Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa di Indonesia telah lama terabaikan. Pengaruh lingkungan

(sosial, politik, iklim, ekologi, ekonomi dan lainnya) terhadap kesejahteraan

psikososial dari suatu populasi sangatlah kompleks dan beragam. Di hampir

seluruh bagian dari wilayah Indonesia dan selama beberapa dekade, populasi telah

mengalami masa sulit, apakah karena konflik, kemiskinan ataupun bencana alam.

Sejumlah besar masyarakat Indonesia mengalami penderitaan jiwa yang bervariasi

mulai dari tekanan psikologis ringan hingga gangguan jiwa akut (Messenger,

2008).

Gangguan jiwa terdiri dari berbagai masalah dengan gejala yang berbeda.

Namun, mereka umumnya dicirikan oleh beberapa kombinasi pikiran abnormal,

emosi, perilaku dan hubungan dengan orang lain. Salah satu contohnya adalah

skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit mental kronik yang mempengaruhi

sekitar 7 per seribu dari populasi orang dewasa, terutama pada kelompok usia 15-

35 tahun. Lebih dari 50% orang dengan skizofrenia yang tidak menerima

perawatan yang tepat. 90% dari orang dengan skizofrenia tidak diobati di negara

berkembang. (WHO, 2013).

Orang dengan gangguan tersebut dapat mendengar suara-suara orang lain

dimana orang normal tidak mendengar. Mereka mungkin percaya orang lain

membaca pikiran mereka, mengontrol pikiran mereka, atau merencanakan untuk

1
menyakiti mereka. Kadang-kadang orang dengan skizofrenia tampak baik-baik

saja sampai mereka berbicara tentang apa yang mereka pikir (Nimh, 2009).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Depkes RI (2007), angka

gangguan jiwa terbanyak di Indonesia itu adalah DKI Jakarta (3,01%) kemudian

Aceh (2,05%) dan Sumatera Barat (1,06%). Salah satu gangguan jiwa yang paling

sering terjadi adalah skizofrenia (Riskesdas, 2007).

2
BAB 2
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 40 tahun

Alamat : Desa Teungoh

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : IRT

Pendidikan Terakhir : SMA

Agama : Islam

Suku : Aceh

Tanggal Pemeriksaan : 28 Juli 2015

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Data diperoleh dari:

 Autoanamnesis : 28 Juli 2015

 Alloanamnesis : 29 Juli 2015 (abang pasien)

A. Keluhan Utama:

Mendengar suara bisikan

B. Keluhan Tambahan

Mudah sedih, mudah lupa

3
C. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh sering mendengar suara bisikan sejak 3 bulan yang lalu

yang menyuruhnya untuk bersalawat. Pasien tidak dapat melihat dan mengetahui

darimana asal suara bisikan tersebut. Pasien merasa tidak nyaman dengan suara

bisikan itu. Terkadang pasien mencium aroma wewangian saat sedang shalat.

Selain itu pasien saat ini merasa mudah sedih semenjak ditinggal pergi oleh suami

dan anak anaknya. Pasien merasa dikucilkan oleh orang lain karena gangguan

yang dideritanya saat ini. Pasien juga menyadari bahwa pasien saat ini mudah lupa

dalam mengingat beberapa hal seperti lupa meletakkan benda yang dipakai

sebelumnya, lupa melakukan sesuatu yang sebenarnya harus dikerjakan olehnya.

Pasien mengaku mengalami perubahan perilaku seperti ini sejak tahun

2006 dan pernah mendapat perawatan di RSJ Banda Aceh tahun 2008 selama 1

minggu. Awalnya perubahan perilaku muncul saat pasien sedang mencuci

pakaian, tiba tiba pasien melihat seorang wanita yang mencelupkan tangannya ke

dalam bak yang berisi air miliknya kemudian ia merasa dirinya mengalami

perubahan. Pasien mulai lesu, tidak bergairah dalam mengerjakan sesuatu,

menyendiri dan sering melamun. Pasien menganggap bahwa hal inilah menjadi

penyebab atas perubahan perilaku yang ia alami sekarang.

Menurut pengakuan abang kandungnya, pasien adalah sosok yang ceria,

pintar, namun ambisius dalam mengerjakan sesuatu. Pasien dulunya selalu ingin

menjadi juara kelas dengan segala upaya yang ia lakukan. Saat ini sikapnya

berubah, ia mulai pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktu dirumah

dengan mengadakan pengajian anak-anak dirumahnya. Namun, dalam beberapa

4
bulan terakhir ini, sikap ia sudah mulai membaik, mulai berkomunikasi dengan

tetangga sekitar rumah.

