Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Sekitar 80.000 fungi yang telah ditemukan di dunia, 400 spesies diantaranya
dinyatakan penting dalam dunia medis. Beberapa fungi punya peranan penting dalam
memproduksi berbagai bahan makanan seperti keju, roti, dan bir. Fungi njuga
menyumbangkan peran dalam dunia pengobatan melalui metabolisme bioaktif dalam
tubuhnya yang dimanfaatkan manusia untuk membuat antibiotik (contoh : penisilin)
dan obat penekan daya tahan tubuh (contoh : siklosporin). Infeksi yang disebabkan oleh
fungi dinamakan mikosis. Insidensi mikosis tertinggi adalah kandidiasis yang
disebabkan oleh Candida albicans(Brooks, 2007). Candida albicans merupakan flora
normal dari kulit, membran mukosa, dan traktus gastrointestinal. Candida albicans
dapat menginfeksi penderita diabetes mellitus, orang dengan daya imun tubuh rendah
(AIDS), wanita yang mengkonsumsi pil KB dan wanita hamil. Kesulitan dalam
pengobatan kandidiasis karena sering terjadi resistensi terhadap obat antikandida biasa
sehingga memerlukan obat seperti amfoterisin B dan flusitosin. Keduanya merupakan
obat sintetis dengan efek samping yang dapat menimbulkan masalah serius pada
beberapa organ seperti ginjal dan hati (Sulistia G. Ganiswarna, 2003). Temu putih
adalah tanaman herba berasal dari India dan hidup di daerah beriklim tropis seperti
India, Indonesia, Filipina, dan Nigeria. Temu putih mengandung diarilheptanoid,
minyak atsiri atau volatile oil, polisakarida serta golongan lain seperti
sesquiterpenedan eugenol(Bruneton,1999).Para ilmuwan menemukan adanya efek
temu putih sebagai antijamur, antiulkus, antimutasi, dan hepatoprotektor (Rana, 1992).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Obat anti jamur merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkanorganisme
mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan dan ragi,atau obat yang
digunakan untuk menghilangkan jamur (Batubara, 2010).

2.2.Patofisiologi
Infeksi jamur dapat dialami orang yang terpajan pada keadaan apa pundalam hidupnya.
Faktor predisposisi infeksi ini dapat terjadi tanpa alasan
yang jelas. Tetapi seringkali orang terpajan akibat lingkungan atau perilakunya.Sebagai
contoh, seorang atlet dapat terinfeksi jamur yang tumbuh di loker darikeringat dan
mandi yang sering. Selain itu juga terjadi pada orang yangmengalami penurunan fungsi
imun, misalnya pasien diabetes, wanita hamil, danbayi. Mereka yang menderita
imunodefisiensi berat, termasuk pengidap AIDS,berisiko mengalami infeksi jamur yang
kronik dan berat. Pada kenyataannya,infeksi ragzi pada vagina atau mulut seringkali
merupakan infeksi oportunistikyang ditemukan pada para pengidap HIV. Pasien dengan infeksi
jamur kronikharus dievaluasi untuk mencari diabetes melitus dan AIDS. Pengobatan denganantibiotik
untuk infeksi bakteri dapat membunuh bakteri vagina normal yangbiasanya berada dalam
keseimbangan dengan ragi vagina. Hal ini dapatmenimbulkan infeksi ragi pada vagina wanita
atau perempuan muda (Farah,2014).

2.3. Penggolongan Obat


Secara klinik, infeksi jamur dapat digolongkan menurut lokasi infeksinya,yaitu :

1.Mikosis sistemik (infeksi jamur sistemik) terdiri dari:


deep mycosis (misalnya aspergilosis, blastomikosis, koksidioidomikosis,kriptokokosis,
histoplasmosis, mukormikosis, parakoksidio – idomikosis dan kandidiasis) dan subkutan
mycosis (misalnya, kromomikosis, misetoma dan sporottrikosis).

2. Dermatofit yaitu infeksi jamur yang menyerang kulit, rambut, dankuku, biasanya
disebabkan oleh epidermofiton dan mikrosporum.
3. Mikosis mukokutan yaitu infeksi jamur pada mukosa dan lipatankulit yang
lembab, biasanya disebabkan oleh kandida.
Menurut indikasi klinis obat-obat antijamur dapat dibagi atas 2 golongan,yaitu:
1.Antijamur untuk infeksi sistemik,
termasuk : amfoterisin B, flusitosin, imidazol (ketokonazol, flukonazol, mikonazol),
dan hidroksistilbamidin.
2. Antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan,
termasuk griseofulfin, golongan imidazol (mikonazol, klotrimazol, ekonazol,isokonazol,
tiokonazol dan bifonazol), nistatin, tolnaftat, dan antijamur topikal lainnya ( kandisidin,
asam undesilenat, dannatamisin)

Obat antijamur sistemik :


A.Golongan Azol
Kelompok azol dapat dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan jumlah nitrogen pada cincin azol. Kelompok imidazol (ketokonazol,mikona
zol, dan klotrimazol) terdiri dari dua nitrogen dan kelompok triazol(itrakonazol,
flukonazol, varikonazol, dan posakonazol) mengandung tiganitrogen (Onyewu, 2007).
Kedua kelompok ini memiliki spektrum danmekanisme aksi yang sama. Triazol
dimetabolisme lebih lambat dan efeksamping yang sedikit dibandingkan imidazol,
karena keuntungan itulahpara peneliti berusaha mengembangkan golongan triazol
daripadaimidazol (Gupta, 2002).Pada umumnya golongan azol bekerja menghambat
biosintesisergosterol yang merupakan sterol utama untuk mempertahankan
integritasmembran sel jamur. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P450,
C-14-α-demethylase yang bertanggung jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol,
hal ini mengakibatkan dinding sel jamur menjadipermeabel dan terjadi penghancuran
jamur.

1.Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai spektrum yang luas dan efektif terhadap
Blastomyces dermatitidis, Candida species, Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatu
m, Malasezzia furfur, Paracoccidiodesbrasiliensis, Ketokonazol juga efektif terhadap
dermatofit tetapi tidakefektif terhadap Aspergillus spesies dan Zygomycetes.
Dosisketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosisuntuk anak-
anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal. Lama pengobatanuntuk tinea korporis dan tinea
kruris selama 2-4 minggu, 5 hari untukkandida vulvovaginitis, 2 minggu untuk kandida
esofagitis, tineaversikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk mikosis dalam.
Ketokonazol dapat menginhibisi biosintesis steroid, seperti halnyapada jamur.
Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Untuk pengobatan
jangka waktu yang lama, dianjurkandilakukan pemeriksaan fungsi hati (Bennet, 2006).

2. Itrakonazol
Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap
Aspergillosis sp., Blastomyces dermatidis, Candida sp., Cossidiodesimmitis,
Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, malasseziafurfur, paracoccidiodes
brasiliensis, Scedo sporium apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga
efektif terhadap dematiaceous mould dan dermatofita tetapi tidak efektifterhadap
Zygomycetes. Itrakonazol dosis kontinyu sama efektif dengan dosis pulse
Padaonikomikosis kuku tangan, pulse terapi diberikan selama 2 bulan,sedangkan
onikomikosis kuku kaki selama 3 bulan. Itrakonazoltersedia juga dalam bentuk kapsul
100 mg. Bentuk kapsul diberikandalam kondisi lambung penuh untuk absorpsi
maksimal, karena cyclodextrin yang terdapat dalam bentuk ini sering
menimbulkankeluhan gastrointestinal.

3.Flukonazol
Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi kandidiasis oralatau
esophageal, criptococcal meningitis dan pada penelitian laindinyatakan efektif pada
sporotrikosis (limfokutaneus dan visceral)(Gupta, 2002).Flukonazol digunakan sebagai
lini pertama terapi kandidiasismukotan. Pada pediatrik digunakan untuk terapi tinea
kapitis yang disebabkan Tinea tonsurans dengan dosis 6 mg/kg/hr selama 20 hari,dan 5
mg/kg/hr selama 30 hari. Tetapi diberikan lebih lama padainfeksi Mycoplasma canis.
Flukonazol tersedia sediaan tablet 50 mg,100 mg, 150 mg, dan 200mg; sediaan oral
solusio 10 mg/ml dan 40mg/ml dan dalam bentuk sediaan intravena. Direkomendasikan pada anak-
anak <6 bulan (Bellantoni, 2008).
Penggunaan untuk orang dewasa dan kandidiasis vagina adalah 150 mg dosis tunggal. Pada
kandidiasis vulvovaginal rekuren 150 mgtiap minggu selama 6 bulan atau lebih. Tinea
pedis dengan 150 mg tiap minggu selama 3-4 minggu, dengan 75% perbaikan pada
minggu ke-4.Pada terapi onikomikosis, terbinafin 250 mg sehari selama 12 minggulebih
utama dibandingkan flukonazol 150 mg tiap minggu selama 24minggu. Pada pitiriasis
versikolor digunakan 400 mg dosis tunggal.Pada suatu penelitian open label randomized
meneliti pitiriasis versikolor yang diterapi dengan 400 mg flukonazol dosis
tunggaldibandingkan dengan 400 mg itrakonazol, ternyata flukonazol lebihefektif
dibandingkan itrakonazol dengan dosis sama.

4.Varikonazol
Varikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap Aspergillussp.,
Blastomyces dermatitidis, Candida sp, Candida spp flukonazolresistant., Cryptococcus
neoforams, Fusarium sp., Histoplasma capsulatum, dan Scedo sporium apos permum. Tidak
efektif terhadap Zygomycetes. Pemberian pada kandidiasis esofageal dimulai dengan
dosis oral200 mg setiap 12 jam untuk berat badan > 40 kg dan 100 mg setiap 12 jam
untuk berat badan < 40 kg. Untuk aspergilosis invasif dan
penyakit jamur, lainnya yang disebabkan Scedosporium asiospermum dan Fussarium spp
Direkomendasikan loading dose 6 mg/kg IV setiap 12 jam untuk 24 jam pertama, diikuti
dengan dosis pemeliharaan 4mg/kgBB setiap 12 jam dengan pemberian intravena atau
200 mgsetiap 12 jam per oral.

5. Posakonazol
Posakonazol memiliki kemampuan antijamur terluas saat ini. Tidakditemukan
resistensi silang posakonazol dengan flukonazol.Posakonazol merupakan satu-satunya
golongan azol yang dapatmenghambat jamur golongan Zygomycetes. Posakonazol juga
dapatdigunakan dalam pengobatan aspergilosis dan fusariosis (Marr, 2002). Posakonazol
hanya tersedia dalam bentuk suspensi oral, dapatdiberikan dengan rentang dosis 50-800 mg.
Pemberian awalposakonazol dibagi menjadi empat dosis guna mencapai level
plasmaadekuat. Pemberian posakonazol dapat juga diberikan dua kali seharipada
keadaan tidak membahayakan jiwa. Absorbsi posakonazol lebihbaik bila diberikan
bersama dengan makanan atau suplemen nutrisi.
B. Golongan Alilamin
1.Terbinafin
Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektifterhadap
dermatofit yang bersifat fungisidal dan fungistatik untuk Candida albican, tetapi bersifat
fungisidal terhadap Candida parapsilosis. Terbinafin juga efektif terhadap
Aspergillosis sp., Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, sporo thrix
schenxkii dan beberapa dermatiaceous moulds (Bellantoni, 2008).
Pada onikomikosis kuku tangan dan kaki dewasa yang disebabkandermatofita,
pemberian terbinafin kontinyu lebih efektif daripadaitrakonazol dosis puls. Oral
terbinafin efektif untuk pengobatandermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis terbinafin
oral untuk dewasayaitu 250 mg/hari, tetapi pada pasien dengan gangguan hepar
ataufungsi ginjal (kreatinin klirens < 50 ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin >
300 μmol/ml) dosis harus diberikan setengah dari dosis tersebut. Pengobatan tinea pedis
selama 2 minggu, tinea korporis dankruris selama 1-2 minggu, sedangkan infeksi pada
kuku tangan selama 3 bulan dan kuku kaki selama 6 bulan atau lebih (Bennet, 2006).

C. Golongan Polien
1. Amfoterisin B
Amfoterisin B mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillus
sp., Mucorales sp., Blastomyces dermatitidid, candida sp.,Coccidiodiodes immitis,
Cryptococcus neoformans, Histoplasmacapsulatum, paracoccidioides brasiliensis,
Penicillium marneffei.Sedangkan untuk Aspergillus tereus, Fussarium sp., Malassezia
furfur,Scedosporium sp dan Trichosporon asahii biasanya resisten
(Bennet,2006).Kebanyakan pasien dengan infeksi mikosis dalam diberikan dosis1-2 gr amfoterisin
B deoksikolat selama 6-10 minggu.
Orang dewasadengan fungsi ginjal yang normal diberikan dosis 0,6-1,0 mg/kg
BB.Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu dites dengan dosis 1 mgamfoterisin B di
dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2 jam (anak-anak dengan
berat badan kurang dari 30 kg diberikan dosis0,5 mg) kemudian diobservasi dan
dimonitor suhu, denyut jantung dantekanan darah setiap 30 menit oleh karena pada
beberapa pasien dapattimbul reaksi hipotensi berat atau reaksi anafilaksis. Dosis obat
dapatditingkatkan > 1mg/kgBB, tetapi tidak melebihi 50 mg. Setelah 2minggu pengobatan,
konsentrasi di dalam darah akan stabil dan kadar obat di jaringan makin bertambah dan
memungkinkan obat diberikanpada interval 48 atau 72 jam (Gupta, 2002).Pemberian
liposomal amfoterisin B biasanya dimulai dengan dosis1,0 mg/kg BB dapat
ditingkatkan menjadi 3,0-5,0 mg.kgBB atau lebih.
Formula ini harus diberikan intravena dalam waktu 2 jam, jikaditoleransi baik
maka waktu pemberian dapat dipersingkat menjadi 1 jam. Obat ini berikan pada
individu selama 3 bulan dengan dosiskumulatif 15 g tanpa efek samping toksik yang
signifikan. Dosis yangdianjurkan adalah 3 mg/kbBB/hari (Ray, 2000).Dosis yang
direkomendasikan untuk pemberian amfoterisin B lipidkompleks yaitu 5 mg/kgBB dan
diberikan intravena dengan rata-rata2,5 mg/kbBB/jam. Obat ini pernah diberikan pada
individu selama 11bulan dengan dosis kumulatif 50 g tanpa efek samping toksik
yangsignifikan (Ray, 2000).
Dosis awal amfoterisin B dispersi koloid yaitu 1,0 mg/kgBBdiberikan intravena
dengan rata-rata 1 mg/kgBB/jam dan jikadibutuhkan dosis dapat ditingkatkan menjadi
3,0-4,0 mg/kgBB. Obatini pernah diberikan pada individu dengan dosis kumulatif 3 g
tanpaefek samping toksik yang signifikan (Gupta, 2002).

2.Nistatin
Nistatin merupakan antibotik yang digunakan sebagai antijamur,diisolasi dari
Streptomyces nourse pada tahun 1951. Untuk pengobatankandidiasis oral nistatin diberikan
tablet nistatin 500.000 unit setiap 6 jam. Suspensi nistatin oral terdiri dari 100.000
unit/ml yang diberikan4 kali sehari dengan dosis pada bayi baru lahir 1 ml, infant 2 ml
dandewasa 5 ml (Bennet, 2006).

D.Golongan Ekinokandin
1.Kaspofungin
Kaspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas.Kaspofungin
efektif terhadap Aspergillus fumigates, Aspergillus flavus dan Aspergillus terreus.
Kaspofungin mempunyai aktifitas yang berubah-ubah terhadap Coccidioides immitis
Histoplasma capsulatum dan dermatiaceous molds. Kaspofungin juga efektif terhadap
sebagianbesar Candida sp., dengan efek fungisidal yang tinggi, tetapi dengan Candida parpsilosis
Dan Candida krusei kurang efektif, dan resistenterhadap Cryptococcus neoformans
(Wu, 2004).Pada pasien aspergilosis, dosis yang dianjurkan 70 mg pada haripertama
dan 50 mg/hari untuk hari selanjutnya. Setiap dosis harusdiberikan intravena melalui
infus dalam periode 1 jam. Pasien dengankerusakan hepar sedang, direkomendasikan
dosis kaspofunginditurunkan menjadi 35 mg.

2. Mikafungin
Pada tahun 2005, mikafungin disetujui FDA untuk terapi esofagitiskandida pada
pasien HIV, melaporkan pemberian mikafungin 50-100 mg/harimenyebabkan respon total
atau parsial pada 35 dari 36 pasien kandidiasis esophagus (97,2%) dan insiden efek simpang hanya 2,8%(1
dari 36 pasien). Mikafungin juga bermanfaat untuk terapi aspergilosis invasif (Rubin,
2002).Penelitian juga telah dilakukan untuk membandingkan efektifit asmikafungin
dengan flukonazol sebagai antijamur profilaksis pada 882 pasien yang menjalani
transplantasi stem sel hemopoietik. Mikafungin diberikan 50 mg/hari atau flukonazol
400 mg/hari secara acak selamaenam minggu. Hasil penelitian menunjukkan respon
mikafunginsebagai antijamur profilaksis lebih baik dibanding flukonazol
(80%dibanding 73.5%; p= 0.025).
Hasil ini konsisten terhadap semuasubgroup termasuk anak dan orang tua,
pasien dengan netropeniapersisten dan resipien transplantasi alogenik dan autolog
(Gupta,2002).

3. Anindulafungin
Anindulafungin merupakan kelompok ekinokandin yang telahdisetujui FDA tahun
2006 untuk penatalaksanaan kandidiasis, esophagus, peritonitis dan abses intraabdomen
disebabkan kandida (Onyewu, 2007).

E. Golongan Antijamur Lain1.


Flusitosin
Flusitosin efektif terhadap Candida sp., Cryptococcus neoformans,Cladophialophora
carrionii, Fonsecaea sp., Phialophora verrucosa(Bennet, 2006). Pada orang dewasa
dengan fungsi ginjal yang normal, pemberianflusitosin diawali dengan dosis 100 mg/kg
BB perhari, dibagi dalam 4dosis dengan interval 6 jam namun jika terdapat gangguan
ginjalpemberian flusitosin diawali dengan dosis 25 mg/kgBB (Bennet,2006).Efek
samping yang sering dijumpai yaitu mual,muntah dan diare.Trombositopenia dan
leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi obat didalam darah meninggi, menetap (>100
mg/L) dan dapat juga dijumpai jika obat dihentikan. Peninggian kadar transaminase
dapat jugadijumpai pada beberapa pasien tetapi dapat kembali normal setelahobat
dihentikan (Bennet, 2006).

2.Griseofulvin
Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanyauntuk spesies
Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., danTrichophyton sp., yang merupakan
penyebab infeksi jamur pada kulit,rambut kuku. Griseofulvin tidak efektif terhadap
kandidiasis kutaneusdan pitiriasis versikolor (Bennet, 2006).Griseofulvin terdiri atas 2
bentuk yaitu microsize (mikrochryristallin) dan ultramicrosize (ultramicrochrystallin
).Bentuk ultramicrosize penyerapannya pada saluran pencernaan 1,5 kalidibandingkan
dengan bentuk microsize (Bellantoni, 2008).Pada saat ini, griseofulvin lebih sering
digunakan untukpengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai padaanak-
anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.
Dosis pada anak- anak 20-25 mg/kg/hari ( mikrosize), atau 15-20 mg/kg/hari
(Ultrasize )selama 6-8 minggu (Bellantoni, 2008).Dosis griseofulvin (pemberian secara
oral) yaitu dewasa 500-1000mg/ hari (microsize) dosis tunggal atau terbagi dan 330-375
mg/hari( ultramicrosize ) dosis tunggal atau terbagi (Rubin, 2002). Lamapeng obatan untuk tinea
korporis dan kruris selama 2-4 minggu, untuktinea kapitis paling sedikit selama 4-6
minggu, untuk tinea pedisselama 4-8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3-6
bulan(Bennet, 2006).
Obat antijamur topikal :
A. Golongan Azol – Imidazol1.

1.Klotrimazol
Klotrimazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatifitosis,kandidiasis oral,
kutaneus dan genital. Untuk pengobatan oralkandidiasis, diberikan oral troches (10 mg)
5 kali sehari selama 2minggu atau lebih. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis
diberikandosis 500 mg pada hari ke-1, 200 mg hari ke-2, atau 100 mg hari ke-6yang
dimasukkan ke dalam vagina. Untuk pengobatan infeksi jamurpada kulit digunakan
krim klotrimazol 1% dosis dan lamanyapengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya
diberikan selama 2-4minggu dan dioleskan 2 kali sehari (Bennet, 2006).
2.Ekonazol
Ekonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dankandidiasis oral,
kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandidiasisvaginalis diberikan dosis 150 mg
yang dimasukkan ke dalam vaginaselama 3 hari berurut-turut. Untuk pengobatan infeksi
jamur pada kulitdigunakan ekonazol krim 1 %, dosis dan lamanya tergantung darikondisi pasien,
biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2kali sehari. Ekonazol penetrasi dengan
cepat di stratum korneum.Kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah (Bennet, 2006).

3.Mikonazol
Mikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasisversikolor,
serta kandidiasis oral, kutaneus dan genital. Mikonazolcepat berpenetrasi pada stratum
korneum dan bertahan lebih dari 4 harisetelah pengolesan. Kurang dari 1% diabsorpsi
dalam darah. Absorpsikurang dari 1,3% di vagina. Pengobatan kandidiasis
vaginalisdiberikan dosis 200 selama 7 hari atau 100 mg selama 14 hari yangdimasukkan
ke dalam vagina. Pengobatan kandidiasis oral, diberikan oral gel (25 mg) 4 kali sehari.
Pengobatan infeksi jamur pada kulitdigunakan mikonazol krim 2%, dosis dan lamanya
pengobatantergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggudan
dioleskan 2 kali sehari (Bennet, 2006).
4.Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin danmencapai keratin
dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat ekrin.Penghantaran akan menjadi
lebih lambat ketika mencapai lapisan basalepidermis dalam waktu 3-4 minggu.
Konsentrasi ketokonazol masihtetap dijumpai, minimal 10 hari setelah obat dihentikan
(Kyle, 2004).Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis,
pitiriasisversikolor, kutaneus kandidiasis dan dapat juga untuk pengobatandermatitis
seboroik. Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakankrim ketokonazol 1%, dosis
dan lamanya pengobatan tergantung darikondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4
minggu dan dioleskansekali sehari sedangkan pengobatan dermatitis seboroik dioleskan
2kali sehari. Pengobatan pitiriasis versikolor menggunakan ketokonazol2% dalam
bentuk shampoo sebanyak 2 kali seminggu selama 8 minggu(Kyle, 2004).
5.Sulkonazol
Sulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dankandidiasis
kutaneus. Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakansulkonazol krim 1%. Dosis
dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan
tinea korporis , tinea krurisataupun pitiriasis versikolor dioleskan 1 atau 2 kali sehari
selama 3minggu dan untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu(Kyle,
2004).

6.Terkonazol
Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dankandidiasis kutaneus
dan genital. Pengobatan kandidiasis vaginalisyang disebabkan Candida albicans digunakan
terkonazol krim vagina0,4% (20 gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam vagina
menggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3hari berturut-turut dan vaginal
supositoria dengan dosis 80 mgterkonazol, dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali sehari
sebelum waktutidur selama 3 hari berturut-turut (Huang, 2004).

7.Tiokonazol
Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dankandidiasis kutaneus
dan genital. Pengobatan kandidiasis vaginalisyang disebabkan Candida albicans
, digunakan terkonazol krim vagina0,4% (20 gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam
vaginamenggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3hari berturut-turut dan
vaginal supositoria dengan dosis 80 mgterkonazol, dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali
sehari sebelum waktutidur selama 3 hari berturut-turut (Huang, 2004).

8.Sertakonazol
Sertakonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosisdan candida sp
, digunakan sertakonazol krim 2%, dioleskan 1-2 kalisehari selama 4 minggu .

B.Golongan Alilamin / Benzilamin


1.Naftifin
Naftifin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan Candida sp. Untuk
pengobatan digunakan krim naftifin hidrokloridakrim 1% dioleskan 1 kali sehari selama
1 minggu.
2. Terbinafin
Terbinafin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis,pitiriasis versikolor
dan kandidiasis kutaneus. Digunakan terbinafinkrim 1% yang dioleskan 1 atau 2 kali
sehari. Untuk pengobatan tineakorporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu,
untuk tineapedis selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2minggu dan
untuk pitiriasis versikolor selama 2 minggu .
3.Butenafin
Butenafin merupakan golongan benzilamin aktifitas antijamurnyasama dengan
golongan alilamin. Butenafin bersifat fungisidal terhadapdermatofita dan dapat
digunakan untuk pengobatan tinea korporis,tinea kruris dan tinea pedis, dioleskan 1 kali
sehari selama 4 minggu(Gupta, 2002).

C. Golongan Polien
1.Nistatin
Pengobatan kandidiasis kutis dapat digunakan nistatin topikal padakulit atau
membrane mukosa (rongga mulut, vagina). Untukpengobatan kandidiasis vaginalis
diberikan 1 atau 2 vaginal suppossitoria (100.000 setiap unitnya) yang diberikan selama
kuranglebih 14 hari (Bennet, 2006).
D.Golongan Lain
1.Asam Udesilenat
Asam undesilenat bersifat fungistatik, dapat juga bersifat fungisidal apabila
terpapar lama dengan konsentrasi yang tinggi pada agen jamur.Tersedia dalam bentuk
salep, krim, bedak, spray , powder , sabun, dan cairan. Salap asam undesilenat mengandung 5%
asam undesilenat dan 20% zinc undesilenat. Zinc bersifat astringent yang
menekaninflamasi. Preparat ini digunakan untuk mengatasi dermatomikosis,khususnya
tinea pedis. Efektifitas masih lebih rendah dari imidazol, haloprogin atau tolnaftat.
Preparat ini juga dapat digunakan pada ruampopok, dan tinea kruris.

2. Salep Whitefield
Pada tahun 1970, Arthur Whitefield membuat preparat salep yangmengandung
12% asam benzoate dan 6% asam salisilat. Kombinasi inidikenal dengan salep
Whitefield , Asam benzoat bekerja sebagaifungistatik, dan asam salisilat sebagai
keratolitik sehingga menyebabkan d eskuamasi keratin yang mengandung jamur.Digunakan
untuk mengatasi tinea pedis, dan tinea kruris.

3.Amorolfin
Amorolfin merupakan phenylpropylpiperidine. Bekerja dengancara menghambat
biosintesis ergosterol jamur. Aktifitas spektrumnyaluas, dapat digunakan untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris,tinea pedis dan onikomikosis. Untuk infeksi
jamur pada kulitamorolfin dioleskan satu kali sehari selama 2-3 minggu
sedangkanuntuk tinea pedis selama 6 bulan. Amorolfin 5% nail lacquaer diberikan sebagai
monoterapi pada onikomikosis ringan tanpa adanyaketerlibatan matriks. Diberikan satu atau dua
kali seminggu selama 6-12 bulan. Pemakaian amorolfin 5% pada pengobatan jamur
memilikiangka kesembuhan 60-76% dengan pemakaian satu atau dua kaliseminggu.
Kuku tangan dioleskan satu atau dua kali setiap mingguselama 6 bulan sedangkan kuku
kaki harus digunakan selama 9-12bulan (Ashley, 2006).

4.Siklopiroks olamin
Siklopiroks olamin adalah antijamur sintetik hydroxypyridone,bersifat fungisidal,
sporisida dan memiliki penetrasi yang baik padakulit dan kuku. Siklopiroks efektif
untuk pengobatan tinea korporis,tinea kruris, tinea pedis, onikomikosis, kandidiasis
kutaneus danpitiriasis versikolor (Huang, 2004). Untuk pengobatan infeksi jamur pada
kulit harus dioleskan 2 kalisehari selama 2-4 minggu sedangkan untuk pengobatan
onikomikosisdigunakan siklopiroks nail lacquer 8%. Setelah dioleskan padapermukaan kuku
yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalamwaktu 30-45 detik, zat aktif akan
segera dibebaskan dari pembawaberdifusi menembus lapisan lempeng kuku hingga ke
dasar kuku (nailbed ) dalam beberapa jam sudah mencapai kedalaman 0,4 mm
dansecara penuh akan dicapai setelah 24-48 jam pemakaian.
Kadar obat akan mencapai kadar fungisida dalam waktu 7 hari sebesar 0,89 ±0,25 mikrogram
tiap milligram material kuku. Kadar obat akan meningkat terus hingga 30-45 hari
setelah pemakaian dan selanjutnya konsentrasi akan menetap yakni sebesar 50 kali
konsentrasi obat minimal yang berefek fungisidal. Konsentrasi obat yang berefek
fungisidal ditemukan di setiap lapisan kuku (Bennet, 2006).Sebelum pemakaian cat
kuku siklopiroks, terlebih dahulu bagiankuku yang terinfeksi diangkat atau dibuang,
kuku yang tersisa dibuatkasar kemudian dioleskan membentuk lapisan tipis. Dilakukan
setiap 2hari sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan keduadan
seminggu sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenampengobatan. Pemakaian cat
kuku dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan(Ashley, 2006).

5.Haloprogin
Haloprogin merupakan halogenated phenolic , efektif untuk pengobatan tinea
korporis, tinea kruris, tinea pedis dan pitiriasisversikolor, dengan konsentrasi 1%
dioleskan 2 kali sehari selama 2-4minggu (Bennet, 2006).

6.Timol
Timol adalah antiseptik yang larut dalam alkohol efektif dalambentuk tingtur
untuk mengobati onikolisis. Timol bekerja sebagai antiseptik membunuh organisme pada saat
alkohol menguap. Tidaktersedia preparat komersil; ahli farmakologi mencampur 2-4%
timol ke dalam larutan dasar seperti etanol 95% dan mengendap di dasar
botol.Pemakaiannya jari ditegakkan vertikal lalu diteteskan solusio sampaimenyentuh
hiponikium, gaya gravitasi dan tekanan permukaan secaracepat mendistribusikan timol
ke bagian terdalam dari ruang subungual(Kyle, 2004).

7.Castellani’s paint
Castellani’s paint (carbol fuchsin paint) memiliki aktifitasantijamur dan
antibacterial. Digunakan sebagai terapi tinea pedis,dermatitis seboroik, tinea imbrikata.

8.Alumunium Chloride
Alumunium Chloride 30% memiliki efikasi mirip dengan Castellani’s paint
pada terapi tinea pedis.

9.Gentian Violet
Gentian violet adalah triphenylmethane (rosaniline) dye. Produkyang dipasarkan
mengandung 4% tetramethyl dan pentamethylcongeners campuran ini membentuk kristal
violet. Solusio gentianviolet dengan konsentrasi 0,5-2% digunakan pada infeksi
jamurmukosa. Gentian violet memiliki efek antijamur dan antibaterial.
10. Potassium Permanganat
Potassium permanganat tidak memiliki aktifitas antijamur. Padapengenceran
1:5000 sering digunakan untuk meredakan inflamasiakibat kandidiasi intertriginosa

11. Selenium Sulphide


Losio 2,5% selenium sulphide untuk terapi pitiriasis versikolor dandermatitis
seboroik. Pengguinaan losio selama 10 menit satu kalisehari selama pemakaian 7 hari,
tidak terjadi absorpsi perkutaneusyang signifikan.Selenium sulphide 2,5%
dalam bentuk sampo dapat menyebabkan iritasi pada kulit kepala atau perubahan warna
rambut.Losio selenium sulphide juga digunakan sebagai sampo pada tineakapitis yang
telah diberikan terapi oral griseofulvin.

12.Zinc Pyrithione
Zinc pyrithione adalah antijamur dan antibakteri yang digunakanmengatasi
pitiriasis sika. Sampo zinc pyrithione 1% efektif pada terapipitiriasis versikolor yang
dioleskan setiap hari selama 2 minggu.

13.Sodium Thiosulphate dan Salicylic Acid


Solusio 25% sodium thiosulfate dikombinasi dengan 1% salicylicacid tersedia
preparat komersial dan digunakan pada tinea versikolor(Huang, 2004).

14.Prophylen Glycol
Prophylen glycol (50% dalam air) telah digunakan untuk mengatasipitiriasis
versikolor. Prophylen glycol 4-6% sebagai agen keratolitik,yang secara in vitro bersifat
fungistatik terhadap Malassezia furfur kompleks (bentuk dari Pityrosporum spp). Solusio
propylene glycol-urea- asam laktat juga telah digunakan untuk onikomikosis.

Farmakokinetik
Obat antijamur sistemik :
1.Ketokonazol
Ketokonazol merupakan antijamur pertama yang dapat diberikanper oral.
Ketokonazol diabsorbsi dengan baik melalui oral yangmenghasilkan kadar yang cukup
untuk menekan pertumbuhan berbagai jamur. Dengan dosis oral 200 mg, diperoleh
kadar puncak 2-3 mcg/mlyang bertahan selama 6 jam atau lebih. Absorbsi akan
menurun pada pHcairan lambung yang tinggi, atau bila diberikan bersama antasida atau
antihistamin H2. Setelah pemberian oral, obat ini dapat ditemukan dalamurin, kelenjar
lemak, air ludah, kulit yang mengalami infeksi, tendon, dancairan sinovial. Ikatan
dengan protein plasma 84% terutama dengan albumin, 15 % diantaranya berikatan dengan sel
darah dan 1% terdapatdalam bentuk bebas.
Sebagian besar obat ini mengalami metabolismelintas pertam. Diperkirakan
ketokonazol diekskresi kedalam empedu,masuk ke usus dan sebagian kecil saja yang
diekskresi melalui urin;semuanya dalam bentuk metabolit tidak aktif.

2.Flukonazol
Flukonazol diserap baik melalui saluran cerna, dan kadarnya dalam plasma,
setelah pemberian IV, diperoleh lebih dari 90% kadar plasma.Absorpsi per oral tidak
dipengaruhi oleh adanya makanan. Kadar puncakdalam plasma diperoleh 0,5
jam sampai 1,5 jam setelah pemberian dengan waktu paruh sekitar 30 jam. Kadar
menetap dalam plasma dengan dosis harian diperoleh pada hari ke 4 sampai ke 5 yang kira –
kira 80% kadarplasma.

Obat anti jamur topikal :


1.Griseofulvin
Absorpsi griseofulvin sangat bergantung pada keadaan fisik obat ini dan
absorpsinya dibantu oleh makanan yang banyak mengandungl emak. Senyawa dalam bentuk
partikel yang lebih kecil diabsorbsi 2 kalilebih baik daripada partikel yang lebih besar.
Griseofulvin berukuranmikro dengan dosis 1 gram / hari akan menghasilkan kadar
dalam darah0,5 – 1,5 mcg/ml. Griseofulvin berukuran ultramikro diabsorpsi 2 kalilebih
baik dari senyawa berukuran mikro (UNSRI, 2004).Metabolisme terjadi di hati.
Metabolit utamanya adalah 6-metilgriseofulvin. Waktu paruhnya kira – kira 24 jam.
Jumlah yangdiekskresikan melalui urine adalah 50% dari dosis oral yang
diberikandalam bentuk metabolit dan berlangsung selama 5 hari. \
Kulit yang sakitmempunyai afinitas lebih besar terhadap obat ini, ditimbun
dalam selpembentuk kreatin, terikat kuat dengan kreatin dan akan muncul bersamasel
yang baru berdiferensiasi sehingga sel baru ini akan resisten terhadapserangan jamur.
Kreatin yang mengandung jamur akan terkelupas dan digantikan oleh sel baru yang
normal. Griseofulvin ini dapat ditemukandalam sel tanduk 4 – 8 jam setelah pemberian
2.Nistatin
Nistatin hampir tidak diabsorpsi melalui kulit, membran mukosa,atau saluran cerna.
Semua nistatin yang masuk kesaluran cernadikeluarkan kembali melalui tinja, dan tidak
ditemukan adanya nistatindalam darah atau jaringan (UNSRI, 2004).

Mekanisme Obat
Mekanisme kerja obat antijamur adalah dengan mempengaruhi sterolmembran
plasma sel jamur, sintesis asam nukleat jamur, dan dinding sel jamur
yaitu kitin, β glukan, dan manno oprotein.
1.Sterol membran plasma : ergosterol dan sintesis ergosterolErgosterol adalah
komponen penting yang menjaga integritasmembran sel jamur dengan cara mengatur
fluiditas dan keseimbangandinding membran sel jamur. Kerja obat antijamur secara
langsung(golongan polien) adalah menghambat sintesis ergosterol dimana obatini
mengikat secara langsung ergosterol dan channel ion di membra nsel jamur, hal ini
menyebabkan gangguan permeabilitas berupa kebocoran ion kalium dan menyebabkan
kematian sel. Sedangkan kerja antijamur secara tidak langsung (golongan azol) adalah
mengganggu biosintesis ergosterol dengan cara mengganggu demetilasi ergosterol pada
jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursorergosterol)

2.Sintesis asam nukleat


Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah dengan
cara menterminasi secara dini rantai RNA danmenginterupsi sintesis DNA. Sebagai
contoh obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah 5 flusitosin
(5 FC), dimana 5FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui sitosin permease. Di
dalamsel jamur 5 FC diubah menjadi 5 fluoro uridin trifosfat yangmenyebabkan
terminasi dini rantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah menjadi 5 fuoro
deoksiuridin monofosfat yang akanmenghambat timidilat sintetase sehingga memutus
sintesis DNA(Gubbins, 2009)

.
3.Unsur utama dinding sel jamur :
glukansDinding sel jamur memiliki keunikan karena tersusun atas
mannoproteins, kitin, dan α dan β glukan yang menyelenggarakan berbagai fungsi,
diantaranya menjaga rigiditas dan bentuk sel,metabolisme, pertukaran ion pada
membran sel. Sebagai unsur penyangga adalah β glukan. Obat antijamur
seperti golongan ekinokandin menghambat pembentukan β1,3 glukan tetapi tidak
secarakompetitif. Sehingga apabila β glukan tidak terbentuk, integritasstruktural dan
morfologi sel jamur akan mengalami lisis (Gubbins,2009).

Efek Samping
Obat antijamur sistemik :
A.Golongan Azol1.
- Ketokonazol
Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang seringdijumpai
terjadi pada 20% pasien yang mendapat dosis 400 mg/hari.Alergi dapat terjadi pada 4%
pasien, dan gatal tanpa rash terjadisekitar 2% pada pasien yang diterapi ketokonazol.
Hepatitis druginduced dapat terjadi pada beberapa hari pemberian terapi atau
dapatterjadi berbulan-bulan setelah pemberian terapi ketokonazol.Ketokonazol dosis
tinggi (>800 mg/hari) dapat menghambat humanadrenal synthetase dan testicular steroid
yang dapat menimbulkan alopesia, ginekomastia dan impoten (Bennet, 2006).

-Itrakonazol
Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinalseperti mual,
nyeri abdomen dan konstipasi. Efek samping lain sepertisakit kepala, pruritus, dan ruam
alergi (Gupta, 2002).

3.Flukonazol
Efek samping yang sering adalah masalah gastrointestinal sepertimual, muntah, diare, nyeri
abdomen dan juga sakit kepala. Selain ituhipersensitivitas, agranulositosis, sindroma
Stevens Johnsons,hepatotoksik, trombositopenia dan efek pada sistem saraf
pusat(Bellantoni, 2008).
4.Verikonazol
Efek toksik vorikonazol yang sering ditemukan adalah ganggua npenglihatan
transien (30%). Meski dapat ditoleransi dengan baik, pada10-15% kasus ditemukan
adanya abnormalitas fungsi hepar sehinggadalam pemberian vorikonazol perlu
dilakukan monitor fungsi hepar(Bennet, 2006).

B.Golongan Alilamin1.
Terbinafin
Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia, dannyeri abdomen.
Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasiendengan penyakit hepar kronik atau aktif
(Bennet, 2006).

C.Golongan Polien1.
Amfoterisin B
Pemberian formula konvensional dengan cara intravena dapatsegera
menimbulkan efek samping seperti demam, menggigil danbadan menjadi kaku.
Biasanya timbul setelah 1-3 jam pemberian obat.Mual dan muntah dapat juga dijumpai
tetapi jarang, sedangkan efeklokal flebitis sering juga dijumpai. Efek samping toksik
yang palingserius adalah kerusakan tubulus ginjal. Kebanyakan pasien yangmendapat
formula konvensional sering menderita kerusakan fungsiginjal terutama pada pasien yang
mendapat dosis lebih dari 0,5/kgBb/hari. Formula konvensional dapat juga menyebabkanhilangnya
potasium dan magnesium. Pasien yang mendapatpengobatan lebih dari 2 minggu, dapat
timbul anemia normokromikdan normositik sedang.

D. Golongan Ekinokandin
1.Kaspofungin
Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya ruamkulit, mual,
muntah (Ashley, 2006).

E.Golongan Antijamur Lain1.


1.Flusitosin
Efek samping yang sering dijumpai yaitu mual,muntah dan
diare.Trombositopenia dan leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi obat didalam darah
meninggi, menetap (>100 mg/L) dan dapat juga dijumpai jika obat dihentikan.
Peninggian kadar transaminase dapat jugadijumpai pada beberapa pasien tetapi dapat
kembali normal setelahobat dihentikan.

2.Griseofulvin
Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala,mual, muntah,
dan nyeri abdomen. Timbulnya reaksi urtikaria danerupsi kulit dapat terjadi pada
sebagian pasien.

Obat antijamur topikal :


A.Golongan Azol– Imidazol1.
1. Ekonazol
Sekitar 3% pasien mengalami eritema lokal, sensasi terbakar,tersengat, atau
gatal (Bennet, 2006).
2.Mikonazol
Efek samping pemakaian topikal vagina adalah rasa terbakar, gatalatau iritasi
7% kadang-kadang terjadi kram di daerah pelvis (0,2%),sakit kepala, urtika, atau
skin rash Iritasi, rasa terbakar dan maserasi jarang terjadi pada pemakaian
kutaneus. Mikonazol aman digunakan pada wanita hamil, meskipun beberapa ahli
menghindari pemakaianpada kehamilan trimester pertama.

B. Golongan Polien
1.Nistatin
Nistatin biasanya tidak bersifat toksik tetapi kadang-kadabng dapat timbul mual,
muntah dan diare jika diberikan dengan dosis tinggi(Bennet, 2006).

C. Golongan Lain
1.Salep Whitefield
Preparat nini sering menyebabkan iritasi khususnya jika dipakaipada permukaan
kulit yang luas. Selain itu absorpsi secara sistemikdapat terjadi, dan menyebabkan
toksisitas asam salisilat, khususnyapada pasien yang mengalami gagal ginjal.
2.Timol
Penggunaan timol beresiko iritasi, dan memiliki bau yang tidak menyenangkan (Kyle,

3.Castellani’s paint
Efek sampingnya adalah iritasi dan reaksi toksik terhadap fenol(Huang, 2004).

Indikasi dan Kontraindikasi


Obat antijamur sistemik :
A.Golongan Azol1.
1. Itrakonazol
Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillosis sp.
, Blastomyces dermatidis, Candida sp., Cossidiodesimmitis, Cryptococcus neoformans,
Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis,
Scedosporium apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap
dematiaceous mould dan dermatofita tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes.
Itrakonazol merupakan obat kategori C, sehingga tidakdirekomendasikan untuk wanita hamil
dan menyusui, karenadieksresikan di air susu.

2.Flukonazol
Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi kandidiasis oralatau
esophageal, criptococcal meningitis dan pada penelitian laindinyatakan efektif pada
sporotrikosis (limfokutaneus dan visceral)(Gupta, 2002).Flukonazol ditoleransi baik
oleh geriatrik kecuali dengan gangguanginjal. Obat ini termasuk kategori C, sehingga
tidak direkomendasikanuntuk wanita hamil dan menyusui (Bellantoni, 2008).

3.Varikonazol
Varikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap Aspergillussp.,
Blastomyces dermatitidis, Candida sp, Candida spp flukonazolresistant., Cryptococcus
neoforams, Fusarium sp., Histoplasma capsulatum, dan Scedosporium apospermum, Tidak
efektif terhadap Zygomycetes (Gubbins, 2009).Vorikonazol bersifat teratogenik pada
hewan dan kontraindikasipada wanita hamil (Bennet, 2006).
4.Ketokonazol
Ketokonazol terutama efektif terhadap histoplasmosis paru, tulang,sendi, dan
jaringan lemak. Obat ini efektif untuk kriptokokosisnonmeningeal,
parakoksidioidomikosis, beberapa bentukkoksdioidomikosis, dermatomikosis, dan
kandidosis (mukokutan,vaginal, dan rongga mulut) (UNSRI, 2004).Ketokonazol
dikontrai ndikasikan pada penderita yang hipersensitif,ibu hamil dan menyusui, serta
penyakit hepar akut
DAFTAR PUSTAKA

1. Ashley ES et.al. 2006.Pharmacology of systemic antifungal agents ClinicalInfectious


Disease D;43 (Suppl 1):28-39.
2. Batubara, P. 2010. Farmakologi Dasar . Jakarta : Leskonfi.
3. Bellantoni MS, Konnikov N. 2008. Oral antifungal agents. In: Wolff K,Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks’s Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill.p 2211-2217
4. Bennet JE. 2006. Antimicrobial Agents: Antifungal Agents. In: Brunton
LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilman's: The Pharmacological Basis OfThera
peutics. 11th Ed New York: Mc Graw-Hill.
5. Farah, Nur. 2014. Asuhan keperawatan infeksi pada kulit akibat jamur, bakteri,virus.
Tersedia online dihttp://nurs_farah-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-93836-
UmumAsuhan%20Keperawatan%20infeksi%20pada%20kulit%20akibat%20jamur,
%20bakteri,%20virus.html [Diakses pada 25 November 2015].
6. Gupta AK. 2002. Systemic antifungal agents.In: Wolverton ES, editor.Comprehensive
dermatology drug therapy. Indianapolis, Indiana: W.B.Saunders Company; Pp75-99.
7. Huang DB. 2004. Therapy Of Common Superficial Fungal Infection Dermatologic
Therapy; 17: 517-522.
8. Kyle AA, Dahl MV. 2004. Topical therapy for fungal infections Am J
ClinDermatol:5(6):443-461.
9. Marr KA. 2002. Empirical Antifungal Therapy- New Options, New Tradeoffs
NEngl J Med; 346(4): 278-280

Anda mungkin juga menyukai