Anda di halaman 1dari 32

L1.

MM eritropoesis

Sel darah merah berfungsi untuk mengangkut hemoglobin dan mengangkut oksigen dari paru-
paru ke jaringan. Sel darah merah dibentuk melalui proses Eritropoesis.

Lo1.mekanisme

Secara keseluruhan pembentukan sel-sel darah ,dimulai dari sel muda di sumsum tulang menjadi
sel matang di dalam darah, digambarkan sebagai urutan yang kompleks,meliputi 3 proses:

1.proliferasi

2.diferensiasi

3.maturasi

Urutan maturasi eritrosit

A.perkembangan ukuran sel dan sitoplasma

Besar>keci,biru>merah/violet

B.perkembangan nucleus :

Besar>kecil>tidak ada

C.perkembangan struktur kromatin inti :

Sedikit menggumpal > padat >tidak ada

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini
kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk
selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni
eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan.
Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur ya itu
Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan
berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin.
Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang
dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
 Proeritroblast (rubriblast)

 Basofilik eritroblast (prorubriblast)

 Polikromatofilik eritroblast (rubrisit)

 Normoblast (ortokromatofilik)

 Retikulosit

 eritrosit

1. Rubriblast:

Selbesar( 15-30 μm)


Inti: besar, bulat, warnamerah, kromatinhalus
Nukleoli: 2-3 buah
Sitoplasma: birutua, sedikithalo di sekitarinti

2. Prorubrisit:

Lebih kecil dari rubriblast


Inti: bulat, kromatinmulaikasar
Nukleoli(-)
Sitoplasma: biru, lebihpucat

3. Rubrisit:

Lebih keci ldari prorubrisit


Inti: lebihkecildariprorubrisit, bulat, kromatinkasardanmenggumpal
Sitoplasma: pembentukanHb(+)
4. Metarubrisit:

Lebih kecil dari rubrisit


Inti: bulat, kecil, kromatinpadat, warnabirugelap
Sitoplasma: merahkebiruan

5. Eritrositpolikromatik:

Masih ada sisa-sisa kromatin inti


Sitoplasma warna violet / kemerahan/ sedikitbiru
Faseini disetarakan dengan retikulosit

6. Eritrosit:

Ukuran6-8 μm
Sitoplasma kemerahan
Bagian tengah pucat, krn btk bikonkaf
Bentuk bulat, tepi rata
LO2.faktor yang mempengaruhinya

Pembentukan eritrosit dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : vitamin B12, asam folat,

mineral besi (Fe), tembaga (Cu), cobalt (Co), protein, hormon eritropeitin dan kadar oksigen di

udara.

Pengaruh Vitamin B12 (Sianokobalamin) Dalam Pembentukan Eritrosit

Vitamin B12 merupakan bahan makanan yang diperlukan oleh seluruh sel tubuh dan pertumbuhan

sel jaringan pada umunya. Hal ini karena vitamin B12 berperan dalam sintesis DNA. Karena
jaringan yang menghasilkan eritrosit paling cepat pertumbuhan dan proliferasinya, kekurangan

vitamin B12 menghambat kecepatan pembentukan eritrosit.

Sel-sel eritroblastik sumsum tulang tidak dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga ukurannya

lebih besar dari yang bormal dan berkembang menjadi megaloblas yang selanjutnya menjadi

makrosit. Kemapuan makrosit hampir sama dengan eritrosit, tetapi sangat fragil, hidupnya sangat

singkat. Dapat dikatakan bahwa bila terjadi kekurangan vitamin B12 maka akan menyebabkan

terjadinya kegagalan dalam proses eritropoiesis.

Sebenarnya penyebab terbanyak dari kegagalan pematangan eritrosit bukanlah karena kekurangan

vitamin B12 pada makanan, tetapi oleh adanya kegagalan penyerapan vitamin B12 dalam saluran

pencernaan. Hal ini sering terjadi pada mereka yang menderita penyakit anemia pernisiosa, yang

penyebab pokoknya adalah atrofi mukosa lambung, sehingga getah lambung tidak dapat

disekresikan secara normal.

Dalam keadaan normal, sel-sel parietal lambung mensekresikan suatu glikoprotein yang disebut

faktor intrinsik. Faktor intrinsik akan berikatan dengan vitamin B12 yang ada dalam makanan,

sehingga vitamin B12 dapat diabsorpsi dalam usus. Faktor intrinsik sangat diperlukan, karena

dengan terikatnya vitamin B12 dengan faktor intrinsik maka vitamin B12 akan terlindungi dari

pencernaan oleh enzim-enzim saluran pencernaan. Faktor intrinsik ini akan berikatan dengan

reseptor khusus pada membran sel mukosa usus.

Pengaruh Hormon Eritropoeitin Dalam Pembentukan Eritrosit


Eritropoeitin merupakan faktor utama yang dapat merangsang pembentukan eritrosit.

Eritropoeitin adalah hormon yang merupakan glikoprotein (berat molekul kira-kira 40.000).

Eritropoeitin disebut juga erythropoeitik stimulatimg factor atau homopoeitin, yang terdapat

dalam darah sebagai respon terhadap hipoksia (jaringan kekurangan oksigen). Eritropoeitin

selanjutnya akan mempertinggi produksi eritrosit samapi keadaan hipoksia tertanggulangi.

Faktor-faktor yang menurunkan oksigenasi pada jaringan sehingga terjadi hipoksia antara lain :

volume darah rendah, anemia, hemoglobin rendah, aliran darah tidak baik, dan penyakit paru-

paru.

Eritropoeitin sebagian besar (90-95%) dibentuk didalam ginjal, namun belum diketahui dengan

pasti bagian ginjal yang membentuk eritropoeitin tersebut. Dari percobaan-percobaan diduga

bahwa eritropoeitin dibentuk oleh sel-sel juxtaglomerulus, yaitu sel-sel yang terletak didalam

dinding pembuluh-pembuluh arteriol dekat dengan glomerulus.