Pasien menyangkal melihat sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang lain,

merasa dibicarakan, dicurigai, dan disiksa oleh orang lain.

D. Riwayat Penyakit Sebelumnya

1. Riwayat Gangguan Psikiatrik

Pasien pernah dirawat di RSJ B. Aceh pada tahun 2008 selama 1 minggu.

Dan sekarang pasien rutin melanjutkan pengobatan di poli jiwa RSU Cut Meutia

2. Riwayat Penyakit Medis Umum

Pasien tidak mempunyai keluhan medis/ penyakit apapun pada saat ini.

3. Riwayat Penggunaan Zat

Pasien tidak pernah menggunakan zat apapun.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

F. Riwayat Pengobatan

Pasien mendapatkan obat psikotik dari Poli jiwa RSU Cut Meutia.

G. Riwayat Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien adalah SMA.

H. Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien tinggal bersama abang kandungnya dan saat ini pasien mengadakan

pengajian untuk anak – anak di rumahnya.

5
I. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat prenatal

Normal

2. Riwayat masa bayi

Normal

3. Riwayat masa kanak-kanak

Periang, banyak teman, mudah bergaul.

4. Masa Remaja

Pasien sosok yang pintar dan ambisius dalam hal belajar

J. Riwayat Keluarga

Keterangan gambar:

: Perempuan : Pasien

: Laki-laki : Meninggal

. Pasien saat ini tinggal serumah dengan abang kandung, kakak ipar

beserta anak anaknya. Ibu pasien mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

6
III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Internus

a. Status Present

 Penampakan umum : Pasien terlihat rapi dan tidak tampak sakit

 Kesadaran : Compos mentis

 Tekanan Darah : 100/70 mmHg

 Frekuensi Nafas : 20 x/i

 Frekuensi Nadi : 75x/i

 Temperatur : Afebris

b. Kepala : Dalam batas normal

c. Leher : Dalam batas normal

d. Paru : Dalam batas normal

e. Jantung : Dalam batas normal

f. Abdomen : Dalam batas normal

g. Ekstremitas : Dalam batas normal

h. Genetalia : Tidak diperiksa

2. Status Neurologik

a. GCS : E4M6V5 = 15

b. Tanda Rangsang Meningeal : (-)

c. Peningkatan Tekanan Intra Kranial : (-)

d. Motorik : Dalam batas normal

e. Sensibilitas : Dalam batas normal

f. Fungsi-fungsi luhur : Dalam batas normal

7
IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan :Perempuan usia 29 tahun, penampilan fisik

sesuai dengan usia, pada saat wawancara pasien

berpakaian santai.

2. Kebersihan : Bersih

3. Kerapian : Rapi

4. Kesadaran : Jernih

5. Perilaku dan psikomotor :

Sebelum wawancara : Pasien baru selesai membersihkan rumah.

Selama wawancara : Pasien duduk, kontak mata dengan pemeriksa

(+), konsentrasi tidak tergganggu, dapat

menjawab pertanyaan dengan baik.

6. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan Emosi

1. Afek : Inappropriate

2. Mood : Eutimik

3. Emosi

- Arus : Lancar

- Pengendalian : Terkendali

- Stabilitas : Stabil

- Empati : Mampu

- Isi : Sesuai

8
- Kontinuitas : Baik

- Skala diferensiasi : Luas

- Intensitas : Dalam

C. Pembicaraan

1. Arus : Lancar

2. Intonasi : Sesuai

3. Kontinuitas : Baik

D. Pikiran

1. Proses pikir

- Koheren : (+)

- Asosiasi longgar : (-)

- Flight of ideas : (-)

- Blocking : (-)

2. Isi pikir

- Preokupasi : (-)

- Waham/Delusi

 Waham kebesaran : (-)

 Waham nihilistic : (-)

 Waham bizarre : (-)

 Waham ketidaksetiaan : (-)

 Waham referensi : (-)

 Waham persekutorik : (-)

 Delusion of control : (-)

9
 Delusion of influence : (-)

 Delusion of passivity : (-)

 Thought echo : (-)

 Thought insertion : (-)

 Thought broadcasting : (-)

 Thought withdrawal : (-)

E. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi

- Halusinasi auditorik : (+) pasien mendengar suara bisikan yang

menyuruhnya bersalawat

- Halusinasi visual : (-)

- Halusinasi taktil : (-)

- Halusinasi olfaktorik : (+) pasien mencium aroma wewangian

2. Ilusi : (-)

3. Flash back : (-)

F. Fungsi Intelektual

1. Intelektual : Baik

2. Daya konsentrasi : Baik, pasien dapat mengeja “WAHYU” dalam

urutan terbalik

3. Orientasi

- Diri : Baik, pasien masih mengingat nama pemeriksa

- Tempat : Baik, pasien mengetahui dimana ia berada

sekarang

10
- Waktu : Baik, pasien dapat mengidentifikasi hari, tanggal,

bulan dan tahun

4. Daya ingat

- Seketika : Baik, pasien dapat mengulang nama pemeriksa

- Jangka pendek : Baik, pasien menceritakan kegiatannya tadi pagi.

- Jangka panjang : Baik, pasien dapat menceritakan perjalanan

hidupnya

5. Pikiran abstrak : Pasien dapat menjelaskan perbedaan buah tangan

dan buah hati.

6. Bakat kreatif : Pasien dapat menjelaskan apa yang harus ia

lakukan ketika menemukan aqua bekas dijalanan.

G. Daya Nilai

1. Norma sosial : Baik (Pasien mengerti bahwa melakukan

kekerasan merupakan tindakan yang tidak benar)

2. Uji daya nilai : Baik (saat ditanyakan “bila melihat seorang nenek

tua yang ingin menyebrang jalan apa yang akan

dilakukan? Membantu sampai ke jalan sebrang”)

3. Penilaian realitas : RTA terganggu karena adanya halusinasi

auditorik dan olfaktorik

H. Tilikan (Insight)

T4: Menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami

apa penyebab sakitnya.

11
I. Judgement:

Tidak Terganggu

V. RESUME

Pasien mengeluh sering mendengar suara bisikan sejak 3 bulan yang lalu

yang menyuruhnya untuk bersalawat. Pasien tidak dapat melihat dan mengetahui

darimana asal suara bisikan tersebut. Pasien merasa tidak nyaman dengan suara

bisikan itu. Terkadang pasien mencium aroma wewangian saat sedang shalat.

Selain itu pasien saat ini merasa mudah sedih semenjak ditinggal pergi oleh suami

dan anak anaknya. Pasien merasa dikucilkan oleh orang lain karena gangguan

yang dideritanya saat ini. Pasien juga menyadari bahwa pasien saat ini mudah lupa

dalam mengingat beberapa hal seperti lupa meletakkan benda yang dipakai

sebelumnya, lupa melakukan sesuatu yang sebenarnya harus dikerjakan olehnya.

Pasien mengaku mengalami perubahan perilaku seperti ini sejak tahun

2006 dan pernah mendapat perawatan di RSJ Banda Aceh pada tahun 2008

selama 1 minggu. Perubahan perilaku muncul saat pasien sedang mencuci

pakaian, tiba tiba pasien melihat seorang wanita yang mencelupkan tangannya ke

dalam bak yang berisi air miliknya kemudian ia merasa dirinya mengalami

perubahan. Pasien mulai lesu, tidak bergairah dalam mengerjakan sesuatu,

menyendiri dan sering melamun. Pasien menganggap bahwa hal inilah menjadi

penyebab atas perubahan perilaku yang ia alami sekarang.

Menurut pengakuan abang kandungnya, pasien adalah sosok yang ceria,

pintar, namun ambisius dalam mengerjakan sesuatu. Pasien dulunya selalu ingin

menjadi juara kelas dengan segala upaya yang ia lakukan. Saat ini sikapnya

12
berubah, ia mulai pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktu dirumah

dengan mengadakan pengajian anak-anak dirumahnya. Namun, dalam beberapa

bulan terakhir ini, sikap ia sudah mulai membaik, mulai berkomunikasi dengan

tetangga sekitar rumah. Pasien menyangkal melihat sesuatu yang tak bisa dilihat

oleh orang lain, merasa dibicarakan, dicurigai, dan disiksa oleh orang lain.

Status mental pasien: Afek: inappropriate, Mood: eutimik, koheren (+),

Waham : (-), Halusinasi auditorik (+), halusinasi olfaktorik (+), RTA: terganggu,

Tilikan: 4

VI. DIAGNOSIS BANDING

a. F20.0 Skizofrenia Paranoid

b. F25.1 Gangguan Skizoafektif tipe depresif

c. F06.0 Halusinasi organik

VII. DIAGNOSIS SEMENTARA

a. F20.0 Skizofrenia Paranoid

VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL

Axis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid

Axis II : Tidak ada diagnosis

Axis III : Tidak ada diagnosis

Axis IV : Tidak ada diagnosis

Axis V : GAF Scale 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas

ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

13
IX. TATALAKSANA

a. Terapi Psikofarmaka

o Anti Psikosis

: Risperidone 2 mg (1x1 tablet)

: Trihexyphenidyl 2 mg (2x1 tablet)

o Neurodex 2x1 tablet

b. Psikoterapi

o Psikoedukasi terhadap pasien: Memberikan penjelasan kepada pasien

tentang apa yang dialaminya saat ini termasuk penyakit yang

dideritanya, kemungkinan penyebab penyakitnya, meyakinkan pasien

untuk teratur minum obat dan menjelaskan dampak buruknya jika

pasien tidak teratur minum obat.

o Psikoedukasi terhadap keluarga: Memberikan penjelasan kepada

keluarga tentang penyakit pasien saat ini dan meminta keluarga untuk

ikut berperan aktif dalam upaya untuk kesembuhan pasien, termasuk di

dalamnya yaitu berusaha agar pasien tidak putus pengobatan

antipsikotik.

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu penyakit kronis dan terdiri atas lebih dari satu

episode psikosis. Semakin banyak gambaran klinisnya, semakin mungkin

diagnosisnya adalah skizofrenia. Sering disertai periode prodormal kemunduran

penampilan (misalnya di sekolah, universitas, tempat kerja) disertai penarikan

sosial (Hibbert dkk, 2008).

Menurut National Institute for Health and Clinical Excellence Skizofrenia

adalah suatu kondisi yang mempengaruhi kondisi mental seseorang, termasuk

pikiran mereka, suasana hati dan perilaku. Kondisi bervariasi pada setiap orang

tetapi gejala utama disebut gejala psikotik. Contohnya mendengar suara-suara dan

terkadang melihat hal-hal yang tidak benar-benar ada (disebut halusinasi) dan

memiliki keyakinan tetap yang salah tetapi orang tersebut percaya sepenuhnya

(disebut delusi) (NICE, 2009).

Definisi yang lebih rinci mengenai skizofrenia bersumber dari Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Indonesia (PPDGJ-III) yang

mengemukakan bahwa gangguan skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi

penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat

kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai

oleh penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta

oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang

15
jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap

terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian

(Maslim, 2002).

3.2 Etiologi skizofrenia

1. Keturunan

Dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga menentukan

timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga

keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak anak kembar satu telur. Angka

kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9% - 1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi

anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua

orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-

15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61-86%.

2. Endokrin

Teori dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada

waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium.

Tetapi hal ini belum dapat dibuktikan.

3. Metabolisme

Belakangan ini teori metabolisme mendapat perhatian lagi berhubung

dengan penelitian memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam

lisergikdiethilamine (LSD-25). Obat obatan ini dapat menimbulkan gejala gejala

yang mirip dengan gejala gejala skizofrenia, tetapi reversible.

16
4 Susunan saraf pusat

Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf

pusat, yaitu pada diensaefalon atau kortex otak. Tetapi kelainan patologis yang

ditemukan itu mungkin disebabkan oleh perubahan perubahan atau merupakan

artefakt pada waktu membuat sediaan (Maramis, 2005).

3.3 Pedoman diagnostik skizofrenia

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya

dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :

a) Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

sama, namun kualitasnya berbeda; atau

Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk

ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).

Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya.

b) Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah

terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara jelas

17
merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau

penginderaan khusus);

Delusional perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

c) Halusinasi auditorik :

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku

pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain

yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di

atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara

jelas :

e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

18
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang akibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;

g) Perilaku katatonik, seperti keadaaan gaduh gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mustisme,

dan stupor;

h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan

respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan

oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non psikotik

prodromal) ;

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dengan mutu

keseluruhan (overall) quality dari beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self

absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial (Maslim, 2002).

19
3.4 Tipe skizofrenia

Tipe skizofrenia menurut ICD-10 dan PPDGJ III meliputi:

a. Skizofrenia paranoid (F20.0)

Skizofrenia jenis ini yang paling sering dijumpai di negara manapun.

Gambaran klinis didominasi oleh waham yang secara relatif stabil, sering kali

bersifat paranoid disertai oleh halusinasi, terutama halusinasi pendengaran.

Gangguan-gangguan afektif, dorongan kehendak (volition) dan pembicaraan serta

gejala-gejala katatonik tidak menonjol.

b. Skizofrenia hebefrenik (F20.1)

Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang jelas dan secara

umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta

terputus-putus (flagmentar). Suasana perasaan (mood) pasien dangkal dan tidak

wajar (inappropriate) sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas

diri (self satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smilling) atau sikap yang

angkuh dan agung (lofty manner). Proses pikir mengalami disorganisasi dan

pembicaraan tak menentu serta inkoheren. Ada kecenderungan tetap menyendiri

(solitary) dan perilaku tampak hampa tujuan dan hampa perasaan.

c. Skizofrenia katatonik (F20.2)

Gangguan psikomotor yang menonjol merupakan gambaran yang penting

dan dominan serta dapat bervariasi antara kondisi ekstrim seperti hiperkinesis dan

stupor atau antara sifat penurut yang otomatis dan negativisme. Sikap dan posisi

tubuh yang dipaksakan dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang lama.

20
Episode kegelisahan disertai kekerasan (violent) mungkin merupakan gambaran

keadaan ini yang menyolok

d. Skizofrenia tak terinci (undifferentiated) (F20.3)

Kondisi-kondisi yang memenuhi kriteria diagnostik umum untuk

skizofrenia tetapi tidak sesuai dengan subtipe paranoid, hebefrenik dan katatonik

atau memperlihatkan gejala lebih dari satu sub tipe tanpa gambaran predominasi

yang jelas untuk suatu kelompok diagnosis yang khas.

e. Depresi pasca-skizofrenik (F20.4)

Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul

sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenik harus

tetap ada tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya. Gangguan depresif

ini disertai oleh suatu peningkatan resiko bunuh diri.

f. Skizofrenia residual (F20.5)

Suatu stadium kronis dalam perkembangan gangguan skizofrenia, dimana

telah terjadi progresi yang jelas dari stadium awal (terdiri dari satu atau lebih

episode dengan gejala psikotik yang memenuhi kriteria umum untuk skizofrenia)

ke stadium lebih lanjut yang ditandai secara khas oleh gejala-gejala negatif jangka

panjang walaupun belum tentu ireversibel.

g. Skizofrenia simpleks (F20.6)

Suatu kelainan yang tidak lazim ada perkembangan yang bersifat perlahan

tetapi progresif mengenai keanehan tingkah laku, ketidakmampuan untuk

memenuhi tuntutan masyarakat dan penurunan kinerja secara menyeluruh, tidak

21
terdapat waham dan halusinasi. Ciri-ciri negatif yang menonjol adalah afek yang

menumpul, hilangnya dorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial.

h. Skizofrenia lainnya (F20.8)

Termasuk skizofrenia senestopatik, gangguan skizofreniform yang tak

tergolongkan. Tidak termasuk gangguan skizofrenia akut, skizofrenia siklik,

skizofrenia laten.

i. Skizofrenia YTT (F20.9)

Tipe-tipe skizofrenia yang tak tergolongkan (ICD, 2010)

3.5 Penatalaksanaan skizofrenia

1. Farmakoterapi

Obat antipsikotik (antipsychotic drug) juga disebut neuroleptic, sering

digunakan untuk menangani ciri skizofrenia yang lebih menyolok atau gangguan

psikotik lainnya, seperti halusinasi, delusi, dan kondisi kebingungan (Nevid dkk,

2005).

Pemilihan jenis antipsikotik mempertimbangkan gejala psikotik yang

dominan dan efek samping obat. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala

positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal (golongan generasi kedua),

sebaliknya jika gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif

pilihannya adalah tipikal (golongan generasi pertama).

1. Obat anti-psikosis tipikal :

a. Phenotiazine : clorpromazin,levomepromazin,perphenazin,trifluoperazin,

fluphenazine dan thioridazine

b. Butyrophenone : haloperidol

22
c. Diphenyl-Butyl-Piperidine : pimozide

2. Obat anti-psikosis atipikal :

a. Benzamide : sulpride

b. Dibenzodiazepine : clozapine, olanzapine dan quitipine

c. Benzixosazole : risperidone (Irsanti, 2011).

