Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga
mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria
mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan
tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-
79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-
perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada
perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan
makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih
dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang
paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
operasi.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar
aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4
cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.3

Gambar 1. Anatomi Prostat

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen
dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan
kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan
sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan
keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya
satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.
3

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Batas-batas prostat3
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan
dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan
posterior os pubis dan ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior
ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier).
Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus
perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus
bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada
pinggir lateral orificium utriculus prostaticus
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior

5 zona pada kelenjar prostat: 3


a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Peripheral zone

Transition zone

Urethra

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional

d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjarperiuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benignprostatic
hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.

Aliran darah prostat


Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan
arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan
berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh
vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena
mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam
stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama
dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari
pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat
persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel
ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin
terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama
seperti dinding pembuluh darah. 3

2. Fisiologi Kelenjar Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang
bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret
prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga
menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32%
dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikandengan pemberian Stilbestrol. 3

3. Definisi Hiperplasia Prostat Jinak


BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya
timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4
Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar

4. Etiologi Hiperplasia Prostat Jinak


Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara
estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)
Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5

Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat
oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan
sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal. 5

Ketidakseimbangan antara estrogen –testosterone


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan
ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 5

Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5

5. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak


Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70
tahun, akan menjadi 90%.4

6. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak


Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat
↓ ↓
Buli-buli: Ginjal dan ureter:
 Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
 Trabekulasi Hidroureter
 Selula Hidronefrosis
 Divertikel buli-buli Gagal ginjal

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasi

Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih


7. Gambaran klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi
Obstruksi Iritasi
 Hesitansi  Frekuensi
 Pancaran miksi lemah  Nokturi
 Intermitensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  Disuria
 Menetes setelah miksi
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk


mengeluarkan urine.Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi
prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
(golongan antikolinergik atau adrenergic α)
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor
ringan (0-7), sedang (8-19), berat (≥ 20)
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan Tidak Hampir


<20% <50% 50% >50%
terakhir sekali selalu

a. Adakah anda merasa


buli-buli tidak kosong 0 1 2 3 4 5
setelah berkemih

b. Berapa kali anda


berkemih lagi dalam 0 1 2 3 4 5
waktu 2 menit

c. Berapa kali terjadi arus


urin berhenti sewaktu 0 1 2 3 4 5
berkemih

d. Berapa kali anda tidak


dapat menahan untuk 0 1 2 3 4 5
berkemih

e. Beraapa kali terjadi arus


lemah sewaktu memulai 0 1 2 3 4 5
kencing

f. Berapa keli terjadi


bangun tidur anda
0 1 2 3 4 5
kesulitan memulai untuk
berkemih
g. Berapa kali anda
bangun untuk berkemih di 0 1 2 3 4 5
malam hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5


Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis)

8. Pemeriksaan fisik5,6,7:
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan
batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi
prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran
lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah
terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.
Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)

9. Diagnosa banding 8
Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
 Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal
 Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
 Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi
 Divertikulum buli
 Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
 Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
 Kanker prostat Gejala obstruksi
 Striktur uretra
 Kontraktur/striktur buli
Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia

10. Pemeriksaan laboratorium 5,7,9:


a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran
kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien
yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
11. Pemeriksaan Patologi Anatomi 9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun
kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

12. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:


a. Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang
merupakan tanda suatu retensi urine
b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5,7,10
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam
rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara
merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan
apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume
prostat, caranya antara lain :
 Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal
diukur dari dasar sampai puncak.
 Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar
(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x L).
c. Sistoskopi 7,11
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di
dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis
sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa
dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d. Ultrasonografi trans abdominal 10,11


 Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian
dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi
hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan
hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”.
 USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


e.Sistografi buli11

Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia

13. Pemeriksaan lain5,12 :


Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
 Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi
 Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran
yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang
dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.Post-void residualmengukur jumlah air
seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50
mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran
100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk
buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan :

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.

14. Komplikasi 13
 Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
 Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
 Infeksi traktus urinaria
 Batu buli
 Hematuri
 Inkontinensia-urgensi
 Hidroureter
 Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

15. Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi
dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal


Watchful Penghambat Prostatektomi terbuka  TUMT
waiting adrenergik α  TUBD
Penghambat Endourologi  Stent uretra
reduktese α  TUNA
Fisioterapi 1. TURP
Hormonal 2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5

Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala Retensi urinaria+gejala yang


AUA berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Gejala ringan Gejala sedang Batu buli
(AUA≤7)/ Infeksi saluran urinaria
tdk ada /berat berulang
gejala Tes(AUA≥8)
diagnostic Insufisiensi renal
Uroflow
Residu urin postvoid Operasi

Pilihan terapi

Terapi non-invasif Terapi invasif

Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi minimal invasif Operasi


Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia1
Penatalaksanaan Nilai indeks gejala BPH Efek samping
Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
5 alpha-reductase inhibitors Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave heat Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-10-
16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Operasi
TURP, laser & operasi Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
sejenis Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia15

a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi
namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
 Penghambat reseptor adrenergik α
 Penghambat 5 α reduktase
 Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5,11
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efeksamping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin
(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau
doxazosin(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan
mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada
ukuran prostat.
Detrusor

Trigon
e
Internal
Sphincter

Pelvic Floor

External
Sphincter

Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)


2) Penghambat 5 α reduktase 5,13
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari
6 sampai 12 bulan.

OH OH

5 -reductase type 1 and 2

O O
NADPH NADP H
Testosterone Dihydrotestosterone

Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 α reduktase

Contoh obat penghambat 5 α reduktase berdasarkan tipenya :


 Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
 Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

3) Fitofarmaka5
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala
akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif
yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui
dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism
prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil
volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

c. Terapi Invasif Minimal


Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang
menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan
prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy
transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk
memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah
sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat
jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi
atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi
mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar 16. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA
memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region
prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas.
Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal


3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk
menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung
beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di
tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan
memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah
yang tepat prostat.Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi.
Jaringan yang hancur keluar melalui urin

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air

4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat.Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatika.Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang
tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan.Stent yang permanen terbuat dari
anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium.Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,
perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent


d. Bedah
1) Operasi transurethral.
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan.Setelah memberikan anestesi,
ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90
persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang
disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang
sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan
cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades .kerugian dari aquades adalah sifatnya
yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan
hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP.
Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat
dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak
dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP
operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan
haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu.Potongan-potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada
akhir operasi.Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka
dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek.Salah satu efek samping yang
mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang.Dalam kondisi ini,
semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar
uretra.
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra
Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

Gambar. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat.Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang
tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya
masih muda.

Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

2) Open surgery.5,12
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan.Open surgery
sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada
komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.Prostateksomi
terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau
retropubik infravesikal (Millin).Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn
(3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-
buli (305%).Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser 5, 7,11


Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu
yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit
komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah
yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui
uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan
beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik.Energi laser
menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat


a) Interstitial laser coagulation.Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser
interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk
menghancurkannya.

Gambar 23.Interstitial laser coagulation


b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan
mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat
operasi.Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu
besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 24.Potoselectif vaporisasi prostat


e. Kontrol berkala 5

 Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
 Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
 Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
 Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
 Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. YA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Tempat/tanggal lahir : Jayapura 15 Agustus 1958
Bangsa/Suku : papua
Agama : KP
Pekerjaan : swasta
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Dok V yapis
No. MR : 193104
Masuk Rumah Sakit : 14/5/2019

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sulit buang air kecil sejak 2 minggu SMRS, dan tidak bisa bergerak
dirumah selama 1 hari karena nyeri.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil (BAK) sejak 2
minggu SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri juga sejak 1 hari yang lalu pada perut bagian
bawah, dan rasa begah dan kencang yang pasien simpulkan karena air kencing yang
terkumpul yang tidak dapat dikeluarkan. Pasien mengaku harus mengedan saat buang air
kecil, namun setelah itu pun rasanya tidak tuntas dan tidak puas. Pasien mengaku lebih sering
BAK, di malam hari bisa terbangun sebanyak 4-5 kali untuk buang air kecil, namun
terkadang juga tidak tertahankan, sehingga pasien menggunakan pampers. Warna air seni
dikatakan biasa, bening kekuningan, tidak seperti teh maupun berpasirataupun benda lainnya.
Tidak ada darah. Pasien tidak memiliki gangguan buang air besar. Demam disangkal oleh
pasien. Pasien belum pernah dirawat di RS sebelumnya dengan gejala yang serupa. Pasien
menyangkal pernah meminum obat rutin sebelumnya dari poli urologi.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal serupa, 6 bulan SMRS, pasien mengaku tidak pergi ke
dokter, dan hanya berobat sendiri menggunakan obat herbal. Pasien mengakumerasa
membaik, dan tidak mengeluhkan apa-apa lagi. Pasien menyangkal adanya hipertensi,
diabetes melitus, maupun penyakit kronis lainnya. Pasien menyangkal pernah masuk ke
rumah sakit sebelumnya.

D. Riwayat Pengobatan
Pasien menyangkal meminum obat rutin apapun sebelumnya.

E. Riwayat Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit serupa yang diderita keluarga.
Diabetes melitus dan hipertensi juga disangkal oleh pasien.

F. Riwayat Sosial/Kebiasaan/Pola Hidup


Pasien menyangkal adanya kebiasaan merokok atau pun minum alkohol. Pasien
rutin berolahraga namun sejak sakit sudah tidak pernah lagi berolahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 170 cm

B. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.4ºC

C. Status Generalisata
Kepala : Normocephalik, benjolan ( -), deformitas (-), rambut hitam, tersebar merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Edema palpebral (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
2mm/2mm, gerakan bola mata dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru
I : Pergerakkan dada simetris
P : Tactile fremitus simetris, chest expansion simetris
P : Sonor (+/+)
A : Vesikular (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba
P : Batas jantung dalam batas normal
A : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Distensi (-), bekas luka operasi (-)
P : Timpani pada seluruh regio abdomen, ketok CVA (-/-), shifting dullness (-)
P : Nyeri tekan (+) suprapubik, massa (-), ballotement (-/-), skin turgor baik
A : Bising usus (+) dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

D. Status Urologi
Regio Costovertebral
Dextra et Sinistra
CVA (-\-)
Massa (-\-)
Nyeri Ketok (-\-)
Jejas (-\-)
Regio Symphisis Pubis
- Inspeksi : Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan, bekas luka operasi (-), bulging (-),
hematoma (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), defans muskular (-), massa (-), buli-buli tidak
teraba (terpasang kateter) → post operasi
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Rectal Touche (RT) → sebelum operasi
Tonus spinchter ani kuat
Mukosa licin, permukaan rata tidak berbenjol-benjol, Teraba massa arah jam 11-1,
konsistensi kenyal padat, batas tegas, permukaan rata licin, sulcus medianus teraba, simetris,
nodul (-), polus superior tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ampula recti baik
Handscoon: darah (-), lendir (-), feses (-)
Regio Genitalia Externa
Penis : tampak ostium urethra eksterna di ujung penis, massa tumor (-),
hematoma (-), perdarahan aktif (-), kateter (+)
Skrotum : massa tumor (-), hematoma (-), edema (-)
Testis : teraba dua buah, kanan dan kiri, konsistensi kenyal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 14-5-2019
Hematologi Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin / Hb 13.6 g/dl
Hematokrit / Ht 40.3 %
Leukosit 9.72 rb/ul
Trombosit 159 rb/ul
Glukosa Sewaktu Satuan Nilai Rujukan
Glukosa Sewaktu 206 mg/dl <200
Ureum Darah Satuan Nilai Rujukan
Ureum Darah 11.3mg/dl
Kreatinin Darah Satuan Nilai Rujukan
Kreatinin Darah 0.98 (Hm)g /dl
Masa Pembekuan / CT Satuan Nilai Rujukan
Masa Pembekuan /
CT : 11.7
Masa Perdarahan / BT Satuan Nilai Rujukan
Masa Perdarahan / BT 26.7
B. Radiologi
.
Pada pemeriksaan USG ginjal buli didapatkan hal-hal sebagai berikut: (11/08/2015)
• Ginjal kanan : Bentuk, letak, ukuran dan echo baik. Echo difrensiasi cortexmedulla baik.
Tidak tampak dilatasi pelviokalises, echo batu maupun massa.
•Ginjal kiri : Bentuk, letak, ukuran dan echo baik. Echo difrensiasi cortexmedulla baik. Tidak
tampak dilatasi pelviokalises, echo batu maupun massa.
• Buli-buli : terpasang kateter, tidak terisi penuh, tidak tampak echo batu maupun massa.
• Prostat: ukuran sedikit membesar (vol 75 cm3), parenkim homogen tanpa kalsifikasi.
Kesan: Pembesaran prostat benign, menyokong suatu BPH.
USG ginjal bilateral saat ini masih tampak normal.

V. RESUME
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil (BAK) sejak 2 minggu
SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri juga sejak 1hari yang lalu pada perut bagian bawah, dan
rasa begah dan kencang yang pasien simpulkan karena air seni yang terkumpul yang tidak
dapat dikeluarkan. Pasien mengaku harus mengedan saat buang air kecil, namun setelah itu
pun rasanya tidak tuntas dan tidak puas. Pasien mengaku lebih sering BAK, di malam hari
bisa terbangun sebanyak 4-5 kali untuk buang air kecil, namun terkadang juga tidak
tertahankan, sehingga pasien menggunakan pampers. Warna air seni dikatakan biasa, bening
kekuningan, tidak seperti teh maupun berpasir ataupun benda lainnya. Tidak ada darah.
Pasien tidak memiliki gangguan buang air besar. Demam disangkal oleh pasien. Pasien belum
pernah dirawat di RS sebelumnya dengan gejala yang serupa. Pasien menyangkal pernah
meminum obat rutin sebelumnya dari poli urologi. Pasien pernah mengalami hal serupa, 6
bulan SMRS, pasien mengaku tidak pergi ke dokter, dan hanya berobat sendiri menggunakan
obat herbal. Pasien mengaku merasa membaik, dan tidak mengeluhkan apa-apa lagi.Pasien
menyangkal adanya kebiasaan merokok atau pun minum alkohol. Pasien rutin berolahraga
namun sejak sakit sudahtidak pernah lagi berolahraga. Pasien sudah pensiun dari pekerjaan.
Pasien tidak mempunyai kebiasaan minum kopi secara rutin. Pemeriksaan fisis yang
dilakukan yang signifikan ditemukan adanya nyeri tekan suprapubik, USG ginjal + buli
ditemukan kesan pembesaran prostat benign, menyokong suatu BPH, dan USG ginjal
bilateral saat ini masih tampak normal.
VI. DIAGNOSIS
Retensio urin ec Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Neurogenic bladder
Urolithiasis

VIII. TATALAKSANA
Pre-Operasi :
• Konsultasi dokter spesialis urologi (Rencana sistoskopi dan TURP) – Transuretrhal
Resection
of the Prostate
• Konsultasi dokter spesialis anestesi
• Infus RL 20 tpm
• Puasa 8 jam pre-op
Operasi :
• Diagnosis pra-bedah : Retensi urin ec BPH
• Diagnosis pasca bedah : -BPH
-Retensio urin
• operasi : sistoskopi danTUR-P
Pasca-operasi :
• Bedrest total, tidak boleh bangun, tidur selama 24 jam
• Diet biasa
• Profenid supp 3x1 supp
• Inj. Cefotaxim 2x1 gr
• Cek Hb post op
• Awasi kelancaran drip

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien berusia 62 tahun, laki-laki, datang dengan keluhan sulit berkemih sejak
1minggu SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri juga sejak 1 hari yang lalu pada perut
bagian bawah, terasa begah dan kencang. Pasien mengaku harus mengedan saat buang
air kecil, namun setelah itu pun rasanya tidak tuntas dan tidak puas. Frekuensi BAK
juga lebih sering, malam terbangun hingga 4-5 kali, namun terkadang tidak tertahan
juga, sehingga pasien menggunakan pampers. Urin berwarna kuning, bening, bukan
seperti teh/berpasir/benda lain,
Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) adalah gejala yang disebabkan olehobstruksi
maupun gejala iritasi pada saluran kemih. Gejala obstruksi meliputi weak stream – pancaran
berkurang, hesitancy – sulit memulai dan intermittency – pancaran urin yang tidak kontinu.
Gejala LUTS yang meliputi kantung kemih akan menimbulkan gejala tambahan yaitu
urgency – rasa darurat untuk berkemih; dengan atau tanpa incontinence, frequency dan
nocturia. Frekuensi adalah peningkatan jumlah berkemih hingga >8 kali sehari. Nokturia
adalah berkemih lebih dari satu kali pada malam hari. Inkontinensia adalah keluarnya air
kemih tanpa bisa ditahan atau secara involunter. Pasien ini mengalami nocturia, urgency,
incontinence, frequency, disertai dengan gejala-gejala obstruktif tersebut.
Berdasarkan usia dan jenis kelamin, dapat diarahkan diagnosis ke arah BPH
(benignprostate hyperplasia). Benign Prostate Hyperplasia (BPH) adalah penyakit prostat
jinak akibat hiperplasia dan hipertrofi stroma fibromuskuler dan elemen kelenjar pada zona
transisi prostat. 70% pria usia 60-69 tahun di Amerika Serikat dan 80% pada pria diatas 70
tahun. International Prostate Symptom Score (IPSS) adalah sebuah skoring yang digunakan
untuk menilai diagnosis BPH, dan untuk menentukan apakah perlu untuk dioperasi atau tidak
berdasarkan kualitas hidupnya. IPSS terlampir pada Gambar 1.
Pada pasien dengan BPH, pada pemeriksaan fisis biasanya dapat ditemukan nyeri
tekan suprapubik yang disebabkan oleh penuhnya kantong kemih – full blast. Colok dubur
juga dilakukan, untuk menilai dan merasakan pembesaran prostat yang ada di jam 12. Harus
juga diingat pemeriksaan reflek bulbokavernosis untuk menilai apakah fungsi syaraf masih
baik. Penting untuk diingat bahwa pasien dengan BPH harus diperiksa hal tersebut, karena
untuk menentukan prognosis dan diagnosis banding dengan neurogenic bladder, yang
memiliki gejala yang mirip dengan BPH.
Apabila BPH disertai dengan neurogenic bladder, harus diedukasi kepada pasien
bahwa setelah dioperasi pun, pasien akan masih tetapmerasakan inkontinensia / frekuensi
karena sudah tidak sempurnanya kerja dari syarafnya – mengarah ke prognosis yang lebih
buruk. Secara keseluruhan, diagnosis BPH dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, disertai dengan penunjang pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan.
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah foto polos BNO disertai dengan
USG transabdominal. Foto polos abdomen dapat membantu mengeksklusi batu ginjal yang
radiopaque, pembesaran ginjal maupun adanya lesi metastasis. Pada IVP dapat dilakukan
penilaian terhadap fungsi renal, hidronefrosis maupun hydroureter, filling defect pada vesika.
USG transabdominal dapat mendeteksi pembesaran dan volume prostat, hidronefrosis
maupun kerusakan ginjal lainnya. Ukuran normal prostat adalah 24 – 38 cc volumenya pada
pria usia 50-80 tahun, dengan konsentrasi PSA dari 1.1 hingga 2.5 ng/ml. Namun, pada
sebuah penelitian, ditemukan untuk penggunaan IPSS, ukuran prostat tidak telralu memiliki
impak terhadap peningkatan skor IPSS.
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan urin
dipstick. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah PSA (Prostate Specific Antigen),
untuk menentukan apakah ada keperluan untuk biopsy mengarah ke ganas atau tidak. Dipstik
dapat dilakukan namun tidak menambah diagnosis.
Pemeriksaan patologianatomi setelah operasi dapat membantu menegakkan diagnosis
lebih lanjut lagi. Terapi definitive dari BPH adalah dilakukan operasi reseksi, yang biasanya
disebut sebagai TUR-P (Transuretrhal resection of the Prostate) – yang berfungsi untuk
menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat, dengan harapan menghilangkan obstruksi
yang ditimbulkan, dengan mengunakan resektoskop dan elektrokauter.
Ada terapi invasive yang lebih minimal disebut sebagai TUIP (Transurethral incision
of the Prostate) – untuk pasien yang memiliki ukuran prostat yang lebih kecil. TULIP
(transurethral laser induced prostatectomy) dilakukan dengan bantuan USG, dan
mengugnakan laser. Pada pasien ini dilakukan terapi definitive operatif deng TURP,
dikarenakan dari pemeriksaan USG didapatkan besar prostat 75gram, adalah indikasi
untuk dilakukan tindakan operatif
Pengobatan dengan obat dapat diberikan alpha adrenergic blocker ataupun konservatif
(watchful waiting), biasanya dapat dilakukan pada pasien dengan hasil IPSS <7. Untuk pasien
dengan 5-alpha reduktase inhibitors (Avodart) dapat diberikan pada pasien dalam usaha
untuk menghentikan pembesaran prostat. Jika penilaian IPSS sedang (8-19), dapat disarankan
pemeriksaan penunjang berupa uroflometri, volume residual urin, atauUSG.
Setelah itu dapat didiskusikan dengan pasien apakah pasien mau dioperasi atau
konservatif, dan sebagai dokter umum, dapat melakukan tindakan rujuk ke dokter spesialis
urologi. Algoritme diagnosis dan tatalaksana dapat dilihat pada Figur 1. Prognosis untuk
pasien BPH tanpa kemungkinan adanya keganasan sangat baik. Lebih dari 90% mengalami
perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang dialaminya. Namun, dari sebuah
penelitian, ditemukan sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5
tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1
1. Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak. Indonesia: Ikatan Ahli

