Anda di halaman 1dari 38

ANEMIA

Definisi
Anemia didefinisikan sebagai pengurangan volume sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin (Hb) di bawah kisaran nilai yang terjadi pada orang sehat. Pada tabel 1
terlihat rata-rata dan kisaran nilai Hb dan hematokrit menurut kelompok umur anak
bergizi baik. Terdapat perbedaan rasial dalam tingkat hemoglobin. Anak berkulit
hitam memiliki kadar hemoglobin 0,5 g/dL lebih rendah dibandingkan dengan anak
berkulit putih dan anak ras Asia dalam umur dan status sosial ekonomi yang sama,
kemungkinan hal disebabkan oleh tingginya insiden α-talasemia pada anak berkulit
hitam.
Sebagai patokan untuk memastikan adanya anemia dapat dilihat dari 3
parameter yaitu kadar Hb, hematokrit/ pack cell volume (PCV) dan jumlah retikulosit.
Di klinik, kadar Hb dalam darah lebih sering digunakan karena selain lebih praktis,
kadar Hb lebih mencerminkan konsekuensi patofisiologis dari anemia sejalan dengan
fungsi utamanya sebagai pembawa oksigen. Kadar rata-rata dan kisaran kadar Hb,
hematokrit, dan retikulosit pada anak sehat dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 4. Kadar Hematologi Selama Masa Bayi dan Anak


Retikulosit
Hb (g/dL) Hematokrit (%) (%)
Umur
Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata
Darah tali
16,8 13,7-20,1 55 45-65
pusat 5.0
2 minggu
16,5 13,0-20,0 50 42-66
1.0
3 bulan
12,0 9,5-14,5 36 31-41
1.0
6 bulan – 6
tahun 12,0 10,5-14,0 37 33-42 1.0
7 -12 tahun
13,0 11,0-16,0 38 34-40
1.0
Sumber: Gleder B, Nelson textbook of pediatrics, 2007.
Anemia bukan entitas spesifik tapi, lebih kepada, hasil dari banyak proses
patologis yang mendasarinya. Ukuran sel darah merah berubah mengikuti usia; dan
sebelum anemia dapat dikarakterisasi secara khusus berkenaan dengan ukuran sel
darah merah, perubahan perkembangan normal dalam mean corpuscular volume
(MCV) mesti dipahami. Penting bagi dokter anak untuk mengenali variasi MCV pada
masa kanak-kanak, karena banyak laboratorium hanya menggunakan nilai normal
orang dewasa, yang mana sangat berbeda. Untuk setiap anak dengan anemia yang
signifikan, penting pula untuk memeriksa wujud dari sel darah merah pada apus darah
tepi. Ciri morfologi spesifik dapat menunjukkan diagnosis mendasar. Sebagai
tambahan, munculnya polikromatofilia, yang biasanya berhubungan dengan tingkat
retikulositosis, mengindikasikan bahwa sumsum mampu merespon kehilangan atau
hancurnya sel darah merah.

Etiologi dan Klasifikasi


Secara umum anemia dapat disebabkan kelainan herediter atau didapat, akibat
kegagalan produksi sel darah merah, perdarahan, atau peningkatan penghancuran sel
darah merah.
Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi (Lanzkowsky):
I. Kegagalan pembentukan eritrosit, karena :
A. Defisiensi :
1. Defisiensi besi
2. Defisiensi asam folat
3. Defisiensi vit. B12
B. Kegagalan sumsum tulang :
1. Kegagalan satu seri
2. Kegagalan semua seri (anemia aplastik)
3. Infiltrasi keganasan
C. Dishematopoetik
1. Infeksi
2. Gagal ginjal dan penyakit hati
3. Disseminated malignancy
4. Penyakit jaringan ikat
II. Perdarahan
III. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimpati : anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopati
c. Lain-lain

Kriteria

Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit


adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal
hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia,
kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.

Gejala Anemia

Gejala anemia dapat dibagi menjadi 3 golongan besar :

1. Gejala Umum anemia atau sindrom anemia

 Gejala umum anemia:

- Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ terget

serta akibat kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin

- Muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai

kadar tertentu (Hb berdasarkan usia)

Sindrom anemia ini terdiri dari :


a. Sistem kardiovaskuler

Lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja, angina pectoris, dan

gagal jantung kongestif.

b. Sistem saraf

Sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,

kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas

c. Sistem urogenital

Gangguan haid dan libido menurun

d. Epitel

Warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tupis

dan halus

1. Gejala khas masing-masing anemia

Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Contohnya:

- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan

kuku sendok (koilonychia).

- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin

B12.

- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, dan hepatomegali

- Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi

2. Gejala penyakit dasar yang menyebabkan anemia

Gejala yang timbul gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan

anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut


Pendekatan Diagnostik

Pendekatan diagnostic untuk penderita anemia yaitu berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnesis

Pada anamnesis ditanya mengenai durasi dan onset gejala, pekerjaan, riwayat

bepergian, riwayat obat-obatan, riwayat diet (gizi), perubahan dalam BAB,

menstruasi, demam, nyeri, kesemutan, perdarahan kulit, riwayat penyakit (penyakit

ginjal kronis, penyakit hati, infeksi kronis, endokrinopati, keganasan), anamnesis

mengenai lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan terhadap bahan kimia atau

fisik, serta riwayat penyakit keluarga juga ditanya untuk mengetahui apakah ada

faktor keturunan.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian khusus

diberikan pada :

a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti

jerami

b. Kuku : koilonychias (kuku sendok)

c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus

d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah

e. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali

3. Pemeriksaan laboratorium hematologi

a. Tes penyaring
1. Kadar hemoglobin

2. Leukosit

3. Trombosit

4. Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)

5. Retikulosit

6. Hapusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin

1. Laju endap darah

2. Hitung deferensial

3. Hitung retikulosit

c. Pemeriksaan sumsum tulang

d. Pemeriksaan atas indikasi khusus

1. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin

2. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12

3. Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb

4. Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia

5. Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis

4. Pemeriksaan laboratorium non hematologi

Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri.

5. Pemeriksaan penunjang lainnya

a. Biopsy kelenjar à PA

b. Radiologi : Foto Thoraks, bone survey, USG, CT-Scan


Alogaritme Pendekatan Diagnosis Anemia
Alogaritme Pendekatan Diagnosis pasien dengan Anemia hipokromik
mikrositer:
Alogaritme Pendekatan Diagnosis Anemia normokromik normositer:
Alogaritme Pendekatan Diagnosis Anemia makrositer:

Penatalaksanaan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien

anemia adalah :

1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah

ditegakkan terlebih dahulu.


2) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan

3) Pengobatan anemia dapat berupa :

a. terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahanakut akibat

anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca

perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik.

b. terapi suportif

c. terapi yang khas untuk mesing-masing anemia

d. terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia

tersebut.

4) Dalam keadaan dimana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa

memberikan terapi percobaan (terapi exjuvantivus). Disini harus dilakukan

pemanauan yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan

penyakit pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan

perubahan diagnostik.

5) Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda

gangguan hemodinamik. Pada anemia kronis transfusi hanya diberikan jika

anemia bersifat simptomatik atau adanya ancaman payah jantung. Di sini

diberikan packed red cell , jangan whole blood. Pada anemia kronis sering

dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfusi diberikan

dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti

furosemid sebelum transfusi.


Perbedaan Macam-Macam Anemia

Anemia Anemia karena Talasemia Anemia


defisiensi besi penyakit kronis aplastik Anemia
megaloblastik
Gejala khas Pica, disfagia - Kuning di kulit Perdarahan, diare, lemah otot,
panas badan baal..

Tanda koilonychia, - ikterus, hepato Tanda-tanda Glositis,


atrofi papil lidah, splenomegali, perdarahan dan gangguan
stomatitis cooley face infeksi, tidak neurologis
angularis ada
limfadenopati
ataupun hepato
splenomegali

Laboratorium

WBC dan Leukosit normal Perubahan Dapat terjadi Pansitopenia Dapat terjadi
Trombosit (granulo leukosit dan leukopenia dan trombosi
sitopenia, trombosit trombosi topenia
eosinofilia), tergantung topenia
trombositosis penyebabnya,
leukositosis sering
ada
MCV Menurun Normal/ Menurun Normal Meningkat
menurun
MCH Menurun Normal/ Menurun Normal Normal
menurun
MCHC Menurun Normal Menurun Normal Normal
RDW Meningkat Normal Meningkat Meningkat Meningkat
Fe serum Menurun Menurun Normal/ Normal Normal
< 30 µg/dl <50 µg/dl meningkat
TIBC Meningkat Menurun Normal/ Normal Normal
> 350 µg/dl <300 µg/dl menurun
Ferritin Menurun <20 Normal sampai Meningkat >50 Normal Normal
serum µg/l meningkat µg/l

Saturasi Menurun Normal Meningkat Normal Normal


transferin <16% >20%
FEP Meningkat >100 Meningkat Normal Normal Normal
µg/dl
Elektroforesis Normal Normal Hb F/Hb A2 Normal Normal
Hb meningkat
Apus darah Hipokrom Normokrom Hipokrom Normokrom Normokrom
mikrositer, normositer mikrositer, normositer, makrositer,
anisositosis, (kadang hipokrom gambaran kadang anisositosis,
poikilositosis mikrositer), tidak hemolitik ditemukan poikilositosis
termasuk target ada anisositosis+ (anisositosis, makrositosis, bersamaan
cell, pewarnaan poikilositosis, poikilositosis, anisositosis, dan dengan makro
besi sumsum pewarnaan besi target cell, poikilositosis, ovalositosis.
tulang menurun sumsum tulang normoblas) granulosit+
atau tidak ada ada trombosit
rendah, apus sst
hiposelular
Anemia Defisiensi Besi

Definisi

Anemia akibat kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin kebanyakan

penyakit hematologi infant dan anak-anak.

Epidemiologi

Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total

turun dibawah normal. Keadaan ini merupakan anemia yang paling sering menyerang

semua umur baik pada ibu hamil, balita, anak usia sekolah, remaja, maupun lansia (

Brunert and Suddarths, 2002 ). Anemia defisiensi besi ini dapat mengakibatkan

terjadinya pengecilan ukuran hemoglobin, sehingga kandungan hemoglobin rendah,

diikuti dengan terjadinya pengurangan jumlah sel darah merah ( Pusponegoro,2006 ).

Keadaan ini jangan dianggap tidak berbahaya karena anemia in dapat menimbulkan

gangguan pada pembentukan mielin, sehingga anak akan menunjukan keterlambatan

motorik, pendengaran dan penglihatan ( Pusponegoro, 2006 ). Akibat lain dari anemia

defisiensi besi adalah bisa terlihat pada kemampuan memecahkan masalah yang

rendah, gangguan prilaku dan tingkat IQ yang rendah. Keadaan ini pada anak sekolah

dapat menurunkan prestasi belajar, olah raga dan mudah terkena infeksi karena daya

tahan tubuh menurun ( Soedjatmoko, 2008 ).

Kebutuhan zat besi pada anak-anak usia sekolah rata-rata 5 mg/hari. Jumlah

tersebut akan bertambah hingga 10 mg/hari jika mereka terkena infeksi

(Pusponegoro, 2006 ). Gejala yang timbul akibat anemia defisiensi besi adalah lemah
letih lalai dan capek. Kusnadi (2008) mengatakan bahwa kebanyakan keluarga tidak

menyadari bahwa anaknya menderita anemia.

WHO menjelaskan, 30 % ( 2 miliar ) penduduk dunia menderita anemia dan

lebih dari 50% penderita ini adalah anemia defisiensi besi, terutama mengenai bayi,

anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia keadaan ini merupakan masalah

gizi utama disamping kekurangan kalori protein, vitamin A dan Yodium. Penelitian

di Indonesia mendapatkan prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita sekitar

30% - 40%, pada anak sekolah 25% - 35%, hal ini disebabkan oleh kemiskinan,

malnutrisi, defisiensi vitamin A dan asam folat ( Kodiyat, 1995 ).

Penelitian yang dilakukan oleh Pusponegoro (2006) menemukan anemia pada

balita 40.5%, usia sekolah 47.2%, remaja putri 57.1% dan ibu hamil 50.9%. Survey

Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ), 2001 mendapatkan prevalensi anemia pada anak

0 – 5 tahun 47%, anak sekolah dan remaja 26.5%, dan wanita usia subur 40%.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2007 dari 1.000 anak

sekolah pada 11 provinsi di Indonesia menunjukan prevalensi anemia sebanyak 20% -

25% dan jumlah anak yang mengalami defisiensi besi tanpa anemia jauh lebih

banyak.

Survey yang dilakukan oleh Mercy Cups tahun 2005 di 4 provinsi ( Sumbar,

Riau, Bengkulu dan Lampung ) ditemukan bahwa anak usia sekolah yang menderita

anemia sebanyak 45.31%, mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak,

seperti tumbuh kembang, daya tahan tubuh,dan kemampuan belajar, sehingga

menurunkan prestasi belajar di sekolah.


Etiologi

• Kurangnya asupan zat besi : Diet tidak adekuat, Gangguan absorpsi.

• Kebutuhan akan zat besi meningkat : pada anak-anak dan wanita hamil.

• Kehilangan zat besi : perdarahan, hookworm, diare kronis.

Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Anak Sekolah

Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Anak Usia Sekolah :

a. Produktifitas kerja rendah

b. Daya tahan tubuh terhadap penyakit menurun

c. Kemampuan belajar rendah

d. Anak lebih mudah stress


e. Kekurangan neotransmitan menyebabkan anak menjadi hiperaktif

f. Perkembangan terlambat atau mengalami gangguan tumbah kembang

g. Anak yang pernah mengalami defisiensi besi menunjukan skor motorik, IQ

verbal dan IQ keseluruhan lebih rendah pada umur 11-14 tahun ( karena

transfer oksigen terhambat, kecepatan impuls syaraf terganggu ).

h. Gangguan perilaku dan konsentrasi.

i. Mudah infeksi

Kebutuhan Zat Besi

Kebutuhan Fe yang dibutuhkan per hari menurut Widya Karya Pangan Dan

Gizi tahun 1998 :

- Bayi : 3-5 mg

- Balita : 8 -9 mg

- Anak sekolah : 10 mg

- Remaja laki-laki : 14-17 mg

- Remaja perempuan : 14-25 mg

- Dewasa laki-laki : 13 mg

- Dewasa perempuan : 14-26 mg

- Ibu hamil : + 20 mg

- Ibu menyusui : + 2mg. ( Almatsier, 2004 )


Kebutuhan Zat Besi Pada Bayi

Bayi normal yang baru lahir punya cadangan zat besi sebesar 250-300 mg.

Namun sebelum beranjak dewasa, jumlah cadangan zat besi yang diperlukannya

harus menjadi 4-5 gram, kalau tidak ingin kekurangan zat besi. Pada periode

pertumbuhan yang sangat cepat, seperti masa bayi, kebutuhan zat besi menjadi sangat

tinggi akibat pertumbuhan jaringan yang cepat.

