidrokarbon diproduksi
oleh tanaman, dekomposisi zat organik. Sumber alamiah bagi hidrokarbon
adalah sumur-sumur minyak dan gas bumi. Tanaman terutama pohon, seperti
genus citrus dan famili coniferae memproduksi hidrokarbon. Sumber buatan
utama hidrokarbon adalah asap kendaraan bermotor.
2. GANGGUAN JALAN NAPAS
a. Asma Akibat Kerja

1. Pendahuluan
Asma akibat kerja merupakan penyakit paru akibat kerja yang sering dijumpai
terutama di negara maju. Asma akibat kerja menempati urutan di bawah
asbestosis dan silikosis, dan sejak tahun 1986 menjadi urutan teratas melampaui
asbestosis dan silikosis. Prevalensi di masyarakat umum tak diketahui pasti,
akan tetapi populasi penderita asma bronkial mempunyai hubungan dengan
faktor lingkungan kerjanya. Prevalensi asma akibat kerja di dalam beberapa
populasi.
Jenis industri tergambar sebagai berikut :
1. Baker asma (akibat tepung terigu), dilaporkan dari beberapa penelitian
dapat mencapai 25-30 % dari pekerja yang terpapar.

2. Alergi latex pada tenaga medis didapat sebesar 17%

3. Asma pada pekerja pengecatan otomotif sebesar 17% dibanding 3,2 %


pada kelompok kontrol.

4. Sebesar 25% pekerja industri detergen yang terpapar enzim bahan


detergen mengalami gangguan pernafasan.

5. Pada industri yang menggunakan bahan kimia isosianat (otomotif, pesawat


terbang, kereta api) 10% pekerjanya menderita asma akibat kerja.

Lebih dari 250 agent (polutan) organik dan anorganik di lingkungan tempat
kerja diduga merupakan pencetus terjadinya asma akibat kerja, termasuk
bahan-bahan di bawah ini ;
 Debu organik dengan berat molekul besar seperti tanaman, protein hewan,
sayuran, latex alam, tepung, ikan, kepiting dll.
 Bahan kimia dengan berat molekul kecil seperti diisosianat, garam
platinum , nikel, colophony, obat, debu kayu dll.

 Bahan iritan seperti gas klorin, sulfur dioksid, asap kebakaran.

2. Definisi dan Klasifikasi


Definisi asma akibat kerja adalah adanya gangguan aliran udara pernafasan
dan hiperreaktivitas bronkus akibat agent (polutan) spesifik di tempat kerja
dan bukan di luar tempat kerja. Agent (polutan) tersebut dapat berupa gas,
debu, kabut, maupun uap. Bila berdasarkan definisi di atas maka pekerja
adalah penderita asma atau pernah menderita asma sebelumnya dan kemudian
menjadi lebih buruk setelah terpapar polutan, tempat kerja tak termasuk di
dalamnya. Oleh karena itu asma akibat kerja dibagi dua kategori yaitu asma
akibat kerja dan asma yang diperburuk oleh lingkungan kerja. Selain dua
kategori di atas juga dikenal pembagian menurut masa laten ( waktu yang
dibutuhkan dari mulai terpapar sampai timbulnya asma klinis).
- Terdapat masa laten
Asma akibat kerja dengan masa laten biasanya disebabkan oleh paparan agent
dengan berat molekul besar. Mekanismenya melalui proses imunologi (IgE),
walaupun sebagian kecil susah dibuktikan karena polutannya mempunyai
berat molekul kecil (hapten).
- Tidak terdapat masa laten
Disebabkan oleh mekanisme iritasi bahan gas/ kimia dengan konsentrasi amat
tinggi dalam waktu singkat yang menyebabkan gangguan pernafasan dan
bronkus hiperresponsif. Contoh : RADS (Reactive Airway Dysfunction
Syndrome).

3. Patofisiologi
1. Iritasi langsung
Iritasi menjadi provokasi langsung terjadinya asma bronkial. Terutama
disebabkan oleh asam khlorida, sulfur dioksid, amoniak yang banyak dipakai
dalam industri perminyakan dan kimia. Pekerja yang sudah mempunyai
kelainan pernafasan lain lebih mudah terserang asma akibat kerja jenis ini.
2. Alergi
Alergi berperan penting pada sebagian besar asma bronkial akibat kerja.
Patofisiologinya sama dengan asma bronkial umumnya melalui
hiperreaktifitas tipe I (IgE). Bahan polutan dengan berat molekul besar (>
5000 dalton) biasanya melalui mekanisme ini yaitu terbentuknya IgE spesifik
terhadap bahan tersebut dan pada pemeriksaan tes kulit (prick test) hasilnya
positif. IgE spesifik yang terbentuk bila berikatan dengan antigen (polutan)
akan menyebabkan sel mast dan sel inflamasi lain mengeluarkan mediator
seperti histamin, eosinophilic chemotactic factor (ECF-A), neutrophil
chemotactic factor (NCF-A) dll sehingga terjadi proses inflamasi. Mediator
tersebut ditemukan pada cairan BAL (broncho alveolar lavage) pasien asma
yang diprovokasi oleh alergen tempat kerja.
Pada agent/polutan dengan berat molekul rendah (< 5000 dalton) tidak selalu
ditemukan Ig E spesifik, karena diperkirakan alergen tersebut hanya berupa
hapten dan harus berkonjugasi dengan protein lain untuk menjadi alergen;
tetapi pada pemeriksaan BAL pasien-pasien tersebut menunjukkan mediator
yang sama seperti asma yang disebabkan oleh berat molekul besar. Oleh sebab
itu meskipun tak ditemukan IgE, tetap terbukti terjadi reaksi imunologis
(inflamasi) pada pasien tersebut.
3. Farmakologik
Inhalasi udara tempat kerja dapat menyebabkan akumulasi bahan kimia yang
ada dalam tubuh seperti histamin atau asetilkolin.akumulasinya dalam paru-
paru menyebabkan asma bronkial. Contohnya insektisida dalam industri
pertanian dapat menyebabkan terbentuknya asetilkolin dan menyebabkan
kontraksi otot pernafasan sehingga terjadi konstriksi saluran nafas.
4. Diagnosis
Diagnosis asma akibat kerja pada prinsipnya adalah menghubungkan gejala
klinis asma dengan lingkungan kerja oleh karenanya dibutuhkan suatu
anamnesis yang baik dan pemeriksaan penunjang yang tepat.
 Anamnesis teliti mengenai apa yang terjadi di lingkungan kerjanya
merupakan hal penting, seperti : kapan mulai bekerja di tempat saat ini,
apa pekerjaan sebelum di tempat kerja saat ini, apa yang dikerjakan setiap
hari, proses apa yang terjadi di tempat kerja, bahan-bahan yang dipakai
dalam proses produksi serta data bahan tersebut. Dan yang tak kalah
penting adalah peninjauan lapangan oleh pemeriksa (dokter) untuk lebih
memahami situasi lapangan. Selain anamnesis mengenai tempat kerja,
yang perlu juga diketahui adalah mengenai klinis yang terjadi. Kapan
mulai timbulnya keluhan, sejak mulai masuk tempat tersebut atau yang
dikenal sebagai masa laten. Masa laten dapat beberapa minggu sampai
beberapa tahun, umumnya 1-2 tahun.Klinis sesak, batuk, mengi dapat
timbul sewaktu kerja, setelah kerja (sore maupun malam) atau keduanya.
Bila frekuensi serangan lebih sering/memburuk sewaktu hari kerja
dibandingkan hari libur atau akhir minggu maka dapat diduga asma yang
timbul berhubungan dengan tempat kerja.

Pemeriksaan penunjang
 Spirometri (pemeriksaan FEV1) sebelum dan sesudah shift. Dikatakan
positif bila terjadi penurunan FEV1 sebesar lebih dari 5% antara sebelum
dan sesudah kerja, pada orang normal variabel tersebut kurang dari 3%.
Pemeriksaan ini oleh banyak ahli diragukan sensitivitasnya karena pada
suatu penelitian hanya 20% penderita asma disebabkan colophony yang
turun FEV1nya selama workshift; sedangkan penurunan FEV1 juga
dijumpai pada 10% kelompok orang yang tidak asma (kontrol). Cara lain
adalah pengukuran FEV1 dan FVC pada pekerja (tersangka asma akibat
kerja) yang dikeluarkan dari lingkungan kerjanya dan kemudian diukur
ulang sewaktu bekerja kembali. Apabila hasilnya memperlihatkan
perbaikan selama meninggalkan tempat kerja dan didukung oleh perbaikan
keluhan maka dapat disimpulkan adanya hubungan keluhan klinis dan
tempat kerja.
 PEFR : Pemeriksaan serial PEFR (peak expiratory flow rate) selama hari-
hari kerja dan beberapa hari libur di rumah, merupakan pemeriksaan asma
akibat kerja yang terbaik. Dikatakan positif respons bila kurva pengukuran
selama hari libur di rumah lebih baik dari sewaktu hari kerja
 Tes provokasi
Ada dua macam pemeriksaan:
 Non spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan histamin atau
metakolin. Pemeriksaan ini hanya membuktikan adanya bronkus
hiperreaktif .
 Spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan alergen yang
diduga penyebab. Pemeriksaan ini bila dapat dilaksanakan
merupakan cara pembuktian terbaik bahwa alergen tempat kerja
merupakan penyebab. Kesulitannya terletak pada penentuan
alergen penyebab dan reproduksinya bila telah diketahui.
 Tes kulit dan tes serologi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila agen penyebabnya bahan dengan
berat molekul besar karena akan merangsang terjadinya reaksi imunologi
(IgE).

5. Faktor Prediposisi
Seperti diketahui timbulnya asma adalah hasil interaksi antara faktor host
(genetik) dan faktor lingkungan. Faktor predisposisi asma akibat kerja adalah
atopi dan merokok. Atopi merupakan faktor predisposisi pada asma akibat
bahan berberat molekul besar dan tidak pada yang disebabkan oleh bahan
berberat molekul kecil. Sedangkan faktor merokok pada beberapa penelitian
menunjukan bahwa orang atopi dan merokok lebih mudah tersensitisasi
alergen dalam lingkungan kerja daripada orang atopi dan tak merokok.
6. Penatalaksanaan
1. Untuk mencegah terjadinya asma akibat kerja maka pemeriksaan
kesehatan sebelum kerja, pemakaian alat pelindung, pemantauan polutan
di udara lingkungan kerja sangat dianjurkan.

2. Bila telah terjadi asma akibat kerja, maka pemindahan ke luar lingkungan
kerja merupakan hal penting. Apabila karena sesuatu hal tidak bisa
dipindahkan maka harus dilakukan upaya pencegahan dan pemantauan
penurunan fungsi paru.

3. Evaluasi fungsi paru secara berkala pada pekerja yang sudah menderita
asma akibat kerja diperlukan untuk mencegah kecacatan. Klinis asma akan
menetap sampai beberapa tahun meskipun pekerja tersebut sudah keluar
dari lingkungan kerja

b. BRONKITIS KRONIK

1. Interaksi Pajanan dan Gangguan Kesehatan

Penyakit Paru Akibat Pekerjaan terjadi akibat terhirupnya atau


terinhalasinya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya pada saat
seseorang sedang bekerja. Lokasi tersangkutnya zat tersebut pada saluran
pernafasan atau paru-paru dan jenis penyakit paru yang terjadi, tergantung
kepada ukuran dan jenis partikel yang terhirup.
Partikel yang lebih besar mungkin akan terperangkap di dalam hidung atau
saluran pernafasan yang besar, tetapi partikel yang sangat kecil bisa
sampai ke paru-paru. Di dalam paru-paru, beberapa partikel dicerna dan
bisa diserap ke dalam aliran darah. Partikel yang lebih padat yang tidak
dapat dicerna akan dikeluarkan oleh sistem pertahanan tubuh (Saffira,
2009).
Bronkitis kronik timbul sebagai akibat dari adanya pajanan terhadap agent
infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Agen non-infeksi
masuk ke dalam tubuh melalui jalur inhalasi. Agen non-infeksi seperti
polusi udara terinhalasi ketika pekerja sedang beraktifitas di lingkungan
kerjanya.
Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan
menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.
Tidak seperti emfisema, Bronkitis lebih mempengaruhi jalan nafas kecil
dan besar dibandingkan pada alveolinya. Aliran udara dapat atau mungkin
juga tidak mengalami hambatan.

Pekerja dengan Bronkitis kronis akan mengalami (Saffira, 2009):

a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar,


yang mana akan meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental.
c. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus.

Oleh karena itu, “mucocilliary defence” dari paru mengalami kerusakan


dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi
timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga
produksi mukus akan meningkat.
Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini
bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronkitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar,
tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
2. Jenis dan Penyebab Penyakit
Bronkitis kronik merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(COPD). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) adalah suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Komar,1995).
Bronkitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya
menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik
yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri,
merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus takeobronkial
yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan
ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun
secara berturut-turut.

Gambar Bronkitis Kronis

Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar


mukosa bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-
sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang
meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik
yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi
bronkiolus yang kecil sedemikian rupa sehingga bronkiolus tersebut rusak
dan dindingnya melebar (Price, 1992).
Menurut Barry S. Levy dalam bukunya Preventing Occupational Disease
and Injury tahun 2005, bronkitis kronik merupakan penyakit yang
diakibatkan oleh multifaktor.

Penyebab lingkungan merupakan penyebab yang mencolok dengan


kehadiran semua faktor-faktor lingkungan yang berbahaya. Tak hanya itu,
penelitian membuktikan genetic juga mempengaruhi munculnya penyakit
ini dengan interaksi gene-environment. Infeksi viral yang akut dan kronik
pada saluran pernapasan juka memegang peran penting dalam asal usul
dan persistensi bronkitis kronik.

Faktor penyebab Bronkitis kronik terdiri dari agen infeksi dan agen non-
infeksi. Agen infeksi yaitu virus dan bakteri seperti stafilokokus,
sterptokokus, pneumokokus, dan haemophilus influenzae. Agen non-
infeksi yaitu merokok, polusi udara, dan pajanan iritan yang biasanya
terdapat pada daerah industri. Pajanan iritan dikelompokkan menjadi tiga
kategori yaitu bahan kimia yang spesifik seperti sulfur dioksida (SO2),
hidrogen sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapa
organic solvent, dan klorin (Cl); debu dan aerosol yang ditemukan di
pembangunan rumah atau gedung, pabrik semen, penambangan batubara
dan penambangan lainnya, pengecoran logam, pabrik karet, pengelasan,
dan tempat penghacuran batu, ; dan debu-debu pertanian seperti debu
kapas, rami, potasium, dan fosfat (Levy, 2005). Polusi udara yang terus
menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi
memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus
meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah (Saffira,
2009).

Bronkitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang


mengenai beberapa alat tubuh (Saffira, 2009), yaitu :
a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium.
Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya
tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber
bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan
dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

Pekerja Berisiko
Berikut ini pekerja yang berisiko bronkitis kronis berdasarkan iritan
penyebabnya di lingkungan kerja :

Tabel 1. Pekerja Berisiko Bronkitis Kronis berdasarkan Iritan yang memajan

No Bahan Kimia Pekerja Berisiko


1 Amonia (NH3) Pekerja di pabrik pupuk urea (www.pusri.co.id),
elektroplating,
pemadam kebakaran, semiconductor manufacturing,
pembakaran
polimer sintetik, dan lain sebagainya
(www.hazmap.nlm.nih.gov).
2 Arsenic (As) Petani yang menyemprotkan insektisida
(www.id.wikipedia.org),
pekerja produksi baterai, electroplating, dan produksi
semiconductor (www.hazmap.nlm.nih.gov).
3 Klorin (Cl) Pembersih kolam renang; pekerja yang bekerja di industri
kertas,
industri tekstil, industri cat, industry plastik.
(www.id.wikipedia.org).
4 Sulfur dioksida Pekerja yang berhubungan dengan: produksi alumunium,
(SO2) baterai,
semen, pertanian (pestisida), kulit, pengecoran logam, minyak
bumi, tekstil, pulp and paper, keramik, perhiasan, dan lain-lain
(www.hazmap.nlm.nih.gov).
5 Hidrogen sulfida Pekerja pada pertanian (debu, asfiksian, dll), pertambangan,
(H2S) produksi baja, dan lain-lain (www.hazmap.nlm.nih.gov).
6 Bromin (Br) Pekerja pada photographic processing, pada industri tekstil
berupa proses printing, dyeing, dan finishing, pada pekerja
dengan penggunaan desinfektan, dan lain-lain.
7 Ozone (O3) Pekerja yang terpajan ozon diantaranya adalah pekerja pada
pembuatan keramik, pengelasan, pulp and paper, dan lain-lain
8 Nitrogen Pekerja yang berhubungan dengan pembakaran celluloid,
dioksida (NO2) natural
polymer, synthetic polymer, dan lain-lain.
9 Debu Pekerja pada penambangan batu bara, pembangunan rumah
atau gedung, pabrik semen, penambangan lainnya, pengecoran
logam, pabrik karet, pengelasan, dan tempat penghacuran batu,
pabrik kapas, dan petani yang terpajan debu pertanian seperti
rami,gandum, dan postasium.

Penyakit bronkitis kronik juga diawali dengan kebiasaan merokok, sehingga


pekerja yang merokok lebih berisiko terkena penyakit bronkitis kronik
dibandingkan dengan pekerja yang tidak merokok karena pekerja yang
merokok lebih cepat mengalami penurunan atau kerusakan fungsi paru, dapat
menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri.

3. Gejala Klinik dan Dasar Diagnosis

Gejala Klinik
Gejala yang sering muncul pada penderita bronchitis kronik adalah batuk.
Namun sulit melakukan diagnosis apakah seseorang menderita bronkitis
kronik hanya dengan melihat batuk.

1. Batuk produktif
Sifat batuk yang terdapat pada penderita bronchitis kronik berupa batuk yang
berdahak kental terus-menerus menandakan terjadinya inflamasi lokal dan
banyaknya kemungkinan kolonisasi dan infeksi bakteri. Kekentalan sputum
(dahak) akan meningkat tajam sebagai hasil dari kehadiran DNA bebas (berat
molekul dan kekentalan tinggi). Batuk produktif yang berdahak terjadi pada
perokok dengan angka lebih dari 50% (Calverley, P.M.A., Georgopoulos, D.,
2006). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu sepuluh tahun setelah mulai
terbiasa merokok. Pada COPD atau bronkitis kronik, batuk biasanya parah
atau kambuh pada pagi hari namun sering kali disalahartikan sebagai 'batuk
perokok'. Namun, pada perokok yang berhenti, batuk akan hilang namun
kerusakan pada fungsi paru akan menetap.

2. Sesak napas
Sesak napas merupakan gejala yang paling signifikan pada pasien COPD.
Sesak napas dapat didefinisikan sebagai usaha pernapasan yang meningkat
atau tidak sesuai. Gejala ini merupakan gejala yang dirasakan oleh pasien.
Pasien biasanya mendeskripsikan sesak napas sebagai kesulitan dalam
melakukan inspiratori.

3. Suara nafas mendecit


Penyempitan saluran pernapasan yang terus-menerus dan obstruksi mukus
dapat menyebabkan terjadinya suara nafas yang mendecit. Keluhan ini sulit
untuk dievaluasi karena sifat dasarnya yang memang terputus-putus, tidak
muncul terus-menerus serta pemahaman pasien mengenai hal ini memang
terbatas.
Gambar. Perbedaan bronkus yang normal dengan bronkus yang memiliki penyakit
bronkitis

Dasar Diagnosis
Secara umum pendekatan cara diagnosis penyakit bronkitis kronik berupa
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan wawancara pada penderita atau pekerja
mengenai riwayat pekerjaan, pajanan, dan riwayat penyakit. Selain itu,
anamnesis dapat dari data pajanan dan MSDS. Riwayat merokok merupakan
hal yang penting untuk diketahui karena kebiasaan merokok berkontribusi
besar dalam timbulnya penyakit bronkitis kronik.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda yang umum
seperti batuk yang retentif, suara napas yang mendecit, dan juga cyanosis di
bagian lidah dan membran mukosa akibat pengaruh sekunder polisitemia. Dari
postur, penderita memiliki kecenderungan overweight. Sedangkan melihat dari
usia, kebanyakan penderita berumur 45-60 tahun. Penderita bronkitis kronik
juga mengalami perubahan pada jantung berupa pembesaran jantung, cor
pulmonal.
Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan untuk mengukur paru-paru antara
lain adalah Uji fungsi paru adalah tes yang dilakukan untuk mengukur
kemampuan paru-paru dalam melakukan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida.

Tes ini dilakukan menggunakan alat-alat khusus dan di dalamnya terdapat


beberapa tes, di antaranya:
a. Spirometri
Pengukuran dilakukan menggunakan spirometer. Spirometri merupakan salah
satu evaluasi paru yang sederhana. Fungsi dari spirometri sendiri antara lain
untuk menentukan seberapa baik menerima, menahan, dan menggunakan
udara, untuk memonitor penyakit paru, untuk memonitor keefektifan dari
sebuah pengobatan, untuk menentukan tingkat keparahan sebuah penyakit
paru, untuk menentukan apakah penyakit paru tersebut restriktif (penurunan
laju udara) atau obstruktif (gangguan laju udara).

b. Pengukuran peak flow rate


Peak flow rate (PFR) adalah kecepatan maksimum aliran ekspirasi selama
ekshalasi paksa (WHO, 1992). Uji yang dilakukan mengukur seberapa cepat
seseorang dapat meniupkan udara keluar dari paru-paru. Pada penderita asma
atau beberapa penyakit paru lainnya, besar jalan udara di dalam paru-paru
akan semakin mengecil. Hal ini akan menyebabkan melambatnya kecepatan
udara yang meninggalkan paru-paru. Evaluasi ini penting untuk mengevaluasi
pengontrolan dari sebuah penyakit.

C. Arterial blood gas (ABG)


Tes darah ini merupakan tes yang digunakan untuk melihat kemampuan paru-paru
menyediakan darah dengan oksigen dan menghilangkan karbon dioksida, dan untuk
mengukur pH darah.

d. Pulse oximetry
Pengukuran dilakukan menggunakan oksimeter. Oksimeter berfungsi untuk mengukur
kadar oksigen di dalam darah.

3. Evaluasi laboratorium (Pemeriksaan non-fisik)

a. Tes darah CBC (complete blood count)


Pengukuran ini digunakan untuk melihat kenaikan jumlah sel darah merah jika terdapat
hipoksemia kronik. Jumlah sel darah putih akan meningkat jika terdapat infeksi pada
pasien pneumonia. Namun, pada penderita bronkitis kronik, pengukuran jumlah sel darah
ini tidaklah terlalu abnormal.
Identifikasi pasien COPD yang mengalami polycythaemia sangatlah penting karena hal
ini merupakan faktor predisposi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan vaskular.
Seseorang dapat diduga mengalami polycythaemia bila hematokrit >47% pada wanita
dan >52% pada pria.

b. Radiografi dada
Bronkitis kronik juga dapat dilihat melalui radiografi dada. Pada penderita bronchitis
kronik biasanya radiografi dada menemukan peningkatan volume dada dengan diafragma
dalam keadaan hiperinflasi. Kemudian, dinding bronchial juga mengalami penebalan.
Ukuran jantung membesar menyebabkan volume jantung sebelah kanan terbebani terlalu
berat.

Metode Surveilans

1. Pekerja
Surveilans merupakan suatu kegiatan yang sistemik untuk mengumpulkan,
membandingkan, menganalisis dan mengintepretasikan data; mendesiminasikan
informasi kepada yang membutuhkan untuk melakukan aksi (Helda, 2007). Tujuan dari
surveilans adalah untuk melakukan deteksi dini terhadap suatu penyakit. Surveilans
kesehatan paru pada pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat diagnosis
seperti anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari pemeriksaan
tersebut dapat dideteksi gangguan respirasi berupa batuk, berdahak, dan sesak
menggunakan kuesioner standar dan pemeriksaan fisik; deteksi gangguan fungsi paru
menggunakan tes spirometri; deteksi kelainan anatomi termasuk fibrosis jaringan paru
melalui foto toraks.
Hasil dari surveilans pada pekerja kemudian akan digunakan untuk melakukan
pengendalian. Pengendalian pada penderita bronkitis kronik berupa program promosi,
pencegahan, dan pengendalian.

2. Lingkungan
Surveilans di lingkungan kerja dapat dilakukan melalui tiga tahap rekognisi, evaluasi, dan
pengendalian. Surveilans di lingkungan mengukur variabel-variabel apa saja yang
berkontribusi pada timbulnya kasus bronkitis kronik seperti asap rokok serta iritan-iritan
lain yang terdapat d tempat kerja sesuai dengan karakteristik tempat kerjanya. Bila
surveilans di lingkungan telah dilakukan maka bandingkan hasilnya dengan standar yang
ada (misalnya TLV). Hasil tersebut penting untuk melihat apakah pajanan yang diterima
pekerja besar dan berkontribusi menimbulkan bronkitis kronik. Bila pajanan telah
melewati ambang batas maka harus segera dilakukan pengendalian dapat berupa
eliminasi, substitusi, minimisasi, engineering control, administrative control, dan PPE

Program Promosi, Pencegahan, dan Pengendalian

1. Promosi Kesehatan Kerja terhadap Penyakit Bronkitis Kronis


Menurut Ottawa Charter WHO 1986, promosi kesehatan terdiri atas
1. Build healthy public policy
2. Create supportive environment
3. Strengthen community skills
4. Develop personal skills
5. Reorient health service

Sesuai dengan definisi di atas, promosi kesehatan untuk penyakit bronkitis kronis adalah
sebagai berikut:
1. Build healthy public policy
Kebijakan dan komitmen merupakan modal utama dalam mengendalikan masalah
penyakit akibat kerja pada suatu perusahaan. Fungsi kebijakan itu sendiri adalah untuk
menjamin atau memastikan bahwa kebijakan tersebut berkembang di semua sektor,
sehingga dapat berkontribusi dalam membentuk tempat kerja yang sehat.

2. Create supportive environment


Membentuk lingkungan yang kondusif secara fisik, sosial, ekonomi, kultural, dan
spiritual, yang dapat melahirkan efek positif terhadap kesehatan pekerja. Misalnya, pada
teknologi yang digunakan dan kondisi lingkungan yang baik seperti udara bersih dan air.
Tak hanya itu, organisasi kerja juga harus baik agar tidak menimbulkan stres pada
pekerja, dan lain-lain. Membuat area bebas rokok merupakan cara yang efektif dalam
mengendalikan penyakit paru di perusahaan.

3. Strengthen community skills


Dengan meningkatkan pengetahuan pentingnya hidup sehat pada komunitas, maka setiap
individu secara otomatis akan mengikuti langkah yang diambil pada komunitasnya. Hal
ini dapat memberi efek positif pada peningkatan derajat kesehatan masing-masing
pekerja. Misalnya dengan melakukan training penggunaan masker pada para pekerja,
sehingga dapat mengurangi inhalasi fume, polusi udaram, dan lain-lain ke dalam tubuh
pekerja.

4. Develop personal skills


Skill pada setiap individu juga harus ditanamkan agar menjadi pribadi yang pintar dan
memiliki pengetahuan yang baik. Dengan cara ini, setiap individu diharapkan mampu
berpikir dengan logis mengenai pentingnya hidup sehat. Misalnya dengan memberikan
training-training pola hidup sehat, agar mengindari aktivitas merokok, dan sebagainya.

5. Reorient health services


Dengan membuat sistem yang fokus kepada kebutuhan seluruh pekerja dan mengadakan
pelayanan kesehatan yang menghubungkan provider dengan user. Misalnya dengan
memberikan pelayanan konseling masalah kesehatan dan psikologi yang dapat
mempengaruhi kesehatan pekerja.

Materi yang diberikan dalam promosi kesehatan penyakit paru, khususnya bronchitis
kronis adalah sebagai berikut :
- Perilaku hidup sehat, seperti tidak merokok, olah raga, dan lain-lain.
- Perilaku kerja sehat, seperti menggunakan APD, dan bekerja sesuai SOP.
- Hak dan kewajiban pekerja agar mendapat lingkungan kerja yang sehat.

2. Pencegahan Penyakit Bronkitis Kronis


Pencegahan-pencegahan yang dilakukan agar terhindar dari bronkitis kronik adalah

a. Menghindari merokok, karena merokok merupakan akar penyebab utama bronchitis


kronik.
b. Menghindari iritan, seperti polusi udara, fume, dan lain-lain.
c. Menghindari terkena infeksi saluran respirasi. Flu dapat menjadi predisposisi jika telah
terkena penyakit bronkitis kronik, oleh karena itu cuci tangan dengan sabun sangat
efektif menghindari infeksi virus atau kuman ke dalam tubuh.
d. Mengurangi pajanan dengan teknik-teknik pengendalian industrial higiene, yaitu
eliminasi, subtitusi, engineering control, administrative control, APD, dan sebagainya.
e. Melakukan surveilens kesehatan dengan pembagian kuesioner secara periodik. Hal ini
sangat direkomendasikan pada para pekerja yang berisiko bronkitis kronik (Levy,
2005).

3. Treatment Penyakit Bronkitis Kronis


Karena merokok merupakan penyebab utama bronkitis kronis, maka langkah penting
yang harus diambil adalah keluar dari kebiasaan merokok tersebut. Dengan mengikuti
program-program stop merokok atau mengikuti grup-grup dan asosiasi stop merokok
tertentu, pekerja diharapkan dapat menemukan teman-teman yang memiliki masalah
penyakit yang sama sehingga dapat saling bertukar pikiran. Cara menghilangkan
kebiasaan merokok ini misalnya dengan mengganti rokok dengan inhaler, permen karet,
dan lain-lain.

BISINOSIS

1. Pendahuluan
Kata Bisinosis dikemukakan oleh dokter perancis berasal dari bahasa yunani, Bysos yang
berarti kain atau rami yang dihasilkan oleh tanaman kapas, Hamp atau Flax. Bisinosis
juga disebut Brown Lung Disease, Coton bract atau Coton Lung Disease. Sekitar abad 19
Kay menggambarkan penyakit respirasi dengan keluhan : dada terasa berat yang banyak
dirasakan pada hri senin, setelah libur akhir pecan mengenai pekerja tekstil yang
menggunakan kapas sebagai bahan dasar diketahu sebagai Bisinosi.

2. Definisi
Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma dalam berbagai derajat yang
disebabkan oleh pajanan terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal bisinosis
terjadi pada hari kerja pertama yang biasanya hari Senin, bisinosis disebut juga
Monday morning fever atau Monday moning chest tightness atau Monday morning
asthma. Bisinosis lebih sering ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan
debu kapas kadar tinggi dibanding karyawan pertenunan
Byssinosis merupakan penyakit yang termasuk dalam Pneumaconiois dimana
penyebabnya adalah debu kapas. Masuknya debu kapas dalam udara pernapasan
terutama berukuran kecil akan mengakibatkan alveoli tertutupi oleh timbunan debu
kapas tersebut.
Menurut berat ringannya penyakit, Byssinosis digolongkan kedalam beberapa
kelompok seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Tingkatan penyakit Byssinosis
No Tingkatan Indikasi
1. Tingkat 0 Tidak ada gejala-gejala
2 Tingkat ½ Kadang-kadang berat dada
dan sesak napas pada hari
senin atau rangsangan-
rangsangan pada hari senin
3. Tingkat 1 Berat dada atau sesak napas
pada hari senin pada setiap
minggu
4. Tingkat 2 Berat dada atau sesak napas
pada hari senin atau hari-
hari lainnya
5. Tingkat 3 Bisinosis atau cacat paru

Beberapa reaksi diyakini sebagia penyebab munculnya gejala gejala Byssinosis


yang antara lain adalah :
a. Efek mekanis debu kapas yang dihurup ke dalam paru paru
b. Akibat pengaruh edotoksin bakteri bakteri kepada alat pernapasan
c. Merupakan gambaran reaksi alergi dari pekerja pekerja kepada debu kapas.
d. Akibat bekerjanya bahan bahan kimia dari debu pada paru paru
e. Reaksi psikis pada para pekerja
Dari teori tersebut dapat diduga bahwa pengaruh debu kapas di tempat kerja akan
berakibat mnurunnya kapasitas vital paru paru tenaga kerja . Untuk itu sangat perlu
adanya pemeriksaan fungsi paru paru tenaga kerja dengan menggunakan Spirometer.

3. Patogenesis
- Teori alergi atau Imunologi
- Mekanisme Kemotaktik
- Aktivasi Endotoksin
- Teori Enzim
Enzim dapat bekerja melalui 3 mekanisme :
a. Enzim berperan sebagai allergen dan mengakibatkan pembentuka IgE, yang
dapat menyebabkan gejala asma Bronchial dan Rinitis
b. Enzim yang berasal dari Bacillus subtilis Aspergillus dan oriazae dalam debu
kapas melepas histamine secara nonspesifik
c. Enzim dapat merusak jaringan secara langsung

4. Gejala klinis
Gambaran klinis bisinosis ditandai dengan gejala berupa, rasa berat dan sempit di
dada (Chest Tightness), batuk dan sesak napas saat hari pertama kembali masuk kerja
setelah istirahat akhir pekan. Gejala yang timbul seperti batuk kering Mill Fever,
Weafer Cough bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.

5. Kriteria diagnosis
Occupational Safety and Health Administraton (OSHA), melaporkan pajanan
debu kapas yang dapat menimbulkan penurunan VE1 setelah perubahan waktu kerja
sebesar 5% atau 200mL, meupakan dugaan kuat terjadinya Bisinosis.
1. Bisinosis Akut
Mengacu pada keluhan akut gejala saluran napas yang tampak pada orang yang
terpajan debu kapas pertama kali meunjukkan penurunan fungsi paru.
Berhubungan dengan reaktivitas jalan napas yang terjadi tahun pertama bekerja di
tempat ini.

2. Bisonis Kronis
Merupakan bentuk klasik dari Bisinosis yang ditandai dengan rasa berat di dada
dan sesak napas yang bertambah berat yang terjadi pada hari pertama masuk kerja
dalam satu minggu. Awitan gejala terjadi setelah pajanan debu kapas selama
beberapa tahun, biasanya terjadi setelah lebih dari 10 tahun dan jarang terjadi
pada pekerja yang masa kerjanya yang kurang dari 10 tahun.
PEMERIKASAAN PENUNJANG
- Foto thorax normal
- Cavicity difusi biasanya normal
- Faal paru (VEP1 = Obstruksi)
- Derajat bisinosis secara kronik

DERAJAT BISINOSIS SECARA KLINIS


Derajat C0 Tidak ada gejala
Derajat C1 /2 Kadang- kadang dada
tertekan pada hari
pertama kerja
Derajat C1 Dada tertekan pada hari
pertama minggu kerja
Derajat C2 Dada tertekan pada hari
pertama dan seterusnya
Derajat C3 Derajat C2 dan toleransi
Aktivitas menurun atau
Kafasiti Ventilasi
menurun

WHO
a. Derajat B1
Rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali bekerja
b. Derajat B2
Merasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali
bekerja dan pada hari-hari bekerja selanjutnya

DERAJAT BISINOSIS SECARA FAAL PARU (BOUHUYS, GYBSON,


SCHILLING)
a. Derajat F 0
Tidak ada penurunan VEP1 dan tanda obstruksi kronik
b. Derajat F1/2
Efek akut ringan, terdapat penurunan VEP1 sebesar 5-10%, tidak ada
gangguan ventilasi
c. Derajat F1
Efek akut sedang, penurunan VEP1 sebesar 10-20%
d. Derajat F2
Efek akut berat, penurunan VEP1 sebesar lebih dari 20%

6. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada penderita bisinosis adalah Bronkodilator untuk
mengatasi bronkospasme, apabila kelainannya berlanjut menjadi bronchitis dan
efisema, maka penatalaksanaan yang diberikan seperti penyakit paru Obstruktif pada
umumnya.

7. pencegahan
a. control kadar debu dalam lingkungan
b. pemantauan medis agar bisinosis dan obstruktif saluran napas dapat ditemukan
dan dicegah secara dini
c. alat pelindung diri
d. pre-employment medica Check up

3. Penumonitis Hipersensitif
4. Pneumokoniosis
Pneumokoniosis adalah suatu penyakit yang terjadi akibat adanya sejumlah besar
debu di dalam paru-paru. Debu yang terhirup adalah debu di udara yang pada proses
inhalasi tertahan di paru-paru.Jumlah debu yang tertimbun tergantung kepada
lamanya pemaparan, konsentrasi debu di dalam udara yang terhirup, volume udara
yang dihirup setiap menitnya dan sifat pernafasannya.Pernafasan yang lambat dan
dalam, cenderung akan mengendapkan lebih banyak debu daripada pernafasan yang
cepat dan dangkal. Debu di dalam paru-paru menyebabkan suatu reaksi jaringan,
yang jenis dan lokasinya bervariasi, tergantung kepada jenis debunya.

Pneumokoniosis bisa disebabkan oleh terhirupnya debu logam besi, perak/kaleng dan
barium. Siderosis terjadi sebagai akibat dari terhirupnya oksida besi, baritosis terjadi
karena menghirup barium dan stannosis terjadi karena terhisapnya unsur-unsur perak.
Pemaparan debu besi terjadi pada proses penambangan, penggilingan dan
pemotongan logam. Terhirupnya debu besi, perak maupun barium, menyebabkan
perubahan struktur paru yang sangat ringan sehingga hanya menimbulkan sedikit
gejala. Tetapi reaksi jaringan ini bisa terlihat pada rontgen dada sebagai sejumlah
besar daerah-daerah kecil yang tidak tembus cahaya.

Selama proses inspirasi (menghirup udara), partikel debu di udara yang memiliki
garis tengah lebih dari 10 mm, disaring oleh bulu-bulu di hidung. Partikel debu
lainnya, yang masuk melalui mulut, disimpan di dalam saluran pernafasan bagian
atas.
Partikel debu yang berdiameter 5-10 mm, cenderung akan tinggal di dalam lendir
yang menyelimuti bronkus dan bronkiolus, kemudian disapu ke arah tenggorokan
oleh rambut-rambut lembut (silia). Dari tenggorokan mereka akan dibatukkan atau
dibuang, tetapi beberapa diantaranya ada yang tertelan.Partikel berdiameter kurang
dari 5 mm, lebih mudah mencapai jaringan paru-paru.

Untuk menilai kelainan radiologis pada pneumokoniosis digunakan klasifikasi standar


menurut ILO .Perselubungan pada pneumokoniosis dibagi dua golongan, yaitu
perselubungan halus dan kasar.

A. Perselubungan halus (small opacities)


Perlu diketahui empat sifat perselubungan untuk mengetahui penggolongan ini,
yaitu bentuk, ukuran, banyak dan luasnya perselubungan. Menurut bentuknya
dikenal perselubungan halus bentuk lingkar dan bentuk iregular.Ukuran
perselubungan dibagi dalam 3 kategori untuk masing- masing bentuk.:
Bentuk perselubungan lingkar dibagi berdasarkan diameternya, yaitu :
 p = bentuk lingkar dengan diameter sampai 1,5 mm
 q = bentuk lingkar dengan diameter antara 1,5 – 3 mm
 r = bentuk lingkar dengan diameter 3 – 10 mm

Bentuk iregular dibagi berdasarkan lebarnya, yaitu :


 s = perselubungan halus sampai lebar 1,5 mm
 t = perselubungan sedang dengan lebar antara 1,5 – 3 mm
 u = perselubungan kasar dengan lebar antara 3 – 10 mm

Untuk menuliskan ukuran dan bentuk harus digunakan 2 huruf. Huruf pertama
menunjukkan kelainan yang lebih dominan.q/t = perselubungan dengan bentuk q
yang dominan, tetapi ada bentuk perselubungan iregular berbentuk t tapi kurang
banyak dibandingkan dengan bentuk q.Kerapatan (profusion) didasarkan pada
konsentrasi atau jumlah perselubungan lingkar per satuan area. Dibagi atas
kategori 0 sampai 3, dengan rincian sebagai berikut :
 Kategori 0 = tidak ada perselubungan atau kerapatan kurang dari 1.
 Kategori 1 = ada peselubungan tetapi tidak banyak jumlahnya.
 Kategori 2 = perselubungan banyak, tetapi corakan paru masih kelihatan.
 Kategori 3 = perselubungan sangat banyak sehingga corakan paru
sebagian atau seluruhnya menjadi kabur.

Pada pembacaan foto toraks pneumokoniosis ada 12 kategori, yaitu :


 0/- 0/0 0/11/0
 1/1 1/2
 2/12/2
 2/33/2
 3/33/+
Angka pertama menunjukkan kerapatan yang lebih dominan daripada angka di
belakangnya. Pada penentuan klasifikasi pneumokoniosis menurut gambaran foto
toraks diperlukan perbandingan dengan film standar.Menurut distribusi
perselubungan, lapangan paru dibagi atas 6 area. Tiap lobus mempunyai 3 area
yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus bawah. Kerapatan merupakan petunjuk
penting menentukan derajat beratnya penyakit.

B. Perselubungan kasar (large opacities) Perselubungan ini dibagi atas 3 kategori,


yaitu A, B dan C.
 Kategori A : Satu perselubungan dengan diameter antara 1-5 cm atau
beberapa perselubungan dengan diameter masing-masing lebih dari 1 cm, tetapi
bila diameter tiap perselubungan dijumlahkan maka tidak melebihi 5 cm.
 Kategori B : Sama atau beberapa perselubungan yang lebih besar atau
lebih banyak dibandingkan kategori A dengan jumlah luas perselubungan tidak
melebihi luas lapangan paru kanan atas.
 Kategori C : Satu atau beberapa perselubungan yang jumlah luasnya
melebihi luas lapangan paru kanan atas atau sepertiga lapangan paru kanan. Pada
simple CWP dan kelainan radiologis berupa perselubungan halus bentuk lingkar,
perselubungan tersebut dapat ditemukan di mana saja pada apangan paru, tetapi
yang paling sering di lobus atas.

Perselubungan halus bentuk p dan q lebih sering ditemukanpada CWP,sedangkan


bentuk nodul atau bentuk r lebih seringpada silikosis.Tetapi pada kebanyakan
kasus, secara radiologis CWP dan silikosis sukar dibedakan, kecuali bila terdapat
kalsifikasi parenchymal opacities atau egg-shell calcification yang khas untuk
silikosis.Beratnya gejala penyakit tidak mempunyai korelasi dengan gambaran
radiologis. Demikian juga besarnya kelainan faal paru juga tidak berkorelasi
dengan perubahan gambaran radiologis.

a. Silikosis

Silikosis (Silicosis) adalah suatu penyakit pada parenkim paru akibat inhalasi dan retensi
debu yang mengandung kristalin silicon atau silica bebas, yang menyebabkan peradangan
dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru.
Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika selama beberapa
tahun. Sampai kini belum jelas mekanisme silica bebas menimbulkan silicosis. Ada 4
teori yang menyatakan tentang mekanisme tersebut antara lain :
 Teori mekanis yang menganggap permukaan runcing debu-debu
merangsang terjadinya penyakit.
 Teori elektromagnetis yang menduga bahwa gelombang-gelombang
eloktromagnetislah penyebab fibrosis dalam paru-paru.
 Teori silikat yang menjelaskan bahwa SiO2 bereaksi dengan air dari
jaringan paru-paru, sehingga terbentuk silikat yang menyebabkan kelainan paru-paru.
 Teori imunologis yaitu tubuh menyatakan zat anti yang bereaksi diparu-
paru dengan antigen yang berasal dari debu.

Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:
 Pekerja tambang logam dan batubara
 Penggali terowongan untuk membuat jalan
 Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan
 Pembuat keramik dan batubara
 Penuangan besi dan baja
 Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan
gelas.
 Pembuat gigi enamel
 Pabrik semen

Terdapat 3 jenis silicosis

 Silikosis Akut

Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan
konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesak napas
yang progesif, demam, batuk dan penurunan berat badan setelah paparan silika
konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa
minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriksi berat
dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis
interstisial difus, fibrosis kemuclian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan
bawah membentuk diffuse ground glass appearance mirip edema paru.
 Silikosis Kronik

Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang batubara,
yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik
paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu
yang relatif rendah. Pada stadium simple, nodul di paru biasanya kecil dan tanpa
gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan paru dapat menjadi
progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif.

Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul terutama di
lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut terdapat masa yang
besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel's wing). Sering terjadi reaksi pleura
pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan membentuk
bayangan egg shell calcification.

Jika fibrosis masif progresif terjadi, volume paru berkurang dan bronkus mengalami
distorsi. Faal paw menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran.
Kapasitas difusi dan komplians menurun. Timbul gejala sesak napas, biasa disertai
batuk dan produksi sputum. Sesak pada awalnya terjadi pada saat aktivitas, kemudian
pada waktu istirahat dan akhirya timbul gagal kardiorespirasi.

 Silikosis Akselerata

Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan penyakit lebih
cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium
tipikal atau atipik. Setelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir
dengan gagal napas.

Diagnosa
Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena
penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis
insidens tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum
Pada umumnya akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan, hobi dan
aktivitas lainnya yang kemungkinan besar merupakan sumber pemaparan silica dalam
anamnesis.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan:
 Rontgen dada (terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut)
 Tes fungsi paru
 Tes PPD (untuk TBC)

Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin memburuknya
penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan.
Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi
infeksi, bisa diberikan antibiotik.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:


- membatasi pemaparan terhadap silika
- berhenti merokok
- menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.

Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis (TBC), sehingga


dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. . Silika diduga
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC.
Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.

Pencegahan
 Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu
mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang
ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat
 Substitusi yaitu penurunan kadar debu diudara tempat kerja dan
perlindungan diri pada pekerja.
 Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan
tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita
sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma
broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.
 Cara preventif lain adalah ventilasi baik lokal maupun umum. ventilasi
umum antara lain dengan mengalirkan udara keruang kerja melalui pintu dan jendela,
tapi biasanya cara ini mahal harganya. cara ventilasi lokal, yang disebut pompa keluar
setempat biasanya biayanya tidak seberapa sedangkan manfaatnya besar untuk
melindungi para pekerja. pompa keluar setempat yang dimaksud adalah untuk
menghisap debu dari tempat sumber debu yang dihasilkan, dan mengurangi sedapat
mungkin debu didaerah kerja.
 Jika debu tidak dapat dikontrol, (seperti halnya dalam industri peledakan),
maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara bersih atau sungkup
 Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan
sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja.
Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja
perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu
diperlukan
 Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara
rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5
tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini.
 Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari
pemaparan terhadap silika.

Diagnosa silicosis tidak berdasarkan foto rontgen saja, melainkan harus lengkap
dijalankan cara-cara diagnosa penyakit akibat kerja.

b. Pneumokoniosis Batubara
Penyakit ini disebabkan oleh paparan debu batubara dalam jangka waktu lama. Ada
faktor kerentanan individual dan debu tertentu lebih berbahaya dari yang lainnya.
Penyakit ini bisa didapatkan pada pekerja setelah mereka bekerja lebih dari 10 tahun .
Definisi PPTB adalah penyakit akibat penumpukan debu batubara di paru dan
menimbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini dibagi atas bentuk
simple dan complicated berdasarkan gambaran foto rontgen toraks :
 Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP).
Gambaran Klinis kelainan ini terjadi karena inhalasi debu batubara saja. Secara klinis
hampir tidak ada gejala, simple CWP tidak akan memburuk apabila tidak ada paparan
lebih lanjut. Hal yang paling penting pada simple CWP ialah penyakit ini dapat
berkembang menjadi complicated CWP . Kelainan foto toraks pada simple CWP
berupa perselubungan halus bentuk lingkar, perselubungan dapat terjadi di bagian
mana saja pada lapangan paru, yang paling sering di lobus atas. Sering ditemukan
perselubungan bentuk p dan q. Pemeriksaan faal paru biasanya tidak menunjukkan
kelainan. Nilai VEP1 dapat sedikit menurun sedangkan kapasitas difusi biasanya
normal..

 Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau Fibrosis Masif Progresif (FMP)


Complicated CWP ditandai oleh timbulnya fibrosis yang luas dan hampir selalu
terdapat di lobus atas. Fibrosis masif progresif didefinisikan sebagai lesi dengan
diameter melebihi 3 cm, terjadi oleh karena satu atau lebih faktor berikut, yaitu:
1. Terdapat silika dalam debu batubara.
2. Konsentrasi . debu batubara yang sangat tinggi.
3. Infeksi mikobakteria tipikal atau atipik.
4. Faktor imunologi penderita yang buruk.

Setiap bayangan dengan diameter lebih besar dari 1 cm terlihat pada foto toraks pekerja
tambang batubara dengan simple CWP dianggap sebagai fibrosis masif progresif, kecuali
bila terbukti ada penyakit lain seperti taberkulosis. Gambaran Klinis pada stadium awal
penyakit, gejala dan tanda kalaupun ada,hanya sedikit. Pada daerah fibrosis dapat timbul
kavitas dan ini bisa menyebabkan penumotoraks, foto toraks pada PMF sering mirip
tuberkulosis, tetapi sering ditemukan bentuk campuran karena terjadi emfisema.. Batuk
dan sputum menjadi lebih sering, sputum berwarna hitam (melanoptisis). Bila penyakit
berlanjut terjadi kolaps lobus dan sering terjadi deviasi trakea. Selanjutnya timbul gejala
sesak pada waktu melakukan aktivitas, dan berkembang menjadi gagal napas akibat
obstruksi dan restriksi paru, cor pulmonale, hipertensi pulmonal dan gagal ventrikel
kanan.
Penelitian pada pekerja tambang batubara di Tanjung Enim lahun 1988 menemukan
bahwa dari 1735 pekerja dtemukan 20 orang atau 1,15% yang foto toraksnya
menunjukkan gambaran pneumokoniosis.

c. Asbestosis
Asbestosis adalah salah satu penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau
serat asbes yang mencemari udara.
Asbes adalah nama yang diberikan kepada sekelompok mineral yang terbentuk secara
alami di lingkungan sebagai kumpulan serat-serat yang bisa dipisahkan ke bentuk
benang-benang tipis yang tahan lama. Serat-serat ini tahan terhadap panas, api dan
bahan kimia dan tidak menghantarkan arus listrik. Untuk alasan inilah asbes digunakan
secara luas di banyak industri.
Secara kimiawi, mineral asbes adalah senyawa silica, artinya mengandung atom-atom
silikon dan oksigen dalam struktur molekulnya.
Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah
Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang
menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain
sebagainya.
Orang-orang mungkin terpapar asbes di tempat mereka bekerja, di lingkungan mereka
atau di rumah mereka. Jika produk berbahan asbes terbentur, sejumlah kecil serat asbes
terlepas ke udara. Ketika serat asbes terhirup, mereka akan terperangkap di paru-paru
dan menetap dalam jangka waktu yang lama. Selama itu serat-serat ini akan
mengumpul dan menyebabkan luka dan radang yang berakibat gangguan pernafasan
dan bisa menjadi masalah yang lebih serius.

Paparan asbes meningkatkan resiko asbesis ( kondisi radang pada paru-paru yang
menyebabkan nafas pendek, batuk dan kerusakan paru permanen, kelainan pleural
termasuk plak pleural (perubahan pada membran yang mengelilingi paru-paru),
penebalan pleural. Wlaupun plak pleural bukanlah penyebab kanker paru, tapi bukti-
bukti menyarankan orang-orang dengan penyakit pleural yang disebabkan terpapar
asbes mungkin akan beresiko kanker paru.

Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak
napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan
tampak membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan
tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut.
Semua orang bisa terpapar asbes selama hidupnya. Asbes tingkat rendah terdapat di
udara, air dan tanah. Bagaimanapun, kebanyakan orang tidak menjadi sakit akibat
paparan ini. Orang-orang yang langsung menjadi sakit biasanya mereka yang secara
regular terpapar asbes dan kebanyakan mereka yang bekerja di lingkungan.

Sejak awal tahun 1940, jutaan pekerja Amerika terpapar asbes. Bahaya kesehatan
akibar asbes sudah diketahui pada pekerja di galangan kapal, tambang asbes, pabrik
tekstil asbes, pekerjaan penyekatan pada konstruksi gedung dan lain-lain. Pekerja
peledakan, pekerja penghilangan/penyingkiran asbes, pemadam kebakaran dan pekerja
otomotif mungkin terpapar serat fiber.

Beberapa faktor dapat membantu mengetahui bagaimana paparan asbes berdampak


terhadap seseorang termasuk diantaranya:
- Dosis ( berapa banyak paparan asbes thd seorang individu
- Durasi ( berapa lama individu itu terpapar asbes
- Ukuran, bentuk serat asbes
- Sumber paparan
- Faktor resiko individu seperti : perokok, dan penyakit paru bawaan sebelumnya.

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa kombinasi dari merokok dan pemaparan
asbes sangat berbahaya. Perokok yang juga terkena asbes mempunyai resiko kanker
paru-paru berkembang yang lebih besar daripada risiko individu dari asbes dan individu
merokok ditambahkan bersama-sama. Ada bukti bahwa berhenti merokok akan
mengurangi resiko kanker paru-paru di antara pekerja yang terpajan asbes. Merokok
dikombinasikan dengan paparan asbes tampaknya tidak meningkatkan risiko
mesothelioma. Namun, orang-orang yang terkena asbes di tempat kerja setiap saat
selama hidup mereka atau yang curiga mereka mungkin telah terpapar seharusnya tidak
merokok.

Individu-individu yang telah terpapar (atau curiga mereka telah terkena) untuk serat
asbes di tempat kerja, melalui lingkungan, atau di rumah melalui kontak keluarga harus
menginformasikan dokter mereka tentang sejarah eksposur mereka dan apakah mereka
mengalami gejala apapun. Gejala penyakit yang berhubungan dengan asbes mungkin
tidak menjadi jelas selama beberapa dekade setelah eksposur. Hal ini terutama penting
untuk memeriksa dengan dokter jika ada gejala berikut :

o Sesak napas, mengi, atau suara serak.

o batuk yang terus-menerus memburuk dari waktu ke waktu.

o Darah dalam dahak (cairan) batuk dari paru-paru.

o Rasa sakit atau mengencang di dada.

o Kesulitan menelan.

o Pembengkakan pada leher atau wajah.

o Hilang nafsu makan.

o Berat badan.

o Kelelahan atau anemia.

Sebuah pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk x-ray dada dan tes fungsi paru-
paru, mungkin disarankan. Rontgen Dada x-ray saat ini alat yang paling umum
digunakan untuk mendeteksi penyakit yang berhubungan dengan asbes. Namun,
penting untuk dicatat bahwa x-ray dada tidak dapat mendeteksi serat asbes di paru-paru,
tetapi mereka dapat membantu mengidentifikasi tanda-tanda awal penyakit paru-paru
akibat paparan asbes.
Penelitian telah menunjukkan bahwa computed tomography (CT) (serangkaian gambar
rinci daerah-daerah di dalam tubuh diambil dari berbagai sudut, gambar-gambar yang
dibuat oleh komputer yang dihubungkan ke mesin x-ray) mungkin lebih efektif
daripada konvensional x-ray dada di mendeteksi asbes paru-paru yang berhubungan
dengan kelainan pada individu yang telah terpapar asbes.

Sebuah biopsi paru-paru, yang mendeteksi mikroskopik serat asbes di potongan


jaringan paru-paru dikeluarkan dengan pembedahan, adalah tes yang paling dapat
diandalkan untuk mengkonfirmasikan adanya kelainan yang berhubungan dengan
asbes. Sebuah bronkoskopi adalah tes invasif kurang dari biopsi dan mendeteksi serat
asbes dalam material yang dibilas keluar dari paru-paru. Penting untuk dicatat bahwa
tes ini tidak dapat menentukan berapa banyak asbes seorang individu mungkin telah
terpapar ke atau penyakit apakah akan mengembangkan. Serat asbes juga dapat
dideteksi dalam air seni, lendir, atau kotoran, tetapi tes ini tidak dapat diandalkan untuk
menentukan berapa banyak asbes mungkin dalam individu paru-paru.

Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes di lingkungan
kerja. Karena industri yang menggunakan asbes sudah melakukan kontrol debu,
sekarang ini lebih sedikit yang menderita asbestosis, tetapi mesotelioma masih terjadi
pada orang yang pernah terpapar 40 tahun lalu.

Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para pekerja yang
berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti merokok. Sementara itu guna
menghindari sumber penyakit yang akan tersebar pada pihak keluarga, disarankan
setiap pekerja untuk mencuci pakaian kerjanya di pabrik, dan menggantinya dengan
pakaian bersih untuk kembali ke rumah. Sehingga semua pakaian kerja tidak ada yang
dibawa pulang, dan pekerja membersihkan diri atau mandi sebelum kembali kerumah
masing-masing.

d. Berilliosis

Berilliosis adalah suatu peradangan paru-paru yang terjadi akibat menghirup debu
atau asap yang mengandung berilium.
Berilium adalah unsur kimia yang mempunyai simbol Be dan nomor atom 4. Unsur
ini beracun, bervalensi 2, berwarna abu-abu baja, kukuh, ringan tetapi mudah pecah.
Berilium adalah logam alkali tanah, yang kegunaan utamanya adalah sebagai bahan
penguat dalam aloy (khususnya, tembaga berilium).

Berilium digunakan sebagai agen aloy di dalam pembuatan tembaga berilium. (Be
dapat menyerap panas yang banyak). Aloy tembaga-berilium digunakan dalam
berbagai kegunaan karena konduktivitas listrik dan konduktivitas panas, kekuatan
tinggi dan kekerasan, sifat yang nonmagnetik, dan juga tahan karat serta tahan fatig
(logam). Kegunaan-kegunaan ini termasuk pembuatan: mold, elektroda pengelasan
bintik, pegas, peralatan elektronik tanpa bunga api dan penyambung listrik. Karena
ketegaran, ringan, dan kestabilan dimensi pada jangkauan suhu yang lebar, Alloy
tembaga-berilium digunakan dalam industri angkasa-antariksa dan pertahanan
sebagai bahan penstrukturan ringan dalam pesawat berkecepatan tinggi, peluru
berpandu, kapal terbang dan satelit komunikasi. Kepingan tipis berilium digunakan
bersama pemindaian sinar-X untuk menepis cahaya tampak dan memperbolehkan
hanya sinaran X yang terdeteksi. Dalam bidang litografi sinar X, berilium digunakan
untuk pembuatan litar bersepadu mikroskopik. Karena penyerapan panas neutron
yang rendah, industri tenaga nuklir menggunakan logam ini dalam reaktor nuklir
sebagai pemantul neutron dan moderator. Berilium digunakan dalam pembuatan
giroskop, berbagai alat komputer, pegas jam tangan dan peralatan yang memerlukan
keringanan, ketegaran dan kestabilan dimensi. Berilium oksida sangat berguna dalam
berbagai kegunaan yang memerlukan konduktor panas yang baik, dan kekuatan serta
kekerasan yang tinggi, dan juga titik lebur yang tinggi, seterusnya bertindak sebagai
perintang listrik. Campuran berilium pernah pada satu ketika dahulu digunakan dalam
lampu floresen, tetapi penggunaan tersebut tak dilanjutkan lagi karena pekerja yang
terpapar terancam bahaya beriliosis.

Dulu berillium biasa digali dan disuling untuk digunakan dalam industri elektronik
dan kimia dan dalam pembuatan bola lampu pijar. Sekarang berillium terutama
digunakan untuk industri pesawat ruang angkasa. Selain pekerja industri tersebut,
orang-orang yang tinggal di sekitar tempat penyulingan juga bisa terkena beriliosis.
Berilium adalah sangat berbahaya jika terhirup. Keefektivannya tergantung kepada
kandungan yang dipaparkan dan jangka waktu pemaparan. Jika kandungan berilium
di udara sangat tinggi (lebih dari 1000 μg/m³), keadaan akut dapat terjadi. Keadaan
ini menyerupai pneumonia dan disebut penyakit berilium akut. Penetapan udara
komunitas dan tempat kerja effektif dalam menghindari kerusakan paru-paru yang
paling akut.

Sebagian orang (1-15%) akan menjadi sensitif terhadap berilium. Orang-orang ini
akan mendapat tindak balas keradangan pada sistem pernafasan. Keadaan ini disebut
penyakit berilium kronik (CBD), dan dapat terjadi setelah pemamparan bertahun-
tahun terhadap tingkat berilium diatas normal {diatas 0.2 μg/m³). Penyakit ini dapat
menyebabkan rasa lemah dan keletihan, dan juga sasak nafas. CBD dapat
menyebabkan anoreksia, penyusutan berat badan, dan dapat juga menyebabkan
pembesaran bagian kanan jantung dan penyakit jantung dalam kasus-kasus peringkat
lanjut. Sebagian orang yang sensitif kepada berilium mungkin atau mungkin tidak
akan mendapat simptom-simptom ini. Jumlah penduduk pada umumnya jarang
mendapat penyakit berilium akut atau kronik Karena kandungan berilium dalam
udara biasanya sangat rendah (0.00003-0.0002 μg/m³).

Menelan berilium tidak pernah dilaporkan menyebabkan efek kepada manusia Karena
berilium diserap sangat sedikit oleh perut dan usus. Ulser dikesan pada anjing yang
mempunyai berilium pada makannanya. Berilium yang terkena kulit yang mempunyai
luka atau terkikis mungkin akan menyebabkan radang atau ulser.

Pemamparan jangka masa panjang kepada berilium dapat meningkatkan risiko


menghidap penyakit kanker paru paru.

United States Department of Health and Human Services (DHHS) dan International
Agency for Research on Cancer (IARC) telah memberi kepastian bahawa berilium
adalah karsinogen. EPA menjangkakan bahawa pemamparan seumur hidup kepada
0.04 μg/m³ berilium dapat menyebabkan satu perseribu kemungkinan untuk mengidap
kanker.
Tidak terdapat kajian tentang efek pemamparan berilium terhadap anak-anak.
Kemungkinan, pengaruh kesehatan yang dilihat pada kanak-kanak yang terpapar
terhadap berilium sama dengan efeknya terhadap orang dewasa. Masih belum
diketahui perbedaan dalam efek berilium antara orang dewasa dan kanak-kanak.

Masih belum diketahui juga apakah pemamparan terhadap berilium dapat


menyebabkan kecacatan sejak lahir atau efek-efek lain yang berlanjutan kepada orang
ramai. Kajian terhadap kesan lanjutan terhadap hewan tidak dapat dipastikan.

Berilium dapat diukur dalam air kencing atau darah. Kandungan berilium dalam
darah atau air kencing dapat memberi petunjuk kepada berapa banyak atau berapa
lama seseorang telah terpapar. Tingkat kandungan berilium juga dapat diukur dari
sampel paru-paru dan kulit. Satu lagi ujian darah, yaitu beryllium lymphocyte
proliferation test (BeLPT), mengukur pasti kesensitifan terhadap berilium dan
memberikan jangkaan terhadap CBD.

Batas Kandungan berilium yang mungkin dilepaskan ke dalam udara dari kawasan
perindustrian adalah 0.01 μg/m³, Dirata-ratakan pada jangka waktu 30 hari, atau 2
μg/m³ dalam ruang kerja dengan shift kerja 8 jam.

Penderita pneumonitis kimia akut, akan mengalami batuk, gangguan pernafasan dan
penurunan berat badan secara tiba-tiba. Bentuk yang akut juga dapat mengenai kulit
dan mata.

Pada beriliosis terbentuk jaringan abnormal pada paru-paru yang disertai dengan
pembesaran kelenjar getah bening. Pada keadaan ini, gejala-gejala seperti batuk,
ganggauan pernafasan dan penurunan berat badan terjadi secara bertahap.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

- nyeri dada

- nyeri sendi

- lelah.
Untuk menegakkan diagnosis beriliosis, harus memenuhi 3 kriteria berikut:

 adanya riwayat pemaparan berilium

 hasil positif dari pemeriksaan BeLPT (beryllium lymphocyte proliferation test)


terhadap darah atau BAL (bronchoalveolar lavage)

 adanya granuloma non-kaseosa pada biopsi paru.

Jika hasil BeLPT positif tetapi hasil biopsinya negatif, maka tidak dikatakan
menderita beriliosis, hanya dikatakan telah tersensitisasi oleh berilium.

Indikasi dilakukannya pengobatan didasarkan kepada:

 adanya gejala

 hasil tes fungsi paru yang abnormal

 penurunan fungsi paru.

Jika kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.

Pengobatan terpilih adalah corticosteroid. Belum ada kesepakatan mengenai


dosis maupun lamanya pemberian corticosteroid.

Pada awalnya diberikan prednisone per-oral (melalui mulut) dengan dosis 20-40
mg/hari selama 4-6 minggu, selanjutnya dosisnya diturunkan sesuai dengan respon
klinis yang terjadi.

Kepada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian


corticosteroid atau penderita yang mengalami efek samping yang serius akibat
pemberian corticosteroid, diberikan methotrexat. Pada stadium lanjut, dianjurkan
untuk menjalani pencangkokan paru-paru.

e. Siderosis
Penyebabnya adalah debu yang mengandung persenyawaan besi (Fe2O3). penyakit ini
tidak begitu berbahaya dan tidak progresif. Siderosis terdapat pada pekerja-pekerja
yang menghirup debu dari pengolahan bijih besi. Biasanya pada siderosis murni tidak
terjadi fibrosis atau emphysema, sehingga tidak ada pula cacat paru-paru.

5. Penyakit Infeksi

Bahaya Potensial Infeksi yang berasal dari golongan biologi (bakteri, virus, dan
Mycobacterium) yang diperoleh di tempat kerja akibat pajanan tak bisa dipungkiri
merupakan sumber morbiditas, mortalitas, serta beban biaya yang tinggi bagi pekerja.
Berikut ini adalah beberapa penyakit yang timbul karena paparan bakteri, virus,
maupun mycobacterium:

1. Resiko Infeksi Bakteri

Langkah 4 : Simpan daging dan sayuran secara terpisah. Gunakan papan talenan dan
pisau yang berbeda pula saat memotong kedua jenis bahan makan tersebut. Ini
berfungsi untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari dua jenis bahan
makanan itu. Langkah 5 : Bersihkan semua peralatan dapur setiap habis digunakan
tak terkecuali kompor. Jangan lupa pula untuk membersihkan meja makan baik
sebelum ataupun sesudah Anda makan.

2. Resiko Infeksi Virus

Resiko paparan virus juga tak lepas dari faktor resiko pekerja, diantaranya ya pekerja
kesehatan,diantaranya penyakit penularan HIV, HBV, dan HCV. Risiko penularan
HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV adalah dengan ratio
4:1000. Adapun penularan HBV setelah luka tususk jarum suntik yang terkontaminasi
HBV adalah 27-37:100. Setidaknya 0,00000001 ml darah yang mengandung HBV
dapat menularkan virus berbahaya ini ke tubuh manusia yang rentan. Risiko
penularan HCV setelah luka tusuk jarum suntik yang mengandung HCV dengan ratio
3-10:100.
Di bawah ini beberapa penyakit yang diakibatkan paparan infeksi bakteri jaga virus
antara lain;

a..Bronkitis
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit
ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada
penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit
paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Penyebab
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan (terutama) organisme yang
menyerupai bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia). Serangan bronkitis
erulang bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru-paru dan saluran
pernafasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
•Sinusitiskronis
•Bronkiektasis
•Alergi
•Pembesaran amandel dan adenoid pada anak anak.Bronkitisiritatifbisadisebabkanoleh:
•Berbagaijenisdebu
• Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik, klorin, hidrogen sulfida,
sulfurdioksidadanbromin
• Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida
•Tembakaudanrokoklainnya.

GEJALA
Gejalanyaberupa:
•batukberdahak(dahaknyabisaberwarnakemerahan)
•sesaknafasketikamelakukanolahragaatauaktivitasringan
•seringmenderitainfeksipernafasan(misalnyaflu)
•bengek
•lelah
•pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
•wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
•pipitampakkemerahan
•sakitkepala
•gangguanpenglihatan.

Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler,
lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Batuk
biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak,
tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning.
Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. Pada bronkitis
berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi
selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak nafas terjadi jika
saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk.
Bisa terjadi pneumonia.

DIAGNOSA
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya lendir. Pada
pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi ronki atau bunyi
pernafasanyangabnormal.
Pemeriksaanlainnyayangbiasadilakukan:
•Tesfungsiparu-paru
•Gasdaraharteri
•Rontgendada.

PENGOBATAN
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa bisa
diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan
acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa penyebabnya
adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi)
dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru.
Kepada penderita dewasa diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau
ampisilin. Erythromycin diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah
Mycoplasmapneumoniae.Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin. Jika
penyebabnya virus, tidak diberikanantibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka dilakukan
pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu dilakukan
penggantian antibiotik.

b.Pneumonia
Penyebab
Pneumonia merupakan infeksi yang terjadi pada jaringan paru (parenkim) yang
disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur. Umumnya disebabkan oleh bakteri
streptokokus (Streptococcus) dan bakteri Mycoplasma pneumoniae.

Gejala
Batuk berdahak dengan dahak kental dan berwarna kuning, sakit pada dada, dan
sesaknapasjugadisertaidemamtinggi.PencegahandansolusiSelalumemelihara kebersihan
dan menjaga daya tahan tubuh tetap kuat dapat mencegah agar bakteri tidak mampu
menembus pertahanan kesehatan tubuh. Biasakan untuk mencuci tangan, makan makanan
bergizi atau berolahraga secara teratur.

Pengobatan
Apabila telah menderita pneumonia, biasanya disembuhkan dengan meminum antibiotik.

3. Infeksi TB (Mycobacterium tuberculosa) Akibat Kerja

Fakta menunjukan bahwa TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat


Indonesia.Salah satu faktor resiko yang utama adalah pekerja kesehatan di instalasi-
instalasi rumah sakit, terutama yang berhubungan langsung dengan pasien TB maupun
specimen laboratorium yang berhubungan dengan pemeriksaan kuman Tuberkulosis.
Namun penelitian tentang kejadian TB pada petugas kesehatan yang bekerja di Rumah
Sakit di Indonesia belum menjadi perhatian.Padahal dalam kenyataannya Idonesia adalah
penyumbang infeksi TB ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India.

Setiap tempat kerja mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit TBC pada pekerjanya
terutama pada blue collars (karena pendidikan rendah, higiene sanitasi perumahan
pekerja, lingkungan sosial pekerja, higiene perusahaan). Pengusaha diharapkan ber
partisipasi aktif terhadap penanggulangan TBC di tempat bekerja pada saat seleksi
pekerja, higiene sanitasi di perusahaan, gotong royong perbaikan perumahan pekerja
bekerjasama dengan puskesmas setempat.

Pengawasan TBC ditempat bekerja memberikan keuntungan yang nyata kepada


perusahaan dan masyarakat. Pekerja yang menderita TBC selain akan menularkan ke
teman sekerjanya juga akan mengakibatkan menurunnya produktifitas kerja, sehingga
akan mengakibatkan hasil kerja menurun dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian
bagi perusahaan tempat penderita bekerja. Penemuan penderita baru dan pengobatan dini
akan memberikan keuntungan bagi penderita, perusahaan dan program pemberantasan
TBC Nasional.

Untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed


Treatment, Shourtcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan
pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
Pelaksanaan DOTS di klinik perusahaan merupakan peran aktif dan kemitraan yang baik
dari pengusaha dan masyarakat pekerja untuk meningkatkan penanggulangan TBC di
tempat kerja.

Dasar kebijakan program penanggulangan TBC di tempat kerja

1. Undang-undang no.23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja


2. Kebijakan teknis program kesehatan kerja
3. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO
pada April 1994 (Indonesia WHO joint evaluation on National TB Program)
4. Lokakarya Nasional Program P2TB pada September 1994
5. Dokumen Perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994
6. Rekomendasi "Komite Nasional Penanggulangan Tuberkulosis" 24 Maret 1999

Infeksi Tb dapat mengenai pekerja di rumah sakit (perawat, dokter atau tenaga kesehatan
dan non kesehatan lainnya), mereka dapat tertular penyakit ini melalui droplet yang
dikeluarkan pasien melalui batuk dan terhirup oleh para pekerja rumah sakit atau orang
lain. Pasien yang terinfeksi tbc mempunyai gejala-gejala seperti batuk kronis (lebih dari
satu minggu, berlendir atau berdahak, sampai dengan batuk yang mengeluarkan darah),
berat badan turun, demam dan berkeringat pada malam hari.

Jika kita bekerja pada area dimana terdapat pasien dengan infeksi tuberculosis, maka
gunakanlah masker sebagai alat pelindung dari ancaman terinfeksi melalui droplet yang
tersebar diudara bebas yang dikeluarkan pasien melalui batuknya. Juga pada pasien perlu
diberikan masker dan lakukan isolasi dari pasien lainnya dalam ruangan khusus. Perlu
juga untuk menjauhkan mereka dari ruang tunggu atau tempatkan mereka pada ruang
isolasi tertentu yang sudah di setting di rumah sakit.

Sebagai seorang pekerja dibidang perawatan kesehatan, sebaiknya melakukan skin test
untuk tuberculosis sekali atau 2 kali dalam satu tahun. Test atau pemeriksaan tersebut
dapat menentukan jika seseorang telah terinfeksi bakteri yang menyebabkan tuberculosis
atau tbc, tetapi pemeriksaan skin test saja tidak cukup untuk menyatakan apakah itu
merupakan infeksi tuberkulosis yang aktif atau non aktif. Jika anda mempunyai penyakit-
penyakit dan mengkonsumsi obat-obat tertentu, anda mungkin memerlukan pemeriksaan
skin test untuk mendapatkan hasil yang akurat dan pasti.

Jika pada reaksi skin test tuberkulin menunjukkan hasil positif, hal itu biasanya berarti
bahwa seseorang yang dilakukan pemeriksaan tersebut telah terinfeksi bakteri
tuberculosis. Akan tetapi, ada suatu yang lebih baik, 90 % peluang sistem kekebalan
tubuh akan menekan infeksi tersebut. Pada saat sistem kekebalan tubuh melakukan
pekerjaannya dalam menekan infeksi, tuberculosis akan tetap berada dalam status
dormant (tidur/tidak aktif/tuberculosis non aktif) selama bertahun-tahun. Buruknya, status
tidak aktif itu akan secepatnya berubah kedalam status tuberculosis aktif yang dapat
berakibat pada buruknya kesehatan dan rusaknya organ tubuh seperti paru-paru dan
menjadi bersifat infeksius atau menular.

Untuk mencegah hal tersebut terjadi, diperlukan pengobatan yang tepat untuk mengobati
tuberculosis. Setelah pemeriksaan skin test tuberkulosis menunjukkan hasil positif, akan
dilakukan juga pemeriksaan sinar x pada dada/thorak (bagian paru-paru) untuk
memastikan bahwa anda tidak mengalami tuberculosis yang aktif. Jika pada pemeriksaan
sinar x menunjukkan hasil negatif dan hasil skin test tuberculosis menunjukkan positif,
penderita akan mendapatkan obat anti tuberculosis selama 6-9 bulan. Obat-obat anti
tuberculosis digunakan untuk mencegah terjadinya pengaktifan infeksi dimasa mendatang
sehingga menjadi tuberkulosa aktif. Penderita tidak akan menjadi sumber penular dan
menularkan kepada orang lain, keculai jika penderita dalam status tuberkulosa aktif dan
tidak mendapatkan pengobatan.

Hasil pemeriksaan skin test tuberculin yang negatif berarti tidak terkena bakteri
tuberculosis (kecuali penderita dengan status HIV positif atau mengalami gangguan pada
kekebalan yang lain. Jika seseorang dengan pemeriksaan skin test positif dan dalam
pemeriksaan radiografi dada yang hasilnya abnormal atau terdapat gejala-gejala dan
tanda penderita tbc, maka penderita tersebut akan diobati sebagai penyakit tuberculosis
aktif. Pada saat penderita terdiagnosa sebagai tbc aktif, maka penderita tersebut dapat
menularkan penyakit tbc ke orang lain (status infeksius). Penderita dengan status aktif
mungkin akan mendapatkan pengobatan dengan 3-4 macam obat selama 9-12 bulan
secara terus menerus.

Penderita perlu menjaga dan mencegah kontak yang terlalu dekat dengan anggota
keluarga,teman atau orang-orang disekitar anda untuk mencegah penularan ke orang lain
karena status penderita dengan tbc aktif yang dapat menularkan ke orang lain. Penderita
juga akan diistirahatkan untuk sementara waktu dari pekerjaannya sampai status
penderita tidak mungkin lagi dapat menularkan ke orang lain, yang biasanya memakan
waktu sampai beberapa minggu. Tbc aktif sangat sedikit dijumpai dalam infeksi
tuberculosis, hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh yang dapat menekan bakteri dan
segera mendapatkan obat anti tuberkulosa sehingga tidak menjadi tbc yang aktif
Jika penderita telah mendapatkan vaksinasi bcg (bacille Calmette-Guérin), tetap
melakukan pemeriksaan skin test. Vaksinasi bcg tidak secara 100 % memberikan
perlindungan, jadi penderita tetap dapat terkena infeksi tbc meskipun mereka sudah
mendapatkan vaksinasi BCG. Vaksin ini tidak direkomendasikan secara umum untuk para
pekerja yang bekerja pada tempat layanan perawatan kesehatan seperti rumah sakit,
puskesmas, klinik pengobatan, klinik bersalin dan tempat-tempat pelayanan kesehatan
lainnya.

Yang harus dilakukan oleh para pekerja di tempat pelayanan kesehatan jika pasien yang
dirawat adalah pasien dengan penyakit tuberculosis aktif adalah

 Jika berhadapan langsung dengan pasien tbc aktif, sebaiknya mempunyai


pemeriksaan skin test tuberkulin dasar.Ini sangat penting khusunya bila: penyakit
tidak dapat diketahui dengan pasti statusnya, pasien yang terinfeksi tidak
dilakukan isolasi dalam ruang isolasi atau masker pelindung tidak digunakan.
Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dalam tiga bulan yang akan menunjukkan
jika paparan dengan penderita mengakibatkan infeksi atau penularan.
 Jika pekerja dalam pemeriksaan skin test positif maka sekali saja pemeriksaan
skin test positif, tidak perlu melanjutkan test pemeriksaan skin test. Merupakan
hal penting untuk mengidentifikasi dan melihat pada gejala-gejala yang timbul
untuk menentukan jika anda mempunyai tbc yang aktif. Anda sebaiknya
mendapatkan pemeriksaan sinar x pada thorax (dada) jika anda mempunyai gejala
batuk-batuk yang terus-menerus selama 2-3 minggu, berdahak (lendir) dan
terdapat darah didalamnya, demam, kehilangan berat badan. Pemeriksaan sinar x
thorak secara rutin tahunan pada umumnya tidak diperlukan.

 Jika pekerja dengan skin test positif, beberapa orang mempunyai pendapat, sekali
saja mereka terinfeksi dengan bakteri penyebab tbc (tuberculosis), mereka tidak
perlu mengambil tindakan pencegahan atau memakai masker saat berhadapan
dengan penderita tuberculosis lainnya. Akan tetapi, telah ada beberapa sampel
kejadian dari orang-orang yang terinfeksi kembali dengan jenis tbc tipe baru yang
lebih berat. Jadi sebaiknya ambil tindakan-tindakan untuk pencegahan
Kegiatan penanggulangan TBC di tempat kerja meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif.

1. Upaya Promotif

Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melalui

 pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat


kerja
 penyuluhan
 penyebarluasan informasi

1. Peningkatan kebugaran jasmani


2. Peningkatan kepuasan kerja
3. Peningkatan gizi kerja

2. Upaya preventif

Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat
penyakit TBC.

 Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah


timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.

a. Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control)

o Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok


tenaga kerja.
o Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
o Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
o Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan
b. Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control)
o Pesyaratan penerimaan tenaga kerja
o Pencatatan pelaporan
o Monitoring dan evaluasi

c. Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :

o Sistem ventilasi yang baik


o Pengendalian lingkungan keja

d. Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain

o Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan


lingkungan, cara minum obat dll.
o Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)
o Peningkatan gizi pekerja
o Penelitian kesehatan

 Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini


mungkin mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya
penyakit.

 Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada


pengobatan yang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang
"Pengawas Obat" atau juru TBC
 Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja
 Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang
dicurigai dan rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
 Membuat "Peta TBC", sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perlu
prioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
 Pengelolaan logistik
3. Upaya kuratif dan rehabilitatif

Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup
dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standar yang
direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease). Pelaksanaan minum obat & kemajuan hasil pengobatan harus
dipantau.

Patogenesis Infeksi Tb
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan pada saat
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas
atau jaringan paru.
Gejala klinis
Sangat bervariasi antara lain :
- Malaise
- Anoreksia
- Sub-febris
- Batuk-batuk ( wet cough dan kadang-kadang dry cough)
- Batuk darah
- Nyeri dada
- Sesak nafas

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam, badan kurus. Pada pemeriksaan
fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini
atau yang sudah teriinfiltrasi secara asimptomatik.
Pemeriksaan penunjang
- Radiologi
- Pemeriksaan bakteriologis
- Uji serologi

Pengobatan
Obat anti TB, Dosis dan Cara Pemberian
OAT HARIAN 3 X SEMINGGU
Isoniazid 5 ( 4-6) 10 (8-12)
Rifampicin 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin 15 (12-18) 15 (12-18)
Etambutol 15 (15-20) 30 (25-35)
Dose (mg/Kg)

Obat TB lini kedua


- Fluorokuinolon
- Makrolide, Amoxillin + Clavulanat Acid
- Sikloserin
- Kapreomisin
- Thionamide
- Aminoglikosida

Terapi berdasarkan kategori dan penyakit Tb


Kategori 1 - Penderita baru Tb-Paru BTA (+)
- Tb-Paru BTA (-), Ro” +, skt berat
- Tb ekstra-paru berat
2 HRZE / 4H3R3
2 HRZE / 4 HR
2 HRZE / 6 HE
Kategori II - Tb paru kambuh (relaps)
- Tb paru gagal ( failure)
- Pengobatan setelah lalai (after default)
2 HRZS/HRZE/5H3R3E3
2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori III - Penderita baru BTA (-), Ro (+), sakit
ringan
2 HRZ/4H3R3 - Penderita ekstra paru ringan 
limfadenitis, pl.eksv unilateral,
2 HRZ / 4 HR osteomielitis tb, atritis tb, nefritis tb
2 HRZ / 6 HE
Kategori IV Kronik
RHZES/ sesuai hasil uji resistensi ( minimal OAT
yang sensitive ) + obat lini kedua
MDR (Multi drug resistance) Tb
Sesuai uji resistensi + OAT lini ke 2 atau H
seumur hidup

Komplikasi / Ekstra-Paru berupa


- Tuberculosis miliaris  meningitis tuberkulosa
- Pleural effusion
- Perikardiris Tb
- Enteritis, enterokolitis Tb
- Peritonitis tb
- Nepritis tb
- Spondilitis tb
- Limfadenitis tb  skropulodermatitis
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.2006. Jakarta.Pusat Penerbitan Departemen Ilmu


Penyakit Dalam Fak.Kedokteran Universitas Indonesia
Anies, Penyakit Akibat Kerja, Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2005
Antaruddin, Pengaruh Debu Pada Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi Yang Merokok
Dan Tidak Merokok, Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Junqueira, LC & Carneiro, J. Sistem Respirasi, Histologi Dasar, ECG, Jakarta, Hal 358.
1995
Margono.B , Penyakit Paru Kerja, Majalah Ilmu Penyakit Dalam , Majalah Ilmu Penyakit
Dalam Vol.23, No.2, Jakarta, hal 7-19. 1997
Anonim , Penyakit Paru Akibat Kerja, Editorial Jurnal Respirologi Indonesia, Vol.18
No.14, Jakarta. 1998
http://kesmassukawati1.blogspot.com/2009/01/program-penanggulangan-tbc-di-
tempat.html

Anda mungkin juga menyukai