Anda di halaman 1dari 7

Pelayanan Publik yang Berorientasi pada Pelanggan

Oleh: Marita Ahdiyana

Abstrak

Salah satu peran strategis aparatur pemerintah dalam mewujudkan good governance
adalah memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Karena pemerintah pada
hakekatnya adalah pelayan masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam
rangka mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas. Hal tersebut terbukti dengan
berbagai aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka mendorong pentingnya
pelayanan publik.
Selama ini persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik belum bersifat positif. Hal
tersebut disebabkan karena para abdi masyarakat belum benar-benar memahami tugas dan
kewajiban yang diembannya sebagai abdi masyarakat. Hal ini harus dirubah dalam rangka
memberikan pelayanan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Sehingga sangat penting
untuk menyadarkan aparatur negara agar selalu berorientasi pada tugas pelayanan mereka.
Salah satunya dengan sistem pelayanan yang berorientasi pada pelanggan. Artikel ini akan
membahas tentang hakekat pelayanan publik, upaya normatif peningkatan kualitas pelayanan
publik, dan pelayanan yang berorientasi kepada pelanggan.
Kata Kunci: Pelayanan publik, kualitas pelayanan, pelayanan berorientasi pada pelanggan

Pendahuluan
Reformasi birokrasi bertujuan untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good
governance). Salah satu peran strategis aparatur pemerintah dalam mewujudkan good
governance adalah memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Adalah merupakan
kewajiban bagi setiap aparatur pemerintah untuk memberikan pelayanan terhadap
kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Karena pemerintah pada hakekatnya adalah
pelayan masyarakat.
Dalam era otonomi daerah, aparatur negara dan aparatur pemerintah diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya, berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan
penerima layanan, sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan
barang dan jasa.Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diganti dengan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan memiliki
dampak nyata yang luas terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Pelimpahan
wewenang dari Pemerintah Pusat ke Daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan
pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi pemerintah
daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan.
Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan
pelayanan publik yang berkualitas. Hal tersebut terbukti dengan berbagai aturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka mendorong pentingnya pelayanan publik. Namun
demikian, persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik birokrasi pemerintah masih belum
memuaskan. Pelayanan publik masih dipandang tidak profesional, berbelit-belit, sulit, dan
tidak efisien baik dari segi biaya maupun waktu. Sehingga penting untuk menyadarkan
aparatur negara agar paham dengan tugas dan kewajiban yang diembannya sebagai pelayan
masyarakat. Dalam artikel ini akan dibahas tentang hakekat pelayanan publik, upaya normatif
peningkatan kualitas pelayanan publik, dan sistem pelayanan yang berorientasi pada
pelanggan.

Hakekat Pelayanan Publik


Pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan oleh aparatur pemerintah melalui
para pegawainya. Menurut Savas (1987), pada sektor publik pelayanan pemerintah
merupakan the delivery of a servies by a government agency using its own employees. Usaha
peningkatan kualitas pelayanan sangat penting karena negara dan sistem pemerintahan
merupakan tumpuan pelayanan bagi warga negara dalam memperoleh jaminan atas hak-
haknya. Organisasi pelayan publik juga harus memiliki ciri public accountability, yaitu
bahwa setiap warga negara berhak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka
terima. Karena memang sulit untuk menilai kualitas pelayanan tanpa mempertimbangkan
peran masyarakat sebagai penerima pelayanan. Sehingga evaluasi yang berasal dari pengguna
pelayanan merupakan elemen utama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Sedangkan
elemen yang kedua adalah kemudahan suatu pelayanan yang dapat diidentifikasi sebelum
proses pelayanan tersebut atau setelah pelayanan diberikan.
Hakekat pelayanan publik bukan merupakan persoalan administratif saja, seperti
pemberian ijin dan pengesahannya, atau pemenuhan kebutuhan fisik, namun mencakup
persoalan yang lebih mendasar, yaitu pemenuhan keinginan pelanggan. Hal ini disebabkan
oleh kenyataan bahwa dalam setiap organisasi, pemenuhan dan pemberian pelayanan kepada
pelanggan merupakan suatu tuntutan. Kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan sangat
diutamakan karena kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan dan
perkembangan misi organisasi. Mansyur KM (2010: 182) mengemukakan ciri-ciri atau
atribut-atribut yang ikut menentukan kualitas pelayanan publik, yaitu:
a. Ketepatan waktu pelayanan meliputi waktu tunggu dan waktu proses
b. Akurasi pelayanan, meliputi bebas dari kesalahan
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan
d. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan
banyaknya fasilitas pendukung misalnya komputer
e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan berkaitan dengan lokasi, ruang tempat
pelayanan, tempat parker, ketersediaan informasi, dan lain-lain
f. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu berAC, kebersihan, dan
lain-lain.
Sehingga pelayanan publik yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara layanan harus
selalu memperhatikan aspek kualitas pelayanan yang diberikan, dan kepuasan masyarakat
sebagai pengguna layanan.

Upaya Normatif Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Dalam tataran normatif, sejak tahun 1993, pemerintah sesungguhnya telah menyadari
pentingnya upaya meningkatkan pelayanan publik. Hal tersebut diwujudkan dengan
diterbitkannya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (KepMenpan) No.
81/1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum. Keputusan tersebut
ditindaklanjuti dengan Surat Edaran MENKO WASBANGPAN Nomor
56/MK/WASPAN/6/98 yang ditujukan kepada semua Menteri Kabinet Reformasi
Pembangunan, Gubernur Bank Indonesia, para gubernur, pimpinan lembaga non departemen,
dan bupati/walikota untuk mengambil langkah-langkah perbaikan mutupelayanan masyarakat
pada masing-masing unit kerja/kantor pelayanan termasuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan Badan Usaha milik Daerah (BUMD). Sampai dengan 2003, pedoman tersebut
merupakan acuan umum bagi instansi pemerintah di pusatdan di daerah termasuk
BUMN/BUMD dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pada tahun 2003 KepMenpan tersebut disempurnakan melalui KepMenpan Nomor


63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Dinyatakan bahwa pedoman umum tersebut merupakan acuan seluruh penyelenggara
pelayanan publik dalam pengaturan dan pelaksanaan peningkatan pelayanan publik sesuai
dengan kewenangannya. Pedoman umum ini bertujuan untuk mendorong terwujudnya
penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam arti dapat memenuhi harapan dan
kebutuhan pemberi maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan.Pemerintah
juga berusaha meningkatkan transparansi pelayanan dengan mengeluarkan Undang - Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).Dikeluarkannya Undang
-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, diharapkan mampu mewujudkan
kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik. Walaupun masih terdapat pro dan
kontra terhadap substansi dari undang-undang tersebut serta sejauh ini implementasinya
dinilai masih belum maksimal.
Dalam KepMenpan No. 63 Tahun 2003 dinyatakan bahwa instansi yang melakukan
pelayanan publik dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanannya sendiri dalam
upaya menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik. Faktor kunci
keberhasilan organisasi adalah adanya jaminan bahwa pelanggan merasa memperoleh
pelayanan prima, yaitu pelayanan yang memenuhi standar mutu atau bahkan lebih dari yang
pada awalnya diharapkan. Selama ini persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik belum
bersifat positif. Hal tersebut disebabkan karena para abdi masyarakat belum benar-benar
berorientasi pada tugas pelayanan mereka. Hal ini harus dirubah dalam rangka memberikan
pelayanan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Ada tiga dimensi pelayanan yang
berkualitas:

a. Kualitas teknis yang berhubungan dengan outcomes pelayanan


b. Kualitas fungsional yang berhubungan dengan proses pemberian pelayanan kepada
pelanggan
c. Reputasi penyedia layanan

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (2008), mengidentifikasi adanya 12 praktik


terbaik pelayanan prima sebagai berikut:

a. Kegiatan organsisasi berfokus pada pelanggan


b. Mengajukan pertanyaan yang tepat
c. Melampaui kebutuhan dan harapan pelanggan
d. Mempertahankan kebahagiaan pegawai
e. Menciptakan dan menggunakan standar pelayanan
f. Memiliki rencana untuk menjamin pelayanan prima
g. Berhubungan secara efektif dengan pelanggan yang sulit
h. Menggunakan komunikasi tindak lanjut
i. Belajar dari organisasi lain
j. Meniadakan hambatan pelayanan prima
k. Menawarkan opsi kepada pelanggan
l. Konsistensi antara perkataan dan perbuatan

Selain itu juga dikemukakan berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan prima antara
lain dengan : mendahulukan kepentingan pelanggan, memberikan pelayanan dengan sepenuh
hati, menerapkan budaya pelayanan prima, bersikap positif dalam memberikan pelayanan
prima, memberikan sentuhan pribadi dalam pelayanan prima, serta adanya konsep pelayanan
prima sesuai dengan pribadi prima. Karena jika dikaitkan dengan konteks Total Quality
Management (TQM), pelayanan prima harus memenuhi syarat setidak-tidaknya 6 hal yaitu:
berfokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan keilmuan, komitmen jangka
panjang, kerja sama tim, serta pendidikan dan pelatihan. Sedangkat dalam konteks Total
Quality Service (TQS), persyaratan yang harus dipenuhi adalah berfokus pada pelanggan,
keterlibatan total, keterukuran, dan perbaikan berkesinambungan.

Sistem Pelayanan yang Berorientasi pada Pelanggan

Sistem pelayanan merupakan kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian pelayanan yang
saling terkait, jika bagian dari suatu sistem pelayanan terganggu maka akan mengganggu
keseluruhan pelayanan. Menurut Mansyur KM (2010: 194-195) ada beberapa indikator
sistem pelayanan yang menentukan kualitas pelayanan sebagai berikut:

a. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan terkait dengan lokasi/tempat pelayanan


b. Kejelasan informasi tentang pelayanan yang diberikan
c. Perlindungan terhadap dampak hasil pelayanan
d. Keterkaitan antara struktur organisasi, kemampuan aparat dan sistem pelayanan
dengan kualitas pelayanan publik.

Sedangkan Batinggi dalam Mansyur KM (2010:189-190), secara spesifik


mengemukakan alasan-alasan yang menimbulkan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang
diberikan oleh aparatur sebagai berikut:

a. Ada dugaan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan pelayanan


b. Adanya sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas dirasa tidak sesuai adat istiadat
dan budaya bangsa
c. Kurangnya disiplin petugas terhadap jadwal atau waktu yang telah ditentukan
d. Penyelesaian urusan yang berlarut-larut dan tidak ada kepastian
e. Ada kelalaian dalam penggunaan bahan, pengerjaan barang, tidak sesuai dengan
permintaan atau standar
f. Jasa pelayanan yang diberikan tidak/kurang memenuhi standar atau tidak memenuhi
harapan masyarakat
g. Terdapat aturan/mekanisme pelayanan yang dianggap menyulitkan, memberatkan
atau dirasa mengurangi/mengabaikan hak mereka.
h. Tidak ada tanggapan yang memuaskan terhadap keluhan yang telah disampaikan

Walaupun kepuasan pelanggan memiliki sifat yang sangat relatif, namun ditambahkan
oleh Batinggi (1999) bahwa ada ada semacam ukuran yang umum, yaitu apabila pelanggan
dapat menerima perlakuan dan hasil berupa hak dengan kegembiraan dan keikhlasan maka
hal tersebut menunjukkan bahwa pelanggan telah mendapatkan kepuasan pelayanan.
Osborne (1999), mengemukakan beberapa keuntungan dan manfaat jika organisasi
menggunakan sistem yang berorientasi kepada pelanggannya sebagai berikut:

a. Sistem yang berorientasi pada pelanggan memaksa pemberi jasa untuk dapat
bertanggung jawab kepada pelanggannya
b. Sistem yang berorientasi pada pelanggan mendepolitisasi keputusan terhadap pilihan
pemberi jasa
c. Sistem yang berorientasi pada pelanggan merancang lebih banyak inovasi
d. Sistem yang berorientasi pada pelanggan memberi kesempatan kepada orang lain
untuk memilih diantara berbagai pelayanan
e. Sistem yang berorientasi pada pelanggan lebih sedikit pemborosan karena pasokan
disesuaikan dengan permintaan
f. Sistem yang berorientasi pada pelanggan mendorong pelanggan untuk membuat
pilihan dan mendorong pelanggan untuk menjadi pelanggan yang berkomitmen
g. Sistem yang berorientasi pada pelanggan menciptakan peluang lebih besar bagi
keadilan.

Penutup

Sebagai pelayan masyarakat, aparatur negara dan aparatur pemerintah diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya, serta berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan
penerima layanan. Hal tersebut diharapkan akan mampu mewujudkan tata pemerintahan
yang baik. Sehingga sangat penting untuk menggugah dan mendorong kesadaran aparatur
negara agar selalu memiliki orientasi pada tugas pelayanan mereka. Salah satunya adalah
dengan sistem pelayanan yang berorientasi pada pelanggan. Karena dalam lingkungan
organisasi yang dinamis, jika organisasi publik tidak berusaha untuk memberikan pelayanan
yang berorientasi pada kebutuhan pelanggannya, bukan tidak mungkin organisasi akan
ditinggalkan masyarakat.

Daftar Pustaka

Achmad KM, Mansyur. 2010. Teori-Teori Mutakhir Administrasi Publik. Yogyakarta:


Rangkang Education.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Pelayanan Prima. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Pegawai.
Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Reformasi Pelayanan Publik. 2010. Averroes Press.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2006. Manajemen Pelayanan. Pengembangan Model
Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai