Anda di halaman 1dari 3

WAJAH (ORANG LAIN)

Wajah bukan hanya sebatas bagian tubuh fisik. Wajah lebih dari itu. Ketika seorang
polisi mencari seorang pelaku kejahatan, biasanya akan ditempel foto wajah pelaku tersebut.
Jadi, yang ditempel itu bukan foto kaki, tangan atau perut pelaku, tapi wajahnya. Pada kartu
identitas, foto yang dipasang adalah foto wajah, bukan bagian tubuh yang lain. Bila kita
merindukan seseorang yang kita kasihi atau cintai, bagian tubuh yang kita bayangkan
pertama tidak lain dan tidak bukan adalah wajah. Kita bisa ikut bersedih atau bahagia
bersama seorang sahabat, pertama-tama karena melihat wajahnya yang sedang bersedih atau
bahagia. Wajah merupakan cara manusia menampakkan keseluruhan dirinya atau dengan
kata lain melalui wajahlah, keseluruhan diri kita menampakkan diri atau dapat dijelaskan.
Entah sadar atau tidak, dalam keadaan normal wajah merupakan bagian tubuh yang
selalu telanjang, tidak terlindungi. Kita bisa memakai baju dan celana, sepatu, kaos tangan
untuk menutupi tubuh kita, tapi wajah selalu dalam keadaan telanjang. Bahkan, bila
menggunakan hijab sekalipun wajah selalu terlihat. Ketelanjangan wajah inilah yang
membuat wajah rentan untuk dilecehkan atau terluka. Mungkin karena wajah itu rentan untuk
dilecehkan atau terluka, maka jaman sekarang orang berlomba-lomba “mempermak”
wajahnya dengan berbagai macam cara agar dapat terlihat cantik dan menarik. Jerawat atau
sedikit luka gores pada wajah bagi banyak orang merupakan malapetaka yang harus
dihindari, karena ini menyangkut seluruh eksistensi diri yang selalu berhubungan dengan
segala sesuatu di luar dirinya. Luka di wajah akan melukai seluruh eksistensi diri.
Bandingkan dua contoh pengalaman fiktif ini. Pengalaman pertama, di suatu waktu,
anda sedang makan makanan yang sangat enak, lalu tiba-tiba ada kucing yang datang dan
memakan makanan anda ketika anda lagi lengah. Melihat hal itu, anda marah dan langsung
memukul kucing itu. Pengalaman kedua, anda pun sedang makan makanan yang sangat enak,
ketika tiba-tiba teman anda datang dan memakan makanan anda saat anda “kebelet” buang air
besar di WC. Saat kembali, anda melihat makanan anda sudah habis. Anda begitu marah,
dan langsung memarahi dan memukul teman anda itu.
Dari dua pengalaman fiktif ini, mana kira-kira pengalaman yang akan membuat anda
merasa tersiksa dan bersalah? Saya yakin pengalaman kedua akan membuat anda merasa
begitu tersiksa dan bersalah. Beberapa saat setelah memukul teman anda, mungkin anda akan
membayangkan wajah teman anda yang terlihat kesakitan setelah dipukul oleh anda. Lalu,
perlahan-lahan anda mulai merasa tersiksa dan bersalah karena telah memukul teman anda.
Anda melihat, seolah-olah bayangan wajah teman anda memanggil-manggil anda dan
meminta pertanggung jawaban atas apa yang telah anda perbuat terhadapnya. Tidak seperti
wajah kucing atau binatang lainnya, wajah orang lain selalu membuat anda terusik dari
kenyamanan anda. Wajah orang lain, walaupun telanjang, tidak terlindungi, tapi tidak bisa
ditaklukan secara semena-mena karena ia akan selalu meminta pertanggung jawaban dan
membuat kita terusik, tersiksa dan merasa bersalah.
Selain itu, wajah orang lain juga mengajarkan sesuatu pada kita. Wajah orang lain
seperti guru yang mengajarkan pada kita tentang berbagai hal seperti kebaikan dan
penghargaan kepada martabat dan harga diri orang lain. Contoh kedua tadi memperlihatkan
dengan jelas bahwa wajah orang lain (sahabat) mengajarkan pentingnya persahabatan tanpa
melakukan kekerasan-kekerasan yang dapat merusak hubungan persahabatan tersebut.
Wajah orang lain juga memancarkan sesuatu yang bersifat ilahi. Pancaran sifat ilahi
itu terejawantahkan lewat kekuatan wajah itu yang mampu membuat kita terusik dari
kenyamanan, meminta pertanggung jawaban kita, membuat kita merasa tersiksa dan bersalah
dan menjadi guru yang mengajarkan sesuatu kepada kita. Kita seolah-olah menerima wahyu
yang datangnya dari pancaran sifat ilahi wajah orang lain yang mampu meluluhkan seluruh
ego kita dan berusaha memperbaiki hubungan kita dengan orang lain yang telah rusak. Maka,
ada benarnya ungkapan yang mengatakan “saat kita bisa memaafkan orang lain, saat itulah
kita sudah bisa melihat wajah Allah dalam diri orang lain”.
Tulisan ini ditutup dengan sebuah cerita; seorang guru spiritual bertanya kepada
murid-muridnya bagaimana mereka bisa membedakan kapan malam telah berakhir dan hari
baru telah dimulai. Seorang murid menjawab: “kita bisa membedakan hal itu ketika kita
melihat seekor binatang dari kejauhan dan dapat membedakan apakah binatang itu seekor
sapi atau kuda”. “Bukan”, kata sang guru. Murid lain menjawab: “kita bisa membedakan hal
itu ketika kita melihat pohon dari kejauhan dan dapat membedakan apakah itu pohon mangga
atau pohon alpukat”. “Salah lagi”, kata sang guru. “Kalau begitu apa jawabannya?”, tanya
murid-muridnya. Sang guru menjawab: “kalian bisa membedakannya ketika kalian menatap
wajah setiap laki-laki dan mengenalnya sebagai saudaramu; ketika kalian menatap wajah
setiap perempuan dan mengenalinya sebagai saudarimu. Kalau kalian tidak dapat melakukan
itu, entah hari menunjukkan pukul berapa menurut perhitungan matahari, hari masih tetaplah
malam”

Anda mungkin juga menyukai