Makalah Kontinyu Dispreak
Makalah Kontinyu Dispreak
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan dan membandingkan
beberapa metode pencelupan zat warna disperse-reaktif pada kain campuran polyester-
kapas cara kontinyu agar diperoleh biaya yang hemat serta kualitas yang baik.
BAB II
TEORI DASAR
Serat poliester pertama kali ditemukan oleh DR. W.H. Carothers, seorang ahli
kimia pada lembaga penelitian Du Pount Company di amerika serikat. Kemudian
penemuan ini dikembang lebih lanjut oleh J.R. Whinfield dan J.T Dickson dari perusahaan
Calico Printers Assocation Ltd.
Serat poliester adalah suatu serat sintetik yang terdiri dari polimer-polimer linier.
Serat tersebut pada umumnya dikenal dengan nama dagang dacron, teteron, terylene.
Poliester dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Dacron dibuat dari asamnya dan
reaksinya dapat ditulis pada Gambar-1 sebagai berikut :
Asam tereftalat dan etilena glikol dipolimerisasikan dalam ruang hampa udara dan
suhu tinggi. Polimer yang terbentuk disemprotkan dalam bentuk fita, kemudian dipotong-
potong menjadi serpih-serpih dan dikeringkan. Pemintalannya dilakukan dengan cara
pemintalan leleh. Filament yang terjadi ditarik dalam keadaan panas sampai lima kali
panjang semula, kecuali filament yang kasar ditarik dalam keadaan dingin. Jika akan
dibuat stafel, filamennya dibuat keriting kemudian dipotong-potong dengan panjang
tertentu.
2.1.2 Sifat-sifat serat poliester
Kekuatan serat poliester adalah 4,5-7,5 g/denier dan mulurnya 25%-7,5% dalam
keadaan basah dan kering sama bergantung pada jenisnya
b. Moisture Regain
Moisture Regain 0,4% dalam keadaan standar (270C dan RH 65%), sedangkan
dalam keadaan dengan RH 100% menjadi 0,6-0,8%
c. Elastisitas
Elastisitas serat poliester cukup baik sehingga kain poliester tahan kusut. Jika
benang poliester ditarik dan kemudian dilepaskan pemulihan yang terjadi dalam
satu menit adalah sebagai berikut:
d. Berat jenis
a. Poliester tahan terhadap asam lemah mendidih dan tahan asam kuat dingin, tahan
asam basa lemah tetapi kurang tahan basa kuat, tahan zat oksidasi, alkohol,
keton, sabun dan zat-zat pencucian kering. serat larut dalam metakrosol panas,
asam trifluoroasetat-orto-klorofenol.
2.1.2.3 Morfologi
Penampang melintang serat poliester berbentuk bulat dan di dalamnya terdapat bintik-
bintik, sedangkan penampang membujurnya berbentuk silinder dinding kulit yang
tebal. Gambar-2 berikut ini memperlihatkan penampang melintang dan membujur
serat poliester
Gambar-2 Morfologi Serat Poliester
Sifat-sifat serat kapas secara fisik yaitu warnanya agak krem, mulur serat kapas
antara 4 -13 % dan mouisture regainnya adalah 7 - 8,5 %. Sedangkan sifat kimianya serat
kapas akan terhidrolisa oleh asam kuat dan oksidator akan menurunkan kekuatan serat.
Alkali pekat akan menggelembungkan serat kapas.
Serat kapas mempunyai bentuk panampang melintang yang sangat bervariasi dari
elips sampai bulat dan dibagi menjadi empat bagian yaitu kutikula, dinding primer, dinding
sekunder dan lumen. Tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal. Bentuk pandangan
membujurnya adalah pipih seperti pita yang terpuntir.
Analisa serat kapas menunjukkan bahwa struktur kimia penyusun serat kapas
yang terbesar adalah selulosa sekitar 90 %, sedangkan sisanya berupa lemak, lilin,
minyak, asam-asam organik, mineral dan pigmen alam. Selulosa merupakan suatu rantai
polimer linier yang tersusun dari kondesat molekul-molekul glukosa (C6H10O5) yang
dihubungkan oleh jembatan oksigen pada posisi atom karbon nomor satu dan empat.
Struktur kimia selulosa dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
H OH CH2OH H OH CH2OH
OH O O OH
OH H H O H H
H H OH H H
H O OH H H O OH H
H O H H H
O
CH2OH H OH CH2OH H OH
n
Struktur Rantai Molekul Selulosa
Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil
pada atom karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada
posisi 2 dan 3 merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut
mempunyai tingkat kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil primer lebih reaktif
daripada gugus hidroksil sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang
sangat menentukan sifat kimia serat kapas, sehingga dalam penulisan mekanisme reaksi,
serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH.
Struktur selulosa merupakan rantai dari anhidro glukosa yang panjang dan
membentuk cincin yang dihubungkan oleh atom-atom oksigen. Pada ujung rantai yang
mengandung aldehida yang mempunyai gugus pereduksi, sedangkan pada rantai bagian
tengah mempunyai hidroksil. Bila rantai tersebut dipecah menjadi dua atau lebih dengan
suatu proses kimia maka ujung-ujung rantai akan terhapus membentuk gugusan aldehida
atau karboksilat.
kekurangan dari salah satu fungsi jenis serat dapat diimbangi dengan kebaikan serat yang
lain. Serat poliester mempunyai sifat-sifat baik yaitu kekuatan yang tinggi, ketahanan
gosokan, sifat-sifat cuci dan pakai, ketahanan kusut sedangkan salah satu kekurangan
serat tersebut yaitu mempunyai daya serap rendah. Sebaliknya serat kapas mempunyai
Sumber : Sunaryo, Proses pengerjaan kain campuran poliester kapas, ITT, Bandung,
1975, hal 9
B = cukup baik
C = kurang
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing serat tidak memiliki
sifat kesempurnaan suatu bahan tekstil, maka dengan pencampuran serat poliester dan
kapas ini diharapkan dapat memperbaiki kekurangan sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-
masing serat sehingga diperoleh hasil yang memuaskan.
2.4 Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik.
Kelarutannnya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi atau
partikel-partikel yang hanya melayang dalam air.
Zat warna dispersi berdasarkan struktur molekulnya dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu senyawa dari turunan azo, turunan dari senyawa antrakuinon dan turunan
dari senyawa difenilamin. Contoh struktur molekul zat warna dispersi turunan senyawa
azo, antrakuinon dan difenilanim dapat dilihat pada gambar berikut ini:
2. Golongan Antrakuinon
2.4.2 Sifat-sifat umum zat warna dispersi
Zat warna dispersi merupakan zat warna yang terdispersi dalam air dengan
bantuan zat pendispersi. Adapun sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah
sebagai berikut:
1. Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel 0,5-
2).
2. Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti –NH2, -NHR,
dan -OH. Gugus-gugus tersebut bersifat agak polar sehingga
menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
3. Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 80C.
4. Tidak mengalami perubahan kimia selama proses
Zat warna dispersi mengandung gugus aromatik dan alifatik yang berfungsi
mengikat gugus fungsional dan gugus pemberi hidrogen. Gugus fungsi –OH dan –NH2
berfungsi sebagai pengikat interaksi dwi kutub (gaya van der waals), pembentuk ikatan
hidrogen dari gugus amina zat warna dengan gugus karbonil C=O atau gugus asetil dari
serat.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan serat
poliester ada 2 macam yaitu:
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang mellibatkan ikatan hidrogen dengan atom
lain. Kebanyakan zat warna dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan serat
poliester karena zat warna dispersi dan serat poliester bersifat non polar. Hanya sebagian
zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat
warna dispersi yang mempunyai donor proton seperti -OH atau -NH2. Reaksi yang terjadi
antara zat warna dispersi dengan serat poliester adalah sebagai berikut :
4. Gugus reaktilf
Gugus reaktif adalah gugus yang dapat bereaksi dengan serat. Gugus ini sangat besar
pengaruhnya terjadap kereaktifan zat warna, karena mempunyai atom karbon bermuatan
positif yang mencari tempat negatif (elektrofilik), yang akan bereaksi dengan gugus fungsi
serat yang mempunyai sepasang elektron bebas (nukleofilik).
Gugus reaktif dapat berupa triazin, pirimidin, kinoaksalin, vinilsulfon, sulfoetilamida atau
akrilamida. Pada gugus reaktif terdapat gugus yang mudah terlepas (gugus lepas). Pada
zat warna reaktif, setelah melepaskan gugus lepasnya akan memiliki ion positif. Ion ini
dapat bereaksi secara adisi atau substitusi dengan gugus negatif yang memiliki elektron
bebas. Gugus lepas ini dapat berupa gugus flour, klor, brom, atau sulfat.
METODELOGI
Na2CO3 : 20 g/l
NaCl : 200 g/l
WPU : 75 %
BAB IV
PEMBAHASAN
Metode pertama dalam pencelupan ini adalah metode 2 Bath 2 Stage, dimana
pencelupan zat warna disperse dengan zat warna reaktif dipisah serta padding alkali
untuk fiksasi terpisah. Zat warna disperse dilakukan pada tahap awal dengan fiksasi cara
termosol pada suhu 200-2200C selama 2 menit kemudian dilakukan proses cuci reduksi
menggunakan reduktor dalam suasana alkali untuk menghilangkan sisa zat warna yang
tidak terfiksasi. Dilanjutkan dengan pencelupan zat warna reaktif yaitu dengan proses
padding larutan zat warna beserta zat pembantu kemudian drying dan skying untuk
mendinginkan kain. Selanjutnya padding alkali (Na2CO3) dalam suasana jenuh dengan
penambahan NaCl, padding alkali untuk pembentukan anion selulosa sehingga dapat
berikatan kovalen dengan zat warna reaktif. Semakin tinggi konsentrasi alkali maka
pembentukan anion selulosa semakin banyak dan reaksi semakin cepat. Berikut
konsentrasi alkali sesuai dengan ketuaan warna yang ingin diperoleh :
Proses fiksasi dapat dilakukan dengan cara curing, steaming atau batching. Pada
skema ini dilakukan dengan cara steaming agar menghindari degradasi zat warna apabia
dilakukan curing sehingga ketuaan warna menjadi menurun dan menghemat waktu
dibandingkan dengan proses batching. Metode ini dimaksudkan agar hidrolisis zat warna
reaktif menjadi terminimalisir sehingga menghasilkan hasil celup yang tua namun proses
celup membutuhkan waktu yang lama.
Metode kedua adalah one bath two stage dimana penambahan alkali pada
pencelupan zat warna reaktif disatukan dalam satu bak. Hal ini dilakukan agar waktu celup
menjadi lebih pendek, tetapi kemungkinan besar dapat terjadi hidrolisis zat warna. Oleh
karena itu, dibutuhkan zat warna reaktif yang tahan terhadap alkali yaitu jenis vinil sulfon.
Vinil sulfon memiliki kelebihan yaitu tahan terhadap alkali karena memiliki bentuk awal
sulfatoetilsulfon yang tidak memiliki kereaktifan dan reaksi fiksasi dan hidrolisis bersifat
reversible (bolak-balik). Namun hasil celupnya tidak tahan terhadap alkali terutama suhu
yang terlalu panas. Proses fiksasi dapat dilakukan dengan cara
Metode ketiga adalah one bath one stage dimana seluruh zat disatukan dalam
satu bak antara lain zat warna disperse, zat warna reaktif, alkali, dan zat pembantu.
Metode ini dimaksudkan untuk menghemat waktu namun hasil celup kurang baik. Dalam
metode ini, zat warna disperse harus menggunakan jenis antrakuinon serta zat warna
reaktif jenis vinil sulfon agar tahan terhadap alkali. Dengan metode ini, tidak dilakukan
cuci reduksi karena dapat merusak zat warna reaktif sehingga hasil celup memiliki
ketahanan luntur warna yang kurang baik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan