PENDAHULUAN
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga
mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria
mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan
tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-
79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-
perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada
perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan
makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih
dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang
paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
operasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar
aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4
cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.3
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen
dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan
kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan
sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan
keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya
satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.
3
Batas-batas prostat3
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan
dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan
posterior os pubis dan ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior
ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier).
Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus
perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus
bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada
pinggir lateral orificium utriculus prostaticus
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
Peripheral zone
Transition zone
Urethra
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjarperiuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benignprostatic
hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang
bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret
prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga
menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32%
dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikandengan pemberian Stilbestrol. 3
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat
oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan
sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal. 5
Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5
Hiperplasia Prostat
↓
Penyempitan lumen uretra posterior
↓
Tekanan intravesika meningkat
↓ ↓
Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
Hidronefrosis
Hidroureter
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
8. Pemeriksaan fisik5,6,7:
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan
batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi
prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran
lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah
terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.
Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)
9. Diagnosa banding 8
Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi
Divertikulum buli
Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Kanker prostat Gejala obstruksi
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia
Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.
14. Komplikasi 13
Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
15. Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi
dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Pilihan terapi
Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat
a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi
namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
Penghambat reseptor adrenergik α
Penghambat 5 α reduktase
Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5,11
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efeksamping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin
(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau
doxazosin(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan
mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada
ukuran prostat.
Detrusor
Trigon
e
Internal
Sphincter
Pelvic Floor
External
Sphincter
Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari
OH OH
O O
NADPH NADP H
Testosterone Dihydrotestosterone
3) Fitofarmaka5
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala
akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif
yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui
dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism
prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil
volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA
memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region
prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas.
Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).
4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat.Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatika.Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang
tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan.Stent yang permanen terbuat dari
anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium.Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,
perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.
Gambar. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat.Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang
tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya
masih muda.
2) Open surgery.5,12
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan.Open surgery
sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada
komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.Prostateksomi
terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau
retropubik infravesikal (Millin).Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn
(3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-
buli (305%).Perbaikan gejala klinis 85-100%.
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. YA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Tempat/tanggal lahir : Jayapura 15 Agustus 1958
Bangsa/Suku : papua
Agama : KP
Pekerjaan : swasta
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Dok V yapis
No. MR : 193104
Masuk Rumah Sakit : 14/5/2019
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sulit buang air kecil sejak 2 minggu SMRS, dan tidak bisa bergerak
dirumah selama 1 hari karena nyeri.
D. Riwayat Pengobatan
Pasien menyangkal meminum obat rutin apapun sebelumnya.
E. Riwayat Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit serupa yang diderita keluarga.
Diabetes melitus dan hipertensi juga disangkal oleh pasien.
B. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.4ºC
C. Status Generalisata
Kepala : Normocephalik, benjolan ( -), deformitas (-), rambut hitam, tersebar merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Edema palpebral (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
2mm/2mm, gerakan bola mata dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru
I : Pergerakkan dada simetris
P : Tactile fremitus simetris, chest expansion simetris
P : Sonor (+/+)
A : Vesikular (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba
P : Batas jantung dalam batas normal
A : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Distensi (-), bekas luka operasi (-)
P : Timpani pada seluruh regio abdomen, ketok CVA (-/-), shifting dullness (-)
P : Nyeri tekan (+) suprapubik, massa (-), ballotement (-/-), skin turgor baik
A : Bising usus (+) dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
D. Status Urologi
Regio Costovertebral
Dextra et Sinistra
CVA (-\-)
Massa (-\-)
Nyeri Ketok (-\-)
Jejas (-\-)
Regio Symphisis Pubis
- Inspeksi : Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan, bekas luka operasi (-), bulging (-),
hematoma (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), defans muskular (-), massa (-), buli-buli tidak
teraba (terpasang kateter) → post operasi
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Rectal Touche (RT) → sebelum operasi
Tonus spinchter ani kuat
Mukosa licin, permukaan rata tidak berbenjol-benjol, Teraba massa arah jam 11-1,
konsistensi kenyal padat, batas tegas, permukaan rata licin, sulcus medianus teraba, simetris,
nodul (-), polus superior tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ampula recti baik
Handscoon: darah (-), lendir (-), feses (-)
Regio Genitalia Externa
Penis : tampak ostium urethra eksterna di ujung penis, massa tumor (-),
hematoma (-), perdarahan aktif (-), kateter (+)
Skrotum : massa tumor (-), hematoma (-), edema (-)
Testis : teraba dua buah, kanan dan kiri, konsistensi kenyal
V. RESUME
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil (BAK) sejak 2 minggu
SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri juga sejak 1hari yang lalu pada perut bagian bawah, dan
rasa begah dan kencang yang pasien simpulkan karena air seni yang terkumpul yang tidak
dapat dikeluarkan. Pasien mengaku harus mengedan saat buang air kecil, namun setelah itu
pun rasanya tidak tuntas dan tidak puas. Pasien mengaku lebih sering BAK, di malam hari
bisa terbangun sebanyak 4-5 kali untuk buang air kecil, namun terkadang juga tidak
tertahankan, sehingga pasien menggunakan pampers. Warna air seni dikatakan biasa, bening
kekuningan, tidak seperti teh maupun berpasir ataupun benda lainnya. Tidak ada darah.
Pasien tidak memiliki gangguan buang air besar. Demam disangkal oleh pasien. Pasien belum
pernah dirawat di RS sebelumnya dengan gejala yang serupa. Pasien menyangkal pernah
meminum obat rutin sebelumnya dari poli urologi. Pasien pernah mengalami hal serupa, 6
bulan SMRS, pasien mengaku tidak pergi ke dokter, dan hanya berobat sendiri menggunakan
obat herbal. Pasien mengaku merasa membaik, dan tidak mengeluhkan apa-apa lagi.Pasien
menyangkal adanya kebiasaan merokok atau pun minum alkohol. Pasien rutin berolahraga
namun sejak sakit sudahtidak pernah lagi berolahraga. Pasien sudah pensiun dari pekerjaan.
Pasien tidak mempunyai kebiasaan minum kopi secara rutin. Pemeriksaan fisis yang
dilakukan yang signifikan ditemukan adanya nyeri tekan suprapubik, USG ginjal + buli
ditemukan kesan pembesaran prostat benign, menyokong suatu BPH, dan USG ginjal
bilateral saat ini masih tampak normal.
VI. DIAGNOSIS
Retensio urin ec Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Neurogenic bladder
Urolithiasis
VIII. TATALAKSANA
Pre-Operasi :
• Konsultasi dokter spesialis urologi (Rencana sistoskopi dan TURP) – Transuretrhal
Resection
of the Prostate
• Konsultasi dokter spesialis anestesi
• Infus RL 20 tpm
• Puasa 8 jam pre-op
Operasi :
• Diagnosis pra-bedah : Retensi urin ec BPH
• Diagnosis pasca bedah : -BPH
-Retensio urin
• operasi : sistoskopi danTUR-P
Pasca-operasi :
• Bedrest total, tidak boleh bangun, tidur selama 24 jam
• Diet biasa
• Profenid supp 3x1 supp
• Inj. Cefotaxim 2x1 gr
• Cek Hb post op
• Awasi kelancaran drip
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien berusia 62 tahun, laki-laki, datang dengan keluhan sulit berkemih sejak
1minggu SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri juga sejak 1 hari yang lalu pada perut
bagian bawah, terasa begah dan kencang. Pasien mengaku harus mengedan saat buang
air kecil, namun setelah itu pun rasanya tidak tuntas dan tidak puas. Frekuensi BAK
juga lebih sering, malam terbangun hingga 4-5 kali, namun terkadang tidak tertahan
juga, sehingga pasien menggunakan pampers. Urin berwarna kuning, bening, bukan
seperti teh/berpasir/benda lain,
Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) adalah gejala yang disebabkan olehobstruksi
maupun gejala iritasi pada saluran kemih. Gejala obstruksi meliputi weak stream – pancaran
berkurang, hesitancy – sulit memulai dan intermittency – pancaran urin yang tidak kontinu.
Gejala LUTS yang meliputi kantung kemih akan menimbulkan gejala tambahan yaitu
urgency – rasa darurat untuk berkemih; dengan atau tanpa incontinence, frequency dan
nocturia. Frekuensi adalah peningkatan jumlah berkemih hingga >8 kali sehari. Nokturia
adalah berkemih lebih dari satu kali pada malam hari. Inkontinensia adalah keluarnya air
kemih tanpa bisa ditahan atau secara involunter. Pasien ini mengalami nocturia, urgency,
incontinence, frequency, disertai dengan gejala-gejala obstruktif tersebut.
Berdasarkan usia dan jenis kelamin, dapat diarahkan diagnosis ke arah BPH
(benignprostate hyperplasia). Benign Prostate Hyperplasia (BPH) adalah penyakit prostat
jinak akibat hiperplasia dan hipertrofi stroma fibromuskuler dan elemen kelenjar pada zona
transisi prostat. 70% pria usia 60-69 tahun di Amerika Serikat dan 80% pada pria diatas 70
tahun. International Prostate Symptom Score (IPSS) adalah sebuah skoring yang digunakan
untuk menilai diagnosis BPH, dan untuk menentukan apakah perlu untuk dioperasi atau tidak
berdasarkan kualitas hidupnya. IPSS terlampir pada Gambar 1.
Pada pasien dengan BPH, pada pemeriksaan fisis biasanya dapat ditemukan nyeri
tekan suprapubik yang disebabkan oleh penuhnya kantong kemih – full blast. Colok dubur
juga dilakukan, untuk menilai dan merasakan pembesaran prostat yang ada di jam 12. Harus
juga diingat pemeriksaan reflek bulbokavernosis untuk menilai apakah fungsi syaraf masih
baik. Penting untuk diingat bahwa pasien dengan BPH harus diperiksa hal tersebut, karena
untuk menentukan prognosis dan diagnosis banding dengan neurogenic bladder, yang
memiliki gejala yang mirip dengan BPH.
Apabila BPH disertai dengan neurogenic bladder, harus diedukasi kepada pasien
bahwa setelah dioperasi pun, pasien akan masih tetapmerasakan inkontinensia / frekuensi
karena sudah tidak sempurnanya kerja dari syarafnya – mengarah ke prognosis yang lebih
buruk. Secara keseluruhan, diagnosis BPH dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, disertai dengan penunjang pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan.
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah foto polos BNO disertai dengan
USG transabdominal. Foto polos abdomen dapat membantu mengeksklusi batu ginjal yang
radiopaque, pembesaran ginjal maupun adanya lesi metastasis. Pada IVP dapat dilakukan
penilaian terhadap fungsi renal, hidronefrosis maupun hydroureter, filling defect pada vesika.
USG transabdominal dapat mendeteksi pembesaran dan volume prostat, hidronefrosis
maupun kerusakan ginjal lainnya. Ukuran normal prostat adalah 24 – 38 cc volumenya pada
pria usia 50-80 tahun, dengan konsentrasi PSA dari 1.1 hingga 2.5 ng/ml. Namun, pada
sebuah penelitian, ditemukan untuk penggunaan IPSS, ukuran prostat tidak telralu memiliki
impak terhadap peningkatan skor IPSS.
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan urin
dipstick. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah PSA (Prostate Specific Antigen),
untuk menentukan apakah ada keperluan untuk biopsy mengarah ke ganas atau tidak. Dipstik
dapat dilakukan namun tidak menambah diagnosis.
Pemeriksaan patologianatomi setelah operasi dapat membantu menegakkan diagnosis
lebih lanjut lagi. Terapi definitive dari BPH adalah dilakukan operasi reseksi, yang biasanya
disebut sebagai TUR-P (Transuretrhal resection of the Prostate) – yang berfungsi untuk
menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat, dengan harapan menghilangkan obstruksi
yang ditimbulkan, dengan mengunakan resektoskop dan elektrokauter.
Ada terapi invasive yang lebih minimal disebut sebagai TUIP (Transurethral incision
of the Prostate) – untuk pasien yang memiliki ukuran prostat yang lebih kecil. TULIP
(transurethral laser induced prostatectomy) dilakukan dengan bantuan USG, dan
mengugnakan laser. Pada pasien ini dilakukan terapi definitive operatif deng TURP,
dikarenakan dari pemeriksaan USG didapatkan besar prostat 75gram, adalah indikasi
untuk dilakukan tindakan operatif
Pengobatan dengan obat dapat diberikan alpha adrenergic blocker ataupun konservatif
(watchful waiting), biasanya dapat dilakukan pada pasien dengan hasil IPSS <7. Untuk pasien
dengan 5-alpha reduktase inhibitors (Avodart) dapat diberikan pada pasien dalam usaha
untuk menghentikan pembesaran prostat. Jika penilaian IPSS sedang (8-19), dapat disarankan
pemeriksaan penunjang berupa uroflometri, volume residual urin, atauUSG.
Setelah itu dapat didiskusikan dengan pasien apakah pasien mau dioperasi atau
konservatif, dan sebagai dokter umum, dapat melakukan tindakan rujuk ke dokter spesialis
urologi. Algoritme diagnosis dan tatalaksana dapat dilihat pada Figur 1. Prognosis untuk
pasien BPH tanpa kemungkinan adanya keganasan sangat baik. Lebih dari 90% mengalami
perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang dialaminya. Namun, dari sebuah
penelitian, ditemukan sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5
tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1
1. Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak. Indonesia: Ikatan Ahli
2. Wein, A., Kavoussi, L., Partin, A. and Peters, C..U r o l o g y . 11th ed. 2016.
Pennsylvania:Elsevier
3. Berges R, Oike M. Age-stratified normal values for prostate volume, PSA, maximum
urinary flow rate, IPSS, and other LUTS/BPH indicators in the German male community
dwelling population aged 50 years or older. World J Urol. 2011 Apr;29(2):171-8. doi:
10.1007/s00345-010-0638-z.
4. Kapoor, A. Benign prostatic hyperplasia (BPH) management in the primary care setting. T
h e C a n a d i a n J o u r n a l o f U r o l o g y , 2012. 19, p.10-17
5. Goldman, Lee & Andrew I. Schafer. Goldman’s Cecil Medicine 24th edition. 2012
Philadelphia: Isevier Saunders.
6. Shi-Jun Zhang, Hai-Ning Qian, Yan Zhao, Kai Sun, Hui-Qing Wang, et al. Relationship
between age and prostate size Asian J Androl. 2013 Jan; 15(1): 116 – 120.
Tryckpoolen AB
8. Parsons, J.K. Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract
Symptoms:Epidemiology and Risk Factors. Curl Bladder Dysfunct Rep. 2010. 5:212-218
10. Roy, Himans. Short Textbook of Surgery. 2011. New Delhi: Jaypee Brothers
MedicalPublisher.