Laprak Genetika
Laprak Genetika
Judul
Perkawinan Dihibrid dan Rasio Filialnya
B. Latar Belakang
Keanekaragaman makhluk hidup yang ada di muka bumi berasal dari gen organisme
yang berbeda-beda. Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda sehingga akan
menghasilkan individu baru apabila mengalami perkawinan dengan individu lainnya.
Gen pembawa sifat dari induk/parental akan memiliki andil dalam menentukan sifat
anak/filialnya. Dua sifat induk yang berbeda menghasilkan filial/anak yang memiliki
perpaduan sifat kedua induk/parental sehingga menghasilkan individu baru dengan sifat
yang beragam.
C. Tujuan
1. Menunjukkan rasio fenotip dari perkawinan monohibrid baik dengan dominansi
penuh maupun tidak penuh.
2. Menunjukkan rasio fenotip dari perkawinan dihibrid baik dengan dominansi penuh
maupun tidak penuh.
D. Dasar Teori
Orang yang pertama kali melakukan percobaa-percobaan mengenai persilangan
dengan menggunkan tumbuhan sebagai objeknya adalah Gregor Mendel, seorang alim
ulama berkebangsaan Austria. Dalam percobaannya Gregor Mendel menghasilkan dua
hukum keturunan yaitu:
1. Hukum Mendel I : Pemisahan gen sealel, dalam bahasa inggris disebut segregation
of allelic genes, peristiwa pemisahan alel ini terlihat ketika pembuatan gamet
individu yang memiliki genotip heterozigot, sehingga tiap gamet mengandung salah
satu alel itu.
2. Hukum Mendel II : (Hukum pengelompokkan gen secara bebas atau asortasi).
Pada pembentukkan sel kelamin (gamet), alel mengadakan kombinasi secara bebas
sehingga sifat yang muncul dalam keturunannya beraneka ragam. Hukum ini
berlaku untuk persilangan dengan dua sifat beda (dihibrid) atau lebih (polihibrid).
Persilangan dua individu dengan dua sifat beda disebut dengan persilangan dihibrid.
Maksudnya adalah, jika persilangan pada monohibrid hanya memperhatikan satu sifat
1
beda misalnya warnanya saja, panjang batangnya saja, tetapi persilangan dihibrid
memperhatikan dua sifat beda atau bahkan lebih. Misalnya warna dan bentuk, warna
bentuk dan rasa, dan sebagainya. Pada persilangan dihibrid berlaku Hukum II
Mendel karena pada saat pembentukan F2, gen di dalam gamet yang tadinya mengalami
pemisahan kemudian akan bergabung secara bebas. Penggabungan secara bebas ini
maksudnya adalah gen yang satu dapat secara bebas bergabung dengan gen yang lainnya
tanpa adanya syarat tertentu.Dalam mempelajari prinsip Mendel mengenai ketururana,
ada beberapa istilah yang perlu dipahami.
Fenotip Sifat yang tampak pada individu (misal: warna, bentuk, ukuran)
Genotip Susunan genetik dari individu yang ada hubungannya dengan
fenotip, biasanya dinyatakan dengan simbol atau huruf pertama
dari fenotip.
Gen Unit keturunan berupa suatu segmen tertentu dari molekul DNA,
umunya terletak dalam kromosom san memperlihatkan ekspresi
fenotip (misalnya T = tinggi, M= merah, dll)
Alel Anggota dari sepasang atau suatu seri gen-gen yang terdapat pad
suatu lokus pada kromosom homolog. (misalnya T dan t
merupakan alel, M dan m merupakan alel, tetapi T dan M bukan
alel)
Dominan Sifat yang mengalahkan/menutupi sifat yang lain.
Resesif Sifat yang dikalahkan oleh sifat lain
Intermediet Sifat antara dari sifat dominan dan sifat resesif
Gamet Sel kelamin
Parental Indukan
Filian Anakan/keturunan
BK Bk bK bk
BK BBKK BBKk BbKK BbKk
(bulat kuning) (bulat kuning) (bulat kuning) (bulat kuning)
Bk BBKk BBkk BbKk Bbkk
(bulat kuning) (bulat hijau) (bulat kuning) (bulat hijau)
bK BbKK BbKk bbKK bbKk
(bulat kuning) (bulat kuning) (kisut kuning) (kisut kuning)
bk BbKk Bbkk bbKk Bbkk
(bulat kuning) (bulat hijau) (kisut kuning) (kisut hijau)
2
Dari kotak Punnet (nama orang yang menemukan) maka diperoleh hasil F2 = bulat
kuning (B_K_), bulat hijau (B_kk), kisut kuning (bbK_), kisut hijau (bbkk)
Perbandingan fenotip
Genotip
F. Cara Kerja
Perkawinan Monohibrid
1. Menyiapkan dua macam manik-manik (dua warna) yaitu warna merah dan
warna putih masing-masing 48 buah. Untuk memudahkan diberikan kode
huruf M untuk manik-manik warna merah dan huruf m untuk manik-manik
warna putih.
4
Menjumlahkan masing-masing warna yang diperoleh, kemudian
mementukan rasio antara pasangan warna yang diperoleh.
Perkawinan Dihibrid
5
Menjumlahkan masing-masing warna yang diperoleh, kemudian
mementukan rasio antara pasangan warna yang diperoleh.
G. Hasil Pengamatan
Perkawinan Monohibrid
Genotip Persilangan I Persilangan II Ʃ Rasio
MM 13 15 28 1.03
(merah merah)
Mm 24 17 41 1.52
(merah putih)
mm 11 16 27 1
(putih putih)
Jumlah 48 48 96
Rasio fenotip monohibrid
MM + Mm : mm = 28 + 41 : 27 = 69 : 27 = 2.56 : 1
Perkawinan Dihibrid
Genotip Persilangan I Persilangan II Ʃ Rasio
MMBB 3 1 4 1
MMBb 4 6 10 2.5
MMbb 5 4 9 2.25
MmBB 4 9 13 3.25
MmBb 16 11 27 6.75
Mmbb 5 3 8 2
mmBB 6 4 10 2.5
mmBb 3 5 8 2
mmbb 2 5 7 1.75
Jumlah 48 48 96
Rasio fenotip dihibrid
6
Merah bulat : merah kisut : putih bulat : putih kisut = 54 : 17 : 18 : 7 = 7.71 : 2.42 : 2.57
:1
H. Pembahasan
Pada praktikum yang berjudul perkawinan dihibrid dan rasio filialnya bertujuan
untuk menunjukkan rasio fenotipe dari perkawinan monohibrid, baik dengan domonansi
penuh maupun tidak penuh serta menunjukkan rasio fenotip dari perkawinan dihibrid
baik dengan dominansi penuh maupun tidak penuh. Pada percobaan monohibrid dan
dihibrid ini menggunakan alat yaitu manik-manik.. Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan dua data yaitu persilangan monohibrid dan persilangan dihibrid.
1. Persilangan Monohibrid
Pada percobaan monohibrid digunakan dua macam manik-manik (dua warna)
yaitu merah dan putih yang masing-masing berjumlah 48 keping. Tiap macam
warna dibagi menjadi 2, kemudian memasukkan sebagian ke kantong I dan sebagian
lainnya ke kantong II. Manik-manik warna merah diberi kode M, sedangkan manik-
manik warna putih diberi kode m. Penyilangan monohibrid dilakukan dengan cara
mengambil secara acak sebuah manik-manik dari masing-masing kantong.
Percobaan ini dilakukan 2 kali untuk mendapatkan data persilangan I dan
persilangan II dikarenakan keterbatasan alat dan bahan yang disediakkan. Pada
persilangan monohibrid didapatkan satu tabel data tetapi dalam analisisnya satu
hasil data tersebut digunakan pada dua konsep, yaitu monohibrid dominasi penuh
dan monohibrid tidak penuh.
a. Persilangan monohibrid dominasi penuh
Pada persilangan monohibrid yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai
berikut :
MM = 28 (merah)
Mm = 41 (merah)
mm = 27 (putih)
Sehingga perbandingan genotipnya MM : Mm : mm = 28 : 41 : 27 dan
perbandingan fenotipnya yaitu merah : putih = 69 : 27 = 2.56 : 1.
Secara teori persilangan monohibrid dominasi penuh dapat digambarkan dalam
diagaram sebagai berikut :
7
P MM X mm
(merah) (putih)
M m
F1 Mm
(merah)
F1 X F1 Mm X Mm
(merah) (merah)
Mm Mm
F2
M m
M MM (merah) Mm (merah)
m Mm (merah) mm (putih)
Dari persilangan monohibrid dihasilkan empat kombinasi keturunan dengan
perbandingan fenotip 3 : 1.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan perbandingan fenotipnya adalah
merah : putih = 69 : 27 = 2.56 : 1.
Perbandingan rasio fenotip tersebut tidak tepat sama dengan teori yang ada,
namun perbedaan yang dihasilkan tidak terlalu besar. Adapun perbedaan rasio
fenotip dari hasil percobaan dengan teori tersebut disebabkan karena praktikan
hanya melakukan percobaan satu kali sehingga dimungkinkan hasil yang
diperoleh tidak terlalu valid. Selain itu perbedaan hasil yang diperoleh
disebabkan oleh berlakunya hukum peluang yang mengandung ketidakpastian.
b. Persilangan monohibrid dominansi tidak penuh
Pada persilangan monohibrid yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai
berikut:
MM = 28 (merah)
Mm = 41 (merah muda)
Mm = 27 (putih)
Sehingga perbandingan genotipnya MM : Mm : mm = 28 : 41 : 27 dan
perbandingan fenotipnya merah : merah muda : putih = 11 : 28 : 11.
Secara teori persilangan monohibrid dominasi tidak penuh dapat digambarkan
dalam diagaram sebagai berikut :
P MM X mm
8
(merah) (putih)
F1 Mm
(merah muda)
F1 X F1 Mm X Mm
(merah muda) (merah muda)
Mm Mm
F2
M m
M MM (merah) Mm (merah muda)
m Mm (merah muda) mm (putih)
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa perbandingan rasio fenotip
dan genotip pada persilangan monohibrid dominansi tidak penuh
perbandingannya adalah 1 : 2 : 1.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada persilangan monohibrid
dominansi tidak penuh (intermediet) dihasilkan perbandingan rasio fenotip
merah : merah muda : putih = 28 : 41 : 27 = 1.03 : 1.52 : 1.
Perbandingan rasio fenotip tersebut tidak tepat sama dengan teori yang ada,
namun perbedaan yang dihasilkan tidak terlalu besar. Adapun perbedaan rasio
fenotip dari hasil percobaan dengan teori tersebut disebabkan karena praktikan
hanya melakukan percobaan satu kali sehingga dimungkinkan hasil yang
diperoleh tidak terlalu valid. Selain itu perbedaan hasil yang diperoleh
disebabkan oleh berlakunya hukum peluang yang mengandung ketidakpastian.
2. Persilangan Dihibrid
Pada persilangan dihibrid digunakan manik-manik berwarna merah, putih, hitam,
dan kuning. Manik merah merupakan gen M yang menunjukkan fenotip merah,
manik putih merupakan gen m yang menunjukkan fenotipe putih, manik hitam
merupakan gen B yang merupakan fenotipe bulat, dan manik kuning merupakan gen
b yang menunjukkan fenotipe kisut. Dari masing-masing manik tersebut diambil 24
buah. Selanjutnya manik yang berwarna merah disatukan dengan manik yang
berwarna hitam sedangkan manik yang berwarna putih disatukan dengan manik
yang berwarna kuning lalu diletakkan pada dua kantong yang berbeda. Sama dengan
9
penyilangan monohibrid, penyilangan dihibrid juga dilakukan dengan cara
mengambil secara acak sebuah manik-manik dari masing-masing kantong.
Percobaan dilakukan sebanyak dua kali agar mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Secara teori persilangan dihibrid dapat digambarkan dalam bagan berikut:
P MMBB X mmbb
(merah bulat) (putih kisut)
F1 MmBb
(merah bulat)
F1 X F1 MmBb X MmBb
(merah bulat) (merah bulat)
F2 (tabel Punnet)
MB Mb mB mb
MB MMBB MMBb MmBB MmBb
(merah bulat) (merah bulat) (merah bulat) (merah bulat)
Mb MMBb MMbb MmBb Mmbb
(merah bulat) (merah kisut) (merah bulat) (merah kisut)
mB MmBB MmBb mmBb MmBb
(merah bulat) (merah bulat) (putih bulat) (,merah
bulat)
mb MmBb Mmbb mmBb Mmbb
(merah bulat) (merah kisut) (putih bulat) (putih kisut)
I. Kesimpulan
1. Rasio fenotip dari perkawinan monohibrid dominansi penuh adalah 2.56 : 1.
Sedangkan rasio fenotip dari perkawinan monohibrid dominansi tidak penuh
adalah 1.03 : 1.52 : 1.
2. Rasio fenotip dari perkawinan dihibrid dominansi penuh adalah 5,4:1,7:1:1,5
J. Daftar Pustaka
Dwidjoseputro, D. 1977. Pengantar Genetika. Jakarta : Bhatara
Stansfield, William D. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga
Suryo. 1989. Genetika. Yogyakarta : UGM Press
Suryo. 1996. Genetika. Depaetemen Pendidikan dan Kebudayaan : Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi
11