Pengaruh Kadar Oksigen Yang Rendah Di Udara Dalam Pembentukan Eritrosit

Pada tempat-tempat yang tinggi, kadar oksigen dalam udara berkurang. Untuk memenuhi

keperluan oksigen dalam jaringan, produksi eritrosit haris dipercepat. Tambahan eritrosit dalam

peredaran darah baru tampak pada hari ketiga dan kecepatan pembentukan eritrosit yang

maksimal dicapai setelah lima hari.

Pengaruh Mineral Besi (Fe), Tembaga (Cu) Dan kobalt (Co) Dalam Pembentukan Eritrosit

Zat besi diperlukan langsung untuk membentuk hemoglobin. Sedangkan tembaga dan kobalt

diperlukan sebagai katalisator dalam tahapan-tahapan pembentukan hemoglobin. Misalnya


manusia memerlukan 2 mg tembaga per hari dalam makanannya agar permbentukan hemoglobin

dapat berlangsunng secara lancer.

Pengaruh Asan Folat (Asam Pteroilglutamat) Dalam Pembentukan Eritrosit

Asam folat diperlukan dalam proses pembentukan DNA.

Pengaruh Asam Amino

Asam amino diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.

LO3.morfologi

Eritrosit normal berbentuk bulat atau agak oval dengan diameter 7 – 8 mikron (normosit). Dilihat
dari samping, eritrosit nampak seperti cakram atau bikonkaf dengan sentral akromia kira-kira
1/3 – ½ diameter sel.

Komponen eritrosit terdiri atas:

1.membran eritrosit

2.sistem enzim: yang terpenting ;dalam embden meyerhoff pasthway: pyruvate kinase,dalam
pentose pathway : enzim G6PD (glucose 6-phosphate dehydrogenese)

3.hemoglobin : fungsi sebagai pengakut oksigen.komponennya terdiri dari

-heme,yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi

-globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta

LO4.sifat,fungsi,dan jumlah normal

berfungsi sebagai alat transport utama yang membawa oksigen. Umur eritrosit normal rata-rata
110-120 hari.

Nilai normal eritrosit: Perempuan dewasa : 3.8-5.2 x 10^6/uL, laki-laki dewasa : 4.4-5.9 x
10^6/uL

LO5.kelainan morfologi dan jumlah

Variasi Kelainan Warna Eritrosit


Sebagai patokan untuk melihat warna erotrosit adalah sentral akromia. Eritrosit yang
mengambil warna normal disebut normokromia.
Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari normal sehingga sentral
akromia melebar (>1/2 sel). Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat tipis disebut
dengan eritrosit berbentuk cincin (anulosit). hipokromia sering menyertai krositosis.
Ditemukan pada:
- Anemia defesiensi fe
- Anemia sideroblasti
- Penyakit menahun(mis. Gagal gunjal kronik)
- Talasemia
- Hb-pati (C dan E)
Hiperkromik adalah eritrosit yang tampak lebih merah/gelap dari warna normal. Keadaan ini
kurang mempunyai arti penting karena dapat disebabkan oleh penebalan membrane sel dan
bukan karena naiknya Hb (oversaturation). Kejenuhan Hb yang berlebihan tidak dapat terjadi
pada eritrosit normal sehingga true hypercromia tidak dapat terbentuk.
Polikromasia adalah keadaan dimana terdapat bebrapa warna di dalam sebuah lapangan
sediaan apus. Misalnya ditemukan basofilik dan asidofilik dengan kwantum berbeda –beda
karena ada penambahan retikulosit dan defek maturasi eritrosit. Dapat ditemukan pada keadaan
eritropoesis yang aktif misalnya anemia pasca perdarahan dan anemia hemolitik. Juga dapat
ditemukan pada gangguan eritropoesis seperti mielosklerosis dan hemopoesis ekstrameduler.
Variasi Kelainan Bentuk Eritrosit
a. Poikilositosis
Disebut poikilositosis apabila pada suatu sediaan apus ditemukan bermacam-macam variasi
bentuk eritrosit. Ditemukan pada:
- Anemia yang berat disertai regenerasi aktif eritrosit atau hemopoesis ekstrameduler
- Eritropoesis abnormal (anemia megaloblastik, leukemia, mielosklerosis,dll)
- Dekstruksi eritrosit di dalam pembuluh darah (anemia hemolitik)
b. Sferosit
Eritrosit tidak berbentuk bikonkaf tetapi bentuknya sferik dengan tebal 3 mikron atau lebih.
Diameter biasanya kurang dari 6.5 mikron dan kelihatan l;ebih hiperkromik daqn tidak
mempunyai sentral akromia. Ditemukan pada:
- Sferositosis herediter
- Luka bakar
- Anemia hemolitik
c. Elliptosis (Ovalosit)
Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan konsentrasi Hb umumnya tidak
menunjukkan hipokromik. Hb berkumpil pada kedua kutub sel. Ditemukan pada:
- Elliptositosis herediter ( 90 – 95% eritrosit berbentuk ellips)
- Anemia megaloblastik dan anemia hipokromik (gambaran elliptosit tidak > 10 %)
- Elliptositosis dapat menyolok pada mielosklerosis
d. Sel Target (Mexican Het cell, bull’s eye cell)
Eritrosit berbentuk tipis atau ketebalan kurang dari normal dengan bentuk target di tengah
(target like appearance). Ratio permukaan/volume sel akan meningkat, ditemukan pada:
- Talasemia
- Penyakit hati kronik
- Hb-pati
- Pasca splenektomi
e. Stomatosit
Sentral akromia eritrosit tidak berbentuk lingkaran tetapi memanjang seperti celah bibir mulut.
Jumlahnya biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis. Ditemukan pada:
- Stomasitosis herediter
- Keracunan timah
- Alkoholisme akut
- Penyakit hati menahun
- Talasemia
- Anemia hemolitik
f. Sel Sabit (sickle cell; drepanocyte; cresent cell; menyscocyte)
Eritrosit berbentuk bulan sabit atau arit . Kadang-kadang bervariasi berupa lanset huruf “L”, “V”,
atau “S” dan kedua ujungnya lancip. Terjadi oleh karena gangguan oksigenasi sel. Ditemukan
pada penyakit-penyakit Hb-pati seperti Hb S dan lain-lain
g. Sistosit ( fragmented cell; keratocytes)
Merupakan suatu pecahan eritrosit dengan berbagai macam bentuk. Ukurannya lebih kecil dari
eritrosit normal. Bentuk fragmen dapat bermacam-macam seperti helmet cell, triangular cell,
dan sputnik cell. Ditemukan pada:
- Anemia hemolitik
- Purpura trombotik trombosistik
- Kelainan katup jantung
- Talasemia Major
- Penyakit keganasan
- Hipertensi maligna
- Uremia
h. Sel Spikel (sel bertaji)
Ada 2 jenis sel bertaji yaitu akantosit dan ekinosit
1. Akantosit (Spurr cell) adalah eritrosit yang pada dinding terdapat tonjolan–tonjolan
sitoplasma yang berbentuk duri (runcing), disebut tidak merata dengan jumlah 5 – 10 buah,
panjang dan besar tonjolan bervariasi, ditemukan pada:
- Abetalipoproteinemia herediter
- Pengaruh pengobatan heparin
- ‘Pyruvate kinase deficiency’
- Peny. Hati dengan anemia hemolitik
- Pasca splenektomi
2. Echynocyte (Burr cell, Crenated cell, sea-urchin cell) merupakan eritrosit dengan tonjolan
duri yang lebih banyak ( 10 – 30 buah), berukuran sama. Tersebar merata pada pada
permukaan sel. Ditemukan pada:
- Penyakit ginjal menahun (uremia)
- Karsinoma lambung
- Artefak waktu preparasi
- Hepatitis
- ‘Bleeding peptic ulcer’
- ‘Pyruvate kinase deficiency’
- Sirosis hepatic
- Anemia hemolitik
i. Tear Drop cell
Eritrosit memperlihatkan tonjolan plasma yang mirip ekor sehingga seperti tetes air mata atau
buah pir. Ditemukan pada:
- Anemia megaloblastik
- Myelofibrosis
- Hemopoesis ekstramedullar
- Kadang-kadang pada talasemia
j. Sel krenasi
Eritrosit memperlihatkan tonjolan-tonjolan tumpul di seluruh permukaan sel. Letaknya tidak
beraturan, ditemukan pada hemolisis intravaskuler.
k. Kristal Hemoglobin C
Bentuk kristal tetragonal. Ditemulan pada penderita hemoglobin C yang telah di Splenektomi
Kelainan Ukuran Eritrosit

