BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
spektrum kondisi klinis yang ditandai dengan iskemia miokard secara akut,
(UA). ACS merupakan salah satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)
dan saat ini telah menempati angka prevalensi 7,2% pada tahun 2007 di Indonesia.
Walaupun angka prevalensi PJK tidak setinggi penyakit lain seperti penyakit
teratas dari penyebab kematian dan jumlah kematiannya dari tahun ke tahun juga
semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan status ekonomi,
Setiap tahun, lebih dari satu juta penduduk Amerika menderita Acute
meliputi jenis kelamin (pria sedikit lebih tinggi risikonya), usia (pria > 45 tahun dan
1
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 2
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
wanita > 55 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler, dan faktor
al., 2010).
penderita ACS. Perlu adanya suatu sistem yang secara terus – menerus memonitor
terapi yang diterima pasien agar pengobatan serta penatalaksanaan pasien ACS
berlangsung secara optimal, efektif, dan efisien sesuai dengan pedoman atau
keamanan, dan kesesuaian. Apabila kebutuhan akan pengobatan atau drug related
needs tersebut tidak tercapai, maka hal tersebut didefinisikan sebagai drug related
menyenangkan yang dialami pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan dengan
terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome terapi
dalam penatalaksanaan pasien PJK, yang meliputi manajemen DRPs adalah pilihan
yang tepat dan strategis. Dalam upaya menunjang tenaga kesehatan bekerjasama
untuk mencapai dan menjamin proses terapi medis yang optimal. Proses
profesi dan kode etik yang telah ditetapkan (Muchid et al., 2006).
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 3
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mendapatkan sejumlah besar kejadian DRPs yang sebenarnya dapat dicegah dengan
intervensi farmasis. DRPs lebih sering terjadi pada pasien hipertensi, penyakit
jantung koroner dan gagal jantung kongestif. Review pengobatan yang dilakukan
DRPs yang tinggi pada penggunaan obat kardiovaskular yaitu kategori obat
yang sering terjadi antara lain; interaksi obat (46,19%), dosis obat terlalu tinggi
(17,26%), duplikasi obat (11,17%) dan dosis obat terlalu rendah (10,41%). DRPs
pasien yang aman, efektif dan ekonomis. Manajemen DRPs meliputi identifikasi
masalah-masalah yang berkaitan dengan DRPs baik yang potensial maupun aktual,
mengatasi DRPs yang aktual dan mencegah terjadinya DRPs yang potensial.
Implikasi dari manajemen DRPs terjadi optimalisasi peran apoteker dan terciptanya
komunikasi bersama antara apoteker, pasien, dan tenaga kesehatan lain dengan
tujuan yang sama yaitu untuk kesembuhan pasien (Muchid et al., 2006).
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 4
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
B. PERUMUSAN MASALAH
adalah:
1. Bagaimana gambaran terapi pada pasien Acute Coronary Syndrome (ACS) yang
2. Berapa angka kejadian DRPs dan apa saja jenis DRPs pada terapi Acute Coronary
Syndrome (ACS)?
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak rumah sakit untuk melihat
gambaran drug related problems (DRPs) pada terapi pasien Acute Coronary
Syndrome (ACS) sehingga farmasis di rumah sakit dapat mengatasi dan mencegah
kejadian DRPs tersebut dikemudian hari. Selain itu, dengan adanya penelitian ini,
di Indonesia.
D. TUJUAN PENELITIAN
2. Mengetahui angka kejadian DRPs dan mengetahui jenis DRPs pada terapi
Sardjito Yogyakarta.
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 5
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
E. TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
spektrum kondisi klinis yang ditandai dengan iskemia miokard secara akut,
kebutuhannya. Berbeda dengan angina stabil, ACS berasal dari berkurangnya aliran
darah pada miokard akibat adanya total oklusif atau subtotal oklusif trombus arteri
b. Epidemiologi
Setiap tahun, lebih dari satu juta penduduk Amerika menderita Acute
Coronary Syndrome (ACS) (Huffman et al., 2010). Di Inggris sekitar 114 ribu
pasien masuk rumah sakit dengan acute coronary syndrome (ACS) dan lebih dari
5,5 juta pasien di Amerika Serikat masuk UGD dengan gejala nyeri dada atau gejala
lain yang mengarah kepada ciri – ciri ACS (Peters dkk., 2007). WHO mencatat
bahwa kejadian iskemik yang merupakan salah satu tanda dari ACS mengalami
bahwa pada tahun 2012, angka kematian mencapai 7,4 juta per tahun sedangkan
pada tahun 2000 menempati angka 6 juta per tahun (WHO, 2015). Di Indonesia
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 6
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
sendiri prevalensi dari penyakit jantung koroner termasuk ACS mencapai angka
c. Patofisiologi
darah arteri karena aterosklerosis. Biasanya penurunan aliran darah koroner tidak
arteri melebihi 95%. Namun gejala iskemik dapat muncul karena peningkatan
aktivitas fisik yang mampu meningkatkan jumlah kebutuhan oksigen pada miokard
2001).
disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang
dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Beberapa faktor ekstrinsik juga dapat
menjadi pencetus terjadinya ACS pada pasien yang telah mempunyai plak
2015).
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 7
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Gejala yang khas pada ACS adalah adanya nyeri dada (chest pain) yaitu
dada terasa terbakar dan tertekan, nyeri ditempat lain pada tubuh seperti lengan atas
bagian kiri atau bagian rahang, mual (nausea), muntah (vomiting), nafas menjadi
pendek (dyspnea), dan keringat dingin (diaphoresis) (Mayo Clinic Staff, 2013).
e. Diagnosis
Pasien dengan gejala ACS pemeriksaan ECG pada saat istirahat memiliki
peranan yang sangat penting. Pada ACS, perubahan morfologi dapat terjadi
pada gelombang T, segmen ST, komplek QRS dan bahkan segmen PR (Kurz
et al., 2008)
Biasanya diperoleh pada saat awal penerimaan pasien sehingga pasien dapat
dievaluasi untuk penyebab lain dari nyeri dada dan dilihat adanya kongesti
nilai prognostik yang lebih baik daripada CKMB. Troponin ini merupakan
petanda biokimia primer untuk sindrom koroner akut. Bila kadar troponin
negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6 – 12 jam setelah onset nyeri dada
(Kemenkes, 2006).
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 8
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pada ACS yang paling umum diamati adalah adanya nyeri dada disertai
dengan rasa terbakar atau rasa tertekan. Terkadang nyeri tidak dirasakan pada
dada, tetapi bisa pada leher, rahang bawah sampai ke bahu (Kumar dan
Canon, 2009).
irama jantung (heart rate), pemeriksaan tekanan darah, anemia, stenosis aorta
berat, kardiomiopati dan kondisi lain seperti penyakit paru (Kemenkes, 2006).
f. Klasifikasi (PERKI,2015)
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Acute Coronary Syndrome (ACS) dibagi
menjadi:
myocardial infraction)
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST
2015)
pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung
yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CKMB. Bila hasil pemeriksaan
NSTEMI. Pada UAP, marka jantung tidak meningkat secara bermakna (PERKI,
2015).
1). Mengurangi nekrosis miokard yang terjadi pada pasien dengan acute miokard
2). Mencegah Major Adverse Cardiac Events (MACE) : kematian, non fatal MI
Perlakuan pada kondisi akut meliputi perlakuan yang mengancam jiwa pada
ACS seperti fibrilasi ventrikel (FV), takikardi dari nadi ventrikel, takikardi yang
pasien memiliki risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jantung lebih lanjut. Faktor
pada EKG saat datang dan /atau kenaikan kadar troponin (10 kali atau lebih dari
batas yang terdeteksi). 2) episode nyeri dada rekuren. 3) diabetes, AMI sebelumnya,
gangguan fungsi ventrikel kiri, gagal jantung. 4) pasien tanpa faktor – faktor ini,
dengan gejala nyeri dada menghilang, dapat dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
Jika tetap timbul nyeri, harus dilakukan EKG saat latihan. Terjadi iskemia yang
diinduksi (depresi segmen ST > 2 mm atau angina) pada beban kerja yang rendah,
kambuhan, perubahan ECG, atau troponin yang positif, adalah termasuk dalam
manajemen terapi rawat inap. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan iskemia dan
Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan dosis 2
jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek samping ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg (O’Gara et al., 2013).
arteri< 90%, gangguan pernafasan atau faktor risiko lain dari hipoksemia. Pada
(Amsterdam et al., 2014). Begitu pula pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi
a) Nitrat
nitrogliserin (NTG) sublingual 0,3 mg – 0,4 mg tiap 5 menit dengan total tiga dosis,
maupun STEMI untuk pengobatan iskemia persisten, gagal jantung atau hipertensi
b) Beta-Adrenergik Blocker
pasien yang tidak memiliki beberapa kondisi berikut: 1) tanda – tanda gagal
jantung, 2) bukti terdapat kondisi output jantung rendah, 3) peningkatan risiko syok
blok jantung derajat 2 atau 3, asma aktif, atau penyakit saluran nafas reaktif)
setiap 2-5 menit sampai total tiga dosis. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam
sebagai terapi awal jika pasien UA/NSTEMI yang kontraindikasi terhadap beta
blocker, tidak ada disfungsi ventrikel kiri yang signifikan secara klinik atau
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 13
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kontraindikasi lain pada pasien dengan iskemia berulang atau berlanjut (Amsterdam
et al., 2014).
d) Renin-Angiotensin-Aldosteron Inhibitor
kepada pasien dengan kongesti paru atau fraksi ejeksi ventrikel kiri <0,04 dengan
tidak adanya hipotensi (<100 mmHg/ <30 mmHg) atau kontraindikasi yang
diketahui terhadap kelas obat tersebut (Amsterdam et al., 2014). ACEI dapat
diberikan pada 24 jam pertama (O’Gara et al., 2013). Angiotensin receptor blocker
(ARB) sebaiknya diberikan pada pasien yang intoleran terhadap ACEI dan
memiliki tanda – tanda gagal jantung baik secara klinik atau radiologik atau fraksi
a) Beta-Adrenergik Blocker
Terapi beta blocker dapat dilanjutkan pada pasien yang memiliki fungsi LV
yang normal pada UA/NSTEMI (Amsterdam et al., 2014). Pemberian beta blocker
secara intravena (i.v.) dapat digunakan pada pasien STEMI yang tidak ada
b) Renin-Angiotensin-Aldosteron Inhibitor
5). Rekomendasi terapi antiiskemik kelas IIb (manfaat sedikit melebihi risiko)
a) Nitrat
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 14
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
b) Renin-Angiotensin-Aldosteron Inhibitor
6). Rekomendasi terapi antiiskemik kelas III (tidak bermanfaat atau berbahaya)
a) Beta-Adrenergik Blocker
pada pasien UA/NSTEMI yang punya faktor risiko syok (Amsterdam et al., 2014).
pasien UA/NSTEMI yang tidak diberikan beta blocker (Amsterdam et al., 2014).
efek hipotensi dan aktivasi refleks simpatis dengan takikardi (O’Gara et al., 2013).
ada pasien UA/NSTEMI yang tidak kontraindikasi setelah masuk rumah sakit dan
diteruskan dengan dosis terapi (81 mg/hari – 325 mg/hari) (Baigent et al., 2009).
Pada pasien yang tidak dapat menerima aspirin karena hipersensitivitas atau
ditambahkan pada aspirin dan terapi antikoagulan seawal mungkin setelah masuk
rumah sakit dan diberikan sampai 12 bulan pada pasien yang akan menjalani
muatan dan diikuti dosis maintenance 75 mg per hari (Yusuf et al.,2001), ii)
Tikagrelor 180 mg sebagai dosis muatan dan diikuti dosis maintenance 90 mg dua
kali sehari (Wallentin et al., 2009). Dosis muatan P2Y12 Receptor Inhibitor
dosisnya: i) Klopidogrel 600 mg, ii) Prasugrel 60 mg, iii) Tikagrelor 180 mg
8). Rekomendasi terapi antiplatelet kelas IIb (manfaat sedikit melebihi risiko)
Klopidogrel dapat digunakan dengan dosis muatan 600 mg dan diikuti dosis
maintenance yang lebih tinggi yaitu 150 mg per hari selama 6 hari kemudian 75 mg
per hari pada pasien yang tidak ada risiko tinggi perdarahan pada pasien yang
menjalani PCI sebagai bagian dari strategi awal invasif (Mehta et al., 2010).
memiliki efikasi yang telah terbukti pada pasien yang akan menjalani strategi
et al., 2014). Untuk pasien STEMI rejimen yang direkomendasikan bisa dengan
digunakan dengan atau tidak terapi utama (UFH) (O’Gara et al., 2013).
direncanakan dalam 24 jam pada pasien yang akan menjalani strategi awal
konservatif (Amsterdam et al., 2014). Pada pasien STEMI yang memiliki risiko
berbahaya)
mendukung PCI karena risiko pembekuan darah pada kateter (O’Gara et al., 2013).
2014).
Perlu untuk didapatkan kadar lipid puasa pada pasien UA/NSTEMI maupun
STEMI, sebaiknya dalam waktu 24 jam setelah muncul gejala (Amsterdam et al.,
2014).
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 17
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Efek samping obat dan parameter yang harus dipantau dan diwaspadai
antara lain:
2. PHARMACEUTICAL CARE
pasien. Pelayanan kefarmasian ini dilakukan untuk mencapai hasil terapi yang
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE
CORONARY SYNDROME (ACS) 18
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
KURNIA RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
untuk memenuhi kebutuhan dalam sistem perawatan kesehatan yang timbul karena
beberapa resep pada tiap individu pasien, ledakan produksi serta promosi obat di
pasaran, peningkatan kompleksitas terapi obat dan masih tingginya biaya yang
dan memantau hasil terapi dari pasien. Hal ini melibatkan tiga fungsi utama yaitu :
1). mengidentifikasi drug related problems yang potensial dan aktual, 2).
menyelesaikan drug related problems yang aktual, dan 3). mencegah drug related
Tabel II. Jenis – jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi (Cipolle et al.,2004)
yang dialami pasien, melibatkan atau diduga berkaitan dengan terapi obat dan
secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome terapi pasien. DRPs aktual
adalah problem yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang
diberikan pada pasien. DRPs potensial adalah problem yang diperkirakan akan
terjadi yang berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh pasien
F. KETERANGAN EMPIRIS
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran jenis dan jumlah dari
setiap kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada penggunaan obat untuk
penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS) yang menjalani perawatan di RSUP Dr.