Urologi Indonesia. 2015.

2. Wein, A., Kavoussi, L., Partin, A. and Peters, C..U r o l o g y . 11th ed. 2016.
Pennsylvania:Elsevier

3. Berges R, Oike M. Age-stratified normal values for prostate volume, PSA, maximum

urinary flow rate, IPSS, and other LUTS/BPH indicators in the German male community

dwelling population aged 50 years or older. World J Urol. 2011 Apr;29(2):171-8. doi:

10.1007/s00345-010-0638-z.

4. Kapoor, A. Benign prostatic hyperplasia (BPH) management in the primary care setting. T
h e C a n a d i a n J o u r n a l o f U r o l o g y , 2012. 19, p.10-17

5. Goldman, Lee & Andrew I. Schafer. Goldman’s Cecil Medicine 24th edition. 2012
Philadelphia: Isevier Saunders.

6. Shi-Jun Zhang, Hai-Ning Qian, Yan Zhao, Kai Sun, Hui-Qing Wang, et al. Relationship
between age and prostate size Asian J Androl. 2013 Jan; 15(1): 116 – 120.

7. Karin Dillner.. Molecular Characterization of Prostate Hyperplasia in ProlactinTransgenic


Mice. Dep of Phys and Pharm Sahlgrenska Academy. 2003. Swedia: Svenska

Tryckpoolen AB

8. Parsons, J.K. Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract
Symptoms:Epidemiology and Risk Factors. Curl Bladder Dysfunct Rep. 2010. 5:212-218

9. Purnomo, B.P. Buku-buku Kuliah Dasar Urologi. 2000. Jakarta: CV.

10. Roy, Himans. Short Textbook of Surgery. 2011. New Delhi: Jaypee Brothers
MedicalPublisher.

11. Mahummad A., 2008., Benigna Prostate Hiperplasia., http://ababar.blogspot


.com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html., 15 mei 2019
12. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi., Edisi ke – 2.
Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85
13. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta : EGC, 2004. pp.
782-786

Anda mungkin juga menyukai