a. Mikrosit
Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada pemeriksaan sel
darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada
- Anemia defesiensi besi
- Keracunan tembaga
- Anemia sideroblasik
- Hemosiderosis pulmoner idiopatik
- Anemia akibat penyakit kronik
b. Makrosit
Diameter rata-rata > 8 mikron. MCV lebih dari normal dan MCH biasanya tidak berubah.
Ditemukan pada:
- Anemia megaloblastik
- Anemia aplastik/hipoplastik
- Hipotiroidisme
- Malnutrisi
- Anemia pernisiosa
- Leukimia
- Kehamilan
Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang terdapat di dalam
suatu sediaan apus berbeda-beda (bervariasi).
LI.2 mm Hemoglobin

Kadar normal hemoglobin

Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya gram hemoglobin
dalam
100 mililiter darah.
Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasien :
1. Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
2. Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
3. Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
4. Anak anak : 11-13 gram/dl
5. Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
6. Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
7. Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
8. Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl

Nilai diatas dapat berbeda pada masing masing laboratorium namun tidak akan terlalu jauh dari
nilai diatas. Ada pula laboratorium yang tidak membedakan antara lelaki atau perempuan
dewasa dengan lelaki atau perempuan tua.

LI.1 mekanisme

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritoblas dan dilanjutkan sedikit dalam reetikulosit.
Hemoglobin terdiri dari suksinil koA yang berikatan dengan glisin untuk membentuk pirol.
Kemudian 4 pirol akan bergabung membentuk protoporfirin IX yang kemudian bergabung
dengan besi membentuk Heme. Setiap molekul Heme ini akan berikatan dengan rantai
polipeptida panjang yang disebut globin. Globin disintesis oleh ribosom. Sifat rantai hemoglobin
menentukan afinitas ikatan hemoglobin terhadap oksigen.
LI.2 fungsi

Fungsi hemoglobin mengankut oksigen.

Selain oksigen Hb juga dapat berikatan dengan :

1.Karbon dioksida.Hb membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan kembali keparu

2.bagian ion hydrogen asam(h+) dari asam karbonat terionisasi,yangdihasilakn di tingkat jaringan
dari CO2.Hb menyangga asam ini sehingga asam ini tidak banyak menyebabkan perubahan PH
darah

3.karbon monoksida(co).gas ini dalam keadaaan normal tidak terdapat di dalam darah, tetapi
jika terhirup maka gas ini cenderung menepati bagian Hb yang berikatan dengan oksigen
sehingga terjadi keracunan karbon monoksida

4.nitrat oksida(NO).