Menurut Prof. DR. Dr. Solichin Pudjiadi, DSAK., dalam bukunya Ilmu Gizi

Klinis pada Anak, ASI maupun susu sapi tidak mengandung cukup zat besi untuk

memenuhi kebutuhan bayi tersebut. Namun, bayi yang mendapat ASI tak cepat

kekurangan zat besi, karena 48% kadar besi dalam ASI bisa diserap bayi. Bayi yang

tak mendapatkan ASI (dengan kata lain SuFor dan sebagainya) hanya akan mendapat

5-10% zat besi dari bahan makanan lainnya, oleh karena lebih sulit untuk dicerna.

Jumlah ini tidak mencukupi kebutuhan zat besi dalam tubuh bayi yang tengah

berkembang pesat.

Manifestasi Klinis

- Pucat (palmar, konjungtiva)

- Lemah, lesu

- Irritable dan anorexia

- Tachycardia

- Cardiomegali

- Systolic murmurs

- Pica

- Spoon nail
Tingkat anemia bermacam-macam, dari ringan sampai berat. Anemia zat besi

yang ringan dan sedang biasanya menimbulkan gejala pucat, lesu, lelah, dan pusing.

Untuk anak usia sekolah, anak menjadi kurang mampu belajar dan kurang berprestasi.

Sedangkan anemia tingkat berat, akan mengganggu fungsi jantung dan

menimbulkan gejala sesak nafas, berdebar-debar, bengkak di kedua kaki, hingga

gagal jantung.

Bila gejala anemia berlangsung dalam jangka waktu relatif lama dapat

mengakibatkan berbagai gangguan organ dan sistem pada tubuh anak. Misal,

gangguan pertumbuhan organ, yang membuat tubuh anak tampak kecil dibanding

usianya. Lalu gangguan kulit dan selaput lendir, gangguan sistem pencernaan karena

berkurangnya asam lambung sehingga selaput tipis di ususnya jadi

kecil-kecil atau tak berkembang (atrofi mukosa lambung), gangguan otot gerak

sehingga anak cepat lelah dan lesu, gangguan sistem kekebalan tubuh sehingga anak

mudah sakit, dan gangguan jantung, yakni berkurangnya kemampuan jantung untuk

memompa darah. Terakhir gangguan fungsi kognitif, antara lain kurang mampu

belajar dan kemampuan intelektualnya kurang.

Bahkan, jika defisiensi zat besi berlangsung lama, misal, terjadi sejak usia

bayi dan tak dilakukan koreksi sampai anak usia 2 tahun, bisa menyebabkan

gangguan mental. “Bila anak sampai mengalami gangguan mental, sifatnya akan

menetap atau tak bisa diubah, meski anemianya sudah teratasi.

Pada stadium dini atau satu, bila anak kekurangan zat besi, maka cadangan

zat besi di tubuhnya akan dipakai. Karena cadangan zat besinya dipakai, lama-lama

zat besinya habis. Tapi anak belum menunjukkan gejala misal, pucat. Karena masih
ada cadangan zat besi dalam darah, yaitu serum

iron dan transferin. Inilah yang dipakai. Pada kondisi ini disebut stadium dua.

Stadium tiga baru timbul gejala anemia seperti kadar HB-nya turun dan dalam

pemeriksaan darah akan timbul gambaran sel darah merah lebih kecil dan pucat

daripada yang normal.

Lama berlangsungnya dari stadium satu ke berikutnya tergantung derajat

ringan-berat kekurangan zat besinya. Misal, bayi yang lahir prematur dari ibu yang

kekurangan zat besi dalam darahnya, relatif berisiko kekurangan zat besi dibanding

bayi normal. Bisa dibilang, bayi ini lebih cepat kekurangan

zat besi karena bayi prematur belum mampu menimbun zat besi dalam tubuhnya.

Selain itu, ia juga butuh banyak zat besi untuk mengejar kebutuhannya. Belum lagi

kalau ada infeksi, misal. Jadi, banyak faktornya.

Laboratorium

- Apus darah Tepi : Anemia hipokrom mikrositer

- MCV, MCH, MCHC, retikulosit N/

- Fe serum, TIBC, saturasi transferin↑, kadar feritin serum

- Nilai FEP

- Leukosit: jumlah (normal, granulositopenia ringan, neutrofilik lekositosis,

kadang-kadang terdapat mielosit.)

- Trombosit: jumlah biasanya meningkat sampai 2 kali normal dan menurun

setelah pengobatan. Pada defisiensi Fe yang berat dan lama yang disertai
defisiensi Folat atau sekuestrasi di limpa dapat ditemukan trombositopenia

ringan

Apus sum-sum tulang:

- Hiperplasia eritropolesis dengan kelompok-kelompok normoblast basofil

- Bentuk pronormoblast, normoblast kecil-kecil dengan sitoplasma ireguler,

sideroblast negatif.

- Retikulosit menurun

Feses: telur cacing Ankilostoma duadenale/Necator americanus

Diagnosis Banding

• Talasemia α dan β

- RBC count meningkat diatas normal

- β HbA2 ↑ dan atau ↑ HbF, Fe danTIBC normal.

- α  newborn period

• Hemoglobinipati

- Hb electroporesis

• Anemia yang disebabkan oleh penyakit kronik

Penatalaksanaan

- Umum

 Makanan gizi seimbang

 Mengatasi faktor penyebab


- Khusus

 Preparat besi : Dipakai senyawa fero-sulfat, fero-fumarat, atau fero-glukonat.

Dosis 4-6 mg Fe elemental/KgBB/hari p.o dalam 3 dosis (8minggu)

 Transfusi PRC

Bila terdapat kemungkinan adanya gangguan kardiovaskular atau anemia berat

dengan kadar Hb <4 g/dL. Dosis 2-3 mL/KgBB/x Disertai pemberian diuretik

seperti furosemid.

Anemia Hemolitik

Definisi

• Anemia yang disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang memendek (destruksi

RBC prematur).

• Normal usia RBC : 110-120.

Etiologi

Defek intrinsik:

• Kongenital:

- Defek membran eritrosit: sferositosis, eliptositosis

- Defisisiensi piruvat kinase

- Defisiensi G6PD

- Defek struktur (hemoglobinopati),sintesis(talasemia), elastis (anemia sel sabit)


• Didapat:

- Paroksismal nokturnal hemoglobinuria, stomasitosis.

Defek ekstrinsik:

• Anemia hemolitik autoimun (warm/cold antibody)

• Hiperaktivitas retikuloendotelial : hiperspenism

• Infeksi : malaria

- Trauma mekanik (mikroangiopati) : TTP (Thrombotic thrombocytopenic

Purpura), HUS (Haemolytic Uremic Syndrome).

- Paparan bahan oksidan : dapsone, nitrit.

- Gigitan ular, serangga.

Manifestasi Klinis

• Dapat asimptomatik

• Sedang : lemah, pucat, ikterik

• Berat : demam, lemah, nyeri perut, sesak

• Pemeriksaan fisik : pucat pada membran mukosa, ikterus ringan, spenomegali.

• Kongenital : retardasi pertumbuhan, kardiomegali.

Laboratorium :

• Normokrom normositer, normoblast (+).

• Retikulositosis, leukositosis ringan, trombosit dapat naik.

• SST : hiperplasia eritropoietik

• Terhadap etiologi:

- G6PD: G6PD defisiensi


- Piruvat kinase: piruvat kinase defisiensi

- Hb elektgroforesa: talasemia

- apus darah tepi: malaria

- Coombs test

Diagnosis Banding

• Anemia defisiensi Fe stadium awal

• Anemia pasca perdarahan masif

• Anemia aplastik

Thalasemia

A. Definisi

Thalasemi adalah kelainan herediter akibat adanya mutasi gen globin yang

menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya sintesis 1 atau lebih rantai globin.

Klasifikasi, adalah sebagai berikut:

1. Talasemi α

berkurangnya (α + - talasemi) atau tidak adanya (α °-talasemi) sintesis α -globin

 Talasemi α 1 :

keadaan silent carrier. asimtomatik, adanya delesi 1 α alel

 Talasemi α 2 :
adanya delesi 2 bagian gen α -globin pada kromosom yang sama.

Didapatkan perubahan eritrosit menjadi hipokrom dan mikrositer

ringan, serta anemi ringan

 Penyakit Hb-H :

didapatkan dari orang tua dengan α-talasemi 1 dan α talasemi 2

sehingga kehilangan 3 dari 4 alel α -globin. Hanya sedikit terbentuk

Hb A, rantai β yang berlebihan membentuk Hb H (β 4).

 Hydrops fetalis dengari Hb Bart (γ 4):

Didapatkan dari kedua orang tua dengan talasemi α 2 yang

menyebabkan tidak adanya total gen globin sehingga tidak terbentuk

sintesis hemoglobin fetal dan dewasa. Bayi bisanya mengalami gagal -

jantung kongestif (hidrops) dan meninggal dalam kandungan.

2. Talasemi β: berkurangnya atau tidak adanya sintesis β -globin

- Talasemi β minima

- Talasemi β trait

- Talasemi β intermedia

- Talasemi β mayor

B. Etiologi

1. Talasemi α : adanya delesi 1,2,3 atau keempat lokus gen α -globin dari 2 kopi

kromosom 16

2. Talasemi β : adanya mutasi.pada kromosom 11


C. Patofisiologi

Hemoglobin adalah elemen pembawa oksigen dalam tubuh, merupakan

protein yang dibentuk dalam normoblas. Setiap hemoglobin terdiri dan tetramer 2

rantai globin α dan 2 rantai globin non α yang terikat dengan heme. Heme
2+
mengandung 1 atom Fe (Fe ) yang terikat pada cincin porfirin. Hemoglobin pada

dewasa terdiri dari:

- Hb α (α 2β2) : 96-98 % Hb total

- HbA2(α 2δ2) : 1,5-3% Hb total

- Hb F/hemoglobin fetal (α 2γ2) : 0,5-1% Hb total.

Adanya gangguan sintesis rantai globin menyebabkan :

- Jumlah tetramer hemoglobin inadekuat sehingga menimbulkan perubahan

morfologi eritrosit menjadi hipokrom dan mikrositer

- Sintesis rantai globin yang tidak mengalami gangguan berjalan terus sehingga

menyebabkan akumulasi rantai globin bebas yang tidak larut dan mengalami

presipitasi selama pembentukan normoblas (rantai α pada talasemi β )

- Rantai α globin bersifat sangat toksik terhadap normoblas , menyebabkan

destruksi normoblas intrameduler (eritropoiesis inefektif). Sebagian normoblas

dapat berkembang menjadi retikulosit dan eritrosit yang mengalami pemendekan

masa hidup (anemi hemolitik). Anemi merangsang pengeluaran eritropoietin yang

menimbulkan ekspansi sumsum tulang dan korteks serta pembentukan fokus

hematopoiesis ekstrameduler.
D. Patofisioloqi Talasemia
Rantai γ Rantai α Rantai β

Berlebihan

α2γ2 Hb F Presipitasi

Destruksi
Hemolisis prekursor
Afinitas O2 ↑
eritrosit

Eritropoesis
Splenomegali inefektif

Anemi

Hipoksia
jaringan

Ekspansi sumsum
tulang

Deformitas tulang Absorbsi Fe


Peningkatan
metabolisme
Wasting
Penimbunan Fe
Gout
Defisiensi folat

Gangguan Endokrin
Sirosis
Gagal jantung
E. Tanda dan Gejala Klinis

• Mongoloid facies / facies rodent karena ekspansi sumsum tulang pada tulang

maksila dan tengkorak

• Tanda-tanda adanya hemolisis: anemi, sklera ikterik, hepatosplenomegali

• Gangguan pertumbuhan

• Gangguan maturitas seksual

• Gagal jantung kongestif

Gambar 8: Patogenesis dan gambaran klinis talasemia


Riwayat penyakit bervariasi dari asimptomatik sampai keluhan-keluhan anemi

yang jelas. Adanya riwayat keluarga, keluhan lemah badan, pembesaran hati dan

limpa, gangguan pertumbuhan, gangguan maturitas seksual, gagal jantung.

F. Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang :

- Apus darah tepi:

Eritrosit: gambaran hipokrom mikrositer, sel target, normoblas

Lekosit dan trombosit normal

- Tanda-tanda hemolisis : peningkatan retikulosit, bilirubin indirek

- Elektroforesis Hb : Hb A 2 yang normal tidak menyingkirkan adanya trait

talasemi β

Elektroforesis Hb pada talasemi β

Hemoglobin (%)
Kelainan
A A2 F

Talasemi β minor 90-95 3,5-7,0 1 -5

Talasemi δβ minor 80-95 1.0-3,5 5' -20

Talasemi β mayor

- β thal + 10-90 1,5-4,0 10-90

- β thal ° 0 1,5 -4,0 98

HPFH 60-85 1,0-2,0 15-35

Keterangan : HPFH = hereditary persistence of fetal haemoglobins


Diagnosis

- Riwayat hemolisis kronis, gangguan pertumbuhan


- Anemi, ikterik , Facies rocient, hepatosplenomegali

- Gambaran eritosit hipokrom mikrositer, target sel, normoblas

- Elektroforesis Hb

Gambaran klinis dan hematologis Sindroma Talasemi α


Varian hemoglobin
Fenotipe Genotipe Gambaran Klinis
Baru lahir Sstelah tahun
Hydrops (../..) Kematian fetal/neonalal Hb Bart's (80-90%), Hb pertama
fetalis Dengan anemi berat H. Hb Portland -

Penyakit Hb H (--/-α) Anemi hemolitik Kronis Hb Bart's ( 20-10%) Hb H (5-50%).


(--/-αT) (Talasemia intermedia) + Hb Bart's, + HbCS
(--/α α)
cs

(ααT/ααT)
Talasemi (--/αα) Tanpa/anemi ringan Hb Bart's(2-10%) Tidak ada
Minor (-α/-α) penurunan MCV, MCH

Silent carrier (- α/ αα ) Tidak ada kelainan klinis Hb Dart's (0-20%) Tidak ada
dan hematologi
Keterangan: (αcsα) : gen globulin α untuk Hb Constant spring (CS)
(αα T) : gen talasemi α non delesi
Gambaran Klinik dan Hematologis Sindroma Talasemi β

Klinis dan Hematologis Mayor Intermedia Minor Minima

Beratnya
++++ ++ +, ± ±,.0
manifestasi klinis
Genetik homozigot, homozigot, heterozigot heterozigot
heterozigot ganda heterozigot
ganda, jarang
helerozigot

Splenomegali ++++ +++,++ +.0 0


Ikterik +++ ++,+ 0 0
Abnormalitas
++++,++ +.0 +,0 p
skelet
Anemi (Hb. gr%) <7 7-10 normal

Hipokrom ++++ +++ +


Mikrositer +++ ++ 0
Sel target 10-35% ++ ±
Basophilic stippling ++ + 0,+
Retikulosit (%) 5-15 3-10 1-2
Normoblas +++ +,0 0

Keterangan : ± : sedikit/tidak ada abnormalitas


+ : abnormalitas ringan
++++ : abnormalitas sangatjelas

G. Diagnosis Banding

Anemi defisiensi Fe : terutama harus dibedakan dengan trait talasemi β. Pada

trait talasemi β kadar Fe. TIBC (total iron binding capacity) dan feritin normal. Pada

umumnya penderita trait talasemi β rnempunyai MCV < 75 dan hematokrit > 30.

sebaliknya pada defisiensi Fe jarang didapatkan MCV < 75 sampai adanya penurunan
hematokrit < 30. Bila didapatkan Mentzer index (MCV/RBC) > 13, lebih cenderung

suatu defisiensi Fe, sedangkan bila < 13 lebih cenderung suatu trait talasemi β.

H. Terapi

1.Talasemi minor α dan β :

- Hindari suplemen Fe , kecuali bila terbukti adanya defisiensi Fe

- Suplemen asam folat mungkin diperlukan bila asupan berkurang atau selama

kehamilan untuk menghindari terjadinya eritropoiesis megaloblastik

- Koreksi surgikal dan ortodontik untuk deformitas fasial

- Terapi suplemen hormon untuk memperbaiki maturitas seksual dan gangguan

pertumbuhan

- Vaksinasi hepatitis B sebelum tindakan transfusi

- Vaksinasi pneumokokus polivalen bila direncanakan tindakan

splenektomi

2.Talasemi mayor:

- Transfusi:

Pada talasemi intermedia dan talasemi lainnya dengankadar Hb > 7,5 gr%

biasanya tidak diperlukan transfusi. Transfusi regular dimulai bila Hb < 7 gr%

atau bila ada gangguan pertumbuhan . Transfusi yang dirnulai dini memberikan

keuntungan :

 mencegah deformitas fasial

 memungkinkan pertumbuhan normal

 mencegah splenomegali kongestif, infeksi


 memperbaiki fungsi cadangan jantung

- Program hipertransfusi yang bertujuan untuk mempertahankan Hb > 10 gr% (rata-

rata 12 gr%) dapat memperbaiki kualitas hidup penderita tanpa meningkatkan

komplikasi penimbunan Fe. Kadar Hb > 10 gr% efektif menekan aktivitas eritroid

dan mencegah ekspansi sumsum tulang yang merupakan dasar patologi talasemi

mayor.

- Splenektomi:

Program transfusi yang baik dapat memperlambat timbulnya splenomegali.

Splenomegali akan memperbesar volume darah , memperpendek masa hidup

eritrosit, meningkatkan kebutuhan transfusi . Adanya splenic trapping trombosit

dan lekosit kadang-kadang menyebabkan lekopeni dan trombositopeni.

Indikasi utama splenektomi adalah bila didapatkan peningkatan kebutuhan

transfusi (kebutuhan transfusi > 200-250 ml PRC/kg BB/tahun). Bila

memungkinkan splenektomi sebaiknya ditunda sampai usia dewasa muda karena

adanya peningkatan risiko sepsis yang fatal pada penderita asplenia. Sebelum

splenektomi harus dilakukan vaksinasi pneumokokus.

- Fe chelation

Penderita talasemi yang sudah mendapat transfusi PRC di atas 100 unit memiliki

kemungkinan mengalami penimbunan Fe yang dapat mcnimbulkan gangguan

organ serta kematian. Gangguan fungsi organ terjadi bila total Fe tubuh 40 gram,

sedangkan gagal jantung intraktabel terjadi bila Fe tubuh ≥60 gram.


Desferoksamin dianjurkan mulai diberikan sebelum terjadi penimbunan Fe, yaitu

setelah transfusi 10-20 labu atau bila feritin mencapai 1000 ng/ml. Dosis

desferoksamin 20 mg/kgBB subkutan pada dinding abdomen anterior dengan 50

mg/kg BB. Dianjurkan untuk mempertahankan kadar feritin < 1500 ug/l. Ekskresi

Fe meningkat dua kali lipat dengan penambahan asam askorbat 200-500 mg/hari.

Penambahan asam askorbat dapat meningkatkan toksisitas Fe pada jaringan,

sehingga pemberiannya hanya untuk penderita tanpa penimbunan Fe berat. Pada

saat ini masih diteliti pemberian iron chelating secara

oral dengan deferiprone.

- Transplantasi sumsum tulang

- Reaktivasi gen globin γ:

Pada penelitian pemberian 5 Azacytidine dapat meningkatkan sintesis rantai

globin .y sebanyak 4-7 kali dan meningkatkan retikulosit dan Hb.

I. Prognosis

Penderita talasemi yang mendapat transfusi adekuat dan iron chelation

mempunyai prognosis baik. Kelangsungan hidup penderita talasemi β mayor dengan

terapi adekuat rata-rata 15-25 tahun. Tanpa terapi, kematian karena anemi berat atau

infeksi terjadi sebelum penderita berusia 5 tahun. Kematian biasanya disebabkan

karena gagal jantung kongestif, sirosis atau diabetes (karena penimbunan Fe). Selama

pemantauan 12 tahun, penderita dengan kadar Fe < 2500 mg mempunyai

kelangsungan hidup sebesar 91 % tanpa disertai kelainan jantung, sedangkan pada

penderita dengan kadar Fe > 2500 mg, kelangsungan hidup tersebut < 20 %.
Anemia Aplastik

Definisi

Kegagalan pluripotential stem cell untuk memproduksi eritrosit, leukosit dan

megakariosit.

Etiologi :

- idiopatik

- Kongenital

- Anemia aplastik sekunder : radiasi, virus, obat, toksin, penyakit imun.

Gambaran klinis

• Riwayat terpapar zat kimia, obat-obatan, radiasi, virus

• Eritropoietik hipoplasia : pucat, lemah badan, lelah

• Gejala infeksi: demam,menggigil, faringitis dan lain-lain, terjadi akibat

lekopeni.

• Perdarahan: akibat trombositopeni, dapat terjadi di semua organ

• Pansitopeni perifer

• Anemia normokrom normositer

• Sumsum tulang: aplasia atau hipoplasia dengan infiltrasi sel lemak

Kriteria anemi aplastik berat (International Aplastic Anemia Study Group)

Darah tepi:

• Netrofil < 500/mm3


• Trombosit < 20.000/mm3

• Retikulosit < 1% (setelah koreksi)

Sumsum tulang :

• Hiposelularitas berat (selularitas < 25%)

• Hiposelularitas sedang ( selularitas < 50%) dengan sel hematopoetik <30%

Anemia aplastik berat : 2 atau 3 kriteria darah tepi dan 1 kriteria sumsum tulang

Diagnosis Banding

Pansitopenia dengan sebab lain:

• Penyakit yang menginfiltrasi sumsum tulang: leukemia, mieloma multipel,

metastase karsinoma, limfoma, mielofibrosis

• Penyakit yang mengenai limpa: Splenomegali kongestif, limfoma, penyakit

infiltratif : penyakit Gaucher, Niemann-Pick, infeksi : TBC, sifilis, kalaazar

• Defisiensi B12 atau folat

• SLE

• Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

Terapi

• Tidak berat : tidak perlu transfusi PRC atau trombonsit  suportif

• Sekunder : terapi etiologi

• Aplastik berat : transplantasi SST

• Imunosupresif : ATG (Anti thimocyte globulin) 15-40 mg/kgBB/hari 4-10 hari.

• Cyclosporin : oral 3-7mg/kg/hari min 4-6 bulan


Anemia Megaloblastik

Definisi

 Keabnormalitasan dari morfologi dan maturitas RBC.

 Disebabkan kegagalan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel

megaloblastik. Ini dipengaruhi myeloid dan megakariosit.

 Paling banyak karena defisiensi asam folat atau cobalamin (vit. B12).

 Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan sitoplasma normal,

sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dan peningkatan

rasio dari RNA terhadap DNA

Klasifikasi

1. Defisiensi asam folat

2. Anemia pernisiosa

Manifestasi klinis

INFANT :

• Rewel

• Penambahan BB yang tidak adekuat

• Diare kronis

• Perdarahan

ANAK :

- Kwasiorkor

- Marasmus
Laboratorium

• Makrositik anemia, anisocytosis, poikilocytosis.

• Leukopenia dengan hipersegmen neutrofil

• Trombositopenia ringan

• Kadar serum folat rendah

• SST : hiperseluler, megaloblastik

• Bulky stool

• Hipokalsemia, hipolipidemia

Terapi

• Asam folat : 0,5-1,0 mg/hari (1minggu)

• Diet tinggi protein dan kalori, rendah lemak.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kligman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Pediatrics. 18th edition : 2007 by


Saunders Elsevier.

2. Aru W S, Setiyohadi B, Alwi I et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Edisi ke-IV. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta : 2006.

3. Harmening, Denise M. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis


4th Edition. 2002 by F.A. Davis Company.

4. John P.Greer, John Foerster, John N.Lukens. Wintroube’s Clinical


Hematology 11th edition : 2003 by Lippincott Williams and Wilkins
Publisher.

5. Bakta,I Made,2000,Catatan Kuliah Hematologi Klinik (lecture Notes on


Clinical Hematology),FK Unud.RS Sanglah: Denpasar

6. Conrad,E Marcel, Anemia, available at:


http://www.emedicine.com/med/topic132.htm last update : January 19,2007
accessed : December 19,2007

7. http://asromedika.blogspot.com/2011/07/pendekatan-diagnostic-untuk-
penderita.html

8. Anemia Defisiensi Besi. Available at :


http://drhennyzainal.wordpress.com/2009/11/21/anemia-defisiensi-fe-
sering-terjadi-pada-anak-asi/

9. Dampak anemia defisiensi Besi pada Anak-anak. Available at :


http://repository.unand.ac.id/162/1/Asterina_Ms,_Artikel.pdf

Anda mungkin juga menyukai