Anda di halaman 1dari 16

BAB I

DEFINISI

1. Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan


mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari,
dan merupakan suatu kehilangan.
2. Penentuan kematian dapat dilakukan dengan menggunakan criteria diagnosis
kematian klinis/konvensional atau criteria diagnosis kematian mati batang
otak
3. Kondisi Terminal adalah satu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
indivudu
4. Pasien Terminal adalah : Pasien-pasien yang dirawat, yang sudah jelas bahwa
mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk.
5. Pendampingan dalam proses kematian adalah Suatu pendampingan dalam
kehidupan , karena mati itu termasuk bagian dari kehidupan . Manusia
dilahirkan , hidup beberapa tahun , dan akhirnya mati. Manusia akan
menerima bahwa itu adalah kehidupan, dan itu memang akan terjadi,
kematian adalah akhir dari kehidupan

BAB II
RUANG LINGKUP

1
A. Unit Terkait
1. Unit Rawat Inap
2. Unit Pelayanan Intensif
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Petugas Unit Hemodialisa
5. Petugas Kamar Jenazah

B. Penerima Informasi Pelayanan Akhir Kehidupan


1. Pasien
2. Keluarga/yang berhak secara hukum

C. Profesi Terkait
1. Dokter
2. Perawat
3. Bidan
4. Fisioterapi
D. Penentuan Kematian
Penentuan kematian harus menjunjung tinggi nilai dan norma agama, moral,
etika dan hukum. Penentuan kematian dapat didasarkan atas diagnosis
kematian klinis/konvensional dan kematian batang otak.
1. Kematian Klinis/Konvensional
Kriteria diagnosis kematian klinis/konvensional didasarkan pada telah
berhentinya fungsi sistim jantung dan sirkulasi darah serta sistim
pernafasan yang terbukti secara permanen
2. Kematian Batang Otak
Penentuan diagnosis mati batang otak didasarkan pada kematian fungsi
batang otak yang permanen.
E. Jenis-Jenis Penyakit Terminal
1. Penyakit Yang Tidak Dapat Disembuhkan Baik pada dewasa maupun
anak, meliputi: penyakit kanker stadium lanjut
2. Penyakit degenerative yaitu penyakit yang disebabkan penurunan fungsi
organ baik karena proses penuaan ataupun karena suatu kondisi yang
menyebabkan penurunan fungsi tersebut. Contohnya: Diabetes Militus,
Stroke, Parkinson

2
3. Penyakit karena kegagalan fungsi organ tahap akhir dimana tubuh tidak
bisa melakukan mekanisme kompensasi misalnya: gagal jantung/ Heart
Failure, gagal ginjal tahap akhir (End Stage Renal Desease/ESRD)
4. Penyakit infeksi HIV (AIDS) yang memerlukan perawatan paliatif
5. Penyakit Kronis: Penyakit Paru Obstruksi Menahun
6. Penyakit mengarah pada kematian
7. Diagnosis medis sudah jelas memastikan tidak dapat disembuhkan
8. Penyakit yang tidak ada obat untuk menyembuhkan
9. Penyakit dengan prognosis jelek
10. Bersifat agresif
11. Akibat Kecelakaan Fatal
12. Gejala klinis perubahan gambaran EKG: Asistole, Electro Mechanical
Dissociation (EMD), Pulseless Electrical Activity (PEA)
F. Fase-Fase Menjelang Kematian
1. Denial (Fase Penyangkalan/pengingkaran dan Pengasingan Diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak
dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya. Reaksi pertama setelah mendengar, bahwa penyakitnya
diduga tidak dapat disembuhkan lagi adalah, "Tidak, ini tidak mungkin
terjadi dengan saya." Penyangkalan ini merupakan mekanisme pertahanan
yang biasa ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama
mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya. Hampir tak ada
orang yang percaya, bahwa kematiannya sudah dekat, dan mekanisme ini
ternyata memang menolong mereka untuk dapat mengatasi shock
khususnya kalau penyangkalan ini periodik. Normalnya, pasien itu akan
memasuki masa-masa pergumulan antara menyangkal dan menerima
kenyataan, sampai ia dapat benar-benar menerima kenyataan, bahwa
kematian memang harus ia hadapi.

2. Anger (Fase Kemarahan)


Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia
akan meninggal. Jarang sekali ada pasien yang melakukan penyangkalan
terus menerus. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian
memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan
munculnya ketakutan dan kemarahan. "Mengapa ini terjadi dengan
diriku?", "Mengapa bukan mereka yang sudah tua, yang memang hidupnya

3
sudah tidak berguna lagi?" Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam
sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau
di rumah. Bahkan kadang-kadang ditujukan pada orang-orang yang
dikasihinya, dokter, pendeta, maupun Tuhan. Seringkali anggota keluarga
menjadi bingung dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Umumnya
mereka tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien tidak masuk akal,
meskipun normal, sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya.
Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian, bukan
argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh karena
kemarahannya.
3. Bargaining (Fase Tawar Menawar).
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup
sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa
menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau
menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan
mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu."
4. Depresion (Fase Depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita
merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan. Sebagai
orang percaya memang mungkin dia mengerti adanya tempat dan keadaan
yang jauh lebih baik yang telah Tuhan sediakan di surga. Namun,
meskipun demikian perasaan putus asa masih akan dialami.
5. Acceptance (Fase Menerima)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang
ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat, sehingga mereka mulai
kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan
berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien-pasien seperti ini
biasanya membosankan dan mereka seringkali dilupakan oleh teman-
teman dan keluarganya, padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan
keluarga pada saat- saat terakhir justru menjadi sangat besar

4
BAB III
TATA LAKSANA

A. Tata Laksana Asesmen Pasien Dalam Kondisi Akhir Kehidupan


Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi akhir
kehidupan agar dapat memberikan dukungan dan bantuan sehingga pada saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna, dan akhirnya dapat meninggal dengan
tenang dan damai.

5
Pasien dalam kondisi akhir kehidupan akan mengalami masalah fisik,
psikologis maupun sosial-spiritual, meliputi problem oksigenasi, problem
eliminasi, problem tanda-tanda vital, problem nutrisi dan cairan, problem
suhu, problem sensori, problem nyeri, problem penglihatan kabur, problem
kulit dan mobilitas, dsb.

Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien,
yang kemungkinan timbul berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum
terjadi kematian.Melaksanakan pengkajian asesmen keadaan pasien sesering
mungkin sesuai kebutuhan untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang timbul
lainnya.

1. Asesmen /Pengkajian Perubahan Kondisi Fisik Pada Pasien Akhir


Kehidupan
Secara garis besar, asesmen pasien pada akhir kehidupan meliputi:
1. Asesmen gejala dan komplikasi misalnya gejala seperti mau muntah
2. Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
3. Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien
4. Orientasi spiritual pasien dan keluarga, dan keterlibatan kelompok
agama
5. Kebutuhan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa,
penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan
Secara spesifik asesmen tanda – tanda klinis menjelang kematian (akhir
kehidupan):
1. Kehilangan Tonus Otot yang ditndai dengan :
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun (otot rahang menjadi
mengendur)
1) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek
menelan.
2) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi.
3) Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
4) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam Sirkulasi, yang ditandai dengan :
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Cyanosis (kulit nampak kebiru-biruan kelabu pucat) pada daerah
ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital

6
1) Nadi mulai tidak teratur, lambat dan lemah.
2) Tekanan darah turun.
3) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
Suara nafas mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes
d. Gangguan Sensori
1) Penglihatan kabur.
2) Gangguan penciuman dan perabaan.
3) Pengindraan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur
yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada
ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab
e. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal
1) Pupil mata melebar.
2) Tidak mampu untuk bergerak.
3) Kehilangan reflek.
4) Nadi cepat dan kecil.
5) Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6) Tekanan darah sangat rendah
7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

f. Tanda-tanda Meninggal secara klinis:


1) Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2) Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3) Tidak ada reflek.
4) Gambaran mendatar pada EKG.
2. Asesmen Psikososial Pada Pasien Akhir Kehidupan
Pengkajian pasien dilakukan dengan mengetahui riwayat psikososial,
banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis.
Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji psikososial
pada pasien terminal yaitu dengan metode “ PERSON “
P : Personal Strenght, yaitu kekuatan seseorang ditunjukkan melalui
gaya hidup, kegiatan/ pekerjaan
E : Emotional Reaction, yaitu Reaksi emosional yang ditunjukkan
dengan klien
R : Respon to Stres, yaitu Respon klien terhadap situasi saat ini atau di
masa lalu.

