Anda di halaman 1dari 10

Nama Peserta : dr.

Danisa Wijayanti
Nama Wahana : RSUD. Pantura M.A Sentot Patrol Indramayu
Topik : Asma Bronkial

Tanggal (kasus) : 1 Oktober 2018

Nama Pasien : Tn. M.I (29 thn) No. RM : 139670


Tanggal Presentasi : 3 Januari 2019 Nama Pendamping: dr. Bariani Anwar
Tempat Presentasi : RSUD. Pantura M.A Sentot Patrol Indramayu

Obyektif Presentasi:

 Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

 Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa

Bayi Anak Remaja  Dewasa Lansia Bumil


Neonatus
Deskripsi : Laki-laki usia 29 tahun, dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang
lalu
Tujuan : Cara menegakkan diagnosis dan pengobatan asma bronkial

Bahan  Tinjauan Riset Audit


 Kasus
bahasan: Pustaka
Cara
Diskusi  Presentasi dan diskusi Email Pos
membahas:

Data pasien:
Nama : Tn. M. I
Nomor Registrasi : 139670
Usia : 29 tahun

Nama klinik : RSUD.Pantura M.A Telp : Terdaftar sejak : 1 Oktober


Sentot Patrol Indramayu - 2018

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas, sejak 1 hari yang lalu. Sesak yang
dirasakan semakin lama semakin memberat, sehingga pasien kesulitan untuk bernafas
dan sulit tidur. Sesak disertai bunyi “ngik” saat pasien bernafas. Pada saat dirumah
pasien sempat menggunakan obat asma (semprot), keluhan menghilang. Namun
beberapa jam kemudian, keluhan sesak timbul kembali. Keluhan juga dirasakan
berkurang bila pasien pada posisi duduk. Keluhan disertai dengan batuk berdahak,
dahak berwarna putih.
2. Riwayat Pengobatan :
 Pasien tidak ingat riwayat imunisasi tetanus terakhir.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
 Pasien mempunyai riwayat asma sebelumnya
4. Riwayat Keluarga :
 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai wiraswasta

6. Lain-lain
A. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran E4M6V5 = 15 (composmentis)
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frek. Nadi : 108 x/menit
Frek. Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 37,0 0C
STATUS GENERALIS
Kepala: normocefal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : simetris (+), retraksi intercostae (+)
Auskultasi : VBS ka = ki, Wheezing (+/+), rhonki -/-
Jantung
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : soepel, masa (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : nyeri tekan (-) hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani (+)
Ekstermitas : akral hangat, CRT <2”

Hasil lab tanggal 1/10/2018


Leukosit : 8.500/uL
Eritrosit : 4.6 . 106uL
Hb : 14.5 g/dL
Ht : 35.7%
Trombosit : 267.000 uL
GDS : 129 mg/dl

Diagnosis
Asma bronkial persisten sedang

Terapi
- O2 2-4 LPM
- Inhalasi Salbutamol + ipratropium bromide
- Inhalasi salbutamol per 6 jam
- Inhalasi budesonide per 12 jam
- Theophyline 2x1 tab
- Erdosteine 2x1 C
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
Hb : 13,3 gr%
Leukosit : 14.600 gr/dL
Hematokrit : 39,6 %
Trombosit : 381.000/mm
b) Kimia Darah
GDS : 83,5 mg/dl

7. DIAGNOSIS
Tetanus
Vulnus Excoriatum a/r antebrachii S

8. PENATALAKSANAAN
Advice dr. Sp. S
Non Medikamentosa :
1) Pasang NGT
2) Cek GDS
3) Konsul Sp. B

Medikamentosa
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
b. Ranitidin 2x50 mg iv
c. Ketorolac 3x30 mg iv
d. Ceftriaxone 2x1 gr iv
e. ATS 2 ampul (3000 IU) /hari selama 3 hari
f. Metronidazole 3x500 mg iv
g. Fenitoin 3x100 mg po
h. Diazepam 5 mg drip dalam Dextrose 5% /12 jam
i. PCT 3 x 1000 mg
Advice dr.Sp. B
Non Medikamentosa :
GV 1x sehari

Medikamentosa :
Metronidazole 3 x 500 mg iv

9. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsional : Dubia ad bonam
Daftar Pustaka
1. Lisboa, T et al. Guidelines for the management of accidental tetanus in adult patients. Rev
Bras Ter Intensiva. 2011; 23(4):394-409.
2. L Saraswita. Penatalaksanaan Tetanus. CDK-222 vol. 41 no. 11. Tahun 2014. Bali, Indonesia.
3. WHO. Current recommendations for treatment of tetanus during humanitarian emergencies.
WHO Techincal Note. January 2010.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Tetanus
2. Patofisiologi Tetanus
3. Penatalaksanaan Tetanus

4. Edukasi mengenai penatalaksanaan Tetanus

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif:
Tn. S, 61 tahun datang ke UGD RSUD MA Sentot Patrol dalam keadaan sadar dengan keluhan
tidak bisa membuka mulut. Keluhan dirasakan sejak pagi hari. Keluhan diawali dengan rasa kaku pada
leher sampai ke rahang. Keluhan dirasakan terus menerus dan tidak membaik. Pasien juga sulit
berbicara dan suka tersedak saat makan. Keluhan lain pasien yaitu kaku pada seluruh badan dan demam
naik turun. Keluhan lain seperti mual dan muntah tidak ada.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak ingat riwayat imunisasi tetanus terakhir.
Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Pasien jatuh dari motor 1 minggu yang lalu dan terdapat luka terbuka di tangan kiri.
Riwayat Keluarga :
Pasien tidak tahu apakah ada keluarga pernah punya penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai petani.
Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien tinggal di rajasinga, terisi, Indramayu. Sekarang pasien bekerja sebagai petani. Penghasilan
pasien tidak menentu dan tidak diketahui secara pasti tiap bulannya.
2. Objektif:
Dari hasil anamensis dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosis Tetanus. Pada kasus ini
ditegakan berdasarkan:
1. Gejala klinis: trismus, disfagia, sulcus sardonicus, seluruh badan kaku
2. Riwayat penyakit terdahulu : pasien jatuh dari motor 1 minggu yang lalu dan adanya luka
terbuka di tangan kiri pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang : pada pemeriksaan darah lengkap tidak dapat menentukan diagnosis.

3. Assessment
Berdasarkan hasil anamnesis dan gejala klinis dapat diambil diagnosis pada pasien ini adalah
Tetanus. Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan Clostridium tetani
yang merupakan bakteri anaerobik yang tinggal di tanah dan dapat menyebabkan infeksi pada luka yang
terkontaminasi. Toksin tetanus yang menyebabkan rigiditas dan spasme otot adalah tetanospasmin.
Periode inkubasi C. tetani yaitu 3-21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Secara umum, semakin jauh tempat
luka dari CNS, semakin lama periode inkubasinya. Periode inkubasi yang lebih pendek diasosiasikan
dengan kematian yang tinggi. Tetanus dibagi tiga yaitu local tetanus, cephalic tetanus, generalized
tetanus. Tipe yang paling sering adalah generalized tetanus atau tetanus umum yaitu sekitar 80% dari
semua jenis tetanus. Gejala penyakit tetanus pertama adalah adanya trismus atau lockjaw, yang diikuti
dengan kaku pada leher, sulit menelan (disfagia) dan kaku pada otot perut. Gejala lain yaitu
meningkatnya suhu tubuh, tekanan darah meningkat, dan nadi cepat secara episodik. Toksin dari tetanus
menyebabkan hiperaktifitas pada otot dalam bentuk rigiditas dan spasme. Rigiditas adalah kontraksi
tonus involunter otot yang diperiksa dengan adanya resistensi ketika otot yang relaks digerakkan secara
pasif sedangkan spasme adalah kontraksi otot yang muncul tiba-tiba dan tanpa sadar. Contohnya,
rigiditas dari otot temporal dan masseter menyebabkan trismus. Spasme dapat muncul sesekali khususnya
ketika terdapat rangsangan stress dari luar. Spasme dapat berlanjut 3-4 minggu. Kesembuhan total dapat
berlangsung berbulan-bulan. Tetanus umum mempengaruhi otot seluruh tubuh yang dapat menyebabkan
opistotonus (columna vertebralis melengkung ke belakng karena rigiditas dari otot ekstensor leher dan
punggung) dimana hal ini dapat menyebabkan gagal nafas dan kematian karena adanya rigiditas dan
spasme dari otot laringeal dan otot-otot pernapasan. 1
Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit dan temuan saat
pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan menyentuh dinding
posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi
kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Laporan singkat
The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan bahwa uji spatula memiliki spesifi
sitas tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil
positif). Pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal biasanya normal. Kultur C. tetani dari luka sangat
sulit (hanya 30% positif), dan hasil kultur positif mendukung diagnosis, bukan konfirmasi.2

Klasifikasi tingkat keparahan tetanus berdasarkan klasifikasi Ablett :1


1. Mild/Ringan : trismus derajat ringan, spastisitas menyeluruh, tidak ada yang membahayakan
respirasi, tidak ada spasme, tidak ada disfagia
2. Moderate/Sedang : trismus derajat sedang, rigiditas, spasme singkat, disfagia ringan, keterlibatan
respirasi sedang, laju nafas > 30 kali per menit
3. Severe/Berat : trismus berat, rigiditas seluruh tubuh, spasme memanjang, disfagia berat, apneic
spells, nadi >120 kali per menit, laju nafas > 40 kali per menit
4. Very severe/Sangat Berat : grade III ditambah dengan disfungsi otonom.

Penatalaksanaan akut dari tetanus adalah membersihkan luka dan penggunaan antibiotik untuk
eradikasi Clostridium tetani yaitu dengan Metronidazole 500 mg tiga kali sehari, selama 7 sampai 10
hari. Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum berikatan. Setelah evaluasi
awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan intramuskuler dengan dosis total
3.000-10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Tidak ada
konsensus dosis tepat HTIG. Rekomendasi British National Formulary adalah 5.000-10.000 unit
intravena. Bila tidak tersedia maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit diberikan 50.000
unit intramuscular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit
intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga. Toksin yang sudah sampai ke saraf terminal
dapat tidak tereradikasi oleh antitoxin, oleh karena itu gejala otot dapat berlanjut walaupun eradikasi
kuman sudah dilakukan dan antitoksin sudah diberikan. Setelah penderita sembuh, sebelum keluar
rumah sakit harus diberi immunisasi aktif dengan toksoid karena seseorang yang sudah sembuh dari
tetanus tidak memiliki kekebalan. ATS diberikan untuk inaktivasi toksin tetanus. Penatalaksanaan pada
rigiditas dan spasme sangat penting, karena jika terkena pada otot pernapasan dapat menyebabkan
kematian. Rigiditas dan spasme juga menimbulkan rasa nyeri yang menstimulasi aktivitas otot.
Benzodiazepines dapat digunakan sebagai muscle relaxan karena menambah efek GABA pada reseptor
GABAA pada neuron motorik bawah. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3
mg/kgBB/kali dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis. Tambahan efek sedasi bisa didapat dari
barbiturate khususnya phenobarbital dan phenotiazine seperti chlorpromazine, penggunaannya dapat
menguntungkan pasien dengan gangguan otonom. Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg
intravena, dan diazepam dapat ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120 mg/hari. Pasien tetanus
harus berada di lingkungan yang tenang untuk menghindari tercetusnya spasme oleh suara dan stimulasi
sensoris lainnya. 2,3
4. Plan
Diagnosis :
Tetanus
Pengobatan :
Advice dr.Sp.S
Non Medikamentosa :
1. Pasang NGT
2. Cek GDS
3. Konsul Sp. B
Medikamentosa :
1) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2) Ranitidin 2x50 mg iv
3) Ketorolac 3x30 mg iv
4) Ceftriaxone 2x1 gr iv
5) ATS 2 amp/hari selama 3 hari
6) Metronidazole 3x500 mg iv
7) Fenitoin 3x100 mg po
8) Diazepam 5 mg drip dalam D5% /12 jam
9) PCT 3 x 1000 mg

 Edukasi
1. Edukasi bertujuan agar keluarga memahami penyakit yang diderita pasien (penyebab, tatalaksana,
dan prognosis)
2. Selama masa pengobatan tidak diberikan rangsang sensoris kepada pasien
3. Edukasi mengenai pentingnya pemberian imunisasi aktif toksoid
4. Edukasi mengenai perawatan luka yang baik

 Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis penyakit saraf untuk penanganan selanjutnya.

PESERTA PEMBIMBING

dr. Nadia Elsa dr. Allan Yudhiatmoko, Sp. S

PEMBIMBING PEMBIMBING

dr. Bariani Anwar dr. Abdul Jaelani

Anda mungkin juga menyukai