Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN

PENCEMARAN KEBISINGAN

DISUSUN OLEH:

ANGGIH
ANGGARAINI
NIM : 11.4.0.1.0002
CHAIRI RIZAL NIM : 11.4.0.1.0006
ELSA SAGITA NIM : 11.4.0.1.0010
FERSSY OKTAFANI NIM : 11.4.0.1.0011
GEFIA NANDA JANNAH NIM : 11.4.0.1.0013
RAHMI AGUSTRI NIM : 11.4.0.1.0026
SUHERMAN NIM : 11.4.0.1.0032
TUTI SEPTRIANA NIM : 11.4.0.1.0035
WIDYA AYU LESTARI NIM : 11.4.0.1.0037

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
T.A 2013/2014

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Pencemaran Kebisingan” sesuai pada waktunya.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang

yang disajikan berdasarkan informasi yang penyusun peroleh dari buku dan

internet.Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.Baik itu yang

datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.Namun dengan penuh

kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat

terselesaikan.

Penyusun juga mengucapakan terimakasih kepada dosen pembimbing mata

kuliah Ekonomi Kesehatan Bapak Beni Yulianto, M.KL yang telah membimbing

penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada

pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.Penyusun

mohon untuk saran dan kritikanya.Terima kasih.

Pekanbaru, Desember 2013

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ i

Daftar isi................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
C. Manfaat.......................................................................................................... 2
D. Tujuan............................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Bising........................................................................................... 4
B. Sumber Bising................................................................................................ 6
C. Pengaruh Bising............................................................................................. 7
D. Pernyataan Tingkat Kebisingan..................................................................... 10
E. Pengukuran Kebisingan................................................................................. 11
F. Upaya pengendalian Kebisingan.................................................................... 13
G. Metode rediksi Kebisingan............................................................................ 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................... 19
B. Saran.............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap aktifitas manusia disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising. Seiring

perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu industri terutama proses produksi, dapat

menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu pekerja maupun masyarakat sekitarnya.


Kebisingin merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan. Bising adalah suara

yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan

(Suma’mur, 1984). Pengaruh bising pada kesehatan berupa gangguan pendengaran dan

gangguan bukan pendengaran.


Kebisingan merupakan sebuah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada tempatnya

akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya pengawasan

dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan kualifikasi suatu perusahaan

dalam menangani masalah lingkungan yang muncul.


Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena

termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu

bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi

dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam cara.


Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL ) adalah tuli

akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan

biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.1,2 Tuli akibat bising merupakan jenis

ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis.

1
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85

desibel (dB) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada

telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua

telinga.
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain

intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan

individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang

didapat adalah sebagai berikut :


1. Pengertian kebisingan
2. Sumber bising yang dibedakan berdasarkan jenis dan bentuk
3. Pengaruh bising terhadap diri kita
4. Tingkat kebisingan secara statistik, ekivalen, serta siang-malam
5. Pengukuran kebisingan
6. Cara-cara untuk mengendalikan bising yang ada
7. Metode untuk memprediksi kebisingan
C. Manfaat
1. Mengetahui secara umum apa yang dimaksud dengan kebisingan
2. Mengetahui sumber-sumber bising berdasarkan jenis dan bentuknya
3. Mengetahui pengaruh bising terhadap kesehatan diri kita
4. Mengetahui tingkat kebisingan secara statistik, ekivalen serta siang-malam
5. Mengetahui alat-alat apa saja yang digunakan untuk mengukur kebisingan
6. Mengetahui dan memepelajari bagaimana cara untuk mengendalikan bising yang ada
7. Mengetahui metode-metode untuk memprediksi kebisingan
D. Tujuan
1. Agar pembaca paham apa yang dimaksud dengan kebisingan walaupun secara umum
2. Memberi tahu sumber-sumber bising berdasarkan pada jenis dan bentuknya
3. Memberi tahu pengaruh bising terhadap kesehatan diri kita
4. Memberi tahu tingkat-tingkat kebisingan yang ada
5. Memberi tahu alat-alat apa saja yang digunakan untuk mengukur kebisingan
6. Agar pembaca mengetahui dan menegerti bagaimana cara yang digunakan untuk

mengendalikan kebisingan
7. Memberi tahu metode untuk memprediksi kebisingan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bising
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki, defenisi ini

menunjukkan bahwa bising itu sangat subjektif, tergantung dari masing-masing individu,

waktu dan tempat terjadinya bising. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan

pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunisasi, gangguan

istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap

perilaku pemukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari.

