Anda di halaman 1dari 37

PEMBAHASAN

Konsep berpikir kritis dalam keperawatan.

a. Pengertian berpikir kritis.

Berpikir kritis adalah proses kognitif yang aktif dan terorganisasi yang digunakan untuk mengetahui
pikiran seseorang dan pemikiran terhadap orang lain (Chaffe, 2002). Berpikir kritis tidak hanya
memerlukan kemampuan kognitif, tetapi juga kebiasaan sesorang untuk bertanya, mempunyai
hubungan yang baik, jujur, dan selalu mau untuk berpikir jernih tentang suatu masalah
(Facione,1990). Jika diterapkan pada keperawatan, maka inti dari berpikir kritis menunjukan proses
pengambilan keputusan yang klinis yang kompleks. Perawat yang menerapkan pemikiran kritis
dalam bekerja akan fokus terhadap penyelesaian masalah dan membuat keputusan, serta tidak akan
membuat keputusan yang terburu – buru ataupun ceroboh.

b. Berpikir dalam proses belajar.

Belajar merupakan proses sepanjang hidup. Perkembangan intelektual dan emosional kita meliputi
pembelajaran terhadap pengetahuan baru dan memperbaiki kemampuan kita untuk berpikir,
menyelesaikan masalah, serta membuat keputusan. Untuk belajar, kita harus bersikap fleksibel dan
selalu terbuka pada semuaa informasi baru. Ilmu keperawatan berkembang sangat cepat dan akan
selalu ada informasi yang baru dapat diterapkan dalam praktik. Makin banyak pengalaman dan
penerapan pengetahuan yang kita pelajari akan membuat kita menjadi lebih baik dalam membuat
asumsi, mengemukakan ide, dan membuat kesimpulan.

c. Model berpikir kritis.

Komponen pertama dari model pemikiran kritis adalah pengetahuan dasar spesifik perawat.
Pengetahuan ini bervariasi bergantung pada pengalaman pendidik, termasuk pendidikan dasar
keperawatan, khusus pendidikan berkelanjutan, dan kuliah tambahan. Sebagai tambahan
dibutuhkan inisiatif perawat untuk membaca literatur keperawatan sehingga dapat mengikuti
perkembangan terahirdalam ilmu keperawatan. Sebagai perawat pengetahuan dasar anda meliputi
informasi dan teori keperawatan. Perawat mengunakan pengetaahuan dasar mereka dengan jalan
yang berbeda dengan disiplin ilmu kesehatan yang lain karena mereka memikirkan, masalah klien
secara holistic. Sebagai contoh pengetahuan luar seorang perawat akan memperhatikan segi fisik,
psikologi, moral, etik, dan budaya dalam perawat seorang klien.

d. Berpikir kritis dalam keperawatan.

Sebagai perawat, Anda akan menghadapi berbagai macam situasi klinis yang berhubungan klien,
anggotakeluarga, staf pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Penting untuk berfikir cerdas dalam setiap
situasi. Untuk berfikir cerdas, Anda harus mengembangkan cara berfikir kritisdalam meghadapisetiap
masalah dan pengalaman baru yang menyangkut klien degan cara berfikiran terbuka, kreatif,
percaya diri, dan bijaksana. Jika klien mengeluhkan gejala yang baru, meminta Anda untuk
menenangkan mereka, atau meminta suatu tindakan, maka diperlukan pemikiran krtitis dan
pengambilan keputusan yang tepat, sehingga klien sebisa mungkin mendapatkan perawatan yang
terbaik. Berpikir kritis bukan merupakan hal yang udah atau proses linear yang dapat dipelajari
dalam satu malam, melainkan proses yang harus diperoleh melalui pengalaman, komitmen, dan rasa
ingin tahu yang besar.

2.2 Menganalisis sejarah keperawatan.

2.2.1 Sejarah keperawatan nasional dan international.

a. Perkembangan Keperawatan Di Dunia.

Secara naluriah dapat dikatakan bahwa keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia
yaitu Adam dan Hawa. Keberadaanya tidak pernah di pungkiri. Oleh karena itu perkembangan
keperawatan, termasu keperawatan yang kita ketahui saat ini tidak dapat di pisahkan dan sangat di
pengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradaban manusia.

b. Perkembangan Keperawatan Di Inggris.

Perkembangan keperawatan di Inggris sangat penting untuk kita pahami, karena Inggris melalui
Florence Nightingle telah membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan keperawatan yang
kemudian diikuti oleh negara-negara lain. Florence Nightingle, lahir dari keluarga kaya dan
terhormat pada tahun 1820 di Flronce (Italia). Setahun setelah kelahirannya, keluarga Florence
kembali ke Inggris. Di Inggris Florence mendapatkan pendidikan sekolah yang baik sehingga ia
mampu menguasai bahasa Perancis, Jerman, dan Italia. Pada usia 31 tahun Florence mengikuti
kursus pendidikan perawat di Keiserwerth (Italia) dan Liefdezuster di Paris, dan setelah pendidikan ia
kembali ke Inggris. Kontribusi Florence Nightingle bagi perkembangan keperawatan adalah
menegaskan bahwa nutrisi merupakan satu bagian penting [ dari asuhan keperawatan, meyakinkan
bahwa okupasional dan rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasi
kebutuhan personal klien dan peran perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar manajemen
rumah sakit, mengembangkan suatu standar okupasi bagi klien wanita, mengembangkan pendidikan
keperawatan, menetapkan 2 (dua) komponen keperawatan, yaitu: kesehatan dan penyakit.
Meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan berbeda dan berbeda dengan profesi
kedokteran dan menekankan kebutuhan pendidikan berlanjut bagi perawat.

c. Perkembangan Sejarah Keperawatan Di Indonesia.

- Zaman Kuno.

Seperti juga di Negara-negara lainnya keperawatan diserahkan kepada perempuan yang merawat
keluarganya Penyakit dianggap perbuatan setan yaitu dukun, cara pengobatan dengan
menggunakan daun-daunan

- Zaman penjajahan Belanda.


Pertama, masa sebelum kemerdekaan, pada masa itu negara Indonesia masih dalam penjajahan
Belanda. Perawat Indonesia disebut sbg verpleger dengan dibantu olehzieken oppaser sebagai
penjaga orang sakit, perawat tersebut pertama kali bekerja di rumah sakit Binnen Hospital yang
terletak di Jakarta pada tahun 1799 yang ditugaskan untuk memelihara kesehatan staf dan tentara
Belanda. Orang-orang Belanda datang ke Indonesia pertama kali dengan maksud untuk berdagang.
Dalam usaha perdagangannya itu di bentuklah VOC. Sehubungan dengan adanya staf dan tentara
maka dua usaha kesehatan. Untuk itu didirikanlah rumah sakit yang pertama yang bernama " Binnen
Hospital " didirikan pada tahun 1641 bertempat di Batavia ( sekarang Jakarta) Tenaga perawatannya
diambil dari penduduk pribumi ( Bumi Putera ) yang diberi nama Zieken oppaser ( penjaga orang
sakit) Rumah sakit ini dibawah pengawasan dokter militer.

2.1.2 Keperawatan sebagai profesi.

a. ciri – ciri profesi.

Menurut Shortridge adalah sebagai berikut :

a. Berorientasi pada pelayanan masyarakat

b. Pelayanan keperawatan yang diberikan di dasarkan pada ilmu pengetahuan

c. Adanya otonomi

d. Memiliki kode etik

Menurut prof. Ma’rifin Husin adalah sebagai berikut :

a. Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan penelitian sesuai dengan kaidah ilmu dan
keterampilan serta kode etik keperawatan

b. Telah lulus dari pendidikan pada jenjang perguruan tinggi sehingga diharapkan mampu untuk
bersikap profesional, mempunyai pengetahuan dan keterampilan profesional, memberi pelayanan
asuhan keperawatan profesional, dan menggunakan etika keperawatan dalam memberi pelayanan

C. Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut sesuai dengan kaidah suatu profesi dalam bidang
keseaahatan, yaitu :

1. Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan.

2. Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang berjenjang dan berlanjut.

3. Perumusan standar keperawatan ( asuhan keperawatan, pendidikan keperawatn


registrasi/legislasi ).

4. Melakukan riset keperawatan oleh perawat pelaksana secara terencana dan terarah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Secara singkat keperawatan sebagai suatu profesi setidaknya harus mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :

Ø Mempunyai ilmu pengetahuan dan dikembangkan secara terus menerus melalui penelitian
Ø Memiliki standar pendidikan

Ø Pelayanan dan praktek keperawatan

Ø Memiliki otonomi dan organisasi profesi

Ø Mempunyai kode etik profesi

2.1.2 Profil Keperawatan Profesional.

Profil keperawatan Profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh perawat dalam
melakukan aktifitas keperawatan sesuai kode etik keperawatan.

a. Peran pelaksana

dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector dan advocat,
communicator serta rehabilitator.

• Comforter : perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien.

• Protector dan advocat : kemampuan perawat melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban
klien terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan.

• Communicator : perawat bertindak sebagai mediator antara klien dengan anggota tim kesehatan
lainnya, berkitan pula dengan keneradaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi ashuan
keperawatan selama 24 jam.

b. Peran sebagai pendidik.

perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga
keperawatan atau tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini dapat
berupa penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, kluarga, kelompok atau masyarakat) maupun
bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperwatan, antara sesama perawat atau tenag
kesehatan lain.

c. Peran sebagai pengelola.

berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan/pelayan keperawatan serta


mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan.

d. Peran sebagai peneliti.

Berperan dalam mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsif dan metode penelitian
serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan
pendidikan keperawatan.
2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara holistic dalam konteks keperawatan.

2.3.1 Konsep dan teori keperawatan.

a. Teori keperawatan.

Teori keperawatan didefenisikan oleh Steven (1984), sebagai usaha untuk menguraikan dan
menjelaskan berbagai fenomena dalam keperawatan (dikutip dari Taylor. C., 1989). Teori
keperawatan beerperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lain dan bertujuan
untuk mengambarkan, menjelaskan, memperkirakan dan mengontrol hasil asuhan dan pelayanan
perawatan yang dilakukan. Menurut Newman (1979), ada tiga cara pendekatan dalam
pengembangan dan pembentukan teori keperawatan yaiti meminjam teori-teori dari disiplin ilmu
lain yang relevan dengan tujuan untuk mengintegrasikan teori-teori ini kedalam ilmu keperawatan,
menganalisa situasi praktik keperawatan dalam rangka mencari konsep yang berkaitan dengan
praktik keperawatan, seerta menciptakan suatu kerangka konsep yang memungkinkan
pengembangan teori keperawatan.Tujuan pengembangan teori keperawatan adalah menumbuh
kembangkan pengetahuan yang diharapkan dapat membantu dan mengembangkan praktek
keperawatan dan pendidikan keperawatan.

b. Karakteristik dasar teori keperawatan.

Meskipun banyak penulis yang membahas teori keperawatan, tulisan Torres (1985) dan Chinn dan
Jacob (1983), secara jelas menegaskan karakteristik dasar teori keperawatan. Menurut mereka, ada
lima karakteristik dasr teori keperawatan yaitu:

Pertama, teori keperawatan mengidentifikasi dan didefinisikan sebagai hubungan yang spesifik
dari konsep keperawatan seperti hubungan antara konsep manusia, konseo sehat-sakit,
keperawatan dan konsep lingkungan.

Kedua, teori keperawatan harus bersifat ilmiah. Artinya teori keperawatan digunakan dengan alasan
atau rasional yang jelas dan dikembangkan dengan menggunakan cara berpikir yang logis.

Ketiga, teori keperawatan bersipat sederhana dan umum. Artinya teori keperawatan dapat
digunakan pada masalah yang sederhana maupun masalah kesehatan yang kompleks sesuai dengan
situasi praktik keperawatan.

Keempat, teori keperawatan berperan dalam memperkaya body of knowledge keperawatan yang
dilakukan melalui penilitian.

Kelima, teori keperawatan menjadi pedoman dan berperan dalam memperbaiki kualitas praktik
keperawatan.

c. Konsep dan teori dalam keperawatan.

Teori keperawatan pada dasarnya terdiri atas empat konsep yang berpengaruh dan menentukan
kualitas praktik keperawatan yaitu konsep manusia, keperawatan, konsep sehat-sakit dan konsep
lingkungan. Meskipun keempat konsep digunakan pada setiap teori keperawatan, akan tetapi
pengertian dan hubungan antara konsep ini berbeda antara teori yang satu dengan teori yang lain.
Berikut ini diuraikan beberapa teori keperawatan.
- Sister Calista Roy: Model Adaptasi Roy

Pada tahun 1964 model ini banyak di gunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam
pendidikan keperawatan. Model adaptasi roy adalah system model yang esensial dalam
keperawatan. Asumsi dasar model ini adalah:

1. Individu adalah mahluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang dikatakan
sehat jika mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis dan social.

2. Setiap orang selalu menggunakan koping, baik yang bersifat positif maupun negative untuk
dapat beradaptasi. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu
penyebab utama terjadinya perubahan, kondisi dan situasi yang ada serta keyakinandan pengalaman
dalam beradaptasi.

3. Setiap individu berespons terhadap kubutuhan fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang
positif, kemampuan untuk hidup mandiri atau kemandirian serta kebutuhan akan kemampuan
melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara intergritas diri.

4. Individu selalu berada pada rentang sehat sakit, yang berhubungan erat dengan keefektifan
koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan beradaptasi.

Menurut roy, respons yang menyebabkan penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu
kebutuhan dan menyebabkan individu berespons terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya atau
perilaku tertentu. Menurutnya, kebutuhan fisiologis meliputi oksigenisasi dan sirkulasi,
keseimbangan cairan dan elektrolit, makanan , tidur dan istirahat, pengaturan suhu, hormonal dan
fungsi sensoris. Kebutuhan akan konsep diri yang positif berfokus pada persepsi diri yang meliputi
kepribadian, norma, etika dan keyakinan seseorang. Kemandirian lebih di fokuskan pada kebutuhan
dan kemampuan melakukan interaksi social termasuk kebutuhan akan dukungan orang lain. Peran
dan fungsi optimal lebih difokuskan pada perilaku individu dalam menjalankan peran dan fungsi
yang diembannya.

Singkatnya, Roy menegaskan bahwa individu adalah mahluk biopsikososial sebagai satu kesatuan
utuh yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Individu
selalu berinteraksi secara konstan atau selalu beradaftif terhadap perubahan lingkungan. Roy
mengidentifikasi lingkungan sebagai semua yang ada disekeliling kita dan berpengaruh terhadap
perkembangan manusia. Sehat adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri.
Menurutnya, peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan yang ada.

- Teori Martha E. Roger

Teori Roger didasarkan pada pengetahuan tentang asal usul manusia dan alam semesta seperti
antropologi, sosiologi, astronomi, agama, filosofi, perkembangan sejarah dan mitologi. Teori ini
berfokus pada proses kehidupan manusia. Menurutnya kehidupan seseorang dipengaruhi alam
sebagai lingkungan hidup manusia dan poola pertumbuhan dan perkembangan seseorang.

Asumsi dasar teori roger tentang manusia adalah:


1. Manusia adalah kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.

2. Manusia berinteraksi langsung dengan lingkungan di sekelilingnya.

3. Kehidupan setiap manusia adalah sesuatu yang unik. Jalan hidup seseorang berbeda dengan
orang lain.

4. Perkembangan manusia dapat di nilai dari tingkah lakunya.

5. Manusia diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri. Misalnya dalam hal sifat dan
emosi.

Secara singkat disimpulkan bahwa teori Roger berfokus pada manusia sebagai satu kesatuan yang
utuh dalam siklus kehidupannya. Menurutnya, lingkungan adalah segala hal yang berada di luar diri
individu.

- Teori Dorothy E. Johnson

Dorothy E. Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu individu
memfasilitasi tingkah laku yang efektif dan efesien untuk mencegah timbulnya penyakit. Manusia
adalah mahluk yang utuh dan terdiri dari dua system yaitu system biologi dan tingkah laku tertentu.
Lingkungan termasuk masyarakat adalah system eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku
seseorang. Seseorang dikatakan sehat jika mampu berespons adaptif baik pisik, mental, emosi, dan
social terhadap lingkungan internal dan eksternal dengan harapan dapat memelihara kesehatannya.
Asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu keseimbangan individu terutama koping atau cara
pemecahan masalah yang dilakukan ketika ia sakit.

- Teori Dorothea E. Orem

Menurut orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai
kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup,
memelihara kesehatan dan kesejahteraannya. Oleh karena itu teori ini dikenal sebagai self Care/Self
care Defisit. Ada tiga prinsip dalam perawatan diri sendiri atau perawatan mandiri.

1. Perawatan mandiri yang dilakukan bersifat holistic meliputi kebutuhan oksigen, air, makanan,
eliminasi, aktifitas dan istirahat, mencegah trauma serta kebutuhan hidup lainya.

2. Perawatan mandiri yang dilakukan harus sesuai dengan tumbuh kembangnya manusia.

3. Perawatan mandiri dilakukan karena adanya masalah kesehatan atau penyakit untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan.

Asuhan keperawatan mandiri dilakukan dengan memperhatikan tingkat ketergantungan atau


kebutuhan dan kemampuan pasien. Oleh karena itu terdapat tiga tingkatan dalam asuhan
keperawatan mandiri.

1. Perawat memberi perawatan total ketika pertama kali asuhan keperawatan dilakukan karena
tingkat ketergantungan pasien yang tinggi.

2. Perawat dan pasien saling berkolaborasi dalam melakukan tindakan keperawatan.


3. Pasien merawat diri sendiri dengan bimbingan perawat.

- Model Betty Neuman

Model neuman berfokus pada individu dan respons atau reaksi individu terhadap stress termasuk
faktor-faktor yang mempengaruhi dan kemampuan adapts pasien. Menurut neuman asuhan
keperawatan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi reaksi tubuh akibat adanya stressor.
Peran ini disebut pencegahan penyakit yang terdiri dari pencegahan primer, sekunder,dan tersier.
Pencegahan primer meliputi tindakan keperawatan untuk mengidentifikasi adanya stressor,
mencegah terjadinya reaksi tubuh karena adanya stressor serta mendukung koping pasien yang
konstruktif. Pencegahan sekunder seperti tindakan keperawatan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala penyakit atau reaksi tubuh lainnya karena adanya stressor. Sedangkan
pencagahan tersier meliputi pengobatan rutin dan teratur serta pencegahan kerusakan lebih lanjut
atau komplikasi dari suatu penyakit.

- Kerangka Konsep Imogene M King

Kerangka ini di kenal sebagai kerangka system terbuka. Asumsi yang mendasari kerangka ini adalah:

1. Asuhan keperawatan berfokus pada manusia termasuk berbagai hal yang mempengaruhi
kesehatan seseorang.

2. Tujuan asuhan keperawatan adalah kesehatan bagi individu, keloompok dan masyarakat.

3. Manusia selalu berinteraksi secara konstan terhadap lingkungan.

Menurut King tujuan pemberian asuhan keperawatan dapat tercapai jika perawat dan pasien saling
bekerjasama dalam mengidentifikasi masalah serta menetapkan tujuan bersama yang hendak
dicapai.

- Teori Myra E Levine

Teori Levine berfokus pada interaksi manusia. Asumsi dasar Teori Levin adalah:

1. Pasien membutuhhkan pelayanan keperawatan atau kesehatan jika mempunyai masalah


kesehatan.

2. Perawat bertanggung jawab untuk mengenali respons/reaksi dan perubahan tingkah laku serta
perubahan fungsi tubuh pasien. Respons pasieen terjadi ketika ia mencoba beradaptasi dengan
perubuhan lingkungan atau suatu penyakit. Bentuk respons tersebut dapat bearupa khetakutan,
stress, inflamasi dan respons panca indra.

3. Fungsi perawat adalah melakukan intervensi keperawatan serta membina hubungan terapeutik.
Intervensi keperawatan bertujuan untuk membantu meningkatkan kesehatan dan mencegah
penyakit serta memperbaiki status kesehatan.
2.3.2 Paradigma keperawatan.

a. Konsep Manusia.

Manusia adalah biopsikososial dan spritual yang utuh, dalm arti merupakan satu kesatuan utuh dari
aspek jasmani dan rohani dan unik karena mempuyai berbagai macam kebutuhan sesuai dengan
tingkat perkembangannya.

Manusia selalu berusaha untuk memahami kebutuhannya melalui berbagai upayaantara lain dengan
selalu belajar dan mengembangkan sumber-sumber yang diperlukan sesuai dengan potensi dan
kemampuan yang dimilikinya. Pandangan tentang manusia dipengerahi oleh falsafah dan
kebudayaan suatu bangsa. Contoh bangsa rusia terutama penduduk asli dan tradisonal tidak
menganut suatu agama (atheisme ) Sebagai sasaran pelayanan atau asuhan keperawatan dan pratek
keperawatan, manusia adalah klien yang dibedakan menjadi individu,keluarga, dan masyarakat.

b. Individu sebagai klien.

Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi,
sosial, dan spiritual. Peran perawat kepada induvidu sebagai klien, pada dasarnya memenuhi
kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan biologi, sosial, psikologi dan spiritual karena adanya
kelemahan pisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurang kemauan menuju kemandirian
pasien.

c. konsep sehat sakit.

Rentang ini merupakan suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan yang bersifat dinamis dan
selalu berubah dalam setiap waktu. Melalui rentang ini dapat diketahui batasan perawat dalam
melakukan praktek keperawatan dengan jelas.

- Rentang Sehat

Batasan sehat itu dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan
sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).

- Tahapan Proses Sakit

1) Tahap gejala

2) Tahap asumsi terhadap penyakit

3) Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan

4) Tahap ketergantungan

5) Tahap penyembuhan

- Dampak Sakit
1) Terjadi perubahan peran pada keluarga

2) Terjadinya gangguan psikologis

3) Masalah keuangan

4) Kesepian akibat perpisahan

5) Terjadinya perubahan kebiasaan sosial

6) Terganggunya privasi seseorang

7) Otonomi

8) Terjadinya perubahan sosial

- Perilaku Pada Orang Sakit

1) Adanya perasaan ketakutan

2) Menarik diri

3) Egosentris

4) Sensitif terhadap persoalan kecil

5) Reaksi emosional tinggi

6) Perubahan persepsi

d. konsep lingkungan.

Lingkungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daerah ( kawasan dsb) yang termasuk
didalamnya. lingkungan adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan manusia
dan mencakup antara lain lingkungan sosial, status ekonomi dan kesehatan. Konsep tentang
lingkungan dalam paradigma keperawatan difokuskan pada lingkungan masyarakat yaitu lingkungan
fisik, psikologis, sosial budaya dan spritual.

1) Lingkungan Fisik yang dimaksud adalah segala bentuk lingkungan secara fisik yang dapat
mempengaruhi perubahan status kesehatan, contohnya adanya daerah-daerah wabah, lingkungan
kotor, pembuangan air limbah, sampah dan lain-lain.

2) Lingkungan Psikologis artinya keadaan yang menjdikan terganggunya psikologis seseorang


seperti lingkungan yang kurang aman, yang mengakibatkan kecemasan dan ketakutan akan bahaya
yang ditimbulkan.

3) Lingkungan Sosial budaya dan spritual dalam hal ini adalah masyarakat luas serta budaya yang
ada juga dapat mempergaruhi status kesehatan seseorang serta adanya kehidupan, spritual juga
mempengaruhi perkembangan seseorang dalam kehidupan beragama serta meningkatkan
keyakinan.
Untuk memahami hubungan lingkungan dengan kesehatan masyarakat (individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas) dapat digunakan model segitiga agen-hospes-lingkungan atau agent-
host-enviroment triangel model yang di kemukakan oleh Leavell 1965. ketiga komponen saling
berhubungan dan dapat berpengaruh terhadap status kesehatan penduduk

Model ini dapat digunakan untuk memprediksi atau memperkirakan penyakit atau faktor yang
beresiko tinggi menyebabkan terjadinya masalah kesehatan sehingga membantu perawat
meningkatkan kesehatan dam mncegahnya timbul penyakit serta memelihara kesehatan
masyarakat.

- Model Leavell meliputi : agen, hospes dan lingkungan

1. Agen adalah suatu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Seperti faktor biologi,
kimiawi, fisik, mekanik atau psikologis ( kuman penyakit seperti bakteri, virus, jamur, dan cacing).
Senyawa kimia yang menyebabkan polusi udara dan air, lingkungan kerja yang berpontensi
menimbulkan kecelakaan kerja, serta stres yang berkepanjangan.

2. Hospes/ Manusia adalah mahluk hidup yaitu manusia, hewan yang dapat terinfeksi atau
dipengaruhi oleh agen. Misalnya balita dan anak usia berisiko tinggi terifeksi cacing

3. Lingkungan adalah faktor eksternal yang mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan perumahan
kumuh, polusi udara, air dan udara; lingkungan kerja yang tidak nyaman; tingkat sosial ekonomi yang
rendah; pendidikan masyarakat yang rendah; terbatasnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan;
letak fasilitas pelayanan kesehatan yang jauh dari pemukiman penduduk dan sebagainya.

e. teori System.

sistem secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1) Sistem sebagai suatu wujud

Apabila bagian-bagian yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu wujud yang ciri-
cirinya dapat dideskripsikan dengan jelas. Sistem wujud dapat di bedakan atas dua macam yaitu :

a. Sistem sebagai suatu wujud yang konkret

b. Sistem sebagai suatu wujud yang abstrak

2) Sistem sebagai suatu metode

Apabila bagian-bagian yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu metode yang dapat
digunakan sebagai alat dalam melakukan pekerjaan administrasi.

- Ciri-ciri sistem

Menurut Elias M. Awad (1979)

Sistem bukanlah sesuatu yang berada diruanghampa melainkan selalu berinteraksi dengan
lingkungan. Bergantung pada pengaruh interaksi dengan lingkungan tersebut sistem di bedakan atas
dua maacam yaitu :
a. Sistem bersifat terbuka

b. Sistem bersifat tertutup

- Unsur-unsur sistem

sistem terbentuk atas bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi.

1) Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang
diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.

2) Proses (proces) adalah kumpulan bagian yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk
mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

3) Keluaran (output) adalah kumpulan bagian yang dihasilkan dari berlangsungnya proses sistem

4) Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian yang merupakan keluaran dari sistem
sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

5) Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem

6) Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem, tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.

Sebuah sistem merupakan kumpulan dari berbagai komponen. Komponen tersebut saling
berhubungan dan merupakan bagian dari suatu tujuan umum untuk membentuk satu kesatuan. Ada
dua jenis sistem, yaitu terbuka dan tertutup. Sistem terbuka, seperti organ tubuh manusia atau
suatu proses seperti proses keperawatan, interaksi dengan lingkungan, serta perubahan antara
sistem dan lingkungan. Sistem tertutup, seperti reaksi kimia dalam suatu tabung uji tidak
berhubungan dengan lingkungan. Layaknya semua sistem, proses keperawatan mempunyai tujuan
khusus. Tujuan proses keperawatan adalah ubtuk mengatur dan menyampaikan pendekatan
individual kepada asuhan keperawatan.

Sebagai suatu sistem, proses keperawatan mempunyai komponen-komponen, berikut :

1) Masukan

masukan dalam proses keperawatan adalah data atau informasi yang berasal dari pengkajian
klien (misalnya bagaimana klien berhubungan dengan lingkungan dan fungsi fisiologis klien).

2) Hasil

hasil merupakan produk akhir dari sistem dan dalam hal proses keperawatan adalah dimana
status kesehatan klien mengalami kemajuan atau tetap stabil sebagai hasil asuhan keperawatan.

3) Umpan balik
Umpan balik berperan untuk memberikan informasi sebuah sistem tentang bagaimana sistem
berfungsi. Sebagai contoh, dalam proses keperawatan hasil menggambarkan respons klien terhadap
intervensi keperawatan.

4) Isi

Isi adalah produk dan informasi yang berasal dari sistem. Selain itu, penggunaan proses keperawatan
sebagai sampel, isi merupakan informasi tentang pelayanan keperawatan untuk klien dengan
masalah kesehatan tertentu. Sebagai contoh, klien dengan gangguan mobilitas memerlukan
kebutuhan dan intervensi perawatan kulit ( misalnya higienis dan pengaturan perubahan posisi
tubuh) yang dapat mengurangi resiko terjadinya ulkus akibat tekanan.

Beberapa teori keperawatan menggunakan sistem teori sebagai dasar. Sebagai contoh. Neuman
(1995) menggambarkan sebuah model manusia keseluruhan dan pendekatan sistem terbuka.
Sebagai sistem terbuka, manusia berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan eksternal maupun
internal, dan interaksi manusia terhadap tekanan lingkungan, dapat mempengaruhi kesejahteraan
klien.

f. konsep Berubah.

Banyak definisi pakar tentang berubah , dua diantaranya yaitu :

1) Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda
dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987)

2) Berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi
(Brooten,1978)

Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual,
dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya. Maka pemahaman
tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna. Hersey dan Blanchard
(1977) menyebutkan dan mendiskusikan empat tingkatan perubahan.

1) Perubahan pertama dalam pengetahuan cenderung merupakan perubahan yang paling mudah
dibuat karena bisa merupakan akibat dari membaca buku, atau mendengarkan dosen. Sedangkan
perubahan sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang positif dan atau negatif.
Karenanya perubahan sikap akan lebih sulit dibandingkan dengan perubahan pengetahuan.

2) perilaku individu. Misalnya seorang manajer mungkin saja mengetahui dan mengerti bahwa
keperawatan primer jauh lebih baik dibandingkan beberapa model asuhan keperawatan lainnya,
tetapi tetap tidak menerapkannya dalam perilakunya karena berbagai alasan, misalnya merasa tidak
nyaman dengan perilaku tersebut.

3) Perilaku kelompok merupakan tahap yang paling sulit untuk diubah karena melibatkan banyak
orang . Disamping kita harus merubah banyak orang, kita juga harus mencoba mengubah kebiasaan
adat istiadat, dan tradisi juga sangat sulit.

4) Dari sikap yang mungkin muncul maka perubahan bisa kita tinjau dari dua sudut pandang yaitu
perubahan partisipatif dan perubahan yang diarahkan. Perubahan Partisipatif akan terjadi bila
perubahan berlanjut dari masalah pengetahuan ke perilaku kelompok. Pertama-tama anak buah
diberikan pengetahuan, dengan maksud mereka akan mengembangkan sikap positif pada subjek.
Karena penelitian menduga bahwa orang berperilaku berdasarkan sikap-sikap mereka maka seorang
pemimpin akan menginginkan bahwa hal ini memang benar. Sesudah berprilaku dalam cara tertentu
maka orang-orang ini menjadi guru dan karenanya mempengaruhi orang lain untuk berperilaku
sesuai dengan yang diharapkan.

- Respon Terhadap Suatu Perubahan

Faktor-faktor yang akan merangsang penolakan terhadap perubahan misalnya, kebiasaan, kepuasan
akan diri sendiri dan ketakutan yang melibatkan ego. Orang-orang biasanya takut berubah karena
kurangnya pengetahuan, prasangka yang dihubungkan dengan pengalaman dan paparan dengan
orang lain serta ketakutan pada perlunya usaha yang lebih besar untuk menghadapi kesulitan yang
lebih tinggi. Beberapa contoh ketakutan yang mungkin dialami seseorang dalam suatu perubahan
antara lain :

1) Takut karena tidak tahu

2) Takut karena kehilangan kemampuan, keterampilan atau keahlian yang terkait dengan
pekerjaannya

3) Takut karena kehilangan kepercayaan / kedudukan

4) Takut karena kehilangan imbalan

5) Takut karena kehilangan penghargaan,dukungan dan perhatian orang lain.

- Perawat Sebagai Pembaharu

Menurut Oslan dalam Kozier (1991) mengatakan perawat sebagai pembaharu harus menyadari
kebutuhan sosial, berorientasi pada masyarakat dan kompeten dalam hubungan interpersonal.
Pembaharu juga perlu memahami sikap dan perilakunya, bagaimana ia menjalin kerjasama dengan
orang lain dan bagaimana perasaannya terhadap perubahan tersebut. Maukseh dan Miller dalam
Kozier menyebutkan karakteristik seorang pembaharu adalah :

1) Dapat mengatasi/ menaggung resiko. Hal ini berhubungan dengan dampak yang mungkin
muncul akibat perubahan.

2) Komitmen akan keberhasilan perubahan. Pembaharu harus menyadari dan menilai


kefektifannya

3) Mempunyai pengetahuan yang luas tentang keperawatan termasuk hasil-hasil riset dan data-
data ilmu dasar, menguasai praktik keperawatan dan mempunyai keterampilan teknik dan
interpersonal.

Fungsi pembaharu sangat penting dalam memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam proses
berubah, agar efektif seorang pembaharu sebaiknya :

1) Mudah ditemui oleh mereka yang terlibat dalam proses berubah


2) Dapat diercaya oleh mereka yang terlibat

3) Jujur dan tegas dalam menetapkan tujuan, perencanaan dan dalam mengatasi masalah

4) Selalu melihat tujuan dengan jelas

5) Menetapkan tanggung jawab dari mereka yang terlibat

6) Menjadi pendengar yang baik

g. Konsep holistik care : caring, holisme, humamise.

- Konsep Holistic Care

Holistic merupakan salah satu konsep yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi dimensi
fisiologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Holistik terkait dengan kesejahteraan (Wellnes).

Untuk mencapai kesejahteraan terdapat lima dimensi yang saling mempengaruhi

yaitu:

1) fisik,

2) emosional,

3) intelektual,

4) sosial.

5) dan spiritual.

Untuk mencapai kesejahteraan tersebut, salah satu aspek yang harus dimiliki individu adalah
kemampuan beradaptasi terhadap stimulus.

- Perbedaan Konsep Holistic Care Dengan Konsep Ilmiah Lainnya

Pandangan medis ilmiah hanya melihat hal-hal fisik saja dalam penanganan penyakit ataupun
pencegahannya. Namun pandangan holistik berpendapat bahwa semua aspek fisik, mental,
emosional, dan spiritual berpengaruh terhadap pemeliharaan kesehatan, datangnya penyakit,
maupun dalam upaya penyembuhan dari sakit.

- Konsep Caring

Sebuah perilaku perawatan yang didasari dari beberapa aspek diantaranya :

1) Human altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan),

2) Menanamkan kepercayaan-harapan,

3) Mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain,

4) Pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya,


5) Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif,

6) Sistematis dalam metode pemecahan masalah

7) Pengembangan pendidikan dan pengetahuan interpersonal,

8) Meningkatkan dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual

9) Senang membantu kebutuhan manusia,

10) Menghargai kekuatan eksistensial-phenomenologikal.

- Konsep Holisme

Holisme adalah filsafat yang menganggap manusia sebagai suatu kesatuan yang berfungsi dan bukan
gabungan dari beberapa system Pikiran dan tubuh bukan merupakan bagian yang terpisah, tetapi
merupakan satu bagian yang utuh, dan apabila terjadi sesuatu pada salah satunya maka akan
berpengaruh pada keseluruhan.

- Konsep Humanisme

Humanisme adalah suatu gerakan filosofis yang berfokus pada alam dan hakikat manusia sebagai
individu. Teori humanistik percaya bahwa manusia memiliki potensi diri untuk sehat dan kreatif, jika
kita mau menerima tanggung jawab bagi kehidupan diri kita sendiri. Humanisme merupakan salah
satu gerakan filosofis utama yang melandasi teori-teori mutakhir mengenai praktik keperawatan

2.3.3 Pelayanan Keperawatan.

Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi antar individu atau kelompok, baik
secara verbal maupun nonverbal yang dapat menimbulkan respon timbal balik antara pengirim
dengan penerima informasi.

a. System pelayanan kesehatan menyeluruh

Sistem adalah suatu tatanan yang terdiri dari elemen-elemen atau berbagai komponen yang terpisah
dan mempunyai fungsiyang berbeda tetapi saling berinteraksi,interelasi, interdependensi dalam
upaya mencapai tujuan yang sama berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama.

b. Upaya Kesehatan secara menyeluruh.

Sistem mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Komponen atau elemen-elemen didalam sistem saling berhubungan, berinteraksi dan saling
bergantung dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan berdasarkan kebutuhan bersama.
1) Pengorganisasian komponen didalam sistem bersifat teratur dan memiliki struktur yang diakui
keberadaannya.

2) Terdapat komunikasi yang berhubungan antara satu komponen lainnya didalam sistem.

3) Terdapat batasan yang memisahkan sistem dari lingkungan. Batasan ini berfungsi mengatur
pertukaran energi dan informasi yang berlangsung antara sistem dan lingkungannnya.

- Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan

Dalam sistem pelayanan kesehatan dapat mencakup pelayanan dokter, pelayanan keperawatan dan
pelayanan kesehatan masyarakat. Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan yaitu :

- Primary health care (pelayanan kesehatan tingkat pertama)

1) Dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki masalah kesehatan yang ringan/masyarakat sehat
sehingga kesehatan optimal dan sejahtera.

2) Sifat pelayanan kesehatan yaitu berupa pelayanan kesehatan dasar

3) Puskemas, balai kesehatan.

- Secondary health care (pelayanan kesehatan tingkat 2)

1) Untuk klien yang membutuhkan perawatan rawat inap tapi tidak dilaksanakan dipelayanan
kesehatan utama.

2) Rumah sakit yang tersedia tenaga spesialis

- Tertiary health care (pelayanan kesehatan tingkat 3)

1) Tingkat pelayanan Tertinggi

2) Membutuhkan tenaga ahli/subspesialis dan sebagai tempat rujukan utama seperti RS tipe A atau
B.

c. Upaya Kesehatan Secara Menyeluruh

Untuk mendapat gambaran tentang upaya peningkatan kesehatan secara menyeluruh maka perlu
diketahui faktor-faktor dalam masyarakat yang ikut terlibat (lingkup mobilisasi masyarkat). Lingkup
mobilisasi masyarakat terdiri dari 3 komponen utama, yaitu :

1) Sasaran, yang mencakup individu, keluarga dan masyarakat.

2) Sarana, yang mencakup tenaga dan dana yang tersedia

3) Masalah kesehatan, baik yang mampu diatasi sendiri oleh orang yang bersangkutan, mampu
diatasi sebagian maupun yang tidak dapat diatasi sama sekali.
Setelah lingkup mobilisasi masyarakat diketahui maka tugas penyelenggara upaya peningkatan
kesehatan – puskesmas bekerja sama dengan sektor swasta non-kesehatan – antara lain :

1) Mematangkan kondisi dan menstimulasi individu, keluarga, dan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam upaya peningkatan kesehatan;

2) Membentuk dan melatih kader serta menhimpunkan dari berbagai sumber potensial dalam
masyarakat;

3) Mengatasi masalah kesehatan, melalui pelayan profesional dan bantuan non-medis;

c. Pendekatan Strategi Pembinaan Fungsi Puskesmas

2.5.5.1 Fungsi Puskesmas


(Kepmekes No.128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas)

1) Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan :

(1) Berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk
oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan.

(2) Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari setiap penyelenggaraan pembangunan
di wilayah kerjanya.

2) Pusat Pemberdayaan Masyarakat :

(1) Selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat
termasuk dunia usaha memilki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan.

(2) Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan


memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3) Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama :

c. Puskemas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara


menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi: Pelayanan Kesehatan Perorangan dan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat.

d. Pelayanan Dan Pengembangan Upaya Kesehatan

Pelayanan dan upaya untuk meningkatkan kesehatan (termasuk layanan kesehatan) harus
dikembangkan secara bersamaan dan mengikuti pola yang telah ditentukan pengembangan layanan
dan upaya kesehatan masyarakat dilakukan melalui rujukan, upaya peningkatan kesehatan ditingkat
puskesmas, dan peningkatan peran serta masyarakat.
e. Unsur Pelayanan Kesahatan Primer (PHC)

PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran, dan pengalaman dalam perkembanagan kesehatan
dibanyak negara yang diawali dengan kampanye masal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan
penyakit menular. Oleh karena itu, timbulah pemikiran untuk menegemnbangakan konsep upaya
dasar kesehatan. Tahun 1977 pada sidang kesehatan dunia dicetuskan kesepakatan untuk
melahirkan “Health for All by the Year 2000”, yang sasaran utamanya dalam bidang sosial pada
tahun 2000 adalah tercapainya derajat kesehatan yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial maupun ekonomi.

f. bentuk pelayanan keperawatan

prof. Dr.Azrul azwar membagi bentuk pelayanan dalam 6 aspek penanganan, yaitu :

1) Jumlah tanaga pelaksana

(1) Pelayanan keperawatan tunggal yang dilaksanakan oleh perorangan

(2) pelayanan keparawatan berkelompok yang dilaksanakan secara kelompok

2) Keahlian tenaga pelaksana

(1) Pelayanan keperawatan umum yang dilaksanakan oleh perawat umum

(2) Pelayanan keperwatan spesialis dilaksanakan oleh tenaga keperawatan spesialis

3) Hubungan pelayanan dengan rumah sakit.

(1) pelayanan keparawatan di dalam rumah sakit

(2) pelayanan keparawatan di diluar rumah sakit

4) Kondisi klien

(1) Pelayanan keperawatan klien sakit

(2) Pelayanan keperawatan klien sehat

5) Jumlah klien

(1) pelayanan kesehatan individual

(2) pelayanan kesehatan keluarga

(3) pelayanan kesehatan kelompok

(4) pelayanan kesehatan komunitas

6) Orientasi pelayanan

(1) pelayanan keperawatan medis


(2) pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat

g. Komponen pelayanan keperawatan dasar

pelayanan keperawatan yang bersifat langsung kepada pasien/ klien disebut asuhan keperawatan.
asuhan keperawatan individu umumnya mencakup komponen dasar untuk membantu pasien/klien
dalam hal berikut ini.

1) Bernapas secara normal

2) Makan dan minum

3) Kebersihan Diri Dan Lingkungan

4) Menggerakkan dan menjaga kondisi tubuh yang diinginkan dalam berjalan, duduk, dan
berbaring

5) Tidur dan beristirahat

6) Memilih pakaian yang cocok, mengenakan pakaian, dan membuka pakaian

7) Menjaga agar suhu badan normal

8) Menjaga kebersihan badandan badan terawat dengan baik, dan melindungi kulit.

9) Mencegah bahaya di sekitar pasien dan mencegah pasien melukai orang lain

10) Berkomunikasi dengan orang lain

11) Menjalankan ibadah

12) Bekerja dengan baik

13) Melakukan kegiatan yang kreatif

Mengikuti program latihan dan penyuluhan

h. Pelayanan Keperawatan Keluarga

Pengertian

S.G Baillon (1978), Kesehatan keluarga merupakan bentuk perawatan kesehatan masyarakat
dengan sasaran keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan. Sehat sebagai tujuan dan
keperawatan sebagai media, penyalur, atau memberi pelayanan perawatan.

i. Pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat

1) Pelayanan kesehatan pada masyarakat dapat berbentuk pelayanan kepada masyarakat umum
dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu.

2) Pelayanan keerawatan tersebut diberikan setelah melalui proses berikut :


(1) Pertemuan penjajakan kepada pemuka masyarakat agar dicapai kesepakatan tentang ide yang
ditemukan.

(2) Pengumpulan data pada masyarakat melalui survei dengan menggunakan daftar pertanyaan.

(3) Analisis data dan perumusan masalah.

(4) Pembahasan hasil analisis dalam forum lokakarya mini dengan masyarakat, untuk kemudian
ditetapkan prioritas masalah serta penyelesaian.

(5) Perumusan rencana tindakan penyelesaian masalah bersama dengan wakil masyarakat.

(6) Pelaksanaan tindakan pemecahan masalah.

(7) Evaluasi.

(8) Tindak lanjut.

2.3.4 Proses Keperawatan.

2.3.9.1 Pengkajian Keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian dilakukan oleh perawat
dalam rangka pengumpulan data klien. Data klien diperlukan sebagai dasar pijakan dalam
melaksanakan proses keperawatan pada tahap berikutnya. data klien diperoleh melalui wawancara
(anamnesa), pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik (laboratorium, foto, dan sebagainya),
informasi/catatan dari tenaga kesehatan lain, dan dari keluarga klien. Hampir dipastikan bahwa
semua data yang didapat tersebut diperoleh melalui proses komunikasi, baik komunikasi secara
langsung (verbal, tertulis) maupun secara tidak langsung (nonverbal ). Pada tahap ini dapat
dikatakan bahwa proses komunikasi berlangsung paling banyak dibanding komunikasi pada
berikutnya.

Banyak hal yang dapat menjadi hambatan klien untuk mengirim/memberikan informasi, menerima,
dan memahami pesan yang diterima klien. Hambatan klien dalam berkomunikasi yang harus
diperhatikan oleh perawat antara lain:

a) Language deficits

Perawat perlu menentukan bahasa yang dipahami oleh klien dalam berkomunikasi karena
penguasaan bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien dalam menerima
pesan secara adekuat.

b) Sensory deficits

Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan faktor penting dalam
komunikasi, sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila kemampuan sensor
klien berfungsi dengan baik. Untuk klien yang mengalami kelemahan mendengar, maka ada tahapan
yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu mencari kepastian medik yang
mengindikasikan adanya kelemahan mendengar, memperhatikan apakah klien menggunakan alat
bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan apakah klien mampu melihat muka dan bibir
kita saat berbicara, dan memperhatikan apakah klien mampu menggunakan tangannya sebagai
bentuk komunikasi non verbal.

c) Cognitive impairments

Adalah suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan klien
dalam mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam mengkaji pada klien yang mengalami
gangguan kognitif ini, perawat dapat menilai apakah klien merespon ketika ditanya, apakah klien
dapat mengucapkan kata atau kalimat dengan benar, apakah klien dapat mengingat dengan baik,
dan sebagainya.

d) Structural deficits

Adanya gangguan pada struktur tubuh terutama pada struktur yang berhubungan langsung dengan
tempat keluarnya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat mempengaruhi komunikasi.

e) Paralysis

Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada ektrenitas atas akan menghambat kemampuan
komunikasi klien baik melalui lisan maupun tulisan. Perawat perlu memperhatikan apakah ada
kemampuan nonverbal klien yang bisa ditunjukkan dalam rangka memberikan informasi pada
perawat.

2.3.7.2 Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data-data yang didapatkan dalam tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaan perawat dengan melibatkan klien,
keluarga klien, dan tenaga kesehatan lainnya tentang masalah yang dialami klien. Proses penentuan
masalah klien dengan melibatkan beberapa pihak tersebut adalah upaya untuk memvalidasi,
memperkuat dan menentukan prioritas masalah klien dengan benar. Penentuan diagnosis tanpa
mengkomunikasikan kepada klien dapat berakibat salahnya penilaian perawat terhadap masalah
yang dialami klien. Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien yang kooperatif merupakan
faktor penting dalam diagnosa keperawatan yang tepat.

2.9.3.3 Rencana Keperawatan.

Dalam mengembangkan rencana tindakan keperawatan kepada klien, interaksi dan komunikasi
dengan klien sangatlah penting untuk menentukan pilihan rencana keperawatan yang akan
dilakukan. Misalnya, sebelum perawat memberikan diet makanan bagi klien, perawat perlu
mengetahui makanan pilihan, yang disukai, atau yang alergi bagi klien sehingga tindakan yang
dilakukan menjadi efektif. Rencana tindakan yang dibuat perawat merupakan media komunikasi
antar petugas kesehatan sehingga perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat dievaluasi
atau dilanjutkan oleh perawat dinas sore dan seterusnya. Model komunikasi ini memungkinkan
pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, terukur dan efektif.

2.3.9.4 Tindakan Keperawatan.


Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Selama aktifitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil dalam berkomunikasi dengan
klien. Umumnya ada dua kategori aktifitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati klien
untuk membantu memenuhi kebutuhan pisik klien dan ketika klien mengalami masalah psikologis.

Berikut adalah tindakan komunikasi pada saat menghampiri klien.

· Menunjukkan muka yang jujur dengan klien. Hal ini penting agar tercipta suasana saling percaya
saat berkomunikasi.

· Mempertahankan kontak mata dengan baik. Kesungguhan dan perhatian perawat dapat dilihat
dari kontak mata saat berkomunikasi dengan klien.

· Fokus kepada klien. Agar komunikasi dapat terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan dalam
melaksanakan tindakan keperawatan.

· Mempertahankan postur yang terbuka. Sikap terbuka dari perawat dapat menumbuhkan
keberanian dan kepercayaan klien dalam mengikuti tindakan keperawatan yang dilaksanakan.

· Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk perhatian, menghargai dan
menghormati klien. Crouch (2002) mengingatkan bahwa manusia mempunyai dua telinga dan satu
mulut. Dalam berkomunikasi dia menyarankan agar tindakan berkomunikasi dilaksanakan dengan
perbandingan 2 : 1, lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Sikap ini akan meningkatkan
kepercayaan klien kepada perawat.

· Relatif rileks saat bersama klien. Sikap terlalu tegang atau terlalu santai juga tidak membawa
pengaruh yang baik dalam hubungan perawat klien.

Pada tahap ini petugas kesehatan (perawat / bidan) juga harus meningkatkan kemampuan
nonverbalnya dengan “SOLER” yang merupakan singkatan dari:

- S = Sit (duduk) menghadap klien. Postur ini memberi kesan bahwa perawat ada di sana untuk
mendengarkan dan tertarik dengan apa yang sedang dikatakan klien.

- O = Observe (mengamati) suatu postur terbuka (yaitu menahan tangan dan lengan tidak
menyilang). Postur ini menyatakan bahwa perawat adalah “terbuka” terhadap apa yang dikatakan
klien. Suatu yang “tertutup” dapat menghambat klien untuk menyampaikan perasaannya.

2.3.9.5 Evaluasi.

Komunikasi antara perawat dan klien pada tahap ini adalah untuk mengevaluasi apakah tindakan
yang telah dilakukan perawat atau tenaga kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif
bagi klien, sebagaimana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Evaluasi yang
dilaksanakan meliputi aspek kognitif, sikap dan keterampilan yang dapat diungkapkan klien secara
verbal maupun nonverbal. Tanpa komunikasi perawat tidak cukup dalam menilai apakah tindakan
yang dilakukan berhasil atau tidak. Pada tahap ini juga memberi kesempatan bagi perawat untuk
melihat kembali tentang efektifitas rencana tindakan yang telah dilakukan.
2.4 Menerapkan prinsip – prinsip legal etis pada pengambilan keputusan dalam proses
keperawatan.

2.4.1. Prinsip – prinsip etika keperawatan.

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan
orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan
pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.

Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda
dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian
tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan
kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu. Etik juga dapat digunakan untuk
mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar
seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan
sebagai etik perawatan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk
merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain.

2.7.1. Otonomi (Autonomy)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

2.7.2 Berbuat baik (Beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari
kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini
dengan otonomi.

2.7.3 Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung
prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

2.7.4 Tidak merugikan (Nonmaleficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
2.7.5 moral right

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien
sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya
kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk
kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya
hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka
memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar
dalam membangun hubungan saling percaya.

2.4.2. Isue etik dalam keperawatan.

Setiap orang menghadapi isu moral yang sama dalam lingkungan perawatan kesehatan. Hal ini
berarti bahwa etika keperawatan adalah istilah yang sah hanya selama sah itu mengacu pada sub
kategori dalam etika kedokteran.

2.8.1 Euthanasia

Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seseorang
atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien,
dan ini untuk kepentingan pasien sendiri. Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari
perkembangan konsep tentang kematian.

2.8.1.1 Jenis Euthanasia

Euthanasia bisa ditinjau dari beberapa sudut.Euthanasia dapat dibedakan atas :

1) Euthanasia pasif

2) Euthansia aktif

Di tinjau dari pemerintahan, Euthanasia dapat dibedakan atas :

1) Euthanasia voluntir (atas permintaan pasien)

2) Euthanasia ivoluntir (tidak atas permintaan pasien)

2.8.2. Aborsi

Aborsi didefinsikan sebagai pengeluaran janin atau produk konsepsi secara spontan sebelum usia
kehamilan 24 minggu, yang bisa terjadi keguguran (abortus). Menurut WHO aborsi merupakan
pengeluaran embrio atau janin yang berat badannya 500 gr atau kurang, yang setara dengan usia
kehamilan 22 minggu.

2.8.1.1 Definisi Aborsi


Apa Yang Dimaksud Dengan Pengguguran Kandungan(Aborsi)

Secara medus, aborsi (baik keguguran maupun pengguguran) berarti terhentinya kehamilan yang
terjadi diantara tertanamnya sel telur yang sudah dibuahi dirahim sampaI kehamilan 20 minggu.

Dengan kata lain, keguguran atau pengguguran kandungan adalah keluarnya janin dan rahim
sebelum janin itu mampu hidup mandiri.

2.8.1.2. Pengertian Aborsi

Aborsi/abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan ( oleh akibat-akibat tertentu). Aborsi adalh
suatu kontrovensial dan isu yang memicu emosi yang bias menimbulkan permusuhan antara ke dua
belah pihak.

Menurut Fak About Abortion, info kit on women’s health oleh institute for social, maret 1991.
dalam istilah kesehatan aborsi didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnta
telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fesus) mencapai 20
minggu.

Siapa saja yang melakukan pengguguran kandungan berarti telah membuat dosa dan telah
melakukan tindakan criminal yang mewajibkan pembayaran diyat dari janin yang gugur yaitu
seorang budak laki-laki atau perempuan diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagai mana telah
diterangkan dalam hadis shahih dalam masalah tersebut. Rasullulah SAW bersabda : ‘’Rasullulah
SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bahni Lihyan yang gugur
dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, taitu serang budak laki-laki atau perempuan’’ (HR.
Bukhari dan Muslim, dari Abu Huairah RA Abdul Qadim Zallum, 1998).

Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin
karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), sebelum sampai pada
fase penciptaan yang menunjukan cirri-ciri minimal sebagai manusia.

Aborsi tetap saja menjadi masalah controversial, tidak hanya dari sudut pandang kesehatan
tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi biasanya dilakukan atas imedis yang
berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada diri
si ibu, misalnya tuberkulosis paru-paru berat, asma, diabetes, gagal ginjal, hipertens, bahkan
biasanya terdapat dikalangan tercandu atau ibu yang terinpeksi virus.

2.8.1.3. Dasar-dasar aborsi

Aborsi pada dasarnya menghentikan kehamilan sebelum janin mampu hidup mandiri. Standar
aborsi terjadi antara empat sampai dua belas minggu kehamilan, tetapi prosedur ini sah secara
hukum di Amerika Serikat sampai kehamilan dua puluh empat minggu. Memang ada kasus yang
jarang terjadi dimana bayi dapat hidup sejak usia dua puluh minggu kehamilan, namun sebagian
besar diantaranya mendapatkan kerusakan yang permanent dan nyata. Sebagian besar aborsi terjadi
sebelum garis batas dua belas minggu.

Saat ini di Amerika Serikat terdapat dua pilihan ketika menghadapi aborsi. Secara medis atau
operatif. Operatif adalah cara yang tradisional, dimana seorang dokter melebarkan serviks,
mengeluarkan isinya, dan pasien pulang kerumah. Aborsi medis mengharuskan oasien memakan
beberapa pil, yang akan menyebabkan aborsi spontan atau keguguran.

2.8.1.4. Aborsi Operatif

Standar aborsi operatif menyangkut melebarkan serviks secara perlahan-lahan dan menyedot
isinya keluar dengan alat seperti vakum. Kita menyebutnya kuretase isap (suction curettage).
Biasanya cara ini memakan waktu sepuluh menit, dan tergantung dimana Anda berada, bias
menggunakan anestesi umum atau local.

Pertama, dokter melakukan pemeriksaan pelvis untuk menetapkan ukuran dan posisi rahim , di
mana kedua hal ini , tetapi juga dari minggu ke minggu kehamilan. Dokter kemudian membersihkan
vagina dengan cairanantiseptik untuk mengurangi bakteri.

Alat pertama yang digunakan dalam aborsi adalah tenakulum, yang kelihatannya seperti
penjepit es kecil. Benda ini menahan serviks untuk tetap berada di tempatnya-ini kedengarannya
lebih buruk dari pada yang sebenarnya. Serviks yang tetap diam mengurangi trauma pada serviks.

Setelah dokter menahan serviks, dia akan mulai melebarkannya dengan dilator. Dilator adalah
batang dengan gradasi ukuran yang digunakan untuk membuka serviks secara perlahan-lahan.
Dilator dimasukkan kedalam kanal serviks untuk meregangkannya, agar evakuasi isi rahim dapat
dilakukan. Hal ini dilakukan dengan perlahan-lahan dan lembut. Idenya adalah untuk menghindari
robekan otot atau luka permanent pada serviks.

Dilator yang pertama dan terkecil berukuran kurang lebih sebesar batang pengsil. Dan yang
terbesar sebesar ibu jari Anda. Dilatasi serviks yang diingkan tergantung pada seberapa besar
kehamilan si pasien. Pada usia 6 minggu, dilatasi akan sangat kecil karena hanya pada sedikit
jaringandan sifatnya tak terbentu. Pada usia 12 minggu, ada lebih banyak struktur dan jaringan, jadi,
biasanya serviks diperbesar 2 kali lipat.

Setelah memperbesar serviks, dokter memasukan kateter (selang kecil) kedalam rongga rahim,
yang menempel pada alat penyedot. Benda ini membersihkan seluruh isi rahim. Setelah itu, sendok
kuret (alat yang terbuat dari besi, langsing, danmelengkung) dimasukkan untuk mengerok dengan
lembut dinding rahim dan untuk memastikan semua jaringan telah keluar.

Pasien kemudian di bawa ke ruang penyembuhan, dimana dia beristirahat selama kurang lebih
setengah jam, dan kemudian tim dokter akan memastikan tidak ada pendarahan yang berlebihan
atau nyeri. Setelah aborsi operatif, instruksi saya kepada pasien adalah “Jangan menaruh apa pun
atau siapa punkedalam vagina Anda selama 2 minggu.‘ Serviks biasanya tertutup rapat, namun
setelah aborsi, serviks akan terbuka lebar dan bakteri apapun di vagina bias masuk. Aktivitas utama
yang di kwatirkan dari perspektif medis adalah seks-ejakulasi yang mungkin membawa bakteri
langsung kedalam rahim adalah ide yang sangat buruk.
Karena vagina adalah tempat yang relative kotor, fasilitas aborsi dan/atau ginekolog akan
memberikan anti biotik pencegahan pascaaborsi selama satu sampai tujuh hari.tingkat infeksi untuk
aborsi kurang lebih dua sampai tiga persen, tetapi anda dapat menguranginya sampai setengah
dengan snit biotik.

Dua minggu setelah aborsi, pasien harus kembali ke ginekolog untuk pemeriksaan ulang yang
akan memastikan bahwa dia tidak masih hamil dan tidak merasakan nyeri atau tanda-tanda infeksi.
Waktu tersebut juga merupakan kesempatan baik untuk mendiskusikan dan mengevaluasi pilihan
kontrasepsi pasien.

2.8.1.5. Komplikasi:

Merupakan kewajiban dokter untuk mengirim semua produk hasil konsepsi (dalam dunia
medis disebut POC kepada ahli potologi untuk mengidentifikasikan jaringan plasenta. Bila ahli
potologi tidak menemukan jaringan plasenta, ini berarti pasiennya 1) tidak hamil; 2) dia masih hamil
disuatu tempat di luar rahim, biasanya di tuba polopii, misalnya pada kehamilan ektopik; atau 3 dia
masih hamil di dalam rahim dan dokternya tidak membersihkannya dengan sempurna.

Kehamilan ektopik yang tidak diterapi dapat menyebbkan pendarahan internal, syok, atau
kematian. Nyeri yang hebat, pusing, pingsan, atau perut kembung dapat menjadi petunjuk pertama
bahwa komplikasi ini terjadi pada Anda. Namun, sudah menjadi standar praktik bagi ahli patologi
untuk memberi tahu dokter bila tidak ditemukan jaringan plasenta, pada saat pasien datang ke
kamar dokter, mengulangi tes kehamilan, dan melakukan sonogram (USG).

Aborsi inkomplit (tidak lengkap) adalah komplikasi lain, yang berarti dokter gagal mengeluarkan
semua jaringan di dalam rahim. Ini dapat terjadi karena doktermelakukannya pada posisi yang
empuk tapi salah, karena rahim yang hamil merupakan organ yang lunak dan rapuh. Tindakan yang
tepat tergantung pada ukuran lubang, lokasi, dan saat di mana prosedur itu berlangsung. Terapinya
berkisarantara tidak di apa-apakan sampai operasi reparasi.

Aborsi yang sangat kasar dengan kuretase yang hebat dapat menyebabkan terbentuknya
jaringan parut di dinding rahim dapat menempel satu sama lain dan menghentikan menstruasi. Bila
Anda melakukan aborsi dan tidak mengalami menstruasi dalam waktu empat sampai enam minggu,
temuilah genekolog Anda. Masalah ini dapat di obati, tetapi semakin cepat didiagnosis semakin baik.
Infeksi setelah aborsi, meskipun jarang, juga dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut di
dalam rahim.

2.8.4. Transplantasi organ

Transplantasi organ adalah jaringan tubuh manusia. Transplantasi organ merupakan tindakan medis
yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat.

2.8.4.1 Jenis-jenis tranplantasi :

1) Authograft.
2) Anograft

3) Isograft

4) Xenograft

2.8.5. Supporting

Supporting adalah dukungan yang bersifat fisik seperti kedua tangan diatas luka pada perut sewaktu
batuk, dapat juga bersifat psikologis seperti perawat yang mau mendengarkan pasien secara aktif
atau memegang tangan pasien yang sedang sekarat.

2.4.3 prinsip – prinsip legal dalam praktik keperawatan

Malpraktik

2.9.1.1 Pengertian

1) Praktik yang tidak benar atau mencelakakan, tindakan medis atau pembedahan yang tidak
trampil atau keliru.

2) Salah satu bentuk kelalaian dan sering disebut sebagai kelalaian profesional.

3) Malpraktik dalam keperawatan

Adalah akibat dari pelayanan keperawatan yang dilakukan di bawah standar. Untuk menetapkan
suatu tindakan sebagai malpraktik keperawatan digunakan kriteria

sebagai berikut:

3) (1) Perawat (terdakwa) memiliki kewajiban terhadap klien (penuntut)

3) (2) erawat tidak melaksanakan kewajiban tersebut

3) (3) Klien mengalami cedera, dan

3) (4) Kegagalan perawat dalam melaksanakan kewajibannya menyebabkan cedera.

Cara terbaik bagi perawat untuk menghindari kelalaian adalah dengan:

ü Mengikuti standar pelayanan

ü Memberikan pelayanan kesehatan yang kompeten

ü Berkomunikasi dengan penyelenggara layanan kesehatan lain

Malpraktik adalah ‘kesalahan/kegagalan pelaksanaan professional karena keterampilan yang tidak


memadai dan tidak beralasan, ketaatan terhadap profesi atau hokum, praktik kejahatan, tindakan
melanggar hokum atau tidak bermoral’ (Creighton,1986). Salah satu contoh malpraktik yang
potensial yang terjadi di lingkungan perioperatif adalah melaksanakan praktik yang melebihi otoritas
seseorang. Contohnya adalah pembukaan luka bedah oleh asisten pertama yang belum mendapat
mandate dari institusi.

Strategi yang efektif bagi perawat perioperatif dalam upaya menghindari perkara
malpraktik adalah memberikan perawatan yang aman untuk klien mereka. Kllien tidak dapat
menjadi pengugat, kecuali dan sampai mereka menngalami cedera. Jika perawat telah
melakukan tindaakn yang beralasan dan cermat, ia tidak akan bertanggung jawab atas cedera akibat
tindakan atau kelalaiannya. Dalam kasus malpraktik tindakan perawat yang kurang beralasan akan
dinilai sebagai bukti yang diperoleh dari saksi ahli, kebijakan dan prosedur institusi, UU dan aturan
administrative, standar asosiasi professional dan literature professional. Oleh karena itu, strategi
kedua untuk mencegah malpraktik adalah mengetahui dan mematuhi standar keperawatan.

Perkara hokum malpraktik merupakan risiko yang dapat terjadi dalam berbagai praktik
perawat perioperatif. Risiko ini tidak perlu ditanggapi dengan rasa takut dan cemas, karena hal ini
akan memengaruhi penilaian professional berdasarkan prinsip disiplin lain. Asuhan keperawatan
yang baik bagi klien secara simultan merupakan pelindung perawat yang terbaik dari perkara hokum
malpraktik.

- Upaya Pencegahan Malpraktik

Berikut beberapa tips agar terhindar dari tuntutan malpraktik:

1) Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medic dan standar prosedur professional.

2) Bekerjalah secara professional, berlandaskan etik dan moral yang tinggi.

3) Jangan berhenti belajar, selalu tingkatkan ilmu dan keterampilan dalam bidang yang ditekuni.

4) Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban, dan kekeluargaan, sesame sejawat.

5) Ikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku terutaam tentang memkesehatn.

- Penanganan Dugaan Malpraktik

Dengan terbitnya UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran, diharapkan


bahwa setiap orang yang merasa kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dapat mengadukan
kasusnya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) secara tertulis atau lisan.
MKDKI dapat memberikan sanksi disipsilin berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan
surat tanda registrasi atau Surat Ijin Praktik(SIP). Tujuannya adalah untuk penegakkan isiplin dokter,
yaitu penegakkan aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam hubungannya dengan
pasien.

2.9.2. Neglected

Pengabaian adalah kelalaian individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia lakukan
atau melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton,1986). Undang –undang tentang
ngabaian diruang bedah mencakup identifikasi kesalahan terhadap klien atau lokasi yang dibedah,
maka akibat tekanan karena kesalahan dalam member posisi, cedera akibat alat yang rusak karena
kesalahan pemeriksaan, dan tertinggalnya benda asing. Kompetensi yang kurang dalam penggunaan
alat juga dapat diinterpretasikan sebagai pengabaian.

Kegagalan penggugat memenuhi salah satu elemen untuk menyakinkan hakim, tuntutan tidak
akan berhasil dan tergugat terbebas dari tuduhan. Kasus benda asing yang tertinggal ini relative
mudah dibuktikan dengan kasih perhitungan instrument dan rasa oleh penggugat. Serupa dengan
hal tersebut, kasus kesalahan medikasi lebih bersifat langsung. Ada sedikit silang pendapat
dikalangan perawat mengenai pemberian medikasi yang tepat dengatn dosis dan rute yang
tepat,untuk klien yang tepat. Apabila prosedur pemberian obat ini tidak diikuti dank lien cedera,
relative mudah untuk menetapkan apakah pemberian mediakasi menyebabkan cedara atau tidak.
Luka cedera akibat pemberian posisi juga menjadi kasus yang beresiko menimpa perawat.
Kompleksitas bukti bahwa klien mengalami penderitaan akibat tindakan medis pada awal
penanganan dan semuanya berlangsung simultan belum tentu merupakan tanggung jawab perawat
perioperatif sepenuhnya.

Perawat perioperatif mempunyai tanggung jawab hokum untukl memberikan informasi,


memastikan pemahaman klien tentang informasi tersebut, dan memperoleh persetujuan klien dari
pihak yang melakukan prosedur tersebut.

2.9.3. Pertanggugatan ( mandiri dan limpahan ) dan pertanggujawaban.

Akuntabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan
dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi – konsekuensi, perawat hendaknya memiliki
tanggung gugat artinya bila ada pihak yang mengugat ia menyatakan siap dan
berani menghadapinya, terutama yang berkaitan dengan kegiatan – kegiatan Profesinya Perawat
harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya, hal ini bisa dijelaskan
dengan mengaju tiga pertayaan berikut :

1. Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan.

2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat.

3. Dengan kriteria apa saja tanggung gugat perawat diukur dengan baik.(Barbara Kozier,
Fundamental of Nursing 1983 )

PERTANGGUNGJAWABAN

Kata tanggung jawab merujuk pada keinginan untuk melaksanakan kewajiban dan memenuhi janji.
Sebagai perawat, kita bertanggung jawab terhadap tindakan kita. Kita berperan aktif dalam
membentuk praktik kita. Kita harus memiliki kompetensi praktik agar mampu melakukan tanggung
jawab kita dengan baik.

2.4.4 Dokumentasi Asuhan Keperawatan

4.4.1 Tujuan Dokumentasi Keperawatan

4.4.1.1 Menghindari kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam askep.
4.4.1.2 Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama perawat atau pihak lain
melalui komunikasi tulisan.

4.4.1.3 Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga keperawatan.

4.4.1.4 Terjaminnya kualitas askep.

4.4.1.5 Perawat mendapat perlindungan secara hukum.

4.4.1.6 Memberikan data bagi penelitian, penulisan karya ilmiah, dan penyempurnaan standar
askep.

4.4.2 Sistem Dokumentasi

4.4.2.1 Catatan Berorientasi pada Sumber (Source Oriented Record )

1) Pencatatan menurut sistem ini adalah khas untuk setiap profesi yang memberi kemudahan
dalam menempatkan catatan mengenai data yang diperoleh. Komponen SOR meliputi:

(1) Lembar penerimaan

(2) Lembar instruksi dokter

(3) Lembar riwayat medik

(4) Catatan perawat

(5) Catatan dan laporan khusus

4.4.2.2 Catatan Berorientasi pada Masalah (Problem Oriented Record)

Pada bagian catatan disusun berdasarkan masalah yang terjadi pada klien. Seluruh data
yang didapat dari dr, perawat atau kesehatan lain diintegrasikan menjadi satu bagian. Dari setiap
masalah disusun menjadi rencana intervensi dan implementasinya. Sistem POR memiliki 4
komponen:

1) Data dasar

2) Daftar masalah

(1) Sublist, yaitu dengan membuat subdaftar

(2) Cross referencing, yaitu mencatat semua masalah secara terpisah dengan menggunakan
nomor urut dan menuliskan nomor masalah klien

4.4.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Sistem dokumentasi ini berorientasi pada maslah aktif. Rencana asuhan ditulis oleh
tenaga kesehatan yang menyusun daftar masalah, misalnya dr menuliskan instruksi dan rencana
asuhan medik sedangka perawat menuliskan rencana asuhan keperawatan.
Sistem rencana asuhan keperawatan terbagi atas 3 bagian:

4.4.3.1 Diagnostik

4.4.3.2 Terapeutik/usulan terapi

4.4.3.3 Pendidikan klien

4.4.4 Catatan Perkembangan (progress notes)

4.4.4.1 Lembar SOAP dan PIE

Catatan perkembangan ini berorientasi pada masalah dan disusun oleh anggota tim
kesehatan. Setiap anggota menuliskan setiap perkembangan yang terjadi pada lembaran yang sama,
yaitu lembar SOAP (Subjective and Objective data, Analysis, Planning) atau lembar PIE (Problem,
Intervension, Evaluation).

S (Data subjektif): data yang didapat dari klien secara langsung.

O (Data objektif): data yang didapat dari pengamatan dan pemeriksaan.

A (Analisis): didapat berdasarkan data subjektif dan objektif analisis berfungsi untuk
merumuskan kesimpulan mengenai perkembangan kondisi klien, dan mengevaluasi keefektifkan
tindakan yang talah dilakukan

P (Perencanaan): perawat menuliskan rencana asuhan, mencakup instruksi khusus unutk


mengatasi masalah, mencari data tambahan, dan pendidikan bagi pasien dan keluarga. Rencana ini
mengacu pada rencana sebelumnya

Model catatan perkembangan memiliki keuntungan, antara lain:

1) Berfokus pada klien dan masalahnya

2) Proses pengumpulan data menjadi lebih efisien

3) Evaluasi dan revisi berkesinambungan

4) Asuhan yang berkesinambungan antara berbagai anggota tim kesehatan

5) Meningkatkan komunikasi diantara anggota tim

4.4.4.2 Catatan Berorientasi pada Perkembangan (Progress Oriented Report)

Bentuk pencatatan ini berorientasi pada perkembangan yang terjadi pada klien. Contoh
bentuk pencatatan yang termasuk kategori ini:

1) catatan perawat; selama 24 jam mencakup pengkajian, tindakan keperawatan mandiri,


pendelegasian, evaluasi keberhasilan setiap tindakan keperawatan, tindakan kolaborasi dokter-
perawat, dan kunjungan berbagai anggoata tim kesehatan lain.
2) Lembar alur (Flow Sheet); bentuk format yang mencantumkan angka dan grafik.

3) Catatan pemulangan dan ringkasan rujukan; mencakup masalah kesehatan aktif, pengobatan
terakhir, tindakan yang harus dilanjutkan, pola makan dan istirahat dan asuhan mandiri.

4.4.4.3 Charting by Exception ( CBE )

CBE adalah sistem dokumentasi yang mencatat hasil atau temuan klinis tertentu secara
naratif, yang tergabung dari tiga komponen:

1) lembar alur, yang berisi kesimpulan atau penjabaran terhadap indikator pengkajian dan temuan
klinis.

2) dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik keperawatan.

3) biasanya ditempatkan diujung tempat tidur klien

4.4.4.4 Kardeks dan Rencana Asuhan Keperawatan

Sistem ini terdiri dari serangkaian kartu yang disimpan pada file induk yang dapat
dipindahkan dengan mudah. Isi kardeks mencakup data demografi, diagnosis medik, instruksi
dokter, rencana askep instruksi keperawatan, jadwal pemeriksaan dan prosedur tindakan.

2.4.5 Perlindungan Hukum dlam praktik keperawatan.

Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada
kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-
bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan.

Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh
belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara
tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tingi
merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini
juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa
memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.

2.11.1 Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan :

2.11.1.1 UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan

Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur
kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.

2.11.1.2 UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.

UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan
sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga
perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah,
termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter,
dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan
kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh
dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis
(tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga
kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis
tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara
hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan
lainnya.

2.11.1.3 UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.

Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah
wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.

Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud
pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai
negeri juga diberlakukan terhadapnya.

UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat
pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh
bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak
menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi
perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk
dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan
tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.

2.11.1.4 SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979

Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan
paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga
bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.

2.11.1.5 Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980

Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan.
Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan
secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan
bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan
atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik
swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga
dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara
hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di
rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari
pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukannursing care.
2.11.1.6 SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal
4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.

Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya
setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu.

Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah
mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan
dan Sarjana/S1 Keperawatan.

Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya

2.11.1.7 UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992,

merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik


keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,
kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.

Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU
Praktik Keperawatan adalah :

1) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

2) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau


melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya

Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga
kesehatan.

- Nursing advocacy

- Pengambilan keputusan Legal Etis


KEPERAWATAN DASAR

Anda mungkin juga menyukai