LI.3 faktor yang mempengaruhi pembentukan Hb

a. keasaman atau pH
Keasaman bertambah atau pH semakin turun dan kadar ion H+ meningkat akan melemahkan
ikatan antara oksigen dan hemoglobin sehingga kurva disosiasi oksigen-hemoglobin bergerak ke
kanan (Afinitas Hb terhadap O2 berkurang ) sehingga menyebabkan hemoglobin melepaskan
lebih banyak oksigen ke jaringan. Misal peningkatan asam laktat dan asam karbonat yang
dihasilkan oleh jaringan yang aktif secara metabolic. Keasaman turun atau PH naik afinitas Hb
terhadap O2 bertambah sehingga kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergerak ke kiri (afinitas
Hb tehadap O2 Bertambah) dan hemoglobin banyak mengikat O2. Hb bekerja sbg buffer utk ion
H+ .

b. PO2 atau tekanan parsial O2


Apabila PO2 darah meningkat , misalnya seperti di kapiler paru, Hb berikatan dg sejml besar O2
mendekati 100% jenuh, PO2 60-100 mmHg : Hb >/90% jenuh (afinitas Hb terhadap O2
bertambah) dan kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergerak ke kiri.
Dan apabila PO2 menurun, misal di kapiler sistemik PO2 antara 40 & 20 mmHg (75-35% jenuh) :
sejml besar O2 dilepas dr Hb setiap penurunan PO2 , afinitas Hb terhadap O2 berkurang dan
kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergeser ke kanan.

c. PCO2 atau tekanan parsial CO2


PCO2 darah meningkat di kapiler sistemik sehingga CO2 berdifusi dari sel ke darah mengikuti
penurunan gradiennya menyebabkan penurunan afinitas Hb terhadap O2 (Hb lebih banyak
membebaskan O2) kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergeser ke kanan.
PCO2 darah menurun di kapiler paru sehingga CO2 berdifusi dari darah ke alveoli menyebabkan
peningkatan afinitas Hb terhadap O2 ( Hb lebih banyak mengikat O2) kurva disosiasi oksigen
hemoglobin bergeser ke kiri.

d. Temperatur atau suhu


Panas yang dihasil reaksi metabolism dari kontraksi otot melepaskan banyak asam & panas
menyebabkan temperatur tubuh naik dan sel aktiv perlu banyak O2 memacu pelepasan O2 dr
oksiHb (afinitas Hb tehadap O2 berkurang) kurva bergeser ke kanan.
Hipotermia menyebabkan metabolisme sel lambat sehingga O2 yang dibutuhkan jaringan sedikit
pelepasan O2 dari Hb juga lambat (afinitas Hb terhadap O2 berkurang) dan kurva disosiasi
oksigen hemoglobin bergeser ke kiri.

e. BPG
Peningkatan BPG yang dihasikan dari suatu metabolit glikolisis dan terdapat dalam darah
sehingga Hb berikatan dg BPG dapat mengurangi afinitas Hb thd O2 dan kurva bergeser ke
kanan. Hormon tiroksin, GH, epinefrin, norepi & testosteron dapat meningkatkan pembentukan
BPG dan kadar BPG meningkat pada orang yg tinggal di dataran tinggi.
Penurunan BPG di darah menyebabkan ikatan Hb terhadap O2 semakin kuat karena Hb tidak
diikat oleh BPG afinitas Hb terhadap O2 bertambah, kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergeser
ke kiri.
Sumber : Biokimia Herper 2009

LI.4 peranan zat besi dalam sintesis Hb

LI.5 metabolisme zat besi

METABOLISME BESI

Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Dalam berbagai jaringan dalam tubuh, besi dapat
berupa: senyawa besi fungsional, besi cadangan, dan besi transport. Besi dalam tubuh tidak
pernah terdapat dalam bentuk logam bebas, tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu.
Dalam keadaan normal, seorang laki-laki dewasa mempunyai kandungan besi 50 mg/kgBB,
sedangkan perempuan dewasa adalah 35 mg/kgBB.
Besi dapat berfungsi sebagai donor elektron maupun akseptor. Jika besi terdapat di dalam sel,
maka dapat mengkatalisis reaksi H2O2 menjadi radikal bebas.
Distribusi besi dalam Lokasi Kandungan besi (mg)
Tubuh pada laki-laki
dengan berat 70 kg
Protein
Hemoglobin Sel darah merah 3000
Mioglobin Otot 400
Sitokrom dan protein Seluruh jaringan 50
Fe-S
Transferin Plasma dan cairan 5
ekstravaskular
Ferritin dan Hati, limpa, sumsum 100-1000
hemosiderin tulang

Siklus Besi
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang
diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologis bersifat tetap. Besi yang diserap usus setiap
hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui deskuamasi sel
epitel usus. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang
dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi
kebutuhan eritropoiesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang beredar secara efektif di sirkulasi
membutuhkan 17 mg besi, sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan di makrofag karena
terjadinya eritropoiesis non efektif (hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit
yang beredar juga akan dikembalikan ke makrofag setelah mengalami proses penuaan, yaitu
sebesar 17 mg.

Absorpsi Besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk memasukkan besi dari
usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada bagian
proksimal duodenum. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase :
- Fase luminal besi pada makanan diolah di lambung lalu siap diserap di duodenum.
- Fase mukosal proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan proses aktif.
- Fase korporeal meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang
memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.

