Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK DENGAN OSTEOATRITHIS

DI PONDOK TULUS KASIH BANDUNG

OLEH :

Galih Yoga Prasetya

NPM. 214118009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2019
KONSEP LANSIA

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang
bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut merupakan tahap perkembangan
normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan
kenyataan yang tidak dapat dihindari (Notoatmodjo, 2007).
Lansia merupakan dua kesatuan fakta sosial dan biologi. Sebagai suatu fakta sosial, lansia
merupakan suatu proses penarikan diri seseorang dari berbagai status dalam suatu struktur
masyarakat. Secara fisik pertambahan usia dapat berarti semakin melemahnya menusia secara
fisik dan kesehatan (Prayitno, 2000)
Menurut Undang Undang RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 ayat 1 bahwa
manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik,
kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pad seluruh aspek kehidupan
(Khoiriyah, 2011)
2. Karaktersitik Lansia
Beberapa karakterisktik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah
kesehatan lansia yaitu:
a. Jenis Kelamin
Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.
b. Status Perkawinan
Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi keadaan
kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi.
c. Living Arrangement
Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal bersama anak atau
keluarga lainnya (Bustan, 2007).
3. Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi pada lansia antara lain:
a. Pra lansia Seseorang yang berusia 45-59 tahun Universitas Sumatra Utara
b. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
masih dapat menghasilkan barang/ jasa e. Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya
mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
World Health Organization (WHO) Mengelompokan usia lanjut sebagai berikut :
a. Middle Age (45-59 Tahun)
b. Ederly (60-74 Tahun)
c. Old (75-90 Tahun)
d. Very Old (>90 Tahun)
4. Tipe Lansia
Menurut Nugroho (2008) banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut, antara lain :
a. Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang menggantikan kegiatan yang hilang dengan kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status,
teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani
dan pengkritik.
d. Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, menyesal
dan pasif.
5. Tugas Perkembangan Lansia
Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan
usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas
perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
d. Mempersiapkan kehidupan baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008).

6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia


a. Perubahan Fisik
1) Kardiovaskuler
kemampuan memompa darah menurun, elastisitsas pembuluh darah menurun, dan
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
2) Respirasi
Elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat,
dan terjadi penyempitan bronkus.
3) Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis),
persendian membesar dan menjadi kaku.
4) Gastrointestinal
Esophagus membesar, asam lambung menurun, lapar menurun dan peristaltik menurun.
5) Persyarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon.
6) Vesika urinaria
Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun dan retensi urin.
7) Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Elastisitas menurun, vaskularisasi
menurun, rambut memutih dan kelenjar keringat menurun (Nugroho, 2008).
b. Perubahan Sosial
Perubahan fisik yang dialami lansia seperti berkurangnya fungsi indera pendengaran,
pengelihatan, gerak fisik dan sebagainya menyebabkan gangguan fungsional, misalnya
badannya membungkuk, pendengaran sangat berkurang, pengelihatan kabur sehingga sering
menimbulkan keterasingan.
Keterasingan ini akan menyebabkan lansia semakin depresi, lansia akan menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain (Darmajo, 2009).
c. Perubahan Mental dan Psikologis
Pada lansia pada umumnya juga akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan
lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia semakin lambat. Sementara
fungsi kognitif meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi menurun, yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan
(Nugroho, 2008).
d. Perubahan Spritual
Agama atau kepercayaan makin terintergrasi dalam kehidupannya, hal ini terlihat dari cara
dalam berpikir dan betindak dalam sehari-hari.
LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOATRITHIS

A. Definisi
Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerussakan
kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA (Sudoyo
Aru dkk, 2009 dalam Nurarif dkk, 2015)
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik,
berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya gangguan pembentukan tulang
baru pada permukaan persendian.
Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya sedikit
melampui separuh jumlah pasien arthritis.Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang
sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering
dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosi , yaitu melemahnya tulang rawan
pada engsel yang dapat terjadi di engsel manapun di sekujur tubuh. Tapi umumnya, penyakit ini
terjadi pada siku tangan, lutut, pinggang dan pinggul.
B. Etiologi
Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang yang
bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan halus tulang rawan ini menjadi
kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan ini sudah kasar seluruhnya, akhirnya tulang
akan bertemu tulang yang menyebabkan pangkal tulang menjadi rusak dan gerakan pada
sambungan akan menyebabkan nyeri dan ngilu.Beberapa faktor resiko untuk timbulnya
osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan
sering pada umur diatas 60 tahun.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena
osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun
frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun
frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya
peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa mengakibatkan malformasi sendi
yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis. trauma berpengaruh terhadap
kartilago artikuler, ligamen ataupun menikus yang menyebabkan biomekanika sendi menjadi
abnormal dan memicu terjadinya degenerasi premature.
4. Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya sering memberikan
tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan juga mempengaruhi sendi mana yang
cenderung terkena osteoartritis. sebagai contoh, pada tukang jahit, osteoartritis lebih sering
terjadi di daerah lutut, sedangkan pada buruh bangunan sering terjadi pada daerah pinggang.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan
dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi
lain (tangan atau sternoklavikula). Pada kondisi ini terjadi peningkatan beban mekanis pada
tulang dan sendi.
6. Faktor Gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu mengakibatkan
seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah kebiasaan buruk merokok.Merokok
dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan
kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan
7. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang
wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering
osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai
tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
8. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan
diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-
orang kulit hitam dan Asia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada
orang–orang Amerika asli (Indian) dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan
dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.

C. Klasifikasi
Osteoartritis dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu, OA Primer dan OA sekunder. OA primer
disebut idiopatik, disebabkan karena adanya faktor genetik yaitu adanya abnormalitas kolagen
sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari oleh kelainan seperti
kelainan endokrin, trauma, kegemukan, dan inflamasi.

D. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang dan progresif
lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan
degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.Proses degenerasi ini
disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi.
Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom
menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau
kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan
karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan ronggasendi yang menyebabkan nyeri,
kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer dan kejadian natural
akibat proses ”wear and tear” pada sendi sebagai hasil dari proses penuaan. Tetapi, temuan-
temuan yang lebih baru dalam bidang biokimia dan biomekanik telah menyanggah teoari ini.
Osteoartritis adalah sebuah proses penyakit aktif pada sendi yang dapat mengalami perubahan
oleh manipulasi mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan pada komponen sistem
muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang, dan jaringan yang memungkinkan
meningkatnya kejadian beberapa penyakit seperti OA (Price dan Wilson, 2013). Untuk
melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai faktor
risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang
rawan sendiri berfungsi untuk menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di dalam sendi
berkat adanya cairan sinovium dan sebagai penerima beban, serta meredam getar antar tulang
(Robbins, 2007). Tulang rawan yang normal bersifat avaskuler, alimfatik, dan aneural sehingga
memungkinkan menebarkan beban keseluruh permukaan sendi. Tulang rawan matriks terdiri dari
air dan gel (ground substansi), yang biasanya memberikan proteoglikan, dan kolagen (Hassanali,
2011).

Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut.


1. Fase 1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme kondrosit menjadi
terpangaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang
kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat
protease yang akan mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi
pada penipisan kartilago.
2. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
3. Fase 3
Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi respon inflamasi pada
sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL 1), tumor necrosis factor-
alpha (TNFα), dan metalloproteinases menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak destruksi
pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga
terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular
menjadikan kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).
PATHWAY

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang perlahan.
2. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-pelan sejalan
dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat , terasa paling nyeri pada akhir ,
dan seiring dengan memburuknya penyakit, menjadi semakin parah, sampai pada tahap
dimana pergerakan minimal saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa menganggu tidur
4. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang hari dengan
periode istirahat.
5. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit
6. Pembesaran sendi (deformitas)
7. Perubahan gaya berjalan
8. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak, rasa hangat yang merata
dan warna kemerahan).
(Nurarif dkk, 2015)

Gambar : perbandingan sendi sehat dengan sendi yang terkena osteoarthritis

F. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk lebih mendukung adanya
Osteoartritis, antara lain sebagai berikut :
1. Foto polos sendi (Rontgent) menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi, destruksi tulang, pembentukan osteofit (tonjolan-tonjolan kecil
pada tulang), perubahan bentuk sendi, dan destruksi tulang.
2. Pemeriksaan cairan sendi dapat dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi.
3. Pemeriksaan artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan sebelum tampak di foto
polos.
4. Pemeriksaan Laboratorium: Osteoatritis adalah gangguan atritis local, sehingga tidak ada
pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan diagnosis. Uji laboratorium adakalanya dipakai
untuk menyingkirkan bentuk-bentuk atritis lainnya. Faktor rheumatoid bisa ditemukan dalam
serum, karena factor ini meningkat secara normal paa peningkatan usia. Laju endap darah
eritrosit mungkin akan meningkat apabila ada sinovitis yang luas.
G. Penatalaksanaan
1. Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena
patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit,
meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon
steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat
memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu
dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik
yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan
karena kakai yang tertekuk (pronatio).
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi program
utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi
timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun dan
ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien
osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena factor-faktor
psikologis.
5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang belakang,
paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien
enggan mengutarakannya.
6. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang
diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan.Pada sendi yang masih
aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan.
Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic,
inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang
biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometric lebih baik dari pada
isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul
pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi
otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting terhadap perlindungan
rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
7. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang nyata
dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah
osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk
menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi apabila penyakit ini tidak
ditangani dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu :
1. Komplikasi akut berupa, osteonekrosis, Ruptur Baker Cyst, Bursitis.
2. Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah ialah terjadi
kelumpuhan.

I. Diagnosis Osteoartritis

Osteoarthritis biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu riwayat penyakit, gambaran klinis
dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan radiologis. Anamnesis terhadap pasien osteoartritis
lutut umumnya mengungkapkan keluhan-keluhan yang sudah lama, tetapi berkembang secara
perlahan-lahan. Keluhan-keluhan pasien meliputi nyeri sendi yang merupakan keluhan utama yang
membawa pasien ke dokter, hambatan gerakan sendi, kaku pagi yang timbul setelah imobilitas,
pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan (Soeroso et al., 2006).

Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang dirasakan setelah aktivitas dan menghilang
setelah istirahat. Bila progresifitas OA terus berlangsung terutama setelah terjadi reaksi radang
(sinoritis) nyeri akan terasa saat istirahat. Sedangkan istirahat ataupun immobilisasi yang lama dapat
menimbulkan efek-efek pada jaringan ikat dan kekuatan penunjang sendi. Bila akut dapat ditemukan
tanda-tanda radang: rubor (merah), tumor (membengkak), calor (terasa panas), dolor (terasa nyeri),
dan fuctio laesa (gangguan fungsi) yang jelas (Paranatha, 2012). Kriteria diagnosis dari OA lutut
berdasarkan American College of Rheumatology yaitu adanya nyeri pada lutut dan pada foto rontgen
ditemukan adanya gambaran osteofit serta sekurang kurangnya satu dari usia > 50 tahun, kaku sendi
pada pagi hari < 30 menit dan 16 adanya krepitasi. Nyeri pada sendi tersebut biasanya merupakan
keluhan utama yang membuat pasien datang ke dokter. Nyeri biasanya bertambah berat dengan
gerakan dan berkurang dengan istirahat. Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhannya
sudah berlangsung lama tetapi berkembang secara perlahan. Daerah predileksi OA biasanya mengenai
sendi – sendi penyangga tubuh seperti di pada lutut. Pada pemeriksaan fisik, pada pasien OA
ditemukan adanya gerak sendi baik secara aktif maupun pasif. Selain itu biasanya terdengar adanya
krepitasi yang semakin jelas dengan bertambah beratnya penyakit. Gejala ini disebabkan karena
adanya pergesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif
dimanipulasi (American College of Rheumatology, 2012). Hambatan gerak yang seringkali sudah ada
meskipun secara radiologis masih berada pada derajat awal dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik.
Selain itu dapat ditemukan adanya krepitasi, pembengkakan sendi yang seringkali asimetris (Soeroso
et al., 2006). Nyeri tekan tulang, dan tak teraba hangat pada kulit (American College of
Rheumatology, 2012). Sedangkan gambaran berupa penyempitan celah sendi yang seringkali
asimetris, peningkatan densitas tulang subkondral, kista tulang, osteofit pada pinggir sendi, dan
perubahan struktur anatomi sendi dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis yang menggunakan
pemeriksaan foto polos (Soeroso et al., 2006). 17 Diagnosis OA selain berdasarkan gejala klinis juga
didasarkan pada hasil radiologi. Namun pada awal penyakit , radiografi sendi seringkali masih
normal.

Adapun gambaran radiologis sendi yang menyokong diagnosis OA adalah:

1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban).

2. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.

3. Kista tulang.

4. Osteofit pada pinggir sendi.

5. Perubahan struktur anatomi sendi (Soeroso et al., 2006).


KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi, kekakuan
pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi fungsional yang
berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan, malaise.
Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
2. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian kemerahan
pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
- Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor-faktor hubungan.
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.
4. Makanan / Cairan
- Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan
adekuat mual, anoreksia.
- Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
5. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan pada
orang lain.
6. Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7. Nyeri/kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak
pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).
8. Keamanan
- Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
- Lesi kulit, ulkas kaki
- Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
- Demam ringan menetap
- Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
- Riwayat rematik pada keluarga
- Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa
pengujian.
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.
11. Pemeriksaan Diagnostik
- Reaksi aglutinasi: positif
- LED meningkat pesat
- protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
- SDP: meningkat pada proses inflamasi
- JDL: Menunjukkan ancaman sedang
- Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
- RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi, osteoporosis
pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang, penyempitan ruang sendi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses
inflamasi, distruksi sendi Kerusakan mobilitas fisik b.d kekauan sendi, kerusakan integritas
struktur tulang
2. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Deformitas skeletal, Nyeri,
ketidaknyamanan, Penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan Citra Tubuh/Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan Perubahan
kemampuan melakukan tugas-tugas umum, Peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
4. Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan Auskuloskeletal: Penurunan
Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, Depresi.
5. Kurang Pengetahuan Mengenai Penyakit, Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan
Pengobatan berhubungan dengan Kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi
informasi.

C. Intervensi
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut/kronis Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan nyeri; catat lokasi
berhubungan dengan Tindakan keperawatan dan intensitas nyeri (skala 0 – 10).
distensi jaringan oleh di harapkan nyeri Catat faktor-faktor yang
akumulasi cairan/proses kline berkurang mempercepat dan tanda-tanda rasa
inflamasi, distruksi sendi. dengan kriteria hasil : nyeri non verbal
1. Menunjukkan nyeri 2. Beri matras/kasur keras, bantal
berkurang atau kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai
terkontrol kebutuhan saat klien
2. Terlihat rileks, beristirahat/tidur.
dapat istirahat, tidur 3. Bantu klien mengambil posisi
dan berpartisipasi yang nyaman pada waktu tidur atau
dalam aktivitas sesuai duduk di kursi. Tingkatan istirahat
kemampuan. di tempat tidur sesuai indikasi.
3. Mengikuti program Pantau penggunaan bantal.
terapi. 4.Dorong klien untuk sering
4.Menggunakan mengubah posisi.
keterampilan relaksasi 5. Bantu klien untuk mandi hangat
dan aktivitas hiburan pada waktu bangun tidur.
ke dalam program 6. Bantu klien untuk mengompres
kontrol nyeri hangat pada sendi-sendi yang sakit
beberapa kali sehari.
Pantau suhu kompres.
Berikan masase yang lembut.
7.Dorong penggunaan teknik
manajemen stress misalnya
relaksasi progresif sentuhan
terapeutik bio feedback, visualisasi,
pedoman imajinasi hipnotis diri
dan pengendalian nafas.
8. Libatkan dalam aktivitas hiburan
yang sesuai untuk situasi individu.
9. Beri obat sebelum
aktivitas/latihan yang direncanakan
sesuai petunjuk.
Bantu klien dengan terapi fisik.

2 Kerusakan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat inflamasi/rasa


Berhubungan dengan tindakan keperwatan sakit pada sendi
Deformitas skeletal, Nyeri, di harapakan 2. Pertahankan tirah baring/duduk
ketidaknyamanan, kerusukan mobilitas jika diperlukan
Penurunan kekuatan otot. fisik kien berkurang 3. Jadwal aktivitas untuk
dengan kriteria hasil : memberikan periode istirahat yang
1. Mempertahankan terus-menerus dan tidur malam hari
fungsi posisi dengan tidak terganggu.
tidak 4. Bantu klien dengan rentang
hadirnya/pembatasan gerak aktif/pasif dan latihan resistif
kontraktor dan isometric jika memungkinkan
2. Mempertahankan 5. Dorongkan untuk
ataupun meningkatkan mempertahankan posisi tegak dan
kekuatan dan fungsi duduk tinggi, berdiri, dan berjalan.
dari kompensasi 6. Berikan lingkungan yang aman,
bagian tubuh misalnya menaikkan kursi/kloset,
3. Mendemonstrasikan menggunakan pegangan tinggi dan
teknik/perilaku yang bak dan toilet, penggunaan alat
memungkinkan bantu mobilitas/kursi roda
melakukan aktivitas. penyelamat
7. Kolaborasi ahli terapi
fisik/okupasi dan spesialis vasional.

3 Gangguan Citra Setelah dilakukan 1. Dorong klien mengungkapkan


Tubuh/Perubahan tindakan keperawatan mengenai masalah tentang proses
Penampilan Peran diharapakan gangguan penyakit, harapan masa depan.
berhubungan dengan citra tubuh teratasi 2. Diskusikan dari arti
Perubahan kemampuan dengan kriteria hasil : kehilangan/perubahan pada
melakukan tugas-tugas 1. Mengungkapkan seseorang. Memastikan bagaimana
umum, Peningkatan peningkatan rasa pandangan pribadi klien dalam
penggunaan energi, percaya diri dalam memfungsikan gaya hidup sehari-
ketidakseimbangan kemampuan untuk hari termasuk aspek-aspek seksual
mobilitas. menghadapi penyakit, Akui dan terima perasaan berduka,
perubahan pada gaya bermusuhan, ketergantungan
hidup dan 3. Perhatikan perilaku menarik diri,
kemungkinan penggunaan menyangkal atau
keterbatasan. terlalu memperhatikan
2.Menyusun tujuan tubuh/perubahan.
atau rencana realistis 4. Susun batasan pada perilaku
untuk masa maladaptif, bantu klien untuk
mendatang. mengidentifikasi perilaku positif
yang dapat membantu koping.
5. Bantu kebutuhan perawatan yang
diperlukan klien.
6.Ikutsertakan klien dalam
merencanakan dan membuat jadwal
aktivitas.
4 Kurang Perawatan Diri Setelah dilakukan 1. Diskusikan tingkat fungsi
berhubungan dengan tindakan keperawatan umum; sebelum timbul eksaserbasi
Kerusakan diharapakan perawatan penyakit dan potensial perubahan
Auskuloskeletal: diri klien teratasi yang sekarang diantisipasi.
Penurunan Kekuatan, dengan kriteria hasil : 2. Pertahankan mobilitas, kontrol
Daya tahan, nyeri pada 1. Melaksanakan terhadap nyeri dan program latihan.
waktu bergerak, Depresi. aktivitas perawatan 3. Kaji hambatan terhadap
diri pada tingkat yang partisipasi dalam perawatan diri.
konsisten pada 4.Identifikasi rencana untuk
kemampuan klien. memodifikasi lingkungan.
2. Mendemonstrasikan 5. Kolaborasi untuk mencapai
perubahan teknik/gaya terapi okupasi.
hidup untuk
memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
3.Mengidentifikasikan
sumber-sumber
pribadi/komunitas
yang dapat memenuhi
kebutuhan.

5 Kurang Pengetahuan Setelah dilakukan 1. Tinjau proses penyakit,


Mengenai Penyakit, tindakan keperawatan prognosis dan harapan masa depan
Prognosis dan Kebutuhan diharapakan kurang 2. Diskusikan kebiasaan pasien
Perawatan dan Pengobatan pengetahuna klien dalam melaksanakan proses sakit
berhubungan dengan teratasi dengan kriteria melalui diet, obat-obatan dan
Kurangnya hasil : program diet seimbang, latihan dan
pemahaman/mengingat 1. Menunjukkan istirahat.
kesalahan interpretasi pemahaman tentang 3. Bantu dalam merencanakan
informasi. kondisi/pragnosis dan jadwal aktivitas terintegrasi yang
perawatan. realistis, istirahat, perawatan diri,
2. Mengembangkan pemberian obat-obatan, terapi fisik,
rencana untuk dan manajemen stress.
perawatan diri 4. Tekankan pentingnya
termasuk modifikasi melanjutkan manajemen
gaya hidup yang farmakologi terapi.
konsisten dengan 5. Berikan informasi tentang alat
mobilitas dan atau bantu misalnya tongkat, tempat
pembatasan aktivitas. duduk, dan palang keamanan.
6. Dorong klien untuk
mempertahankan posisi tubuh yang
benar baik pada saat istirahat
maupun pada saat melakukan
aktivitas.
7. Diskusikan pentingnya
pemeriksaan lanjutan misalnya
LED, kadar salisilat, PT.
Beri konseling sesuai dengan
prioritas kebutuhan klien.

.
DAFTAR PUSTAKA

A. Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.

Doenges, EM. (2000 ), Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. (2001), Jakarta, EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.

Price, S.A. R. Wilson CL (1991), Pathophisiology Clinical Concept of Disease Process, Alih Bahasa
Adji Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta, EGC.

R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta, Balai
Penerbit FK Universitas Indonesia.

Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Andry
Hartono, dkk., Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai