PENNDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Jhonson (1997), kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional,
psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku
dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa
juga dapat diartikan sebagai keadaan sejahtera yang dikaitkan dengan kebahagiaan,
kegembiraan, asan, pencapaian, optimisme, dan harapan. Sedangkan Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) mendefeniskan kesehatan itu sendiri sebagai sehat fisik, mental dan sosial
bukan sematamata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Jadi Seseorang dapat dianggap
sehat jiwa jika mereka mampu bersikap positif terhadap diri sendiri, memiliki kestabilan
emosi, memiliki konsep diri yang positif dan memiliki rasa bahagia dan puas (Dalam
Videbeck, 2008).
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Penyebab gangguan jiwa yang
banyak diderita terjadi karena frustasi, napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya), masalah keluarga, pekerjaan, organik dan ekonomi. Namun jika dilihat dari
persentase, penyebab tertinggi yaitu karena frustasi. Di Indonesia sendiri berdasarkan
(Rikesda tahun 2007) bahwa prevelansi gangguan jiwa berat sebesar 4,6 permil, artinya ada
empat sampai lima penduduk dari 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat.
Angka gangguan jiwa di Indonesia telah mencapai 10% dari populasi penduduknya.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa
yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan jiwa itu terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing
model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai pendekatan
penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi
perilaku yang adaptif.
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini diberikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang
adaptif ( Prabowo, 2014). Terapi Modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana
perawat mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau
penyembuhan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh perawat pada pasien dengan
masalah kejiwaan yaitu, terapi aktivitas kelompok dan terapi keluarga.
Terapi Aktivitas Kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan
sebagai terapi dan kelompok sebagai target asuhan. Terapi Aktivitas Kelompok dilakukan
untuk meningkatkan kematangan emosional dan psikologis pada pasien yang mengidap
gangguan jiwa pada waktu yang lama. Didalam kelompok terjadi dinamika dimana setiap
anggota kelompok saling bertukar informasi dan berdiskusi tentang pengalaman serta
membuat kesepakatan untuk mengatasi masalah anggota kelompok. Terapi Aktivitas
Kelompok memberikan hasil yang lebih besar terhadap perubahan perilaku pasien,
meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi perilaku maladaptif. Bahkan Terapi
Aktivitas Kelompok memberikan modalitas terapeutik yang lebih besar dari pada hubungan
terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan klien (Direja, 2011).
Sedangkan terapi keluarga merupakan suatu psikoterapi modalitas dengan fokus pada
penanganan keluarga sebagai unit sehingga dalam pelaksanaannya terapis membantu
keluarga dalam mengidentifikasi dan memperbaiki keadaan yang maladaptif, kontrol diri
pada anggota yang kurang serta pola hubunganyang tidak konstruktif. Terapi keluarga lebih
menggunakan pendekatan terupeutik untuk melihat masalah individu dalam konteks
lingkungan khususnya keluarga dan proses interpersonal (Prabowo, 2014).
c. Karakteristik
Lingkungan harus bersifat terapeutik yaitu: mendorong terjadi proses
penyembuhan, lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik sbb:
1) Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya.
2) Pasien merasa senang /nyaman.dan tidak merawsa takut dengan
lingkungannya.
3) Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipahami
4) Lingkungan rumah sakit atau bangsal bersih
5) Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat impuls-
impuls pasien.
6) Personal dari lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien sebagai
individu yang memiliki hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima
perilaku pasien sebagai respon adanya stress.
7) Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan
dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya
dan membentuk perilaku yang baru.
Disamping hal tersebut, terapi lingkungan harus memiliki karakteristik:
1) Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan kelompok selama 24
jam.
2) Adanya proses pertukaran informasi
3) Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan
4) Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak meraswa takut baik dari ancaman
psikologis maupun ancaman fisik.
5) Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan focus komunikasi terapeutik.
6) Staf membagi tanggung jawab bersama pasien.
7) Personal dari lingkungan manghargai klien sebagai individu yang memiliki hak,
kebutuhan, dan tanggung jawab.
8) Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
d. Jenis-jenis Lingkungan
1) Lingkungan Fisik
Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang merupakan
bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Setting nya meliputi:
a) Bentuk dan struktur bangunan
b) Pola interaksi antara masyarakat dan rumah sakit
Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik terapeutik:
a) Lingkungan fisik yang tetap
b) Lingkungan fisik semi tetap
c) Lingkungan fisik tidak tetap
5) Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien
berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap tekanan
eksternal.
a) Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.
b) Observasi pasien tiap 15 menit.
c) Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang.
d) Penuhi kebutuhan fisik pasien.
e) Libatkan keluarga.
Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan
pasien:
a) Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah tingkah laku
pasien.
b) Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku partisipasi
petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar.
c) Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai anggota kelompok
dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan.
d) Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien.
e) Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian dan adanya
papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.
e. Peran Perawat dalam Terapi Lingkungan
1) Pencipta Lingkungan yang Aman dan Nyaman
2) Penyelenggara Proses Sosialisasi
3) Sebagai Teknis Perawatan
4) Sebagai Leader atau Pengelola
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Bagi petugas kesehatan, dalam pemberian asuhan keperawatan untuk pasien dengan
gangguan kejiwaan salah satu cara paling efektif yaitu diberikan terapi keluarga maupun
terapi aktivitas kelompok karena terapi tersebut. Namun sebelum dilakukan terapi tersebut
perawat perlu mempelajari konsep dan teori terapi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Nasir, Abdul Dan Abdul Muhith. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar Dan
Teori. Jakarta: Salemba Medika
Prabowo, Eko.(2014). Konsep Dan Apliikasi : Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Purawaningsih, W & Karlina, I. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa , Yogyakarta: Nuha Medika
Susana, S.A, & Hendarsih, S. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta:
EGC