Anda di halaman 1dari 13

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.3.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hardjono

Ponorogo

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hardjono Ponorogo terletak di Jl. Raya

Ponorogo Pacitan Kelurahan Pakunden Kabupaten Ponorogo yang

menempati area tanah seluas 6,3 HA dan memiliki luas bangunan seluas

45.465,60 m2. RSUD Dr. Hardjono Ponorogo merupakan rumah sakit tipe B

pendidikan milik pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo. Saat ini rumah

sakit tersebut memiliki pegawai sebanyak 638 orang dan memiliki jumlah

tempat tidur sebanyak 387 tempat tidur.

4.3.2 Sejarah Berdiri dan Perkembangan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Hardjono Ponorogo

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hardjono Ponorogo yang kita kenal

saat ini sudah ada sejak masa pemerintahan Belanda (+ tahun 1917) namun

pada masa itu masih berupa Pos Kesehatan dengan keadaan sangat

sederhana. Sejalan dengan usaha peningkatan segi pelayanan kesehatan

terhadap masyarakat, Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Dati II

Ponorogo ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas D, dan

pada tahun 1988 berubah status menjadi Rumah Sakit Kelas C. Tanggal 6

Desember 1994 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Dati II Ponorogo

ditetapkan menjadi Unit Swadana Daerah.


Mengingat Rumah Sakit belum memiliki nama khusus maka sesuai

Keputusan DPRD Kabupaten Ponorogo dan dikuatkan oleh Keputusan

Bupati, maka Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II

Ponorogo di beri nama sebagai Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono S.

Kabupaten Ponorogo.

Tahun 2003 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono S. Kabupaten

Ponorogo telah terakreditasi dalam 5 (lima) bidang pelayanan, dan pada 28

Juli 2004 RSUD Dr. Hardjono Ponorogo resmi menjadi Rumah Sakit Kelas

B Non Pendidikan yang diikuti dengan penyempurnaan organisasi dan tata

kerja dan sampai sekarang telah memiliki 14 (empat belas) jenis pelayanan

spesialisasi. Pelayanan spesialisasi di RSUD Dr. Hardjono Ponorogo antara

lain: Kebidanan, Bedah umum, Bedah Orthopedi, Anak, Penyakit Dalam,

Jantung, Syaraf, Penyakit Kulit dan Kelamin, Paru, THT, Mata, Rehabilitasi

Medik, Radiologi, dan Anastesi.

Tanggal 1 Januari 2012 berdasarkan Peraturan Bupati Per 25 April 2011

Nomor 545 tahun 2011 tentang Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum Daerah (PPK–BLUD) maka secara penuh Rumah

Sakit Daerah (RSUD) Dr. Hardjono Ponorogo berstatus sebagai PPK–

BLUD. Pada tanggal 25 Mei 2016 berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor HK.02.03/I/1148/2016 RSUD Dr. Hardjono Ponorogo

ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta.


4.3.3 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Harjono Ponorogo

a. Visi

Terwujudnya RSUD Dr. Hardjono Ponorogo sebagai pilihan utama

pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo dan

sekitarnya.

b. Misi

1) Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

2) Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan sumber

daya rumah sakit, baik medis, paramedis maupun tenaga yang lain

3) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana rumah sakit

baik medis maupun non medis

4) Memberikan kontribusi nyata untuk pendidikan dan pelatihan yang

terintegrasi dengan pelayanan dalam rangka meningkatkan SDM dan

Iptek, dan

5) Meningkatkan koordinasi karyawan, pemerintah dan lembaga

masyarakat untuk mencapai kepentingan bersama.

c. Tujuan dan Sasaran

1) Memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat dengan

mengoptimalkan pelayanan spesialistik.

2) Menjadi Rumah Sakit rujukan di Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya.

3) Sasaran adalah masyarakat Ponorogo khususnya dan masyarakat

sekitar Kabupaten Ponorogo pada umumnya.


4.3.4 Sumber Daya Pendukung

a. Instalasi Rawat Jalan

Poliklinik Kandungan, Poliklinik Gigi, Poliklinik Bedah Syaraf,

Poliklinik Kulit & Kelamin, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Paru,

Poliklinik Anak, Poliklinik Kamar Terima, Poliklinik Mata, Poliklinik

THT, Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Tumbuh Dan Kembang, Poliklinik

Jantung, Poliklinik Jiwa , Poliklinik VCT, Poliklinik Psikologi, Poliklinik

Syaraf, Poliklinik Bedah, Pelayanan Rehabilitasi Medis/Fisioterapi.

b. Pelayanan Invansif

Hemodialisa dan Endoscopi.

c. Instalasi Rawat Inap

Kelas VIP, Kelas Utama, Kelas I, Kelas II, Kelas III, Ruang Perinatologi,

ICCU, ICU/RPI, PICU, NICU, HCU, Unit Stroke, Ruang Seruni, Ruang

Asoka, Ruang PONEK.

d. Unit Instalasi

Instalasi Laboratorium, Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Bedah

Sentral (IBS), Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi, Instalasi Sterilisasi

Sentral, Instalasi Radiologi, Instalasi Pemulasaraan Jenasah, Instalasi

Pemeliharaan Sarana, Instalasi Penyehatan Lingkungan, Instalasi

Transportasi dan Ambulance, Instalasi Promosi Kesehatan, Instalasi

Pendidikan dan Pelatihan.


Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti di bagian Pelayanan Invasif

yaitu Hemodialisa. Di RSUD Dr. Hardjono Ponorogo. Pelayananan

hemodialisa di RSUD Dr. Hardjono Ponorogo mempunyai 19 mesin

pencuci darah. Pelayanan hemodialisa di mulai pada jam 6:30 WIB sampai

dengan jam 20:30 WIB dengan ketenagaan yang dimiliki yaitu dokter

umum, dokter spesialis dalam dan perawat.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Data Umum

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di ruang

hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di ruang


hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo
Jenis kelamin Jumlah (N) Presentase (%)

Laki-laki 55 59,1
Perempuan 38 40,9
Total responden 93 100
Sumber: Data Primer, 2018

Tabel 4.1 menyatakan bahwa dari 93 responden yang diteliti, mayoritas

berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 55 responden atau 59,1% dan

sebanyak 38 responden atau 40,9% berjenis kelamin perempuan.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Gambaran karakteristik responden umur di ruang hemodialisa RSUD Dr.

Hardjono Ponorogo dapat dilihat pada tabel 4.2.


Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan umur di ruang hemodialisa
RSUD Dr. Hardjono Ponorogo
Umur Jumlah (N) Presentase (%)

15-25 tahun 3 3,2


26-35 tahun 17 18,3
36-45 tahun 28 30,1
46-55 tahun 26 28
56-65 tahun 19 20,4
Total 93 100
Sumber: Data Primer, 2018

Tabel 4.1 menyatakan bahwa dari 93 responden yang diteliti, berumur

15-25 tahun sebanyak 3 responden (3,2%), berumur 26-35 tahun

sebanyak 17 responden (18,3%), berumur 36-45 tahun sebanyak 28

responden (30,1%), berumur 46-55 tahun sebanyak 26 responden (28%)

dan berumur 56-65 tahun sebanyak 19 responden (20,4%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Kadar Ureum

Gambaran karakteristik responden berdasarkan distribusi kadar ureum di

ruang hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo dapat dilihat pada

tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi kadar ureum di ruang hemodialisa RSUD Dr. Hardjono
Ponorogo
Kelompok mengalami uremik/
Jumlah (N) Presentase (%)
tidak mengalami uremik
Mengalami uremik 93 100
Tidak mengalami uremik 0 0
Total responden 93 100
Sumber: Data Primer, 2018
Tabel 4.3 menyatakan bahwa dari 93 responden yang diteliti, semuanya

mengalami uremik (kadar ureum lebih dari 50 mg/dl) yaitu sebanyak 93

responden atau 100%.

d. Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Sindrom Uremik

Gambaran karakteristik responden berdasarkan kejadian sindrom uremik

di ruang hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo dapat dilihat pada

tabel 4.4.

Tabel 4.4 Kejadian sindrom uremik di ruang hemodialisa RSUD Dr. Hardjono
Ponorogo
Kelompok terdapat sindrom uremik/
Jumlah (N) Presentase (%)
tidak terdapat sindrom uremik
Terdapat sindrom uremik 88 94,6
Tidak terdapat sindrom uremik 5 5,4
Total responden 93 100
Sumber: Data Primer, 2018

Tabel 4.4 menyatakan bahwa dari 93 responden yang diteliti, mayoritas

mengalami sindrom uremik yaitu sebanyak 88 responden atau 94,6% dan

sebanyak 5 responden atau 5,4% tidak mengalami sindrom uremik.

e. Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Xerosis

Gambaran karakteristik responden berdasarkan kejadian xerosis di ruang

hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Kejadian xerosis di ruang hemodialisa RSUD Dr. Harjono Ponorogo
Kelompok terdapat xeosis/
Jumlah (N) Presentase (%)
tidak terdapat xerosis
Terdapat xerosis 48 51,6
Tidak terdapat xerosis 45 48,4
Total resonden 93 100
Sumber: Data Primer, 2018
Tabel 4.5 menyatakan bahwa dari 93 responden yang diteliti, sebanyak

48 responden (51,6%) mengalami xerosis dan sebanyak 45 responden

(48,4%) tidak mengalami xerosis.

4.2.2 Data Khusus

a. Lama Hemodialisa

Lama hemodialisa terdiri dari lama hemodialisa > 6 bulan dan lama

hemodialisa < 6 bulan. Distribusi lama hemodialisa di ruang hemodialisa

RSUD Dr. Hardjono Ponorogo dapat di lihat di tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi lama hemodialisa di ruang hemodialisa RSUD Dr.


Hardjono Ponorogo
Lama hemodialisa Jumlah (N) Persentase (%)

> 6 bulan 65 69,9


< 6 bulan 28 30,1
Total 93 100
Sumber: Data Primer, 2018

Tabel 4.6 menyatakan bahwa dari 93 responden yang diteliti, sebanyak

65 responden (69,9%) menjalani hemodialisa selama > 6 bulan dan

sebanyak 28 responden (30,1%) menjalani hemodialisa selama < 6 bulan.

b. Kejadian Pruritus Uremik

Distribusi kejadian pruritus uremik di ruang hemodialisa RSUD Dr.

Hardjono Ponorogo dapat di lihat di tabel 4.7.


Tabel 4.7 Distribusi kejadian pruritus uremik di ruang hemodialisa RSUD Dr.
Hardjono Ponorogo
Kelompok terjadi pruritus uremik/
Jumlah (N) Presentase (%)
tidak terjadi pruritus uremik
Terjadi pruritus uremik 38 40,9
Tidak terjadi pruritus uremik 55 59,1
Total 93 100
Sumber: Data Primer, 2018

Tabel 4.7 menyatakan bahwa dari 93 responden yang diteliti, sebanyak

38 responden (40,9%) mengalami pruritus uremik dan sebanyak 55

responden (59,1%) tidak mengalami pruritus uremik.

c. Hubungan Lama Hemodialisa dengan Kejadian Pruritus Uremik

Hubungan antara lama hemodialisa dengan kejadian pruritus uremik pada

pasien gagal ginjal kronik (GGK) di ruang hemodialisa RSUD Dr.

Hardjono Ponorogo dapat diketahui dengan menggunakan Uji Chi-

Square. Hasil analisis tersebut disajikan pada tabel 4.8 dan tabel 4.9.

Tabel 4.8 Hubungan Lama Hemodialisa dengan Kejadian Pruritus pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.
Hardjono Ponorogo
Kejadian Pruritus Uremik
Lama
Terjadi Pruritus Tidak Terjadi Total
Hemodialisa
Uremik Pruritus Uremik
N % N % N %
> 6 bulan 29 31,2 36 38,7 65 69,9
< 6 bulan 9 9,7 19 20,4 28 30,1
Total 38 40,9 55 59,1 93 100
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa analisa hubungan lama

hemodialisa dengan kejadian pruritus uremik pada pasien gagal ginjal

kronik (GGK) di ruang hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo

adalah dari 65 responden (69,9%) yang menjalani hemodialisa > 6 bulan


terdapat 29 responden (31,2%) yang mengalami pruritus uremik dan 36

responden (38,7%) tidak mengalami pruritus uremik. Sedangkan dari 28

responden (30,1%) yang menjalani lama hemodialisa < 6 bulan terdapat 9

responden (9,7%) yang mengalami pruritus uremik dan 19 responden

(20,4%) tidak mengalami pruritus uremik. Hasil analisis uji Chi-Square

menggunakan program SPSS dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil analisis uji Chi-Square Hubungan Lama Hemodialisa dengan
Kejadian Pruritus pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Ruang
Hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.260a 1 .262
b
Continuity Correction .797 1 .372
Likelihood Ratio 1.282 1 .258
Fisher's Exact Test .358 .187
Linear-by-Linear Association 1.246 1 .264
b
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 11.44.
b. Computed only for a 2x2
table

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa hasil uji statistik

didapatkan nilai signifikan sebesar 0,262 > 0,05 pada taraf signifikan 5%,

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara Lama Hemodialisa dengan Kejadian Pruritus Uremik (Ho

Diterima).
4.3 PEMBAHASAN

4.3.1 Data Khusus

a. Lama Hemodialisa

Berdasarkan hasil pemelitian lama hemodialisa pada pasien gagal

ginjal kronik (GGK) di ruang Hemodialisa RSUD Dr. Hardjono

Ponorogo didapatkan hasil penelitian yaitu dari 93 responden, sebanyak

65 responden (69,9%) menjalani hemodialisa selama > 6 bulan dan

sebanyak 28 responden (30,1%) menjalani hemodialisa selama < 6

bulan. Dapat diketahui bahwa mayoritas responden menjalani

hemodialisa > 6 bulan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tokala, Kandou

dan Dundu (2015) bahwa dalam penelitiannya terdapat 19 responden

(55,9%) yang menjalani hemodialisa > 6 bulan dan 15 responden

(44,1%) menjalani hemodialisa ≤ 6 bulan.

(opini

b. Kejadian Pruritus

Diketahui dari hasil penelitian berdasarkan distribusi kejadian

pruritus uremik pada pasien gagal ginjal kronik (GGK) di ruang

Hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo, bahwa dari 93 responden

yang diteliti sebanyak 38 responden (40,9%) mengalami pruritus uremik

dan sebanyak 55 responden (59,1%) tidak mengalami pruritus uremik.


Responden yang mengalami pruritus berada dalam keadaan uremik

(kadar ureum >50mg/dl), mengalami sindrom uremik dan terdapat kulit

kering. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi pruritus

uremik pada pasien yang menjalani hemodialisa sebesar 40,9%.

Hal ini sejalan dengan jurnal Pardede (2010) bahwa prevalensi

pruritus berkisar antara 20%-50%. Namun berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Siahaan (2016) yang menunjukkan bahwa sebesar

75% pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik

Medan mengalami pruritus. Begitupun jurnal oleh Roswati tahun 2013

menyatakan bahwa hampir 60-80% pasien yang menjalani dialisis

(hemodialisis dan peritoneal dialisis) mengeluh pruritus.

(opini

c. Hubungan Lama Hemodialisa dengan Kejadian Pruritus

Menutut hasil analisa hubungan lama hemodialisa dengan kejadian

pruritus uremik pada pasien gagal ginjal kronik (GGK) di ruang

hemodialisa RSUD Dr. Hardjono Ponorogo menunjukkan bahwa dari 65

responden (69,9%) yang menjalani hemodialisa > 6 bulan terdapat 29

responden (31,2%) yang mengalami pruritus uremik dan 36 responden

(38,7%) tidak mengalami pruritus uremik. Sedangkan dari 28 responden

(30,1%) yang menjalani lama hemodialisa < 6 bulan terdapat 9 responden

(9,7%) yang mengalami pruritus uremik dan 19 responden (20,4%) tidak

mengalami pruritus uremik.


Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai signifikan sebesar 0,262 > 0,05

pada taraf signifikan 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara lama hemodialisa dengan kejadian

pruritus uremik.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Dari hasil penelitian yang didapatkan dari 93 responden, sebagian

besar (59,1%) tidak mengalami pruritus uremik. Peneliti melihat bahwa

hal ini disebabkan karena semakin baiknya prosedur hemodialisa yang

dilakukan di tempat penelitian dan pemberian obat secara berkala untuk

mengurangi keluhan gatal yang dialami pasien. Menurut Pardede (2010)

prevalensi pruritus uremik semakin berkurang karena perbaikan teknik

dialysis yaitu dengan penggunaan membrane permeable (polisufon).

Penggunaan membrane permeable (polisufon) dapat menurunkan insiden

pruritus dibandingkan dengan yang menggunakan membrane dialysis

kurang permeable (cuprophane).

Anda mungkin juga menyukai