Kedua jenis obat memiliki efek samping, terutama dalam dosis tinggi

seperti:

a. Efek neuromuskular (gemetar dan kekakuan otot), klorpromazin (largactil)

dan haloperidol (serenace, haldol) telah dikaitkan dengan efek samping

yang parah dan jangka panjang termasuk gerakan tak terkendali dan kejang

otot (dikenal sebagai tardive dyskinesia) yang mungkin permanen.

b. Antimuscarinic efek (penglihatan kabur, detak jantung cepat, konstipasi).

c. Efek samping seksual (hilangnya gairah seksual) (Henrique, 2011).

2. Pengobatan psikoterapi

a. Pergaulan sosial

Tindakan ini dapat berupa latihan keterampilan sosial yaitu penggunaan

metode psikoterapeutik kelompok untuk mengajari pasien bagaimana berinteraksi

secara tepat dengan orang lain. Terapi okupasi juga sangat berguna dan dapat

digunakan untuk mengajari keterampilan yang berguna bagi pasien pasien agar

dapat hidup di luar rumah sakit, seperti memasak (Puri dkk, 2012).

b. Sanggar kerja yang dinaungi (sheltered workshop)

Menghadiri sanggar kerja seperti ini yang terutama diadakan untuk pasien,

memungkinkan pasien rawat jalan maupun rawat inap memperoleh sensasi

23
pencapaian dengan melakukan beberapa pekerjaan setiap minggu dan

mendapatkan gaji yang sebenarnya relatif kecil (Puri dkk, 2011).

c. Terapi keluarga

Terapi keluarga adalah intervensi yang berfokus untuk mengubah interaksi

diantara anggota keluarga dan berupaya untuk memperbaiki fungsi keluarga

sebagai suatu unit yang terdiri dari individu-individu. Tujuan terapi keluarga

adalah untuk membantu keluarga mengerti bahwa gejala pasien yang

diindentifikasi pada kenyataannya memiliki fungsi yang sangat penting di dalam

mempertahankan homeostasis keluarga. Proses terapi keluarga membantu

mengungkapkan pola komunikasi berulang dan akhirnya dapat diduga yang

mempertahankan dan mencerminkan perilaku yang diidentifikasi (Sadock, 2010).

Terapi keluarga secara signifikan dapat mengurangi tingkat kekambuhan

bagi anggota keluarga penderita skizofrenia. Terapi keluarga mendukung dapat

mengurangi tingkat kekambuhan hingga di bawah 10%. Terapi ini mendorong

keluarga untuk mengadakan pertemuan keluarga setiap kali masalah muncul,

untuk membahas dan menentukan sifat yang tepat dari masalah dan

mempertimbangkan solusi alternatif dan untuk memilih dan menerapkan solusi

terbaik (Grohol, 2011).

3. Electroconvulsive Therapy (ECT)

ECT adalah suatu bentuk terapi dimana suatu impuls listrik yang cepat dan

terkendali dilewatkan melalui otak pasien. Dapat digunakan pada penatalaksanaan

skizofrenia dengan keadaan - keadaan tertentu, termasuk :

24
1. Stupor katatonik

2. Gejala depresi yang berat

3. Tidak respons terhadap anti psikotik

4. Agitasi yang ekstrim atau keinginan bunuh diri (Program IMC Indonesia,

2008).

4. Terapi koma insulin

Terapi ini tetap menjadi salah satu bentuk somatoterapi yang sangat

penting untuk skizofrenia. Caranya ialah memberikan kepada pasien dosis insulin

yang kian hari kian bertambah sampai kadar dosis tertentu yang diperlukan untuk

menimbulkan koma. Para psikiater sependapat bahwa penggunaan koma insulin

merupakan kemajuan yang sangat penting dalam merawat pasien skizofrenia.

Diperkirakan 60-70% dari yang dirawat sembuh atau memperlihatkan kemajuan

(Semiun, 2008).

3.6 Prognosis

Saat ini tersedia pengobatan yang efektif untuk penderita skizofrenia yang

dapat mengurangi gejala, mempersingkat durasi episode psikotik dan secara

umum menawarkan sebagian besar orang yang menderita skizofrenia untuk

menjalani hidup lebih produktif dan memuaskan. Dengan pengobatan yang tepat

dan konseling mendukung, kemampuan orang skizofrenia untuk hidup dan

berfungsi relatif baik di masyarakat (Nemade & Dombeck, 2009).

25

Anda mungkin juga menyukai