Anda di halaman 1dari 6

Pengertian

Stunting adalah kondisi seorang anak yang lebih pendek dibanding anak tumbuh
normal yang seumur. Hal ini merupakan salah satu bentuk gangguan pertumbuhan
masa bayi dan anak. Juga merupakan pertanda telah terjadi gangguan kekurangan gizi
kronik (waktu lama) yang berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun)
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir akan tetapi, kondisi stunti ng baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita
pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang
badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan
standar baku WHO-MGRS (Multi centre Growth Reference Study) 2006.
Definisistunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita
stunted apabila nilai z-scorenya kurang dari-2SD (standar deviasi) dan severely stunted
apabila kurang dari – 3SD .
Stunting terutama disebabkan kekurangan gizi dan gangguan kesehatan jangka panjang
sebelum lahir, dan/atau setelah lahir. Pengaruh faktor genetik dalam kejadian stunting
hanya berperan sekitar 20-30%. Anak perlu makanan dan gizi yang tepat untuk
mencapai potensi seutuhnya.
Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunti ng (Riset
Kesehatan Dasar/ Riskesdas 2013). Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting
kelima terbesar di dunia . Balita atau Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang
3
mengalami stunti ng akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan
anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada
menurunnya tingkat produktivitas. Pada gilirannya stunti ng akan dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.
Batas minimal tinggi Badan (TB) dalam centimeter (cm) untuk tidak stunti ng dan batas
minimal berat badan (BB) dalam kilogram (kg) untuk tidak gizi kurang (underweight)
bagi anak umur 12 – 60 bulan.
•Kondisi stunting disebabkan oleh asupan gizi anak yang tidak tercukupi. Biasanya
sudah terjadi sejak masih dalam kandungan, ketika Ibu hamil kurang mendapat asupan
gizi yang berkualitas.
•Kondisi stunting bisa juga terjadi ketika asupan gizi saat kurang baik saat anak masih
di bawah dua tahun. Oleh karena itu asupan gizi yang baik sejak masa dalam
kandungan ditambah dua tahun pertama atau 1000 hari pertama anak sangat penting.
•Bila pemberian air susu ibu (ASI) tidak lancar dan makanan pendamping ASI
(MPASI) kurang berkualitas dapat menyebabkan stunting.

Etiologi
Masalah balita pendek menggambarkan masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi
ibu/calon ibu, masa janin dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama
masa balita. Dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui
pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ lainnya.
Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan menyebabkan
janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi
perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel
tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat
kekurangan gizi di ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek
(Menko Kesra, 2013).

Kelainan patologis
Perawakan pendek patologis dibedakan menjadi proporsional dan tidak proporsional.
Perawakan pendek proporsional meliputi malnutrisi, penyakit infeksi/kronik dan
kelainan endokrin seperti defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom cushing,
resistensi hormon pertumbuhan dan defisiensi IGF-1. Perawakan pendek tidak
proporsional disebabkan oleh kelainan tulang seperti kondrodistrofi, displasia tulang,
3
Turner, sindrom Prader-Willi, sindrom Down, sindrom Kallman, sindrom Marfan dan
sindrom Klinefelter.

Infeksi kronis
Penyakit infeksi akut akibat infeksi sistemik seperti penumonia, diare persisten, disentri
dan penyakit kronis seperti kecacingan mempengaruhi pertumbuhan linear. Infeksi
akan menyebabkan asupan makanan menurun, gangguan absorpsi nutrien, kehilangan
mikronutrien secara langsung, metabolisme meningkat, kehilangan nutrien akibat
katabolisme yang meningkat, gangguan transportasi nutrien ke jaringan. Pada kondisi
akut, produksi proinflamatori seperti cytokin berdampak langsung pada remodeling
tulang yang akan menghambat pertumbuhan tulang.Sebuah penelitian di Peru
menunjukkan infeksi parasit merupakan faktor risiko sebagai penyebab perawakan
pendek.

Defisiensi hormon
Growth hormon (GH) atau hormon pertumbuhan merupakan hormon esensial untuk
pertumbuhan anak dan remaja. Hormon tersebut dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
akibat perangsangan dari hormon GH-releasing faktor yang dihasilkan oleh
hipotalamus. GH dikeluarkan secara episodik dan mencapai puncaknya pada malam
hari selama tidur.GH berefek pada pertumbuhan dengan cara stimulasi produksi
insulin-like growth faktor 1 (IGF-1) dan IGF-3 yang terutama dihasilkan oleh hepar
dan kemudian akan menstimulasi produksi IGF1 lokal dari kondrosit. Growth hormon
memiliki efek metabolik seperti merangsang remodeling tulang dengan merangsang
aktivitas osteoklas dan osteoblas, merangsang lipolisis dan pemakaian lemak untuk
menghasilkan energi, berperan dalam pertumbuhan dan membentuk jaringan serta
fungsi otot serta memfasilitasi metabolisme lemak.Somatomedin atau IGF-1 sebagai
perantara hormon pertumbuhan untuk pertumbuhan tulang

Kelainan kromosom
Penyakit genetik dan sindrom merupakan etiologi yang belum jelas diketahui
penyebabnya berhubungan dengan perawakan pendek. Beberapa gangguan kromosom,
displasia tulang dan suatu sindrom tertentu ditandai dengan perawakan pendek.
Sindrom tersebut diantaranya sindrom Turner, sindrom Prader-Willi, sindrom Down
dan displasia tulang seperti osteochondrodystrophies, achondroplasia,
3
hipochondroplasia.

Malnutrisi
Penyebab perawakan pendek yang paling umum di seluruh dunia adalah malnutrisi.
Protein sangat essensial dalam pertumbuhan dan tidak adanya salah satu asam amino
menyebabkan retardasi pertumbuhan, kematangan skeletal dan menghambat pubertas.

Patofisologi
Sesuai dengan World Health Organization (WHO, 2013) Stunting dapat berawal dari
Kondisi gizi ibu hamil, bahkan sebelum hamil akan menentukan pertumbuhan janin.
Ibu hamil yang kekurangan gizi akan berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah, dan ini merupakan penyebab utama stunting. Setelah lahir, bayi yang tidak
disusui secara baik akan berisiko menderita berbagai infeksi penyakit karena pola
makan yang tidak cukup asupan gizinya dan tidak higienis. Pemberian Makanan Bayi
dan Anak sangat menentukan petumbuhan anak. Setelah usia 6 bulan anak perlu
mendapat asupan gizi dapat memenuhi kebutuhan asupan gizi mikro, gizi makro serta
aman (Putri, 2012). Kondisi sosial ekonomi, ketahanan pangan, ketersediaan air bersih
dan akses terhadap berbagai sarana pelayanan dasar berpengaruh pada tingginya
prevalensi stunting (Sattu, 2014). Didukung oleh (Sistiarani, 2008) dalam penelitiannya
mengenai Faktor maternal dan kualitas pelayanan antenatal yang berisiko terhadap
kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) : Studi pada ibu yang periksa hamil ke
tenaga kesehatan dan melahirkan di RSUD Banyumas tahun 2008 mengatakan bahwa
ibu yang memiliki kualitas pelayanan antenatal yang kurang baik mempunyai peluang
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) 5,85 kali dibandingkan ibu
yang memiliki kualitas pelayanan antenatal baik karena BBLR merupakan faktor yang
berperan dalam kejadian stunting.

Penyebab
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu
dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita.Beberapa faktor
yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut (Kemenkes &
Bank Dunia 2017):
3
1.Praktek pengasuhan yang kurang baik.
2.Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitas.
3.Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.
4.Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Tanda
Berat badan tidak naik, cenderung menurun
Terlambatnya perkembangan tubuh
Mudah terkena penyakit infeksi
Kemampuan kognitifnya lemah
Mudah lelah
Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
Usia 8-10 tahun menjadi lebih pendiam

Epidemiologi
Menurut data Riskesdas (2013) prevalensi pendek secara nasional pada balita adalah
37,2% yang terdiri dari sangat pendek sebesar 18% dan pendek 19,2%. Terdapat 20
provinsi dengan prevalensi diatas nasional (37,2%) dengan yang tertinggi terdapat di
Nusa Tenggara Timur, terendah di Jambi, dan Sumatera Utara menempati urutan ke – 8
tertinggi.
Prevalensi pendek secara nasional pada anak usia 5 – 12 tahun adalah 30,7% dengan
sangat pendek sebesar 12,3% dan pendek sebesar 18,4%. Terdapat 15 provinsi di
Indonesia dengan prevalensi sangat pendek diatas prevalensi nasional (12,3%) dan
Sumatera Utara termasuk salah satu dari provinsi tersebut dengan prevalensi pendek
dan sangat pendek diatas 37%.
Prevalensi nasional pendek pada remaja usia 13 – 15 tahun adalah 35,1%
dengan sangat pendek sebesar 13,8% dan pendek sebesar 21,3%. Terdapat 16 provinsi
dengan prevalensi sangat pendek diatas prevalensi nasional (13,8%). Sumatera Utara
juga termasuk salah satu dari provinsi tersebut dan prevalensi tertinggi terdapat di
papua. Prevalensi pendek dan sangat pendek di Sumatera pada usia 13 – 15 tahun
adalah diatas 40%.
Prevalensi pendek secara nasional di Indonesia pada remaja rentang usia 16 –
3
18 tahun adalah 31,4% dengan sangat pendek sebesar 7,5% dan pendek sebesar 23,9%.
Sebanyak 17 provinsi dengan pervalensi pendek diatas prevalensi nasional (23,9%) dan
Sumatera Utara juga termasuk dari salah satu provinsi tersebut.

Dapus
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61604/Chapter%
20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
http://eprints.undip.ac.id/50836/3/Sherly_Mediana_22010112130141_Lap.
KTI_BAB_2.pdf
file:///C:/Users/Hana/Documents/11723-Article%20Text-33027-3-10-20171
011.pdf
http://repository.unimus.ac.id/1794/3/BAB%20II.pdf
http://sahabatpaud.id/wp-content/uploads/2018/06/Stunting-sahabatpaud
.com_.pdf

Anda mungkin juga menyukai