Anda di halaman 1dari 6

GEDUNG KESENIAN SULAWESI SELATAN

Makassar, yang pernah menjadi pelabuhan terkemuka pada masa VOC hingga Hindia Belanda,
memiliki sisa-sisa peninggalan kolonial yang sampai sekarang masih bisa disaksikan. Salah satunya
adalah Gedung Kesenian Sulawesi Selatan.Gedung Kesenian Sulawesi Selatan terletak di Jalan
Riburane No. 15 Kelurahan Pattunuang Kecamatan Wajo, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Lokasi gedung ini tepat berada di seberang gedung RRI, dan dekat juga dari Balai Kota Makassar.

Awalnya, gedung ini bernama Societeit De Harmonie yang dibangun pada tahun 1896. Gedung
ini dulunya sebagai tempat bertemunya bagi perkumpulan dagang dari para pedagang Belanda pada
masa itu, dan juga digunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu pemerintah kolonial, baik dari
Belanda maupun dari negara Eropa lainnya, termasuk di antaranya untuk pelantikan raja-raja di Sulawesi
dalam pemerintahan kolonial Belanda.

Semenjak Indonesia merdeka, gedung ini pernah mengalami pergantian peruntukkannya. Pada
tahun 1950, gedung ini digunakan sebagai Gedung Badan Pertemuan Masyarakat, dan pada tahun 1960
menjadi Balai Budaya. Lalu, berturut-turut pernah menjadi Gedung Veteran, LPPU Departemen
Penerangan RI, Gedung DPRD Tingkat I, Gedung Pusat Penataran P4 dan akhirnya digunakan sebagai
Gedung Kesenian Provinsi Sulawesi Selatan yang saat ini kerap menampilkan pagelaran seni budaya
dan seni teaterikal budayawan Sulawesi Selatan.

Gedung yang memiliki luas 55,7 x 42,5 meter dan berdenah membentuk huruf L ini sudah
beberapa mengalami renovasi sehingga khabarnya sudah tidak banyak menampakkan ciri
kepurbakalaannya. Bangunan asli dari gedung yang terbuat dari bahan batu bata, kayu, atap seng dan
kaca sudah hampir tidak tampak lagi, kecuali bangunan depan yang menggunakan pilar-pilar besar dan
menara tinggi dengan atap bersusun tiga yang merupakan ciri khas arsitektur Eropa abad 19 gaya
Renaissance atau Yunani Baru (Neo Griekse Stijl). Gaya ini merupakan perkembangan dari gaya Roko
sebagai bangunan tua peninggalan kolonial Belanda.

Bangunan yang menjadi saksi sejarah ini tercatat dalam nomor register 343 yang dikeluarkan
oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara, sehingga
bangunan ini harus tetap dilindungi dan dilestarikan. ***

Kepustakaan:

Drs. Ama Saing (Editor), 2008, Album Sejarah dan Kepurbakalaan Sulawesi Selatan (Wisata Kultural
Historis), Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan

Gedung Dewan Kesenian Sulawesi Selatan atau yang lebih dengan nama Societeit De
Harmonie adalah tempat pertemuan, perkumpulan, pesta, pertunjukan sandiwara, musik dan acara resmi
lainnya yang dihadiri oleh orang-orang Asing dan Bangsawan terkemuka, dibangun pada tahun 1896
kemudian dirombak dan diperbesar tahun 1910-an.

Dilihat dari segi arsitektur maka bangunan ini telah menerapkan arsitektur modem dengan gaya
campuran. Cirinya nampak pada bentuk bangunan yang tidak simetris dan hanya terdiri dari satu unit
bangunan menyerupai huruf L dilengkapi sebuah menara di sisi timur. Kondisi gedung yang terletak di
jalan Riburane ini, dalam keadaan terpelihara dengan baik dengan status kepemilikan pemerintah
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan. Sebagai gedung pertunjukan/ pertemuan dan seiring dengan
perkembangan Kota Ujung Pandang maka gedung ini telah mengalami perubahan fungsi dari masa ke
masa yaitu; tahun 1942- 1953 difungsikan sebagai Balai Pertemuan Masyarakat, tahun 1953- 1955
sebagai tempat pertemuan orang-orang keturunan Belanda, Cina dan Bangsawan, kemudian mulai tahun
1955-1960 mulai dapat digunakan untuk pertemuan orang-orang pribumi. Tahun 1960-1978 sebagai
kantor DPRD Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan, tahun 1978-1980 oleh KNPI dan Dinas Pendapatan
Daerah, tahun 1980- 1990 oleh Dewan Kesenian Makassar (DKM), dan pada tahun 1990 - 2000,
digunakan oleh Kantor Pembantu Gubemur Wilayah III dan Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal
Daerah (BKPMD) Sulawesi Selatan, dan sekarang ini menjadi Kantor dan Gedung · Dewan Kesenian
Sulawesi Selatan.