Pengaturannya sebagai berikut:


Protein DMT-1 (divalent metal transporter) mengangkut besi melalui tepi brush border
mikrovilus duodenum di apeks vilus. Keluarnya besi dari sel diatur oleh ferroportin. Protein
hemokromatosis HFE diekspresikan pada permukaan basolateral sel kriptus dan berikatan
dengan reseptor transferin yang merupakan tempat untuk mengatur uptake besi ke dalam sel
dari darah porta. Pada keadaan normal besi dimasukkan ke dalam enterosit kriptus dari
transferin, dan pasokan besi yang cukup menghasilkan ekspresi DMT-1 dan ferroportin yang
fisiologis. Pada defisiensi besi, terjadi penurunan pengangkutan besi ke enterosit yang
menyebabkan peningkatan ekspresi DMT-1 dan mungkin juga ferroportin. Akibatnya, absorpsi
dan transfer besi ke plasma portal meningkat.
Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk, yaitu:
Besi heme: terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorpsi tinggi, bioavailabilitas tinggi
Besi bon-heme: berasal dari tumbuh-tumbuhan, tingkat absorpsinya rendah, bioavailabilitasnya
rendah.
Yang menjadi bahan pemicu absorpsi besi adalah meat factors dan vitamin C, sedangkan yang
ternasuk bahan penghambat adalah tanah dan serat. Dalam lambung karena pengaruh asam
lambung, maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi
dari besi bentuk feri yang siap diserap. Dengan demikian HCl lambung meningkatkan
penyerapan besi.
Cadangan besi ada dalam 2 bentuk, yaitu ferritin yang ada di seluruh jaringan, serta hemosiderin
yang hanya ada di sumsum tulang.

LI.3 mm anemia

LI.1 definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer

LI.2 etiologi

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara
signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner
dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :
a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang
berlebihan.
c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit kronis
dan kekurangan zat besi

LI.3 klasifikasi

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu


A. Gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi)
B. Gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan
C. Penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis
1. Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat
disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif
(contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi(misalnya: interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun
dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi
ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui
pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.

2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”, gangguan
morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan
pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari
Gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan
yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan
myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini
lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik.
Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan
sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia
sideroblastik)

3. Penurunan waktu hidup sel darah merah


Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua keadan ini
akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara akut
maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna karena
diperlukan
waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang.
Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan Menyerupai anemia defisiensi besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis. Pada
anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena
keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel
darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu.
Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self
limiting).

LI.4patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik)
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh
dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan
ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

LI.5patogenesis

Berdasarkan patogenesisnya, anemia digolongkan dalam 3 kelompok


(Wintrobe at all, 1999) yaitu:

1. Anemia karena kehilangan darah


Anemia karena kehilangan darah akibat perdarahan yaitu terlalu
banyaknya sesl-sel darah merah yang hilang dari tubuh seseorang, akibat
dari kecelakaan dimana perdarahan mendadak dan banyak jumlahnya,
yang disebut perdarahan ekternal. Perdarahan dapat pula disebabkan
karena racun, obat-obatan atau racun binatang yang menyebabkan
penekanan terhadap pembuatan sel-sel darah merah. Selain itu ada pula
perdarahan kronis yang terjadi sedikit demi sedikit tetapi terus menerus.
Perdarahan ini disebabkan oleh kanker pada saluran pencernaan, peptic
ulser, wasir yang dapat menyebabkan anemia

2. Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah


Anemei karena pengrusakan sel-sel darah merah dapat terjadi
karena bibit penyakit atau parasit yang masuk kedalam tubuh, seperti
malaria atau cacing tambang, hal ini dapat menyebabkan anemia
hemolitik. Bila sel-sel darah merah rusak dalam tubuh, zat besi yang ada di
dalam tidak hilang tetapi dapat digunakan kembali untuk membentuk sel-
sel darah merah yang baru dan pemberian zat besi pada anemia jenis ini
kurang bermaanfaat. Sedangkan asam folat dirusak dan tidak dapat
digunakan lagi oleh karena itu pemberian asam folat sangat diperlukan
untuk pengobatan anemia hemolitik ini.

3. Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah


Sum-sum tulang mengganti sel darah yang tua dengan sel darah
merah yang baru sama cepatnya dengan banyaknya sel darah merah yang
hilang, sehingga jumlah sel darah merah yang dipertahankan selalu cukup
banyak di dalam darah, dan untuk mempertahakannya diperlukan cukup
banyak zat gizi. Apabila tidak tersedia zar gizi dalam jumlah yang cukup
akan terjadi gangguan pembentukan sel darah merah baru.
Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah, dapat
timbul karena, kurangnya zat gizi penting seperti zat besi, asam folat, asam
pantotenat, vitamin B12, protein kobalt, dan tiamin, yang kekurangannya
biasa disebut “anemia gizi.” Selain itu juga kekurangan eritrosit, infiltrasi
sum-sum tulang, kelainan endokrin dan penyakit ginjal kronis dan sirosis hati. Menurut Husaini
(1998) anemia gizi yang disebabkan kekurangan

zat besi sangat umum dijumpai di Indonesia.

LI.6menifestasi klinis

1. Pusing
2. Mudah berkunang-kunang
3. Lesu
4. Aktivitas kurang
5. Rasa mengantuk
6. Susah konsentrasi
7. Cepat lelah
8. prestasi kerja fisik/pikiran menurun
9. Konjungtiva pucat
10. Telapak tangan pucat
11. Iritabilitas dan Anoreksia
12. Takikardia , murmur sistolik
13. Letargi, kebutuhan tidur meningkat
14. Purpura
15. Perdarahan
Gejala khas masing-masing anemia:
1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisioensi besi
2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik
3. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan

LI.7 pemeriksaan fisik dan penunjang

PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG


a. Kadar porfirin eritrosit bebas ---- meningkat
b. Konsentrasi besi serum ------- menurun
c. Saturasi transferin ------ menurun
d. Konsentrasi feritin serum ---- menurun
e. Hemoglobin menurun
f. Rasio hemoglobin porfirin eritrosit ---- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk defisiensi
besi
g. Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin concentration ( MCHC ) ----
menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil
dan pucat.
h. Selama pengobatan jumlah retikulosit ---- meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh
dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif.
i. Dengan pengobatan, hemoglobin------- kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu
mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.

LI.8 diangnosis dan diagnosis banding

Anemia hemolitik
kelainan-kelainan yang sering dikelirukan dengan anemia hemolitik adalah:

1.Anemia pasca perdarahanakut dan fase pemulihan anemia defisiensi yang sedang
mendapatterapi .disini dapat dibedakan Karena tidak adanya ikterus dan kadar hemoglobin
meningkatpada pemeriksaan beri kitnya.

2.Anemia karena eritripoesis inefektif sering disertai ikterus akholurik dan


hyperplasianormoblastik sumsum tulang ,tetapi retikulosit tidak meningkat .pada kasus yang
meragukandilakukan pemeriksaan survival eritrosit.

3.Anemia yang disertai perdarahan ke rongga retropenial atau kejaringan lainsering kali
sulitdibedakan dengan anemia hemolitik. Hemoglobin mengalami penurunan dengan cepat
disertairetikulositosis dan ikterus okholurik.

4.Kasus dengan ikterus tanpa anemia seperti pada sindrom Gilbert atau kelainan katabolisme
yangperlu dibedakandengan keadaan hemoltik terkompensasi.

5.Adanya mioglobiuria,seperti pada kerusakan otot yang luas atau crush syndrome perlu
dibedakandengan hemoglobinuria

LI.9 penatalaksanaan

LI.10 komplikasi

LI.11 prognosis
LI.4 mm anemia def besi

LI.definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya persediaan besi untk
eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) sehngga pembentukan hemoglobin
berkurang

LI.2 etiologi
Keseimbangan besi negatif
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker
kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Saluran kemih: hematuria
Saluran napas: hemoptoe
Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
 Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak baik
(makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)

Peningkatan kebutuhan
 Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, masa
menyusui, dan kehamilan

 Besi yang dibutuhkan laki-laki dewasa sekitar 5-10 mg/hari, sedangkan pada wanita mencapai
7-20 mg/hari. Pada wanita hamil, kebutuhan dapat meningkat hingga 30 mg/hari.

LI.3 klasifikasi


Deplesi besi : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu.
 Eritropoiesis defisiensi besi: cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritopoiesis terganggu,
tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
 Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi

LI.4 patofisiologi

LI.5 patogenesis
Anemia defisiensi besi melalui beberapa fase patologis yaitu:

Deplesi besi

Deplesi besi merupakan tahapan awal dari ADB. Berbagai proses patologis yang menyebabkan
kurangnya besi memacu tubuh untuk menyesuaikan diri yaitu dengan meningkatkan absorbsi besi dari
usus. Pada tahapan ini tanda yang ditemui adalah penurunan ferritin serum dan besi dalam sumsum
tulang berkurang.
Eritropoesis defisiensi besi

Kekurangan besi yang terus berlangsung menyebabkan besi untuk eritropoiesis berkurang namun
namun secara klinis anemia belum terjadi, kondisi ini dinamakan eritropoiesis defisiensi besi. Tanda-
tanda yang ditemui pada fase ini adalah peningkatan kadar protoporhyrin dalam eritrosit, penurununan
saturasi transferin, dan peningkatan Total iron binding capacity (TIBC).

Anemia defisiensi besi

Jika jumlah besi terus menurun maka eritropoiesis akan terus terganggu dan kadar hemoglobin mulai
menurun sehingga terjadi anemia hipokromik mikrositik. Kondisi ini sudah bisa dikategorikan sebagai
anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi memberikan dampak kesehatan yang cukup banyak kepada seseorang
misalnya gangguan sistem neuromuscular, gangguan kognitif, gangguan imunitas, dan gangguan
terhadap janin.
Pengaruh Defisiensi Besi Selain Anemia
Sistem nuromuskular yang menimbulkan gangguan kapasitas kerja: defisiensi besi menimbulkan
penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan
glikolisisasam laktat menumpukkelelahan otot
Gangguan terhadap fungsi mental dan kecerdasan: gangguan pada enzim aldehid
oksidaseserotonin menumpuk, enzim monoaminooksidase penumpukan katekolamin dalam
otak.
Gangguan imunitas dan ketahanan infeksi

Gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya

LI.6manifestasi klinis
Manifestasi klinis anemia defisiensi besi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu
gejala langsung anemia (anemic syndrome) dan gejala khas defisiensi besi. Gejala yang termasuk
dalam anemic syndrome terjadi ketika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 mg/dL berupa lemah,
cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga berdenging. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
konjungtiva pasien pucat. Gejala khas yang muncul akibat defisiensi besi antara lain koilonychia
(kuku sendok), atrofi papil lidah, cheilosis (Stomatitis angularis), disfagia, atrofi mukosa gaster, dan
Pica (Keinginan untuk memakan tanah).

Selain gejala-gejala tersebut jika anemia disebabkan oleh penyakit tertentu maka gejala penyakit yang
mendasarinya juga akan muncul misalnya infeksi cacing tambang menyebabkan gejala dyspepsia atau
kanker kolon menyebabkan hematoskezia.

Gejala Umum

Gejala berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
anemia ini, penurunan kadar Hb terjadi secara perlahan-lahan. Anemia bersifat simtomatik jika kadar
Hb turun di bawah 7 g/dL. Pada pemeriksaan fisik, pasien dijumpai pucat, terutama pada konjungtiva
dan daerah bawah kuku.
Gejala Khas

Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi
cekung sehingga mirip sendok
Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
Stomatitis angularis: radang pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica: keinginan memakan makanan yang tidak lazim, ex: tanah liat, es, lem, dll.

Gejala Penyakit Dasar


Pada anemia penyakit cacing tambang, dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak
tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan
kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain
tergantung lokasi kanker tersebut.

LI.7 pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai adalah:
1.Kadar hemoglobin dan indek eritrosit:
• Anemia hipokrom mikrositer (penurunan MCV dan MCH)
• MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan berlangsunglama
• Bila pada SADT terdapat anisositosis, merupakan tanda awal terjadinyadefisiensi besi
Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat poikilositosis (selcincin, sel pensil, sel target)
2.Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin
dihitung dari:
Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar puncak pada pukul 8-10 pagi.
3.Penurunan kadar feritin serum

Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemiadefisiensi besi yang paling
kuat, cukup reliabel dan praktis. Angka serumferitin yang normal belum dapat menyingkirkan
diagnosa defisiensi besi,namun feritin serum >100 mg/dl sudah dapat memastikan tidak ada defisiensi.
4.Peningkatan protoporfirin eritrosit

Angka normalnya <30 mg/dl. Peningkatan protoporfirin bebas >100 mg/dlmenunjukkan adanya
defisiensi besi.
5.Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 μg/dl), dipakai untuk membedakan
anemia defisiensi besi dengan anemia pada penyakit kronis.
6.Gambaran apus sumsum tulang menunjukkan jumlah normoblas basofil yangmeningkat, disertai
penurunan stadium berikutnya. Terdapat pulamikronormoblas (sitoplasma sedikit dan bentuk tidak
teratur. Pengecatansumsum tulang dengan Prussian blue merupakan gold standar diagnosisdefisiensi
besi yang akan memberikan hasil sideroblas negatif (normoblas yangmengandung granula feritin pada
sitoplasmanya, normal 40-60%).
7.Pemeriksaan mencari penyebab defisiensi
misalnya pemeriksaan feses, bariumenema, colon in loop, dll.
RINGKASNYA :
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: MCV dan MCHC menurun, jika MCV < 70 fl,
anisositosis (tanda awal defisiensi besi)peningkatannya ditandai oleh peningkatan RDW (red cell
distribution width). Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisosotosis, dan
poikilositosis. Jika terjadi hipokrom dan mikrositik ekstrim, sel tampak seperti cincin (ring cell), atau
memanjang seprti elips yang disebut sel pensil, dan kadang dijumpai sel target.
Leukosit dan trombosit normal. Trombosit dapat meningkat jika terjadi kehilangan darah yang
kontinyu
Eosinofilia pada infeksi cacing tambang
Retikulosit normal atau sedikit meningkat
Kadar besi serum menurun < 50 μg/dl, TIBC meningkat > 350μg/dl, dan saturasi transferin <
15%.
Angka feritin serum < 20 mg/l
Protoforfirin bebas >100 mg/dl
Rasio reseptor transferin dengan log ferritin serum > 1,5
Pengecatan besi sumsum tulang negatif
Pemeriksaan lain untuk mengetahui penyebab anemia defisiensi besipemeriksaan feses untuk
cacing tambang, pemeriksaan darah samar, endoskopi,dan pemeriksaan lainnya.

LI.8 diagnosis dan diagnosis banding


Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang mungkin
menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia terhadap kondisi
umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi
kekurangan besi dan sindroma anemic.

Pemeriksaan laboratorium Jenis Nilai


Pemeriksaan
Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding
nilai normal berdasarkan jenis kelamin
pasien
MCV Menurun (anemia mikrositik)
MCH Menurun (anemia hipokrom)
Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau
pencil cell
Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan
berkamulasi dalam sistem RE sehingga
kadar Ferritin secara tidak langsung
menggambarkan konsentrasi kadar Fe.
Standar kadar normal ferritin pada tiap
center kesehatan berbeda-beda. Kadar
ferritin serum normal tidak
menyingkirkan kemungkinan defisiensi
besi namun kadar ferritin >100 mg/L
memastikan tidak adanya anemia
defisiensi besi
TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya
akan meningkat >350 mg/L (normal:
300-360 mg/L )
Saturasi transferin Saturasi transferin bisanya menurun
<18% (normal: 25-50%)
Pulasan sel sumsum tulang Dapat ditemukan hyperplasia
normoblastik ringan sampai sedang
dengan normoblas kecil. Pulasan besi
dapat menunjukkan butir hemosiderin
(cadangan besi) negatif. Sel-sel
sideroblas yang merupakan sel blas
dengan granula ferritin biasanya negatif.
Kadar sideroblas ini adalah Gold standar
untuk menentukan anemia defisiensi besi,
namun pemeriksaan kadar ferritin lebih
Pemeriksaan penyait dasar sering digunakan.
Berbagai kondisi yang mungkin
menyebabkan anemia juga diperiksa,
misalnya pemeriksaan feces untuk
menemukan telur cacing tambang,
pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan
lainnya.
Berbagai kondisi yang mu
menyebabkan anemia juga
misalnya pemeriksaan fece
menemukan telur cacing ta
pemeriksaan darah samar,
lainnya.

Berbagai kondisi yang mu


menyebabkan anemia juga
misalnya pemeriksaan fece
menemukan telur cacing ta
pemeriksaan darah samar,
lainnya.
Kriteria diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi besi meliputi bukti-bukti anemia, bukti defisiensi besi, dan menentukan
penyebabnya. Menentukan adanya anemia dapat dilakukan secara sederhana dengan pemeriksaan
hemoglobin. Untuk pemeriksaan yang lebih seksama bukti anemia dan bukti defisiensi besi dapat
dilakukan kriteria modifikasi Kerlin yaitu:

Kriteria
Utama
anemia mikrositik hipokromik pada hapusan darah tepi
MCV <80 fL dan MCHC <31%
Kriteria Tambahan
Parameter laboratorium khusus: Kadar Fe serum <50 mg/L, TIBC >350 mg/L,
saturasi transferin <15%*
Ferritin serum <20 mg/L
Pulasan sumsum tulang menunjukkan butir hemosiderin negatif
Dengan pemerian sulfas ferrosus 3 x 200 mg/hari atau preparat besi lain yang setara
selama 4 minggu tidak disertai dengan kenaikan kadar hemoglobin >2g/dL

*Dihitung 1 poin jika 2 dari 3 paramater lab tersebut positif


Anemia defisieni besi dapat ditegakkan dengan 1 kriteria utama ditambah 1 kriteria tambahan
tersebut.
Setelah diagnosis anemia defisiensi besi terpenuhi langkah berikutnya adalah menentukan penyebab
spesifiknya.

Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial utama dari anemia defisiensi besi yang mikrostik hipokromik adalah
thallasaemia, penyakit inflamasi kronik, dan sindroma mielodisplastik. Perbedaan dari kondisi-kondisi
tersebut antara lain:

Parameter Anemia Thallasaemia Inflamasi kronik Sindroma


defisiensi besi mielodisplastik
Klinis Sindroma Sindroma Sindroma Sindroma
anemia, tanda- anemia, anemia anemia
tanda defisiensi hepatomegali, jelas/tidak,
besi overload besi gejala sistemik
lain
Blood smear Micro/hypo Normal, Micro/hypo, Micro/hypo
micro/hypo target cell
TIBC Meningkat Menurun Normal -
Ferritin Menurun Normal Normal Normal/meningk
at
Transferin Menurun Normal Normal/Mening -
kat
Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi Anemia akibat penyakit
kronik Anemia Sideroblastik
Derajat anemia Ringan-Berat Ringan Ringan-berat
MCV menurun Menurun/N Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun/N
Besi serum Menurun<30 Menurun < 50 Normal/naik
TIBC Meningkat > 360 Menurun< 300 Normal/ menurun
Saturasi transferin Menurun < 15% Menurun/N 10-20% Meningkat > 20%
Besi sumsum tulang Negatif posotif Positif dengan ring
sideroblast
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal
eritrosit
Feritin serum Menurun < 20μg/l Normal 20-200μg/l Meningkat >50μg/l
Elektroforesis Hb N N N

LI.9 penatalaksanaan
Terapi
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh

Terapi Besi Oral


Preparat yang tersedia ferrous sulfat dengan dosis 3 x 200mg. Preparat lain yaitu: ferrous gluconate,
ferrous fumarat, ferrous lactate,dan ferrous succinate. Preparat oral diberikan pada saat lambung
kosong tetapi pada intoleransi dapat diberikan pada saat makan atau setelah makan. Efek samping
yang timbul yaitu gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan
dilakukan 3-6 bulan, bahkan bisa sampai 12 bulan hingga kadar Hb normal untuk mengisi cadangan
besi tubuh. Dosis pemeliharaan 100-200 mg.

Terapi Besi Parenteral


Terapi parenteral dilakukan jika: terjadi intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap
obat yang rendah, gangguan pencernaan yang kambuh apabila diberikan besi, penyerapan besi
terganggu, terjadi kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, dan
defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoietin pada anemia gagal ginjal kronik atau
anemia penyakit infeksi kronik.
Preparat yang tersedia yaitu iron dextran complex yang mengandung 50 mg besi/ml, iron sorbitol
citric acid, atau iron ferric gluconate dan iron sucrose. Besi parenteral diberikan secara
intramuskular atau intravena. Efek samping yang dapat timbul yaitu reaksi anafilaksis (jarang),
flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut,dan sinkop.
Dosis yang diberikan yaitu (dalam mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 +500 atau 100 mg
Pengobatan lainMakanan tinggi protein terutama dari hewan, vitamin C: 3 x 100 mg/hari, dan
transfusi darah.

Respons terhadap terapiSeorang pasien memberikan respons baik jika retikulosit naik pada
minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke 14, diikuti
kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hb menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Lidah kembali normal dalam 3 bulan. Koilonychia hilang dalam 3-6 bulan.

LI.10 komplikasi
Komplikasi seperti pada anemia yang lain apabila anemianya berat maka akan timbul komplikasipada
sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis. Komplikasi lain yang mungkin terjadiadalah
komplikasi dari traktus gastrointestinal berupa keluhan epigastric distress atau stomatis

LI.11 pencegahan


- Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada
awalkehidupan adalah sebagai berikut :

Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.

Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam
askorbat(jus buah).

Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.

Pemakaian PASI yang mengandung besi.

- Diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil, wanita
menyusui,wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.

Diet :
Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 – 10 mg Fe perhari dan hanya sebesar 5 –10% yang
diabsrobsi.

Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien daripada Fe yang berasal
darisusu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun dikarenakan perdarahan saluran cerna
yangtersamarkan)

Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan padat mulai pada usia 4-
6bulan

Pemberiam suplemen Fe pada bayi premature


Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)
- Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu :

Meningkatkan penyerapan
Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl

Menurunkan penyerapan
Asam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol, oksalat, dan obat-
obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)

- Penyuluhan kesehatan

Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki)

Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi)

Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan dengan kadar besi
cukupsejak bayi sampai remaja

Pemberantasan infeksi cacing tambang

Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita)

Fortifikasi bahan makanan dengan besi

Skirining anemia

pemeriaksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan ( prematur )

Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan
penilaianrisiko defisiensi besi atau anemia defisiensi besi.
LI.12 pronosis
Ketika penyebab merupakan sesuatu yang tidak berat, maka prognosisnya baik, dapat dilakukan
terapi pemberian besi secara berkelanjutan. Jika terapi dihentikan setelah anemia membaik tetapi
cadangan besi belum kembali maka dapat terjadi rekurensi anemia. Untuk itulah, terapi harus
dilakukan paling tidak 12 bulan agar tidak hanya kebutuhan zat besi yang tercukupi, tetapi juga
cadangan besinya terisi.

Anda mungkin juga menyukai