HALUSINASI
A. Definisi
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
kenyataan seperti melihat bayangan atau suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
sensori persepsi : merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghidung. Pasien seakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
B. Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptive baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian berikut :
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan Skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal, dan limbic
berhubungan dengan perilaku psikotik.
- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamine neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamine dikaitkan dengan terjadinya
Skizofrenia.
- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan Skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan
atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respond an kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
1
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
D. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif
2
E. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001) :
1. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada fikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa tidak sesuai, menggerakkan
lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
2. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda system saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
3. Controlling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mapu mematuhi perintah dariorang lain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Consquering
Terjadi pada panik. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
F. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70%
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang, biasanya
klien mendengar suara orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20%
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometric, gambar kartun dan/atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
3
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau yang menjijikkan
seperti darah, urin, feses. Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.
4. Halusinasi peraba (taktil)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yag busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi sinesteti
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urin.
7. Halusinasi kinestetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
G. Pohon Masalah
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Isolasi sosial
4
1) Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan :
- Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
b. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
Kriteria evaluasi :
1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, dan frekuensi timbulnya halusinasi.
2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi :
1) Adakan pertemuan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional : Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan salng
percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional : Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat
dalam melakukan intervensi.
3) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
- Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara
yang didengar.
- Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa
menuduh/menghakimi).
- Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
- Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional : Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor
timbulnya halusinasi.
4) Diskusikan dengan klien tentang :
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
5
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam
atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional : Dengan mengetahui waktu, isi, dan frekuensi munculnya halusinasi
mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional : Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi :
1) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
2) Klien dapat menyebutkan cara baru.
3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan
dengan klien.
4) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
5) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
Intervensi :
1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
(tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional : Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : Reinforcement dapat meningkatkan harga diri klien.
3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
- Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.
- Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain
untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
- Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional : Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
4) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus halusinasi secara
bertahap, misalnya dengan :
- Mengambil air wudhu dan shalat atau membaca Al-Qur’an.
- Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
- Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
- Mengikuti kegiatan olahraga di kampong (jika masih muda).
- Mencari teman untuk ngobrol.
6
Rasional : Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba
memilih salah satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri klien.
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika berhasil.
Rasional : Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah
dipilih.
d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
1) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
1) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama, tujuan
pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
2) Anjurkan klien untuk menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Untuk
mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
3) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
- Pengertian halusinasi
- Gejala halusinasi yang dialami klien
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
- Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya :
beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
- Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Rasional : untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan
menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga yang
mempunyai masalah halusinasi.
e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria evaluasi :
1) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
2) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
3) Klien dapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
4) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.
5) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
7
Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta
manfaat minum obat.
Rasional : Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan
klien melaksanakan program pengobatan.
2) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional : Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
3) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
obat yang dirasakan.
Rasional : Dengan mengetahui efek samping obat klien akan tahu apa yang
harus dilakukan setelah minum obat.
4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional : Program pengobatan dapat berjalan dengan lancer.
5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat,
benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional : Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian
kien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.