7
S : Support Sistem, yaitu Keluarga atau orang lain yang berarti
O : Optimum Health Goal, yaitu Alasan untuk menjadi lebih baik
( motivasi )
N : Nexsus
Secara spesifik, asesmen kondisi psikososial pasien akhir kehidupan meliputi:
a. Isyarat penerimaan pasien pada fase denial dengan cara menanyakan
tentang kondisinya atau prognosis dan pasien dapat mengekspresika
perasaan-perasaannya.
b. Mengenali tingkat kecemasan yang terjadi pada pasien dari ekspresi wajah
yang ditunjukkan yaitu sedih, depresi atau marah, kehilangan harga diri
dan harapan.
c. Mengkaji interaksi pasien.
Pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak
ingin berkomunikasi dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya,
ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi.
d. Mengenali tanda pasien mengisolasi diri.
e. Mengkaji pemberian dukungan sosial dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani klien.
g. Mengkaji keyakinan pasien akan proses kematian dengan cara
mendekatkan diri kepada Tuhan, memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritualnya.

G. Tata Laksana Pemberian Hak-Hak Pasien Pada Akhir Kehidupan


1. Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba.
2. Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang
terjadi.
3. Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya,
apapun yang terjadi.
4. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan
kematian yang sedang dihadapinya.
5. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan
perawatan.
6. Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara
berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah
menjadi tujuan memberikan rasa nyaman.
7. Hak untuk didampingi keluarganya dalam kondisi kritis.
8. Hak untuk bebas dari rasa sakit.
9. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur.

8
10. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga
yang ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya.
11. Hak untuk meninggal dalam damai.
12. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil
keputusan yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut.
13. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun
artinya bagi orang lain.
14. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati
setelah yang bersangkutan meninggal.
15. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang
dapat mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam menghadapi kematian.

H. Tata Laksana Pelayanan Akhir Kehidupan


1. Melakukan asesmen gejala-gejala dan dikelola secara tepat.
Merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola
gejala-gejala.
2. Memberikan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, gejala primer
maupun sekunder.
3. Mencegah gejala-gejala dan komplikasi sejauh yang dapat diupayakan.
4. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan
penuh perhatian serta tidak tertawa atau bersenda gurau disekitar pasien
5. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga
6. Menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsy dan donasi organ
7. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
8. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
dan dalam keputusan terhahap asuhan.
9. Memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual
dan budaya dari pasien dan keluarganya.
10. Tindakan pada pasien tahap terminal atau menjelang kematian
A (arways) : memastikan bahwa jalan nafas paten
a. Posisi head lilt chin lift
b. Pasang oropharyngeal tube
c. Pasang nasopharyngeal tube
d. Pasang endotracheal tube
B (breathing) : memastikan bahwa dada bisa mengembang simetris dan adekuat
a. Pemberian oksigen lewat selang maupun masker

9
b. Pemberian nafas bantuan bila upneu
C( cirkulation) : memastikan bahwa cukup, akral hangat, produksi urin cukup
a. Pemberian cairan infus
b. Pemberian obat-obatan jantung
c. Pemberian obat –obatan vasokonstrictor
d. Pemantauan produksi ureine lewat kateter kencing
11. Pendampingan alat- alat medis : Monitor, ECG, Defibrilator, Ambubag
(VSM), masker oksigen dan tabung oksigen, suction set, Endotraceal tube,
kateter, pipa endotracheal, NGT, Spuit, alkhohol swab, plug, wing niddle,
infuse set, injeksi analgesic, obat – obatan resusitasi (adrenalin, dopamine,
sulfas atropine dan lain-lain).
12. Bila pasien meninggal dunia , maka dilakukan tindakan perawatan pasien/
perawatan jenazah. Tujuan : membersihkan dan merapikan jenazah,
memberikan penghormatan terakhir dan rasa puas kepada sesama insan.
Pendampingan peralatan yang diperlukan : celemek/ skort, verban atau
kassa gulung, sarung tangan, gunting verban, bengkok, baskom, waslap,
kain penutup, alkhohol swab, plester.

I. Tata Laksana Pelayanan Psikologis Dan Sosial Spiritual Pada Pasien Akhir
Kehidupan
1. Tujukkan pada pasien perasaan empati dan pemahaman terhadap penyakit
atau kondisi yang dideritanya.
2. Berikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi
dari kehilangan.
3. Berikan dorongan pada pasien untuk mengekspresikan penerimaan yang
positif tentang kematian yang akan terjadi, proses berduka, proses
berkabung. Jawab semua pertanyaan dengan jujur.
4. Apabila pada pasien terminal state atau dalam perawatan paliatif
menunjukkan tanda kematian, sampaikan kondisi tersebut kepada pasien
dan keluarga.
5. Berikan edukasi pada pasien dan keluarga serta komunikasikan kepada
DPJP mengenai keinginan keluarga pasien.
6. Berikan pemahaman kepada keluarga pasien untuk meluangkan waktu
bersama pasien atau orang terdekatnya dan tunjukkan empati. Kontak

10
yang sering dan menunjukkan sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
7. Tawarkan bantuan bimbingan rohani kepada pasien atau anjurkan untuk
melaksanakan praktek dan ritual keagamaan, dengan cara mendatangkan
pemuka agama yang diyakini/dianut oleh pasien.
8. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan
pasien.

J. Tata Laksana Pengelolaan Rasa Nyeri Pasien Akhir Kehidupan


Tata laksana nyeri pada pasien terminal (akhir kehidupan) untuk semua
penyakit sama. Perhatian khusus diberikan dengan menjamin bahwa
perawatannya tepat dan sesuai dengan budaya pasien, pada prinsipnya yaitu :
1. Memberikan analgesic, bisa melalui oral, iv atau im
2. Memberikan analgetik secara teratur, sehingga tidak sampai mengalami
kekambuhan dari rasa nyeri yang sangat, untuk mendapatkan dosis
analgetik berikutnya.
3. Memberikan dosis yang makin meningkat, atau mulai dengan analgetik
ringan berlanjut ke analgetik yang kuat karena kebutuhan untuk
mengatasi nyeri meningkat atau terjadi toleransi.
4. Menggunakan obat-obatan berikut untuk mengatasi nyeri secara efektif
a. Anastesi local : (untuk luka kulit) yaitu : lidokain, TAC (tetracaine,
adrenaline, cocain) dengan dibubuhkan pada kain kasa dan dioleskan
pada area luka.
b. Analgetik : (untuk nyeri ringan dan sedang) yaitu : parasetamol, anti
inflamasi nonsteroid seperti ibuprofen.
c. Analgetik kuat seperti opium : (untuk nyeri sedang dan berat dan
tidak memberikan respon terhadap pengobatan analgetik), yaitu :
morfin, petidin, kodein.
Catatan : pantau hati-hati adanya depresi pernapasan. Jika terjadi
toleransi, dosis perlu ditingkatkan untuk mempertahankan bebas
nyeri.
d. Obat lain : (untuk nyeri spesifik), yaitu : diazepam, untuk spasme
otot, karbamazepim atau amitriptilin untuk nyeri saraf, kortikosteroid
(ex :deksametason) untuk nyeri karena penekanan pada syaraf oleh
pembengkakan akibat infeksi.

11
5. Terapi fisik : selain dengan obat, modalitas lain diperlukan untuk
mengatasi gejala misalnya:
a. Relaksasi, pengaturan posisi, penyesuaian lingkungan, cognitive-
behavioural terapy, psychodynamic terapy
b. Kompres hangat, TENS ,
c. Modifikasi lingkungan dan gaya hidup: hindari aktifitas yang
memacu atau memperberat nyeri, immobilisasi bagian yang sakit
dengan alat, gunakan alat bantu untuk jalan atau kursi roda
d. Psikologis: penjelasan untuk mengurangi dampak psikologis

K. Tata Laksana Komunikasi Kepada Pasien


1. Listening, mendengarkan apa yang diungkapkan pasien
2. Silent, mengkomunikasikan minat perawat pada pasien secara non verbal
3. Broad Opening, mengkomunikasikan topik/pikiran yang sedang
dipikirkan dan harapan-harapan pasien
4. Focusing, membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik
utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai
5. Informing, membantu dalam memberikan penjelasan tentang aspek yang
sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien
6. Sharing perception, menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai
kemampuan untuk meluruskan kerancuan informasi yang diberikan.

L. Tata Laksana Penentuan Kematian


1. Penentuan kematian diutamakan dilakukan oleh dokter, apabila tidak ada
maka penentuan kematian boleh dilakukan oleh perawat atau bidan.
2. Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan
criteria diagnosis kematian klinis/konvensional atau criteria diagnosis
kematian batang otak.
3. Kematian klinis/konvensional ditandai dengan berhentinya fungsi sitim
jantung dan sirkulasi serta sistim pernafasan terhenti secara permanen.
4. Penentuan kematian batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter
yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten yaitu diantaranya
melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf yang
masing-masing melakukan pemeriksaan secara mandiri dan terpisah
(Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 37 tahun 2014 tentang Penentuan
Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor).

12
M. Tata Laksana Penentuan Mati Batang Otak
1. Diagnosis mati batang otak harus ditegakkan di ruang perawatan intensif
(Intensive Care Unit)
2. Pemeriksaan bahwa seseorang dalam kondisi mati batang otak dilakukan
pada pasien dengan keadaan:
a. koma unresponsive (GCS 3)
b. tidak adanya sikap tubuh yang abnormal (seperti dekortikasi atau
deserebrasi)
c. tidak adanya gerakan yang tidak terkoordinasi atau sentakan epileptic
3. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan pemeriksaan mati
batang otak:
a. terdapat prakondisi yaitu: koma dan apneu yang disebabkan kerusakan
otak ireversibel akibat gangguan yang berpotensi menyebabkan mati
batang otak
b. tidak ada penyebab koma dan henti nafas yang reversible seperti
disebabkan obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolic, hipotermia
dan lain-lain

N. Tata Laksana Pengelolaan Terapi Bantuan Hidup Pada Pasien Akhir


Kehidupan
1. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup
(withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding
life support).
2. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang
dirawat di ruang rawat intensif. Keputusan penghentian atau penundaan
bantuan hidup adalah keputusan medis dan etis.
3. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup
dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yang berkompeten yaitu diantaranya dokter
spesialis anestesiologi dan dokter spesialis syaraf. Keputusan diambil
setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang ditunjuk oleh Komite Medik
atau Komite Etik
4. Rencana penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup harus
diinformasikan dan memperoleh persetujuan dari keluarga pasien atau
yang mewakili pasien.

13
5. Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan
berdasarkan klasifikasi setiap pasien di ICU atau HCU, yaitu:
a. Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang
diharapkan tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang
menetap. Walaupun sistem organ vital juga terpengaruh, tetapi
kerusakannya masih reversibel. Semua usaha yang memungkinkan
harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
b. Semua bantuan kecuali RJP (DNR = Do Not Resuscitation), dilakukan
pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan
harapan pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru
atau organ yang lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak
dapat disembuhkan.
c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang
jika diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan
memperpanjang kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan
penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang masih
sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif
agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
d. Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi
batang otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak
(MBO) yang ada terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan
disertifikasi MBO serta semua terapi dihentikan. Jika
dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien
diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil.
6. Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan
yang bersifat terapiutik dan/atau perawatan yang bersifat luar biasa (extra-
ordinary) meliputi:
a. Rawat di Intensive Care Unit
b. Resusitasi Jantung Paru
c. Pengendalian disritmia
d. Intubasi endotrakeal
e. Ventilasi mekanik
f. Obat vasoaktif
g. Nutrisi parenteral
h. Organ artificial

14
i. Transplantasi
j. Transfusi darah
k. Monitoring invasive
l. Antibiotika
m. Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran
7. Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi:
Pemberian oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid
8. Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup dapat
diusulkan/diminta oleh pasien dan/atau keluarganya. Pelaksanaan
penundaan atau penghentian bantuan hidup atas permintaan pasien atau
keluarganya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Tata Laksana Evaluasi Pada Pasien Tahap Akhir Kehidupan


1. Nyeri dan gejala lain teratasi dengan baik
2. Stress pasien dan keluarga berkurang
3. Merasa memiliki kemampuan untuk mengontrol kondisi yang ada
4. Beban keluarga berkurang
5. Hubungan dengan orang lain lebih baik
6. Kualitas hidup meningkat
7. Pasien merasakan arti hidup dan bertumbuh secara spiritual

BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi yang diperlukan untuk pasien pada akhir kehidupan, meliputi :


1. Dokumentasi dalam rekam medis pasien memuat hasil asesmen gejala pasien
menjelang kematian/akhir kehidupan.
2. Dokumentasi dalam catatan pemberian pengobatan dan tindakan/pelayanan
akhir kehidupan.
3. Dokumentasi dalam lembar catatan keperawatan tentang intervensi yang
dilakukan untuk mengurangi gejala, mengurangi rasa nyeri, bantuan
bimbingan rohani dan support psikososial kepada pasien dan keluarga.
4. Hal penting yang harus dicatat dalam pelayanan pasien terminal antara lain:

15
a. Memperhatikan dan peka terhadap gejala fisik pasien yang menyebabkan
ketidaknyamanan.
b. Mengenali tahapan menjelang ajal.
5. Format pelayanan kerohanian.
6. Surat kematian.

16

Anda mungkin juga menyukai