Sumber : Buku “bangunan bersejarah di kota makassar” – Balai pelestarian cagar budaya makassar -
2013

GEDUNG WALIKOTA MAKASSAR


Masa penjajahan Belanda di Makassar tidak luput dari peninggalan-peninggalan yang sampai
saat ini masih terawat. Mulai dari barang antik, sistem pemerintahan, buku-buku bersejarah, hingga
bangunan tua masih terawat dengan baik.

Salah satu bangunan peninggalan Belanda yang sampai saat ini ada selain Fort Rotterdam, ialah
Balai Kota Makassar. Terletak di Jalan A. Yani atau Hoogepad (sebutan di jaman penjajahan Belanda),
kantor ini memang sengaja dibangun sebagai kantor untuk para Pembesar (pejabat) Belanda di Bagian
Timur Indonesia. Bangunan yang khas dengan gaya arsitek Belanda ini telah didirikan antara tahun 1918
hingga 1922. Dengan selesainya kantor ini, maka kantor pemerintahan dipindahkan dari Fort Rotterdam
ke Hoogepad. Dan balai ini juga dijadikan sebagai rumah jabatan gubernur pada masa itu.

Pada tahun 1992, kantor ini beralih instansi dari Kantor Gubernur Sulawesi Selatan (saat itu
dijabat oleh Prof. Ahmad Amiruddin) menjadi Kantor Wali Kota Makassar atau saat ini dikenal dengan
nama Balai Kota Makassar.

Kondisi balai kota saat ini Pada masa jabatan Wali Kota Makassar Baso Amiruddin Maula di
periode 1999-2004, gedung balai kota banyak mengalami renovasi. Satu di antaranya adalah adanya
penambahan gedung bertingkat, yakni menara Balai Kota Makassar.

Sampai pada periode walikota 2004-2008 (saat itu dijabat oleh Ilham Arief Sirajuddin) menara
siap digunakan oleh Pemerintah Kota Makassar. Tanpa meninggalkan desain terdahulu, gedung
bersejarah ini seringkali mengalami peremajaan dan pengalihan fungsi di tiap-tiap ruangan yang bergaya
Belanda ini.

Struktural yang mengisi balai kota di antaranya Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (saat ini menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak), Badan Kearsipan dan Peroustakaan Daerah (sekarang menjadi Badan
Kearsipan), Bagian Keuangan, Humas, Dinas Ketahanan Pangan, Badan Sosial Politik (sekarang
menjadi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik), dan struktural lingkup Pemerintah Kota Makassar lainnya.

Saat ini, di periode Walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto (2013-2018), balai kota kembali
mengalami renovasi besar-besaran, di antaranya lantai 10 Menara Balai Kota menjadi ruangan berbasis
teknologi pemantau CCTV (War Room), lantai dua menjadi Galeri Smartcity ruang tunggu walikota
menjadi ruang khusus wartawan (press room), ruang pola terbagi menjadi dua ruang rapat (Sipakainga'
dan Sipakale'bi), bahkan lantai 11 menara menjadi Kantor Wakil Walikota Makassar.

Meski demikian, gedung bersejarah peninggalan Belanda ini masih tetap dijaga menjadi salah
satu ikon Kota Makassar.
Gedung Walikota Makassar terletak di sebelah selatan jalan Jenderal Ahmad Yani dan diapit
jalan Slamet Riyadi dan jalan Balai Kota ini. Dahulu gedung ini merupakan kantor Gubemur yang kedua,
dibangun oleh kolonial Belanda pada tahun 1939 setelah terjadi perubahan dalam struktur organisasi
pemerintahan kolonial. Gedung ini ± 50 meter di sebelah timur Fort Rotterdam bersebelahan dengan eks
kantor Balai Kota. Sekarang gedung tersebut difungsikan sebagai kantor Walikota Makassar dengan hak
kepemilikan Pemda Tingkat I Sulawesi Selatan.

Secara fisik keseluruhan bangunannya menampilkan arsitektur berciri modem dikombinasikan


dengan unsurunsur tradisional tropis, nampak pada atapnya yang berbentuk limasan,jendela-jendela dan
ventilasi lebar hamper memenuhi permukaan dindingnya. Untuk memberikan kesan formil sebagai
bangunan pemerintahan dengancak:upan wilayah yang sangat luas maka wajah depan, sisi-sisi samping
dan belakang berbentuk simetris. Denahnya berbentuk segi empat bujur sangkar dan karena gedungnya
terdiri dari beberapa unit maka masing-masing mempunyaijalan masuk dengan hall dan tangga kelantai
dua. Bangunan dikelilingi oleh halaman yang sangat luas, yang menarik dari bangunan ini adalah
menyatunya unit service (kamar mandi, toilet, gudang) dengan bangunan utama dan terdapat pada
masing-masing sisi. Unsur dekoratif hanya nampak pada bagian bangunan yang berfungsi sebagai
penghias seperti tiang, jendela, gari-garis lurus tritisan, ventilasi dan lainnya. Eks kantor Gubemur ini
masih terawat dengan baik dan dalam keadaan utuh, namun pada bahagian dalam/tengah telah berdiri
menara Balai Ko ta yang dibangun pada tahun 2009.

Sumber : Buku “bangunan bersejarah di kota makassar” – Balai pelestarian cagar budaya makassar -
2013
KANTOR POS UNIT DIVISI PAKET (Post Cantoor)
Bangunan Kantor Pos Unit Divisi Paket, terletak dijalan Balai Kota sebelah utara Gereja
Immanuel yang didirikan pada tahun 1925 oleh pemerintahan Kolonia! Belanda. Pada awalnya Kantor
pos ini difungsikan sebagai sarana untuk memperlancar korespondensi orang-orang Eropa di Makassar,
kemudian sejalan dengan perkembangan zaman maka kantor ini difungsikan sebagai Kantor Pos Unit
Divisi Paket yang dipugar tahun 1992.

Bangunan ini terdiri atas dua bagian, dimana bagian utama terletak pada bagian depan dan
bagian belakang merupakan bangunan pendukung.

Sumber : buku “bangunan bersejarah di kota makassar” – Balai pelestarian cagar budaya makassar -
2013

RRI MAKASSAR
Tentara Jepang ketika pertama kali menduduki kota Makassar pada tanggal 8 Desember 1942
adalah langsung mendirikan stasiun radio. Siaran pertamanya berupa pidato radio dari Laksamana
Suddo Kane Omi (Pejabat Angkatan Lain Dai Nippon). rri studio radio siaran ini menempati salah satu
rumah di tepi Pantai Losari, tepatnya di Jalan Rajawali No. 2 Makassar, menyita rumah milik H. Lala,
seorang kontraktor bangunan. Stasiun CAll-nya Makassaru Hozo Kyoku disingkat MHK. Materi siarannya
berupa propoganda Jepang.

Konon, Radio MHK ini adalah radio siaran pertama di kawasan indonesia timur indonesia.
Tentara jepang ketika itu memaksa penduduk mendengar siaran radio ini.Itu sebabnya dibeberapa pojok
jalan dalam kota makassar dipasangi radio umum. Tahun 1944, MHK mendatangkan tenaga kesenian
dari solo dan Jogyakarta sehingga siaran musik kian bervariasi dengan terdengarnya alunan gamelan
jawa dan kesenian sunda. Akhir Perang Dunia II, setelah Japang kalah dan tentara sekutu masuk ke
Makassar. De Bruin, komandan pasukan sekutu bergerak cepat menguasai stasiun radio MHK.
Kemudian di ubah menjadi Radio Oemroep Makassar (ROM) dipimpin oleh Mt. Sholtens. Pengelolaan
stasiun radio dipercayakan kepada satu badan penyiaran yang beranama Reegering Voorlightings Dients
(RVD) dipimpin oleh Mayor P.H. Kramer.

Badan penyiaran ini sekaligus menjadi terompet Negara Indonesia Timur bentukan Belanda.
Pada Tahun 1947, berganti nama menjadi Radio Oemroep in Overgangtijd atau ROIO dipimpin oleh
A.O.A Niederer sampai tahun 1950. Meskipun radio ini milik badan penyiaran tentara Belanda/ NICA,
siaran radionya tak luput dari penyusupan pesan-pesan perjuangan terselubung. Robert Wolter Mongisidi
salah seorang pemuda pejuang Merah Putih, memanfaatkan hubungan baiknya dengan seorang Penyiar
ROIO, Alex Muri. Ketika diketahui oleh NICA, Alex Muri dipecat. Bulan Mei 1950, Kamarsayah, Sutoyo
dan Muri tib dari Jakarta untuk mengambil alih radio siaran di Makassar dan menjadikannya Radio
Republik Indonesia (RRI).

Pada saat yang sama tanggal 6 Mei 1950, sedang terjadi pemberontakan Andi Azis. Sepasukan
serdadu ex KNIL menguasai RRI. Kru yang saat itu sedang bertugas, Chris Betaria (Redaktur pekabaran),
Ny. Mandias (Penyiar), Sudarmadji (Operator teknik), Alex Rorimpandei (Sopir ) dan Nurdin Adam
(pesuruh) sempat di tahan. Agar tetap mengudara, kru RRI lainnya segera mengupayakan pendirian
sebuah pemancar darurat di kantor Gubernur dengan bantuan petugas Kantor Pos dan Telegraph.
Tanggal 18 Aghustus 1950 statuin RRI di tepi pantai Losari berhasil di rebut kembali oleh TNI, RRI
kembali mengudara. Menyusul pemberontakan Andi Azis di Makassar, Dr. Soumokil memproklamirkan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon. PAsukan TNI segera melancarkan Operasi
penumpasan. Dikoordinir oleh Komandan Teritorium VII Indonesia Timur di bawah Panglima Kawilarang
yang berkedudukan di Makassar, operasi dilakukan.

Pada operasi pendaratan TNI di Maluku, September 1950 seorang reporter RRI Makassar,
Anwar Ahmad ikut serta dan membuat laporan. Tahun 1967, RRI dipimpin oleh M. Sani mengembangkan
siaran di bidang keagamaan. Setelah berkonsultasi dan berdiskusi dengan H.M. Daeng Patompo
(Walikota Makassar) akhirnya disepakati dengan Pemda kota Makassar dengan didukung oleh Gubernur
Achmad Lamo. Diselengarakanlah Musabaqah Tilawatil Qu’ran (MTQ) yang pertama di Makassar tahun
1968. Dalam kurun waktu tahun 1950 hingga 1970-an RRI Makassar tampil sendiri tanpa saingan,
lokasinya pun telah pindah dari jalan Rajawali ke jalan Riburane. Menempati lahan eks taman Wilhelmina
(Wilhelmina Park), yang pernah dijadikan Terminal angkutan kota sebelum terminal itu dipindahkan lagi
ke samping Rumah Sakit Akademis pada tahun 1950-an.

Diawal 1970-an radio siaran swasta mulai bermunculan disusul dengan berdirinya TVRI stasiun
Ujungpandang (kini Makassar) pada tahun 1975. Setelah itu RRI mulailah memasuki situasi ” persaingan”
yang ketat. Mulai Tahun 1991 RRI Makassar membagi siarannya dalam dua programa. Programa I
utamanya untuk segmen di daerah luar Makassar, sedangkan Programa II utamanya untuk segmen
masyarakat perkotaan. Pada tahun 1990-an inilah prestasi RRI Makassar dibidang siaran banyak
memperoleh penghargaan. Beberapa Piala Swara Kencana untuk Sandiwara Radio dan Siaran
Pedesaan berulangkali diraihnya.

Anda mungkin juga menyukai