Saat ini kebisingan telah menjadi masalah yang banyak di hadapi penduduk. Untuk kegiatan

pembangunan secara fisik seperti sarana transportasi harus dikendalikan tingkat

kebisingannya sehingga tidak melampaui batas.


Dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan

pendengaran baik secara kwantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara

kwalitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas ,

frekuensi, durasi, dan pola waktu.


Suara dikatakan bising bila suara-suara tersebut menimbulkan gangguan terhadap

lingkungan seperti gangguan percakapan, gangguan tidur dan lain-lain (Suma’mur, 1996).
Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan,

pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis

merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber

getar yang sampai ke gendang telinga.”


Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak

sesuai dengan tempat dan waktunya.”


Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu.

3
Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak

dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.


Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996

definisi bising adalah “bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat

dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan

lingkungan.
Kebisingan dapat juga diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat

dan waktunya, sehingga secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang

merugikan manusia dan lingkungan. Bising dikategorikan pada polutan lingkungan/buangan

yang tidak terlihat, tapi efeknya cukup besar. Kebisingan adalah bahaya yang umum di

tempat kerja.
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu

kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuandesibel (dB).

Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang

mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah

suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang pada

tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran.


Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar.

Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga

molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya

gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan

longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan

dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan

kesehatan.
B. Sumber Bising

4
Sumber bising dapat dibedakan berdasarkan dua 2 kategori, yaitu sumber bising

berdasarkan jenis dan sumber bising berdasarkan bentuk, yaitu :


1. Berdasarkan Jenis
Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan

industri, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan

kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap, dan

alat-alat.
Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
a. Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin;
b. Outdoor: lalu lintas, industri dan kegiatan lain.
Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:
a. Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara)
Tingkat tekanan suara dari lalu lintas dapat diprediksi dari:
1) Kecepatan lalu lintas;
2) Kecepatan kendaraan;
3) Kondisi permukaan jalan.
b. Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan. Di Industri, sumber

kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:


1) Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.
2) Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat

gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada

roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
3) Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam

kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa,

gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain.


2. Berdasarkan Bentuk
Sumber Titik (sumber diam), adalah penyebaran kebisingannya dalam bentuk

bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar

diudara dengan kecepatan sekitar 360 m/det.


Sedangkan sumber Garis (sumber bergerak), merupakan penyebaran

kebisingannya dalam bentuk silinder-silinder konsentris dan sumber kebisingan

5
sebagai sumbunya dengan menyebar ke udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det.

Sumber kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi.


C. Pengaruh Bising
Kesepakatan para ahli mengemukakan bahwa batas toleransi untuk pemaparan bising

selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan kebisingan

yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian

akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia.

Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu

dan dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat

pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang

adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah.
Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena

energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi

jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada

efek psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising. Bising

menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja.Gangguankesehatan yang ditimbulkan

akibat bising pada tenaga kerja bermacam-macam.


1. Gangguan pada Pendengaran
a. Trauma Akustik: Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan pemaparan

tunggal (Single exposure) terhadap intensitas yang tinggi dan terjadi secara tiba-

tiba, sebagai contoh gangguan pendengaran atau ketulian yang disebabkan

suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran

tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.


b. Temporary Threshold Shift (TTS) atau kurang pendengaran akibat bising sementara

(KPABS). Adalah efek jangka pendek dari pemaparan bising, berupa

kenaikan ambang sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan terhadap

6
bising akan kembali normal. Faktor yang mempengaruhi terjadinya TTS

adalah intensitas dan frekuensi bising, lama waktu pemaparan dan lama waktu

istirahat dari pemaparan, tipe bising dan kepekaan individual.


c. Permanent Threshold shift (PTS) atau kurang pendengaran akibat bising tetap. Adalah

kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel, sehingga tidak mungkin

terjadi pemulihan. Ini dapat disebabkan oleh efek kumulatif pemaparan terhadap

bising yang berulang selama bertahun-tahun.


d. Gangguan pada Fisiologi
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus

atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10

mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan

kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.


Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini

disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang

akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas

disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar

endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.


Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal

metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat

menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.


Kebisingan bisa direspon oleh otak yang merasakan pengalaman ini

sebagai ancaman atau stres, yang kemudian berhubungan dengan pengeluaran

hormon stres seperti epinephrine, norepinephrine dan kortisol. Stres akan

mempengaruhi sistim saraf yang kemudian berpengaruh pada detak jantung, akan

berakibat perubahan tekanan darah. Stres yang berulang-ulang bisa menjadikan

7
perubahan tekanan darah itu menetap. Kenaikan tekanan darah yang terus- menerus

akan berakibat pada hipertensi dan stroke.


e. Gangguan pada Pembicaraan (komunikasi)
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi

pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan

harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya

pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar

isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung

membahayakan keselamatan seseorang.


Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin

terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan

komunikasi ini secara tidak langsung mengakibatkan bahaya pada keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan

tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja.


D. Pernyataan Tingkat Kebisingan
1. Tingkat Kebisingan Statitik
Model yang dipergunakan untuk menyatakan distribusi kebisingan selama interval

tertentu secara lebih mendalam.


a. L10 : tingkat bising yang dicapai selama 10% dari waktu ukur
b. L50 : tingkat bising yang dicapai selama 50% dari waktu ukur
c. L90 : tingkat bising yang dicapai selama 90% dari waktu ukur

2. Tingkat Kebisingan Ekivalen


Model yang dipergunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan rerata dalam

interval waktu tertentu. Salah satu perhitungan tingkat tekanan bunyi adalah tingkat

tekanan bunyi ekuivalen dimana nilai tertentu bunyi yang fluktuatif selama waktu

8
tertentu setara dengan tingkat bunyi yang steady state pada selang waktu yang sama.

Tingkat tekanan bunyi rata-rata terhadap waktu ( Leq ) dapat ditentukan melalui

persamaan :
Deviasi standar dari Tingkat kebisingan ekuivalen adalah :
ti = Lamanya waktu dengan Tingkat Kebisingan Li
T = ∑ ti = t1 + t2 + t3 + ……….
Pi = ti/T = fraksi waktu
3. Tingkat Kebisingan Siang dan Malam
Model yang dipergunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan lingkungan.
a. Interval Siang : 16 jam (06.00 – 22.00)
b. Interval Malam : 8 jam (22.00 – 06.00)
E. Pengukuran Kebisingan
1. Cara Pengukuran Tingkat Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak

suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar

untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah

desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan

tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi

bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.


Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh,

suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk

menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan

bantuan alat:
a Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi paparan)
b Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk

menganalisis dampak paparan pada pekerja.


2. Peralatan yang dipergunakan
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey

meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain.

Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer

sudah cukup banyak memberikan informasi.


a Sound Level Meter (SLM)

9
Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM

terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan

perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi

sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik

dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara

bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif

terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat

kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi.

Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon

manusia.
b Octave Band Analyzer (OBA)
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda,

oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai

tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit

berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat

dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu

oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 –

75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 H.


3. Analisis kebisingan Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor:Kep-

48/MENLH/ 11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan Tanggal 25 Nopember 1996,

maka pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara:


a Cara sederhana
Dengan sebuah sound level meter diukur tingkat tekanan bunyi dB (A) selama

10 ( sepuluh ) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima)

detik.
b Cara Langsung

10
Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas

pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan

pengukuran selama 10 (sepuluh) menit. Evaluasi hasil pengukuran dengan baku mutu

kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi +3 dBA (Sasongko dan Hadiyarto, 2000.
F. Upaya Pengendalian Kebisingan
1. Pengendalian pada Sumber
Pengendalian kebisingan pada sumber mencakup:
a Perlindungan pada peralatan, struktur dan pekerja dari dampak bising.
b Pembatasan tingkat bising yang boleh dipancarkan sumber (Sasongko, 2000).
2. Pengendalian Pada Media Rambatan
Pengendalian pada lintasan (media rambatan) adalah pengendalian diantara

sumber dan penerima kebisingan. Prinsip pengendaliannya adalah dengan melemahkan

intensitas kebisingan yang merambat dari sumber kepenerima dengan cara membuat

hambatan-hambatan. Ada 2 cara pengendalian kebisingan pada lintasan yaitu out door

noise control dan indoor noise control :


a Outdoor Noise Control
Pengendalian kebisingan di luar sumber suara adalah mengusahakan

menghambat rambatan suara di luar ruangan sedemikian rupa sehingga intensitas

suaranya menjadi lemah (Sasongko, 2000).


b Indoor Noise Control
Pengendalian di dalam ruang sumber suara adalah usaha menghambat

rambatan suara atau kebisingan di dalam ruangan atau gedung sehingga intensitas

suara menjadi lemah (Sasongko, 2000).


3. Pengendalian Pada Pendengar
Pengendalian kebisingan pada pendengar dilakukan untuk mereduksi tingkat

kebisingan yang diterima harian, sering disebut dengan personal hearing protection.

Pengendalian ini ditujukan pada pekerja pabrik atau mereka yang bertempat tinggal

didekat jalan raya yang ramai. Karena daerah utama kerusakan akibat kebisingan pada

manusia adalah pendengaran (telinga bagian dalam), Maka metode pengendaliannya

dengan memanfaatkan alat bantu yang bisa mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke

11
telinga bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga bagian dalam. Cara

yang biasa digunakan untuk pengendalian kebisingan pada penerima adalah:


a Pengendalian Secara Teknis
1) Mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi berkurang suara

yang menimbulkan bisingnya.


2) Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara
3) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan
4) Substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising
5) Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang goyang,

dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet


6) Modifikasi mesin atau proses
7) Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik sehingga dapat mengurangi

suara bising
b Pengendalian Secara Administratif
Yaitu berupa kriteria atau tingkat baku kebisingan untuk tindakan pencegahan

yang menetapkan tingkat kebisingan maksimal yang diperbolehkan dan lamanya

kebisingan yang boleh diterima dalam kaitannya dengan perlindungan pendengaran.

Pengendalian secara administratif mempunyai tujuan untuk mengendalikan tingkat

dan lama kebisingan yang diterima oleh pekerja dengan mengatur pola kerja sesuai

lingkungannya.
c Penggunaan Alat Pelindung Diri
Apabila pengendalian secara teknis dan administratif belum dapat mereduksi

tingkat dan lama kebisingan yang diterima maka digunakan alat pelindung kebisingan

yaitu ear plug atau ear muff. Tindakan yang terpenting dalam pengendalian

kebisingan adalah dengan mengurangi tingkat bunyi dengan cara-cara teknis, baik

korektif (peredam bunyi, panel anti pantulan, lapis pelindung, pelindung kepala dll)

atau lebih baik dengan merancang mesin-mesin yang kurang bising (Joko Suyono,

1995:173).
G. Metode Prediksi Kebisingan
1. Metode sumber titik

12
Seringkali sound power level dari sumber kebisingan tidak diketahui tetapi tingkat

kebisingan pada suatu jarak tertentu dari sumber kebisingan diketahui. Persamaan yang

dipergunakan untuk prediksi kebisingan dengan kondisi tersebut adalah :


Dengan : L2= tingkat kebisingan pada jarak r2 dari sumber (dBA)
L1= tingkat kebisingan pada jarak r1 dari sumber (dBA)
2.7.2 metode sumber garis
Metode matematis yang dipergunakan untuk memprediksi sumber kebisingan

garis bergerak disajikan dalam persamaan:


Dengan : L2= tingkat kebisingan pada jarak r2 dari sumber (dBA)
L1= tingkat kebisingan pada jarak r1 dari sumber (dBA)
Studi kasus
1. Suara yang terdengar dari kawasan industri yang luasnya S = 500m x 500m =

250.000m2, diketahui sound power level industri standar, Lw= 65 dBA/m2. prediksi

sound power level (Lwa) industri tersebut adalah :


Lwa=Lw + 10 log (s/1m2)
=65 dBA/m2 + 10 log [(250.000m2)/(1m2)]

=65 dBA/m2 + 54 dBA/m2

= 119 dBA/m2

2. Sebuah rumah berlokasi di dekat jalan raya dengan jarak 50m dari tepi jalan. Lebar

jalan tersebut 20m terbagi menjadi 4 jalur. Rerata lalu lintas harian 40.000 kendaraan

dengan rincian 3% medium truck, 1% heavy truck dan sisanya automobile. Kecepatan

rerata 75 km / jam. Antara jalan dan rumah terdapat tanah rumput dan tidak ada

bangunan lain. hitung Tingkat kebisingan pada saat jam puncak (peak hour) dimana

volume lalu lintas setiap jamnya 10 % dari lalu lintas harian rerata
Diketahui : Lo, a = 69 dBA
Lo, mt = 80 dBA
Lo, ht = 84,6 dBA
Saat jam puncak, jumlah kendaraan yang lewat adalah :
Na = 96% x 10% x 40.000 = 3.840 buah
Nmt = 3% x 10% x 40.000 = 120 buah
Nht = 1% x 10% x 40.000 = 40 buah

13
Diketahui: Sa = Smt = Sht = 75 jam
t = 1 am
d = 50 + ½ x 20 = 60 m
α = 0,5 (tanah berumput)
Tingkatan kebisingan masing-masing enis kendaraan terhitung adalah :
La = 69,0+10 log (3840/75)+10 log (15/60)1+0,5 - 13 = 64,1 dBA
Lmt = 80,0 + 10 log (120/75)+10 log (15/60)1+0,5-13 = 60,0 dBA
Lht = 84,6 + 10log (40/75)+10 log 15/60)1+0,5-13 = 59,8 dBA
Tingkat kebisingan total terhitung adalah:
Ltotal = 10 log [1064,1/10 +1060/10+1059,8/10] = 86,6 dBA

14
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki, defenisi ini

menunjukkan bahwa bising itu sangat subjektif, tergantung dari masing-masing individu,

waktu dan tempat terjadinya bising. Sumber bising dapat dibedakan berdasarkan dua 2

kategori, yaitu sumber bising berdasarkan jenis dan sumber bising berdasarkan bentuk, yaitu:
1. Berdasarkan Jenis
2. Berdasarkan Bentuk

Kesepakatan para ahli mengemukakan bahwa batas toleransi untuk pemaparan bising

selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan kebisingan

yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian

akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia.

B. Saran

Sebaiknya hendaklah kebisingan dimanapun berada tidak melebihi nilai

ambang batas kebisingan agar terhindar dari bahaya yang ditimbulkan oleh

kebisingan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
15
Doelle, L. Leslie..1993. Akustik Lingkungan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ikron, I Made Djaja, Ririn Arminsih Wulandari. 2005. Pengaruh Kebisingan Lalu
lintas Terhadap Psikologi Anak Di Sekolah Dasar Cipinang Muarakabupaten
Jatinegara, Jakarta Timur, Provinsi Jakarta. Departemen Kesehatan
Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Indonesia.

Patrick, Cunniff F. 1997. Enviromental Noise Pollution. Canada: John Wiley &
Sons Inc.

Suma’mur, P.K. 1984. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Saksama.

http://putraprabu.wordpress.com

Joko Suyono. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor:Kep-48/MENLH/ 11/ 1996


tentang Baku Tingkat Kebisingan Tanggal 25 Nopember 1996

Dwi P. Sasongko. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang: Universitas


Diponegoro.

16

Anda mungkin juga menyukai