OLEH :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Konsep Dasar
1. Definisi Risiko Perilaku Kekerasan
Menurut Muhith (2015), kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk
perilaku agresi (aggressive behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk
menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap hewan atau
benda-benda. Ada perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun
perasaan dengan agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi adalah suatu respon terhadap
kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam atau ancaman yang memancing amarah
yang dapat membangkitkan suatu perilaku kekerasan sebagai suatu cara untuk
melawan atau menghukum yang berupa tindakan menyerang, merusak hingga
membunuh. Agresi tidak selalu diekspresikan berupa tindak kekerasan menyerang
orang lain (assault), agresivitas terhadap diri sendiri (self aggression) serta
penyalahgunaan narkoba (drugs abuse) untuk melupakan persoalan hingga tindakan
bunuh diri juga merupakan suatu bentuk perilaku agresi. Perilaku kekerasan atau
perilaku agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, maka perilaku
kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik.
Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada
suatu perangkat perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Stuart dan Sundeen, 1995). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman (Keliat, 2010). Resiko perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku
yang berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan/atau seksual pada diri sendiri
atau orang lain (SDKI, 2016).
2. Teori Perilaku Agresi
Menurut Muhith (2015) ada beberapa teori mengenai perilaku agresi, yaitu:
a. Instinct theory, mengasumsikan bahwa perilaku agresi merupakan suatu insting
naluriah setiap manusia. Menurut teori tersebut, setiap manusia memiliki insting
kematian (tanatos) yang diekspresikan lewat agresivitas pada diri sendiri maupun
orang lain. Saat ini teori ini telah banyak ditolak.
b. Drive theory, menekankan bahwa dorongan agresivitas manusia dipicu oleh faktor
pencetus eksternal intuk survive dalam mempertahankan eksistensinya. Menurut
teori tersebut, tanpa agresi kita dapat punah atau dipunahkan orang lain, namun
teori ini pun banyak disangkal.
c. Social learning theory, menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan hasil
pembelajaran seseorang sejak masa kanak-kanaknya yang kemudian menjadi pola
perilaku (learned behavior). Dalam perkembangan konsep teori ini
mengasumsikan juga bahwa pola respon agresi seseorang memerlukan stimulus
(impuls) berupa kondisi sosial lingkungan (faktor psikososial) untuk
memunculkan perilaku agresi. Namun bentuk stimulus yang sama tidak selalu
memunculkan bentuk perilaku agresi yang sama pada setiap orang. Dengan kata
lain, pola perilakuagresi seseorang dibentuk oleh faktor pengendalian diri individu
tersebut (internal control) serta berbagai stimulus dari luar (impulses). Saat
keseimbangan antara kemampuan pengendalian diri dan besarnya stimulus
terganggu, maka akan membangkitkan perilaku agresi.
Agresi sendiri dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu:
a. Irritable aggression merupakan tindak kekerasan akibat ekspresi perasaan marah.
Biasanya diinduksi oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek pada proses
penerimaan dan memahami informasi dengan intensitas emosional tinggi (directed
against an available target).
b. Instrumental aggression adalah suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat
untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya untuk mencapai suatu tujuan
politik tertentu dilakukan tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan
terencana; seperti peristiwa penghancuran menara kembar WTC di New York,
tergolong dalam kekerasan instrumental).
c. Mass aggression adalah tindakan agresi yang dilakukan oleh massa akibat
kehilangan individualitas dari masing-masing individu. Pada saat massa
berkumpul, selalu terjadi kecenderungan kehilangan individualitas orang-orang
yang membentuk kelompok massa tersebut. Manakala massa tersebut telah solid,
maka bila ada seseorang memelopori tindak kekerasan, maka secara otomatis
semua akan ikut melakukan kekerasan yang dapat semakin meninggi karena
saling membangkitkan. Pihak yang menginisiasikan tindak kekerasan tersebut bisa
saja melakukan agresi instrumental (sebagai provokator) maupun agresi
permusuhan karena kemarahan tidak terkendali (Keliat, 2010).
3. Rentang Respon Marah
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri-
sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan
langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu
orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Oleh karenanya, perawat harus
pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart
dan Sundeen, 1995).
Secara umum, rentang respon adapatif dan maladaptif merupakan bagian dari
rentang respon sosial, dimana pembagian adalalah sebagai berikut:
a. Respon adaptif merupakan respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat dan individu
dalam menyelesaikan masalahnya, dengan kata lain respon adaptif adalah respon
atau masalah yang masih dapat di toleransi atau masih dapat di selesaikan oleh
kita sendiri dalam batas yang normal.
b. Respon maladaptif merupakan respon yang diberikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma - norma dan kebudayaan
suatu tempat atau dengan kata lain di luar batas individu tersebut.
Adaptasi Maldaptif
Analisa Data
Data Fokus Masalah Keperawatan
Data Subjetif : Risiko Perilaku Kekerasan
- Pasien mengatakan pernah
melakukan tindak kekerasan
- Pasien mengatakan sering
merasa marah
- Suara keras dan bicara ketus
- Nada suara tinggi
Data Objektif
- Pasien tampak tegang saat
bercerita
- Pembicaraan pasien kasar jika
menceritakan marahnya
- Mata melotot, Pandangan
tajam
- Nada suara tinggi
- Tangan mengepal
- Berteriak
- Mudah tersinggung
Data Subjektif Gangguan Persepsi Sensori
- Mendengar suara bisikan atau
melihat bayangan.
- Merasakan sesuatu melalui
indera perabaan, penciuman,
penglihatan, pendengaran.
- Menyatakan kesal.
Data Objektif
- Distorsi sensori.
- Respon tidak sesuai.
- Sikap seolah melihat,
mendengar, mengecap,
meraba, dan mencium sesuatu.
- Menyendiri.
- Melamun.
- Konsentrasi buruk.
- Disorientasi waktu, tempat,
orang, atau situasi.
- Curiga.
- Melihat ke satu arah.
- Mondar-mandir.
- Bicara sendiri.
Data Subjektif Perilaku Kekerasan
- Mengancam
- Mengumpat dengan kata-kata
kasar
- Suara keras
- Bicara ketus
Data Objektif
- Menyerang orang lain
- Melukai diri sendiri atau orang
lain
- Merusak lingkungan
- Perilaku agresif atau amuk
- Mata melotot/pandangan tajam
- Tangan mengepal
- Rahang mengatup
- Wajah memerah
- Postur tubuh kaku
Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan Effect
Daftar Masalah
Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku
kekerasan yaitu :
a. Risiko Perilaku Kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi.
c. Perilaku kekerasan
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Keliat, B. A. 2010. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Muhith, A.2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CV Andi
Offset.
SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.
Stuart and Sundeen. 1995. Buku Keperawatan (Alih Bahasa) Achir Yani S. Hamid. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama .