Anda di halaman 1dari 12

Inkompabilitas ABO Pada Bayi Usia 3 Hari

Ida Bagus Indrayana (102009119)


Anastasia Anggraeni (102010151)
Prawira Wijaya ( 102013077)
Lundmila Teme (102013098)
Christine Oktaviani (102013154)
Kevin Lukito (1020131168)
Lorenzia Wijaya (102013180)
Herni Mariati Rangan (102013363)
Felicia Calista Ventura Santosa (102013431

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061
ranganherni@ymail.com

I. Pendahuluan
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan
pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu
pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat
berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX
alpha) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum
berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal.
Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah.1
Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan
fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin
secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan
kematian. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah
ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis seperti inkompabilitas
ABO dan rhesus, sepsis neonatal, breast feeding jaundice, dan perdarahan intrakranial.

1
Pada Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih menonjol dibandingkan dengan
anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi hemolisis terjadi selagi zat anti dari ibu
masih terdapat dalam serum bayi.1-3

II. Isi dan Pembahasan


A. ANAMNESIS
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau
tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi, membagi
informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien.
Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal
yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan
sosial.2 Dalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis secara tidak langsung (alloanamnesis)
melalui ibu karena pasien seorang bayi berusia 48 jam. Riwayat kesehatan yang perlu
dikumpulkan meliputi :
 Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, dan alamat;
 Keluhan utama yang berasal dari kata-kata orang tua yang menyebabkan pasien
membutuhkan perawatan yaitu bayi tersebut tampak kuning;
 Riwayat penyakit saat ini meliputi pendekatan yang dijelaskan berikutnya;
 Riwayat kesehatan masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup imunisasi, uji
skrining dan penyakit yang diderita oleh ibu;
 Riwayat keluarga yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan penyebab kematian
dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua,
saudara kandung, anak, cucu dan
 Riwayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas hiburan, diet sehari-hari, serta situasi ibu
saat hamil.2
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis pada neonatus, harus dilakukan anamnesis yang cermat
untuk mengetahui hal-hal berikut:

 Riwayat terdapatnya penyakit keturunan;


 Riwayat kehamilan-kehamilan sebelumnya (Gravida 1 Para 1 Abortus 0);
 Riwayat kehamilan sekarang (konsumsi obat-obatan dan trauma yang dialami selama
kehamilan) dan

2
 Riwayat persalinan sekarang (normal atau sungsang, partus spontan, partus
presipitatus, atau partus buatan).3

Pendekatan bayi dengan ikterus membutuhkan beberapa informasi terstruktur seperti (1)
Berat badan bayi baru lahir; (2) Masa gestasi dan (3) Usia dalam jam untuk menentukan apakah
ikterus fisiologik atau patologik.3

Pertanyaan yang patut ditujukan untuk ikterus patologik antara lain (1) Golongan darah
dan Rhesus ibu untuk riwayat inkompabilitas darah; (2) Penyakit ibu selama hamil untuk riwayat
sepsis neonatal dan (3) Waktu pengeluaran mekonium dan urin pertama.3

B. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-Tanda Vital
Sesudah penampakan umum janin dievaluasi, pemeriksaan harus diteruskan dengan penilaian
tanda-tanda vital, terutama frekuensi jantung (frekuensi jantung normal 120-160 denyut/menit),
frekuensi pernapasan (frekuensi normal 30-60 pernapasan/menit), suhu (biasanya pada mulanya
dilakukan pengukuran per rektal dan kemudian melalui aksila), dan tekanan darah (sering
dicadangkan untuk bayi sakit). Selain itu, panjang tubuh, berat badan, dan lingkar kepala harus
diukur dan dicatat pada kurva pertumbuhan untuk menentukan apakah pertumbuhan normal,
terlalu cepat, atau terlambat menurut usia kehamilan tertentu.

Kulit

- Abnormalitas kulit yang abnormal (kulit kolodion; aplasia kutis; sklerema neonatorum)
- Warna bayi kaukasia yang normal adalah merah muda.
o Pucat : anemia atau perfusi yang buruk
o Warna kelabu : asidosis
o Plethora : polisitemia
o Ekimosis : trauma lahir
o Ikterus : peningkatan bilirubin yang bereaksi indirek.
- Ruam (milia)
- Lesi vaskuler (hemangioma)
- Lesi berpigmen dan nevi (bercak Mongolian)

3
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengukuran bilirubin diindikasikan jika ikterus pada usia kurang dari 24 jam dan tampaknya
signifikan pada pemeriksaan klinis.

Gambar 4. Grafik Bilirubin Serum Total terhadap Usia Pasca Natal

Pemeriksaan lebih lanjut, selain bilirubin serum total, yang mungkin dibutuhkan (usia <3
minggu) antara lain bilirubin direk, albumin serum, hitung darah lengkap, hitung retikulosit, dan
apusan untuk morfologi darah tepi. Untuk golongan darah dan tes antibodi direk dapat dilakukan
direct antibody test atau tes Coombs.1,2

D. DIAGNOSIS KERJA
Inkompabilitas ABO

Menurut statistik kira-kira 20% dari seluruh kehamilan terlibat dalam ketidak-selarasan golongan
darah ABO dan 75% dari jumlah ini terdiri dari ibu golongan darah O dan janin golongan A atau
B. Walaupun demikian hanya pada sebagian kecil tampak pengaruh hemolisis pada bayi baru
lahir. Hal ini disebabkan oleh karena isoaglutinin anti-A dan anti-B yang terdapat dalam serum
ibu sebagian besar terbentuk 19-S, yaitu gamaglobulin-M yang tidak dapat melalui plasenta
(merupakan makroglobulin) dan disebut isoaglutinin natural. Hanya sebagian kecil dari ibu yang

4
mempunyai golongan darah O, mempunyai antibodi 7-S, yaitu gamaglobulin g (isoaglutinin
imun) yang tinggi dan dapat melalui plasenta sehingga mengakibatkan hemolisis pada bayi. 1,2
Ikterus biasanya timbul dalam waktu 24 jam sesudah lahir, tidak pucat oleh karena tidak
terdapat anemia atau hanya didapatkan anemia ringan saja. Jarang sekali menyebabkan hidrops
fetalis atau lahir mati serta hepatosplenomegali. Kira-kira 40-50% mengenai anak pertama,
sedangkan anak-anak berikutnya mungkin terkena dan mungkin tidak. Bila terkena tidak tampak
gejala yang berat seperti pada inkompabilitas rhesus.

Kadar hemoglobin normal dan kadang-kadang agak menurun (10-12 g%)., retikulositosis,
polikromasi, sferositosis dan sel darah merah berinti jumlahnya meningkat, uji Coombs mungkin
negatif atau positif lemah. Pengobatan dengan terapi sinar, transfuse tukar, dan sebagainya
tergantung peningkatan kadar bilirubin.

E. DIAGNOSIS BANDING
Inkompabilitas Rhesus.

Hemolisis biasanya terjadi bila ibu mempunyai Rhesus NEGATIF dan anak mempunyai Rhesus
POSITIF. Bila sel darah janin masuk ke peredaran darah ibu, maka ibu akan dirangsang oleh
antigen Rh sehingga membentuk antibodi terhadap Rh. Zat antibodi Rh ini dapat melalui
plasenta dan masuk ke peredaran darah janin dan selanjutnya mengakibatkan penghancuran
eritrosit janin (hemolisis). Hemolisis ini terjadi dalam kandungan dan akibatnya ialah
pembentukan sel darah merah dilakukan oleh tubuh bayi secara berlebihan, sehingga akan
didapatkan sel darah merah berinti yang banyak. Oleh karena keadaan ini disebut
Eritroblastosis Fetalis. Pengaruh kelainan ini biasanya tidak terlihat pada anak pertama, tetapi
akan nyata pada anak yang dilahirkan selanjutnya.4

Bila ibu sebelum mengandung anak pertama pernah mendapat transfusi darah yang
inkompatibel atau ibu mengalami keguguran dengan janin yang mempunyai Rhesus POSITIF,
pengaruh kelainan inkompabilitas Rhesus ini akan terlihat pada bayi yang dilahirkan kemudian.

Bayi yang lahir mungkin mati (Still Birth) atau berupa Hidrops Fetalis yang hanya dapat
hidup beberapa jam dengan gejala edema yang berat, ascites, anemia dan hepatosplenomegali.

5
Biasanya bayi seperti ini mempunyai plasenta yang besar, bayi tampak pucat dan cairan
amnionnya berwarna kuning emas. Eritroblastosis fetalis pada saat lahir tampak normal, tetapi
beberapa jam kemudian timbul ikterus yang makin lama makin berat (hiperbilirubinemia) yang
dapat mengakibatkan ‘ kernicterus', hepatosplenomegali dan pada pemeriksaan darah tepi akan
didapatkan anemia, retikulositosis, jumlah normoblas dan eritroblas lebih banyak daripada biasa,
banyak sel darah (seri granulosit) muda. Kadar bilirubin direk dan indirek meninggi, juga
terdapat bilirubin dalam urin dan tinja.

Pemeriksaan golongan darah ibu dan anak (Rh dan ABO), uji Coombs, riwayat mengenai
bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam waktu 24 jam sesudah lahir, kadar
hemoglobin darah tali pusat kurang dari 15 g%, kadar bilirubin dalam darah talipusat lebih dari 5
mg%, hati dan limpa membesar, kelainan pada pemeriksaan darah tepi dan lain-lain. Pengobatan
dengan transfusi tukar.

ETIOLOGI
Sistem ABO ditemukan oleh Lansteiner pada tahun 1900. Ia menyatakan bahwa serum
seseorang tidak mungkin mengandung antibody terhadap antigen yang terdapat dalam
eritrositnya sendiri kecuali dalam keadaan patologis.1.3.4

Golongan Genotip Antigen (aglutinogen) Antibody (agglutinin) frekuensi


Darah
O OO - Anti-A dan anti-B ± 40%
A AA / AO A Anti-B ± 26%
B BB / BO B Anti-A ± 27%
AB AB AB - ± 7%

Ibu yang golongan darah O secara alamiah mempunyai antibody anti-A dan anti-B pada
sirkulasinya. Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritroblastosis dapat terjadi.
Sebagian besar secara alamiah, membentuk anti-A atau anti-B berupa antibody IgM yang tidak
melewati plasenta. Beberapa ibu juga relative mempunyai kadar IgG anti-A atau anti-B yang
tinggi yang potensial menyebabkan eritroblastosis karena melewati sawar plasenta. Ibu golongan
darah O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu golongan darah B dan

6
mempunyai kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu dengan golongan golongan darah A.
Dengan demikian, penyakit hampir selalu terjadi bila golongan darah O. Penyakit jarang terjadi
bila ibu golongan darah A dan bayi golongan darah B. Kehamilan pertama sering terkena
sensitisasi ibu tejadi sejak awal kehidupan melalui kontak dengan antigen A dan B. Penyakit
tidak memburuk pada kehamilan berikutnya yang juga terkena dan jika ada penyakitnya
cenderung menajdi lebih ringan.
Sekitar sepertiga bayi golongan A atau B dari ibu golongan darah O akan mempunyai
antibody ibu yang dapat dideteksi pada eritrositnya. Ini lebih sering terjadi pada bayi golongan
darah B daripada A dan lebih sering pada bayi kulit hitam daripada bayi kulit putih dengan
golongan darah A atau B. Hanya sebagian kecil dari bayi ini yang akan mengalami gejala klinis.
Pada mereka dengan penyakit klinis, terdapat jauh lebih sedikit antibody ibu yang melekat pada
tempat antigen pada eritrosis daripa yang ada pada penyakit Rhesus klinis. Akibatnya penyakit
klinis sangat ringan dengan reaksi antiglobulin langsung bervariasi dari hanya positif secara
mikroskopis sampai 2+. Ada sedikit atau tidak ada anemia dan bilirubinemia dapat dikendalikan
dengan dengan fototerapi atau pada kebanyakan diatasi dengan satu transfuse tukar. Namun, IgG
anti-A atau IgG anti-B tampaknya lebih banyak menyebabakan hemolisis daripada anti-Rh
dalam jumlah yang sama. Dengan demikian bayi dengan reaksi antiglobulin direk 2+ dengan
penyakit ABO biasanya akan menderita bilirubinemia lebih berat daripada bayi dengan 2+
karena penyakit Rh.
Ringannya Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO dapat dijelaskan sebagian oleh
antigen A dan Antigen B yang belum sepenuhnya berkembang pada saat lahir dank arena
netralisir sebagian antibody IgG ibu oleh antigen A dan B pada sel-sel lain yang terjadi dalam
plasma dan cairan jaringan. HDN ABO dapat ditemukan pada kehamilan pertama dan dapat atau
tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya. Pemeriksaan sediaan hapus darah memperlihatkan
autoaglutinasi dan sferositosis polikromasi dan eritroblastosis.

Epidemiologi
Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti bahwa serum
ibu mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective.
Inkompabilitas ABO nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir
dimana terdapat lebih dari 60% dari seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak parah jika

7
dibandingkan dengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan hiperbilirubinemia
neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang membutuhkan transfusi tukar.
Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan suatu penyebab hemolisis dan
secara umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik dibanding masalah kebidanan.1
Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut Mollison), dan
anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Gambaran klinis penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir berasal dari inkompabilitas ABO sering ditemukan pada keadaan dimana ibu
mempunyai tipe darah O, karena tipe darah grup masing-masing menghasilkan anti A dan anti B
yang termasuk kelas IgG yang dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan eritrosit janin.
Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak hiperbilirubinemia ringan sampai sedang
selama 24-48 jam pertama kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang signifikan.
Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kernikterus terutama pada neonatus preterm.
Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan meskipun transfusi tukar yang mungkin
diindikasikan untuk hiperbilirubinemia. Seks predominan eritroblastosis fetalis akibat
inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan perempuan.1,3

PATOFISIOLOGI
Penyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang
melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam
beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal
microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka
ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat
melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit
janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan
hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini
akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah
merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum
tulang) secara berlebihan.5

Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang
selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini

8
melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk
pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat
pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab
penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi
jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat
transfusi atau berbahaya bagi janin.

Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya
karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus
positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah dapat
melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan
bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh
dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu.
Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang
menjadi kernikterus.

MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar kasus ringan, dengan ikterus sebagai satu-satunya menifestasi klinik. Bayi
biasanya tidak terkena secara menyeluruh pada saat lahir; tidak ada pucat, dan hidropsfetalis
sangat jarang. Hati dan limpa tidak sangat membesar, jika ditemukan. Ikterus biasanya muncul
dalam 24 jam pertama. Kadang-kadang penyakit ini menjadi berat, dan gejala-gejala serta tanda-
tanda kerikterus berkembang dengan cepat.2,3

PENATALAKSANAAN
Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin
yang tidak wajar.Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnya dilakukan dengan darah
yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO).Jika tak ada donor Rhesus negatif, transfusi
tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif sesering mungkin sampai semua eritrosit yang

9
diliputi antibodi dikeluarkan14 dari tubuh bayi.Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir
mati yang disebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung.Pengobatan ditujukan
terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.2,3,5
 Transfusi tukar :
Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :
1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah
2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan
eritrosit normal.
3.Mengurangi kadar serum bilirubin
4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu
Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :
 berikan darah donor yang masa simpannya ≤ 3 hari untuk menghindari
kelebihan kalium
 pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus
negatif (D-)
 dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells
 bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak
tersedia maka untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh
positif) untuk transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi
kembali dengan memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.
 pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cells
 darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan
lama pemberian transfusi ≥ 90 menit
 lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila
tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan
darah ibunya, namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan
darah bayi.
 sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37°C

 Transfusi Albumin

10
Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat sebagian
bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinyaoverloading
sangat besar maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.
 Fototerapi
Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin.
Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.2

KOMPLIKASI
Apabila kadar bilirubin tidak terkonjugasi mencapai 25-30 mg/dl, bayi dapat mengalami
kernikterus. Kern ikterus adalah suatu kompleks gejala neurologis yang berkaitan dengan
tingginya kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang melewati sawar darah otak dan mencapai
susunan saraf bayi. Gejala neurologis berupa perubahan perilaku dan letargi. Apabila keadaan ini
menetap atau memburuk, maka dapat terjadi tremor, gangguan pendengaran, kejang dan
kematian. Bahkan apabila dapat bertahan hidup, jika penyakitnya parah, bayi dapat, mengalami
retardasi mental, tuli, dan mudah kejang. Anemia yang berat dapat menyebabkan gagal jantung.1
Apabila kadar antibody ibu tinggi, janin dapat meninggal di dalam lahir, suatu keadaan
yang disebut hidrops fetalis, yang ditandai oleh edema makroskopik di seluruh tubuh janin.1

PROGNOSIS
Prognosis pada bayi yang lahir kuning akibat inkompatibilitas ABO pada umumnya baik
karena gejalanya tidaklah terlalu berat karena sebagian antigen A dan Antigen B yang belum
sepenuhnya berkembang pada saat lahir dan karena netralisir sebagian antibody IgG ibu oleh
antigen A dan B pada sel-sel lain yang terjadi dalam plasma dan cairan jaringan.2,3,5

III. Kesimpulan
Pada bayi yang mengalami ikterus setelah lahir tersebut mengalami inkompabilitas darah ABO,
dimana ibu dari bayi tersebut membentuk anti body terhadap darah bayi, sehingga eritrosit bayi
dipecah. Akibat banyaknya eritrosit yang pecah terjadi heperbilirubinia yang menyebabkan bayi
menjadi ikterus.

11
Daftar pustaka

1. Phibbs. Roderic H. Anemia Hemolitik. Dalam: Buku ajar pediatric Rudolph volume 2.
Edisi ke-20. Jakarta:EGC,2006. Hal 1313-21.
2. Charlton. Valerie E, Phibbs. Roderic H. Pemeriksaan bayi baru lahir. Dalam: Buku ajar
pediatric Rudolph volume 1. Edisi ke-20. Jakarta:EGC,2006. Hal 242-51.
3. Imunohematologi. Dalam: Buku ajar Ilmu Kesehatan anak jilid 1. Jakarta:FKUI,2007.
Hal 495-511.
4. Hematologi masa kehamilan dan masa bayi. Dalam: At a Glance hematologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga,2008. Hal 100-01.
5. Penyakit Hemolitik pada neonatus. Dalam: Kapita selekta hematologi. Edisi ke-4.
Jakarta:EGC,2005. Hal 303-06.

12

Anda mungkin juga menyukai