Anda di halaman 1dari 22

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Narkoba
Narkoba adalah (narkotika dan obat/bahan berbahaya) adalah istilah yang
digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat yang dimaksud dengan bahan
berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan
penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (illegal) (Martono
& Joewana, 2008).
Narkoba (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) adalah zat yang apabila masuk
ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi system saraf pusat (SPP) sehingga
menimbulkan perubahan aktivitas mental, emosional, dan perilaku penggunanya dan
sering menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap zat tersebut (Hidayat,
2005).
B. Definisi Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan Narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk
maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya.karena pengaruhnya
itu narkoba disalahgunakaan (Martono & Joewana, 2008).
Penyalahgunaan Narkoba adalah penggunaan narkoba yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam perkerjaan dan fungsi sosial (Sumiati, 2009).
C. Jenis-jenis narkoba
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Menurut
potensi menyebabkan ketergantungannya, narkotika dikelompokkan menjadi 3
yaitu:
a. Narkotika golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan
ketergantungan dan tidak digunakan untuk terapi. Contoh: heroin, kokain, dan
ganja. Putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk.
b. Narkotika golong II berpotensi tinggi menyebabkan ketegantungan dan
digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh: morfin dan petidin.
c. Narkotika golongan III berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan
banyak digunakan dalam terapi. Contoh: kodein (Martono & Joewana, 2008).
2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat. Baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Menurut potensi menyebabkan ketergantungannya, psikotropika dikelompokkan
menjadi:
a. Psikotropika golongan I: amat kuat menyebabkan ketergantungan dan tidak
digunakan dalam terapi. Contoh: MDMA (ekstasi),LSD, dan STP.
b. Psikotropika golongan II: kuat menyebabkan ketergantungan, digunakan pada
terapi secara terbatas. Contoh: amfetamin, Metamfetamin (sabu), fensiklidin
(PCP), dan ritalin.
c. Psikotropika golongan III: potensi sedang menyebabkan ketergantungan,
banyak digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital, flunitrazepam.
d. Psikotropika golongan IV: potensi ringan menyebabkan ketergantungan, dan
sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh: diazepam, dan nitrazepam.
(Nipam, pil BK, DUM, MG) (Martono & Joewana, 2008).
3. Zat Adiktif

Zat adiktif adalah: Zat atau bahan aktif bukan narkotika dan psikotropika
yang bekerja pada sistem saraf pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Yang termasuk zat adiktif adalah :

1. Minuman alkohol: Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh


menekan susunan saraf pusat dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia.
Ada 3 golongan minuman :

1. Golongan A: Kadar etanol 1-5% (bir)

2. Golongan B : Kadar etanol 5-20% (berbagai minuman alcohol)

3. Golongan C: Kadar etanol 20-45% (Whisky, vodka, manson house, johny).

2.1.1 Narkoba yang sering disalahgunakan beserta efek yang ditimbulkan

1. Opioida (morfin, heroin, putaw, dan lain-lain)

Segolongan zat dengan daya kerja serupa, ada yang alami, sintetik, dan semi
sintetik. Opioida alami berasal dari getah opium poppy (opiat), seperti mortin,
opium, dan kodein .Contoh opioida semi sintetik adalah heroin/putauw dan
metadon fentanyl (china white).
Potensi menghasilkan nyeri dan menyebabkan ketergantungan heroin adalah
sepuluh kali lipat dibanding morfin dan kekuatan opoida sintetik 400 kali lipat dan
kekuatan morfin.
Cara pemakaiannya adalah disuntikan ke dalam pembuluh darah atau di
hisap melalui hidung setelah dibakar. Pengaruh jangka pendek : “hilangnya rasa
nyeri, ketegangan berkurang, munculnya rasa nyaman (eforik) diikuti perasan
seperti mimpi dan rasa mengantuk ,dan pemakai dapat meninggal karena
overdosis”.
Pengaruh jangka panjang : “ketergantungan (gejala putus zat,toleransi). Dapat
timbul komplikasi, seperti sembelit, gangguan menstruasi, dan impotensi karena
pemakaian jarum suntik yang tidak steril timbul abses, hepatitis B/C yang
merusak hati dan penyakit HIV/AIDS yang merusak kekebalan tubuh, sehingga
mudah terserang infeksi dan akhirnya menyebabkan kematian”.
2. Ganja (marijuana, cimeng, gelek, hasis)

Ganja mengandung THC (tetrahydro-cannabinol) yang besifat psikoaktif.


Ganja yang dipakai berupa tanaman kering yang dirajang ,dilinting, dan disulut
seperti rokok. Menurut Undang-Undang ,ganja tergolong narkotik golongan I.
Segera setelah pemakain muncul cemas, rasa gembira, banyak bicara, tertawa
cekikikan halusinasi dan berubahnya perasaan waktu (lama dikira sebentar) dan
ruang (jauh dikira dekat), peningkatan denyut jantung, mata merah, mulut dan
tenggorokan kering, dan selera makan meningkat.
Pengaruh jangka panjang : daya pikir berkurang, motivasi belajar turun,
perhatian kesekitarnya berkurang, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun,
mengurangi kesuburan, peradangan jalan nafas, aliran darah ke jantung berkurang
dan terjadi perubahan pada sel-sel otak.
3. Kokain (kokain, crack, daun koka, pasta koka)

Kokain berasal dari tanaman koka, tergolong stimulansia (meningkatkan


aktivitas otak dan fungsi organ tubuh lain). Menurut Undang-Undang, kokain
termasuk narkotika golongan I. Kokain berbentuk Kristal putih. Nama jalanannya
adalah koka, happy dust, Charlie, srepet, snow/salju putih. Digunakan dengan cara
disedot melaluin hidung, dirokok, atau disuntikkan. Kokain dengan cepat
menyebabkan ketergantungan.
Segera setelah pemakaian :rasa percaya diri meningkat, banyak bicara, rasa lelah
hilang, kebutuhan tidur berkurang, minat seksual meningkat, halusinasi visual dan
taktil (seperti ada serangga merayap), waham/curiga (paranoid). Pengaruh jangka
panjang: kurang gizi, anemia, sekat hidung rusak, dan terjadi gangguan jiwa
(psikotik).
4. Golongan Amfetamin (amfetamin, ekstasi, sabu)

Golongan amfetamin termasuk stimulansia susunan saraf pusat. Disebut juga


upper, amfetamin sering digunakan untuk menurunkan berat badan karena dapat
mengurangi rasa lapar, atau mengurangin rasa kantuk harus begadang. Amfetamin
cepat menyebabkan ketergantungan .
Termasuk golongan amfetamin adalah MDM (ekstasi, XTC, ineks) dan
metamfetamin (sabu), yang banyak disalahgunakan. Berbentuk pil warna-warni
(ekstasi) atau kristal putih (sabu) amfetamin disebut disainer drug karena dibuat
dalam laboratorium gelap yang kandunganya adalah campuran berbagai jenis zat.
Remaja dan orang dewasa muda dari bebagai kalangan mengunakan ekstasi dan
sabu untuk bersenang –senang.
Cara pemakaian : diminum (ekstasi), dihisap melalui hidung (sabu), atau
disuntikka n atau dihisap memakai sedotan. Pengaruh jangka pendek : “Tidak tidur
(terjaga), rasa riang, perasaan melambung (fly), rasa nyaman, dan meningkatkan
keakraban. Akan tetapi, setelah itu, muncul rasa tidak enak, murung, nafsu makan
hilang, berkeringat, haus, rahang kaku dan bergerak-gerak dan badan gemetar
serta dapat terjadi gangguan jiwa). Pengaruh jangka panjang : “kurang gizi,
anemia, penyakit jantung dan gangguan jiwa psikotik”.
5. Golongan Halusinogen: Lysergic Acid (LSD)

LSD menyebabkan halusinasi (khayalan) dan termasuk psikotropika golongan I.


Nama yang sering digunakan adalah acid, red dragon, blue heaven, sugar cubes,
trips, tabs. Bentuknya seperti kertas beukuran kotak kecil sebesar seperempat
perangko dalam banyak warna dan gambar atau berbentuk pil dan kapsul. Cara
pemakainnya adalah dengan meletakkan LSD pada lidah.
Pengaruh LSD tak dapat diduga. Sensasi dan perasaan berubah secara
dramatis, dengan mengalami flashback atau bad trips (halusinansi/penglihatan
semu) berulang tanpa peringatan sebelumnya. Pupil melebar, tidak bias tidur,
selera makan hilang, suhu tubuh meningkat, berkeringat, denyut nadi dan tekanan
darah naik, koordinasi otot terganggu dan tremor dapat merusak sel otak,
gangguan daya ingat dan pemusatan perhatian yang diikuti meningkatnya resiko
kejang, serta kegagalan pernafasan dan jantung.
6. Sedativa dan Hipnotika (obat penenang, obat tidur)
Contoh Sedativa dan hipnotik adalah Lexo, nipam, pil BK, MG, DUM dan
Rohyp yang termasuk psikotropika golongan III dan IV dan digunakan dalam
pengobatan dengan pengawasan. Tidak boleh diperjualbelikan tanpa resep dokter.
Orang minum obat tidur atau pil penenang untuk menghilangkan stres atau
gangguan tidur. Memang stres berkurang atau hilang sementara tetapi persoalan
tetap saja ada. Pengaruhnya sama dengan alkohol, yaitu menekan kerja otak dan
aktifitas organ tubuh lain (depresan). Jika diminum bersama alkohol akan
meningkatkan pengaruhnya, sehingga dapat terjadi kematian. Segera setelah
pemakaian : Muncul perasaan tenang dan otak-otak mengendur. Pada dosis lebih
tinggi : tertekannya pernapasan, koma, dan kematian. Pada pemakaian jangka
panjang: gejala ketergantungan (Martono & Joewana, 2008).
2.1.2 Faktor –faktor penyebab penyalahgunaan Narkoba

Harboenangin dikutip dari (Yatim,1986 dalam Purba, Wahyuni, Nasution


& Daulay, 2008). Mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan
seseorang menjadi pecandu Narkoba yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal

a. Faktor Keperibadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya
memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan
emosi yang terhambat dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengespresikan
emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga
turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara
adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah
dengan cara melarikan diri
b. Inteligensia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang


untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf
di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia

Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasanya remaja menggunakan


narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan
identitas dan kelabilan emosi, sementara pada usia yang lebih tua, Narkoba
digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu

Narkoba dapat memberikan kenikmataan yang unik dan tersendiri. Mulanya


merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan
seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan
menjadi satu kebutuhan yang utama.
e. Pemecahaan Masalah

Pada umumnya para pecandu Narkoba menggunakan Narkoba untuk


menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh Narkoba dapat
menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang
ada.
2. Faktor Eksternal

a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang
menjadi pengguna Narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma jaya
dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe
keluarga yang beresiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan
Narkoba, yaitu:
1. Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan Narkoba.
2. Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan
aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah
bilang iya, ibu bilang tidak).
3. Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat
terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antara
saudara.
4. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua
sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata
orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan
masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan
menyatakan ketidaksetujuannya.
5. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam
banyak hal.
6. Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasaan dengan
alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam
menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara


teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar
berprilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam
delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor
sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam
menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya
ketergantungan fisik dan psikologis.
c. Faktor Kesempatan.

Ketersediaan Narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai


pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar
Narkoba internasional, menyebabkan obat-obat ini mudah diperoleh. Bahkan
beberapa medis masa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang
dagangannya disekolah-sekolah, termasuk di Sekola Dasar (Purba, Wahyuni,
Nasution & Daulay, 2008).
2.1.3 Dampak Penyalahgunaan Narkoba

1. Bagi diri sendiri

a) Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja:

1. Daya ingat sehingga mudah lupa;

2. Perhatian sehingga sulit berkonsentrasi;


3. Persepsi sehingga memberi perasaan semu/khayal;

4. Motivasi sehingga keinginan dan kemampuan belajar merosot,


persahabatan rusak, serta minat dan cita-cita semula padam
b) Intoksikasi (keracunan), yakni gejala yang timbul akibat pemakain Narkoba
dalam jumlah yang cukup, berpengaruh pada tubuh dan perilakunya. Gejalanya
tergantung pada jenis, jumlah, dan cara penggunaan. Istilah yang sering dipakai
pecandu adalah ‘pedauw’, fly, mabuk, teller dan high.
c) Overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena ‘terhentinya
pernafasan’ (heroin) atau pendarahan otak (amfetamin, sabu). OD terjadi
karena toleransi sehingga perlu dosis yang lebih besar, atau karena sudah lama
berhenti pakai, lalu memakai lagi dengan dosis yang dahulu digunakan.
d) Gejala putus zat, yakini gejala ketika dosis yang dipakai berkurang atau
dihentikan pemakaiannya. Berat atau ringannya gejala tergantung pada jenis
zat, dosis,dan lama pemakaian.
e) Berulang kali kambuh, yakni ketergantungan menyebabkan ‘craving’ (rasa
rindu pada Narkoba), walaupun telah berhenti pakai. Narkoba dan
perangkatnya, kawan-kawan, suasana, dan tempat-tempat penggunaannya
dahulu mendorong untuk memakai Narkoba kembali. Itulah sebabnya pecandu
akan berulang kali kambuh.
f) Gangguan perilaku/mental-sosial, yakni acuh tak acuh, sulit mengendalikan
diri, muda h tersinggung, marah, menarik diri dari pergaulan, serta hubungan
dengan keluarga/sesama terganggu. Terjadi perubahan mental : gangguan
pemusatan perhatian, motivasi belajar/bekerja lemah, ide paranoid, dan gejala
‘parkinson’.
g) Gangguan kesehatan, yakni kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh
seperti hati, jantung, paru, ginjal, kelenjar endokrin, alat reproduksi, infeksi
hepatitis B/C, HIV/AIDS (40-50%), penyakit kulit dan kelamin; kurang gizi,
penyakit kulit, dan gigi berlubang.
h) Kendornya nilai-nilai, yakni mengendornya nilai-nilai kehidupan agama-
sosial-budaya, seperti perilaku seks bebas dengan akibatnya (penyakit kelamin,
kehamilan tak diinginkan). Sopan santun hilang. Ia menjadi asosial,
mementingkan diri sendiri, dan tidak memperdulikan kepentingan orang lain.
i) Masalah ekonomi dan hukum, yakni pecandu terlibat hutang, karena
berusaha memenuhi kebutuhan akan narkoba. Ia mencuri uang atau menjual
barang-barang milik pribadi atau keluarga. Jika masi sekolah, uang sekolah
digunakan untuk membeli narkoba, sehingga terancam putus sekolah. Jika
bekerja, ia akan terancam putus hubungan kerja. Mungkin juga ia ditahan polisi
atau bahkan di penjara.
2. Bagi keluarga

Suasana nyaman dan tenteram terganggu. Keluarga resah karena barang-


barang berharga di rumah hilang. Anak berbohong, mencuri, menipu, tak
bertanggung jawab, hidup semaunya, dan asosial. Orang tua malu karena
memiliki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak.
Masa depan anak tidak jelas. Ia putus sekolah atau mengangur, karena
dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan. Stres meningkat. Orang tua putus asa
sebab pengeluaran uang meningkat karena pemakaian Narkoba atau karena anak
harusberulang kali dirawat, bahkan mungkin mendekam di penjara. Keluarga
harus menanggung beban social - ekonomi ini.
3. Bagi sekolah

Narkoba merusak disiplin dan motivasi yang sangat penting bagi proses
belajar. Siswa penyalahgunaan mengganggu terciptanya suasana belajar-
mengajar. Prestasi belajar turun drastis, tidak saja bagi siswa yang berprstasi,
melainkan juga mereka yang kurang berprestasi atau ada gangguan perilaku,
Penyalahgunaan Narkoba berkaitan dengan kenakalan dan putus sekolah.
Kemungkinan siswa penyalahguna Narkoba membolos lebih besar dari pada
siswa lain.
Penyalahgunaan narkoba berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial
lain yang menganggu suasana tertib dan aman, perusakan barang-barang milik
sekolah, atau meningkatkan perkelahian. Mereka juga menciptakan iklim acuh tak
acuh dan tidak menghormati pihak lain. Banyak di antara mereka menjadi
pengedar atau mencuri barang milik teman.
4. Bagi Masyarakat, Bangsa, dan Negara

Mafia perdagangan gelap selalu berusaha memasok Narkoba. Terjalin


hubungan pengedar atau bandar dengan korban dan tercipta pasar gelap. Oleh
karena itu, sekali pasar terbentuk, sulit memutus mata rantai peredarannya.
Masyarakat yang rawan Narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan
pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena masyarakatnya tidak
produktif dan kejahatan meningkat; belum lagi sarana/prasarana yang harus
disediakan (Martono & Joewana, 2008).
2.1.4 Penyalahgunaan Narkoba

Terjadinya kecanduan atau ketergantungan, yang berkaitan gangguan pada


kesehatan jasmani, kejiwaan, dan fungsi sosialnya. Ketergantungan tidak
berlangsung seketika, terapi melalui rangkaian proses penyalahgunaan. Adapun
beberapa tahap dan pola pemakain narkoba sebagai berikut.
1. Pola coba-coba, karena iseng atau ingin tahu. Pengaruh kelompok sebaya
sangat besar, yaitu teman dekat atau orang lain yang menawarkan atau
membujuk untuk memakai narkoba.
2. Pola pemakaian sosial, yaitu pemakaian narkoba untuk kepentingan pergaulan
(kumpul, acara tertentu ) dan keinginan untuk diakui atau diterima
kelompoknya.
3. Pola pemakaian situasional, yaitu karena situasi tertentu, seperti kesepian dan
stress. Tahapan ini disebut tahap instrumental, karena dari pengalaman
pemakaian sebelumnya, disadari bahwa narkoba dapat menjadi alat untuk
memengaruhi atau memanipulasi emosi dan suasana hati.
4. Pola habituasi (kebiasaan) telah mencapai tahap pemakaian teratur atau sering.

Terjadi perubahan faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti teman
pecandu. Kebiasaan, pakaian, pembicaraan, dan lain-lain berubah.
5. Pola ketergantungan (kompulsif) dengan gejala khas, yaitu timbulnya toleransi
dan atau gejala putus zat. Ia berusaha untuk selalu peroleh Narkoba dengan
berbagai cara (Martono & Joewana, 2008).
2.1.5 Penanggulangan Masalah Narkoba

Penanggulangan masalah Narkoba dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan


sampai pemulihan (rehabilatasi).
1) Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:

a) Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang Narkoba

b) Deteksi dini perubahan perilaku

c) Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada
narkoba”
1) Pengobatan

Terapi pengobatan bagi klien narkoba misalnya dengan detoksifikasi.


Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat,
dengan dua cara yaitu:
a) Detoksifikasi tanpa substitusi

Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang


mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus
zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri.
b) Detoksifikasi dengan substitusi

Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya
kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedative - hipnotik
dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian
substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti
sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa
mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut.
2) Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
narkoba yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan
fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien
baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasai yang disediakan harus
memilki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan Narkoba menjalani program terapi
(detoksifikasi) dan konsultasi medis selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan
dengan program pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka
yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi
(Hawari, 2003).
Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama Karena
tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana
penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa
setelah klien mengalami perawatan selam 1 minggu menjalani program terapi dan
dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan
dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya)
selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan
parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin
saja bisa sampai 2 tahun.
Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang
rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi
(Purba, Wahyuni, Nasution & Daulay, 2008).
4. Jenis program rehabilitasi

a. Rehabilitasi psikososial

Merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reanty program). Oleh karena


itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan
berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan
demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b. Rehabilitasi kejiwaan

Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi semua


berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau pun dengan kata lain sikap
dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mmereka dapat bersosialisasi
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya.
c.Rehabilitas komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mererka yang tinggal dalam satu
tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai
konselor.
d.Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu di lanjutkan karena waktu detoksifikasi tidak
cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya masing-masing (Purba, Wahyuni, Nasution & Daulay,
2008).
2.2. Remaja

2.2.1 Definisi remaja

Menurut Invensionis dengan mempertimbangkan konteks sosio-historis, kami


mendefinisikan remaja (adolescence) sebagai periode transisi perkembangan
antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-
perubahan biologis, kognitif, dan sosio - emosional (Santrock, 2007).
Menurut Hall, masa remaja yang usianya berkisar antara 12 hingga 23 tahun
diwarnai oleh pergolakan. Pandangan badai - dan - stres (storm – and - stress
view) adalah konsep dari Hall yang menyatakan bahwa remaja merupakan masa
pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati (Santrock,
2007).
2.2.2 Karakteristik Perkembangan Remaja

Karakteristik perkembangan remaja terdiri dari perkembangan fisik,


perkembangan kognitif, perkembangan emosi, perkembangan sosial,
perkembangan moral, perkembangan kepribadian, perkembangan kesadaran
beragama.
Perkembangan fisik pada masa remaja terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Hal
ini tampak jelas pada pertambahan tinggi tubuh yang pesat (growth spurt) yang
terkait dengan perkembangan remaja berlangsung kurang lebih dua tahun lebih
awal pada perempuan dibanding pada laki-laki (Susman & Rogol, 2004).
Disamping meningkatknya tinggi perubahan lainya ialah perubahan lebar pinggul
dan bahu. Pada perempuan, perubahan pinggul yang sangat pesat berkaitan
dengan meningkatnya hormon estrogen. pada laki-laki, melebarnya bahu
berkaitan dengan hormon testosteron, kematangan seksual pada laki-laki
mengikuti urutan tertentu : membesarnya ukuran penis dan testikel; tumbuhnya
rambut kemaluan yang halus; perubahan suara yang tidak terlalu kentara;
ejakulasi pertama (spermarche - hal ini biasanya berlangsung melaluin mimpi
basah); tumbuhnya rambut kemaluan yang keriting; tumbuhnya rambut wajah;
dimulainya pertumbuhan yang maksimum; tumbuhnya rambut di ketiak;
perubahab suara yang lebih ketara. Tiga tanda kematangan seksual yang paling
menyolok pada laki-laki adalah panjangnya penis, perkembangan testis, dan
tumbuhnya rambut di wajah. Pada perempuan, membesarnya payudara atau
terjadinya menstruasi tumbuhnya rambut kemaluan, tumbuhnya rambut diketiak.
Seiring dengan perubahan ini, tubuh perempuan bertambah tinggi, pinggul
melebar dari pada bahunya (Santrock, 2007).
Menurut teori Piaget, perkembangan kognitif remaja termotivasi untuk
memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis.
Remaja secarah aktif mengonstruksikan dunia kognitif sendiri; dengan demikian
informasi-informasi dari lingkungan tidak hanya sekedar dituangkan ke dalam
pikiran mereka. Agar dunia itu dapat dipahami, remaja mengorganisasikan
pengalam-pengalamannya, memisahkan gagasan-gagasan pentinga dari gagasan-
gagasan yang tidak penting dan menggabungkan gagasan-gagasan itu satu sama
lain. Mereka juga mengadaptasikan pemikiran mereka yang melibatkan gagasan -
gagasan baru karena informasi tambahan ini dapat meningkatkan pemahaman
mereka. Pada remaja tingkat kognitifnya pada tahap operasional dimana
karakteristik yang paling menonjol adalah sifatnya yang lebih abstrak dibanding
pemikiran operasi konkret. Kualitas abstrak dari pemikiran di tahap operasi
formal pada remaja terbukti di dalam kemampuan mereka untuk memecahkan
masalah secara verbal (Santrock, 2007).
Perkembangan emosi, masa remaja dinyatakan sebagai badai emosional
(Hall, 1904). Meskipun demikian tidak dapat di sangkal bahwa masa remaja awal
merupakan suatu masa dimana fluktuasi emosi (naik dan turun) berlangsung lebih
sering (Ronsenblum & Lewis, 2003). Pertumbuhan fisik, terutama organ – organ
seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan - perasaan dan
dorongan - dorongan baru yang dialami sebelumya, seperti perasaan cinta, rindu,
dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja
awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaksi yang
sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasional. Remaja muda dapat
merasa sebagai orang yang bahagia diperistiwa atau situasi yang menyenangkan
bagi remaja dan kemudian merasa orang yang paling malang di saat peristiwa dan
situasi yang tidak diinginkan. Dalam hal ini banyak remaja tidak dapat mengelola
emosinya secara lebih efektif. Sebagai akibatnya, banyak mereka rentan untuk
mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi emosinya, yang
selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan
akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja atau ganguan makan.
Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendaliakan emosinya dengan
mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima (Santrock,
2007).
Perkembangan sosial

Pada masa remaja berkembang “social cognition “ yaitu kemampuan untuk


memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik,
baik menyangkut sifat - sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya.
Pemahaman ini mendorong remaja untuk menjalani hubungan sosial yang lebih
akrab dengan mereka (terutama teman sebaya), baik melalui persahabatan maupun
percintaan (pacaran) (Dhalan, 2012).
Perkembangan moral menurut Lapsley, (2005), memiliki tiga dimensi yaitu
pikiran, perilaku, dan perasaan. Baru-baru ini muncul minat baru terhadap
dimensi keempat, yaitu kepribadian. Piaget maupun Kohlberg beranggapan bahwa
relasi dengan kawan sebaya merupakan konteks yang penting bagi perkembangan
moral. Disamping itu pengalaman remaja di dalam keluarga dan sekolah juga
merupakan konteks yang penting bagi perkembangan moral. Pengasuhan orang
tua dengan disiplin dan menjelaskan konsekuensi dari tindakan remaja terhadap
orang lain serta peraturan-peraturan sekolah dan kelas dapat melahirkan moral
yang baik terhadap remaja, oleh karena itu mereka sudah lebih mengenal tentang
nilai - nilai moral atau konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan,
kedisiplinan (Santrock, 2007).
Perkembangan kepribadian, kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari
sifat, sikap dan kebiasaan yang mengasilkan tingkat konsistensi respon individu
yang beragam (piknus, 1976). Sifat-sifat kepribadian mencerminkan
perkembangan fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif, dan nilai-nilai (Dhalan,
2012).
Perkembangan kesadaran beragama, Masa remaja dapat menjadi titik waktu
yang secara khusus penting dalam perkembangan religius (Oser,Scarlett,&
Bucher, 2006). Bahkan apabila anak anak diindiktrinasikan kognitifnya sudah
maju, mereka dapat mulai mempertanyakan kembali keyakinan-keyakinan
religiusnya mana yang benar. Pada tahap ketiga atau usia 14 hingga sisa masa
remaja, pemikiran remaja mengungkapkan pemahaman religius yang lebih
abstrak, hipotetis. Sebagai contoh, seorang remaja menyatakan bahwa “Tuhan itu
suci dan di dunia itu penuh dosa” (Santrock, 2007).

Anda mungkin juga menyukai